“Panggil bocah magang itu!” perintah Davin kepada Lydia.
Alex mengetuk pintu tiga kali. Terdengar suara masuk, Alex segera mendorong pintu. Pakaian kemeja putih dengan gaya rambut belah samping dan agak lepek, membuat wajahnya terlihat culun. Dia menjadi karyawan magang di Orbit Company.
“Gara-gara orang bawaanmu, perusahaanku kehilangan saham lima milyar!” decak Davin bersungut-sungut. Wajahnya berubah merah padam.
Alex hanya tunduk dengan telapak tangan menggengam lengan kanan, matanya menatap papan nama yang bertulisan Davin Maheswara, suaranya bergetar dan gagap, “Maaf Pa-“
“Hanya kata maaf, saya juga bisa!” kesuh Davin tangannya mengepal dan menekan meja. “Sekarang kamu tahu tugasmu apa? Cari uang lima milyar itu, bagaimanapun caranya!”
“Meskipun saya tahu kamu nggak akan bisa,” sambung Davin menghina Alex di depan Lydia.
“Tapi ini bukan kesalahan saya Pak,” protes Alex tidak terima diminta ganti rugi. Ia mengucapkan dengan nada lebih rendah. Alex tunduk dengan kedua atasannya itu.
Alex dipersilakan keluar. Mendengus pelan sambil berjalan mencari udara segar. Hanya ada jam tangan murahan yang ia beli di pasar loak. Ia juga menghubungi rekannya yang membawa saham Orbit Company. Alhasil hanya ada jawaban dari operator, nomor yang anda tuju tidak dapat di hubungi.
“Lima milyar.” Membuka kelima jarinya.
Lydia berjalan menghampiri Alex. Ia berpikir Lydia akan memberikan pekerjaan lagi.
“Ambil, mimpimu terlalu tinggi bisa kerja di Orbit Company.” Lydia bersedekap di sebelah kanan Alex setelah memberikan surat pengunduran diri. “Kamu memang tidak pantas berdiri di sini, kamu pantasnya jadi kuli atau tukang becak.”
Alex hanya berdesus panjang. Mimpinya hancur seketika. Sekonyong-konyong dia ingin menghampiri Davin di ruangannya. Mematung sejenak di depan pintu, karena ia sadar posisinya di Orbit Company hanya sebatas karyawan magang. Semakin Alex protes, semakain direndahkan.
“Kenapa? Sudah bawa uangnya? Atau mau protes lagi?” pertanyaan beruntun menyerang Alex.
“Mohon jangan pecat saya Pak.” Kedua telapak tangannya menyatu sambil memohon. Alex mengembalikan surat pemecatannya. “Hanya ini harapan saya Pak.”
“Saya tidak sudi menerima karyawan magang seperti kamu lagi! Keluar! Saya muak melihat wajahmu!” decak Davin melempar surat ke wajah Alex. “Dasar tidak becus!”
Suara barang-barang jatuh terdengar sampai ke luar ruangan. Davin marah semarah-marahnya. Dia hanya memberi waktu sampai besok siang jam 11. Uang lima milyar itu sudah harus kembali ke Orbit Company.
Waktu berlalu begitu cepat. Alex mengunjungi bar di tengah ramainya kota. Setiap malam, ia menjadi bartender di bar tersebut. Alih-alih menambah pemasukan bulanan. Tetapi, siapa sangka. Alex palah melakukan kesalahan.
Dengan tidak sengaja ia menumpahkan segelas minuman ke gaun milik wanita bertubuh langsing itu dan gelas pun pecah berkeping-keping, “Maaf Nona, saya tidak sengaja.”
“Hei! Punya mata itu di pakai!” cibir wanita itu dengan gaun setengah basah. “Ingat! Kamu hanya peliharaan di sini!”
“Maaf Nona, biar saya yang bayar minumannya,” balas Alex mengakui kesalahannya.
“Ganti juga gaun mahalku ini. Kamu tahu, ini pemberian dari tunanganku. Kalau sampai dia tahu, kamu bakal di hajar olehnya.” Wanita ini berani menarik kerah kemeja Alex.
Plak…
Alex mendapat tamparan keras dari sosok lelaki yang ternyata ia kenal, Yuda Sanjaya. Bukan hanya kenal tapi mereka sahabatan cukup lama.
“Yuda…” panggil Alex sekaligus menatap jas mahalnya.
“Jangan sok kenal denganku!” Yuda berkacak pinggang dengan mata melotot.
“Kembalikan saham Orbit Company,” ucap Alex menagih baik-baik. “Kamu mencuri demi wanita seperti ini. Di mana harga dirimu.”
Bugh…
Bugh…
Yuda memukul mulut Alex dua kali di tambah tendangan di perut Alex. Alex tidak banyak persiapan untuk melawan. Pukulan beruntun diterimanya sampai sudut bibirnya mengalir darah. Tubuh Alex terkapar di ubin lantai bar itu.
“Hanya karyawan magang sok belagu kamu ya!” Yuda menginjak kepala Alex sampai bunyi kretak di leher. “Mampu kamu ganti rugi sebanyak 1 milyar?”
“Harga gelas ini.” Mengambil dari atas meja. “10 kali lebih mahal dari gajimu.”
Uhukk…
Uhukk…
Darah terus keluar dari sudut bibirnya. Mendengar keributan lampu bar itu di matikan.
“Ada apa ribut-ribut?” Seorang laki-laki paruh baya turun dari anak tangga, manajer Edi. Pengurus bar ini. Alex mencoba berdiri tegap sambil mengelap darah di sudut bibirnya.
“Tuan Yuda ini tamu VIP kita sekligus putra pemilik bar ini. Jaga sopan santunmu,” tutur Manajer Edi kepada Alex.
“Bakal aku bayar!” Alex terlalu muak dengan sikap Yuda, sehingga ucapannya asal keluar.
Manajer Edi berpihak kepada Yuda dan tuanangannya. Alex hidup di kota ini tanpa sanak saudara. Bahkan ia tidak tahu siapa orang tuanya. Terkadang Alex berpikir, ia dilaharikan dari batu atau benda mati lainnya.
“Tuan Yuda, biar saya urus bartender magang ini,” kata Manajer Edi menengahi perkelahian mereka.
“Hahah, kamu magang juga di sini.” Ledakan tawa Yuda memenuhi ruangan VIP. “Pantas, wajahmu memang pantas jadi babu!”
“Jaga ucapanmu!” decak Alex menahan amarahnya.
“Sekarang, angkat kaki dari sini. Gajimu bulan ini hangus! Paham!” usir Manajer Edi, daripada kena amuk Yuda lebih baik pecat saja bocah magang itu.
Alex meninggalkan bar dengan tidak hormat. Uangnya hanya cukup untuk beli makan satu kali. Gaji selama satu bulan magang di Orbit Company dibekukan. Ia terpaksa jalan kaki menuju kos-kosan.
“Hah, aku harus bagaimana. Darimana aku bisa mendapatkan uang lima milyar dalam semalam,” keluh Alex duduk di bangku pinggiran jalan.
Alex harus mencari uang lima milyar demi gaji lima juta cair. Lima juta sangat berharga baginya. Alex terus berjalan menerjang dinginnya malam. Rela jalan kaki demi makan besok pagi.
“Apa-apaan lagi ini?” tanya Alex terkejut melihat kopernya berada di luar pintu.
“Maaf, kami hanya diperintah Tuan Yuda.” Dua lelaki yang memberesi baju-baju Alex tunduk sebagai rasa hormat.
“Tuan? Hah,” lirih Alex, “nama Tuan terlalu bersih, dia pantas dipanggil jahanam.”
Alex hampir lupa kalau dirinya menyewa kosan milik keluarga Sanjaya. Lelaki yang semula tegar dan suka tersenyum ini menjadi murung dan lesu. Entah dari sudut mana, tahu-tahu ada orang bertubuh agak kurus dan berpakaian rapi memanggil nama Alex.
“Tuan muda Alex,” panggil lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
“Siapa kamu, berani sekali memanggilku dengan Tuan muda?” Alex bangkit, menyeret kopernya menjauh. “Jangan macam-macam denganku?”
“Tenang saja Tuan muda, saya tidak berbahaya.” Tangan orang asing itu menjulur ke depan. Hendak meraih tangan Alex. “Saya mendapat perintah dari Tuan besar supaya membawamu kembali ke rumah.”
“Di bawa ke mana? Rumah siapa? Jangan asal bicara,” balas Alex masih merasa was-was.
Uang ganti rugi Alex dengan orang-orang jahanam seperti mereka sudah dia siapkan. Tetapi, lelaki misterius ini tidak membawa benda sepersen pun. Orang itu memanggil Alex sangat lengkap. Saat Alex bertanya siapa namanya, orang itu tidak kunjung terus terang.
“Tuan muda Alex Sandi Madagaskar.”
“Dari mana kamu tahu namaku?” Alex dalam kondisi siap siaga saat lelaki aneh itu mendekat. Alex bertanya sekali lagi, “Siapa namamu?”
“Namaku Bryan Tuan muda, Tuan adalah keturunan pertama dari Keluarga Madagaskar. Pemilik Zamadeus Enterprise, perusahaan terbesar di dunia dan memiliki ribuan anak perusahaan di setiap penjuru dunia.” Alex sempat tidak percaya dengan ucapan lelaki misterius ini. Palah ia menganggap ini seperti cerita fiksi.
Ada satu nama yang selalu Alex kantongi dan selalu di bawa ke manapun dia pergi, Bryan Sambara, “Namamu?"
Lelaki misterius itu mengangguk lega. Akhirnya orang miskin yang ia anggap Tuan muda ini masih ingat namanya. Bryan Sambara pengawal pribadi sejak Alex belum lahir. Orang yang kerap ia panggil Ayah.
“Nanti saya jelaskan asal-usul Tuan muda bisa sampai sini. Yang penting sekarang Tuan muda temui Davin dan si jahanam itu. Biar saya antar.” Bryan cukup cepat dalam membalikkan tubuhnya.
“Kalau aku Tuan muda mu berikan uang itu padaku, biar aku selesaikan sendiri,” minta Alex mulai yakin bahwa Bryan dari keluarga Madagaskar. “Baik Tuan muda, saya ambil uangnya.” Tubuhnya melesat begitu cepat ke arah kiri. Terdengar bunyi brak, Alex segera melihatnya. Bryan si pengawal itu menunggang mobil butut karatan. “Maaf Tuan muda, saya hanya diperbolehkan naik mobil busuk seperti ini. Ini demi keselamatan Tuan muda.” Bryan mengambil dua koper berisi uang dari bawah bangku kemudi. Alex masih tidak bisa percaya penuh kepada lelaki misterius yang mengaku sebagai pengawal keluarga Madagaskar. Yang penting, sekarang ia bisa mendapat uang enam milyar dan dia bakal buktikan kepada jahanam sialan itu, Yuda. “Boleh aku pinjam mobil butut mu?” minta Alex, tanpa meminta pun Bryan akan mengiyakan. “Tuan muda, temui saya lagi di bangunan lama jalan Rantih,” pesan Bryan sebelum Alex hilang dari pandangan matanya. Koper penuh pakain itu dudu
Sebelum masuk ke ruangan Davin, Alex menyempatkan menelpon Bryan. Ia mengaturkan keinginannya. “Bryan…” panggilan pembuka Alex. “Bagaimana Tuan muda?” tanya balik Bryan. “Orbit Company, apakah itu milik keluargaku? Jika benar, aku ingin menjadi karyawan tetap di sana. Bisa kamu kabulkan permintaanku?” minta Alex menelpon di tempat sepi, tepatnya di gudang. “Benar Tuan muda, bahkan saya bisa menjadikan Tuan muda sebagai komisaris sekaligus,” jelas Bryan, tidak lama kemudian sambungan diputuskan oleh Alex. Artinya dia akan dimenangkan di Orbit Company.Berjalan tegap penuh percaya diri, untaian-untaian menjengkelkan berhasil dilaluinya. Berdirilah di depan pintu ruangan Davin. Merapikan kemeja dan tatanan rambut belah samping lalu masuk. “Setelah saya kembalikan sahamnya, bolehkan saya menjadi karyawan tetap di Orbit Company Pak?” tanya Alex penuh harap.Brangkas uang dibuka Davin. Mundur satu langkah, mengigit bibir bawah, dan
Alex sempat melempar pertanyaan kepada Bryan. Dan benar, Venmo Group anak perusahan ke 115 dari Zamadeus Enterprise. Jantung Alex berdegup lebih cepat. Ia mengatur napas sebelum menemui direktur Venmo Group. “Permsiii…” ucap Alex sambil mendorong pintu. Diam sejenak di sebelah pintu sambil menatap Vania dan Tasha. “Masuk, jangan diam saja,” perintah Tasha, “aku direktur di sini. Keahlianmu bagus juga.” “Tentang malam itu. Aku! Tidak bisa memaafkanmu sampai kapanpun!” decak Tasha persis di depan wajah Alex dengan tatapan sinis.Alex hanya bergidik merinding, dahinya berkerut, mencoba menarik kepalanya ke belakang. Jari-jari Tasha meraih rambut Alex, lalu menjambak tanpa ampun. Begitu geramnya Tasha kepada Alex. “Statusmu di sini, hanya karyawan magang!” bisik Tasha di telinga kanan Alex dengan penuh rasa jengkel.Tiba-tiba saja Yuda datang menjemput Tasha. Mereka akan menikmati malam minggu yang penuh makna ini. “Kamu magang j
Bryan segera menunjukan kamar Alex. Membuka pintu lalu menjulurkan tangan mempersilakan Tuan Mada masuk. “Alex putraku, sungguh putraku. Ini bukan mimpi, dia sangat mirip denganku,” kata Tuan Mada ingin sekali menyentuh pipi putranya itu. “Nahas sekali nasibmu Tuan muda.” “Benar Tuan Mada, Tuan Alex sangat mirip denganmu.” Bryan mulai kagum dengan pahatan wajah Alex yang hampir sempurna. “Bryan, atasi semua masalah di Venmo Group.” Tuan besar menuju ke sofa. Matanya tidak lepas dari sosok lelaki bertubuh tinggi agak kurus itu, Alex.Bryan dan Zaen komunikasi lewat tatapan mata. Ia sepakat tidak akan menganggu Tuan besar yang masih ingin memandang Tuan muda. Bryan merancang kata-kata sedetail mungkin, mulai dari menemukan Tuan muda sampai Tuan muda pingsan. “Aku harus membawa putraku kembali ke keluarga Madagaskar.” Tuan Mada melihat putranya lebih dekat lagi. “Tuan Mada, sebaiknya biarkan Tuan muda bersemayam di rumah ini,” b
Bryan tidak bisa pergi menemani Alex ke acara makan malam Tasha. Ia terbang menemui Tuan besar dan mengembalikan gulungan kertas yang ia temukan di bawah sofa. Bryan melenggang pergi tanpa pamit. “Bryan… boleh aku pinjam mobilmu?” Alex mencari pengawalnya itu dari satu ruang ke ruang lainnya. “Di mana kamu Bryan?”Alex memutuskan naik ojek sampai ke hotel Andalusia. Tak ada satu pun yang menyambut dan mengajak bicara Alex. Mereka sibuk membahas pekerjaan dan jabatannya. “Kita apakan karyawan magang itu?” tanya Tasha kepada Yuda.“Aku ada cara.” Yuda menemukan ide brilian. Lalu ia berseru memanggil Alex. “Alex…” panggilnya. Tasha mengambil bubuk obat dari tasnya. Ia tuangkan ke minuman bersoda milik Alex. Yuda membawa Alex bergabung dengannya. Yang benar saja di acara makan malam ini ada Davin dan Lydia. “Kamu di undang jadi tamu atau tukang bersih-bersih?” lontar Davin dari meja sebelah. Beberapa tamu yang mendengar cacian Davin palah tertawa. Yuda mengangkat telapak tangan
Ingin sekali rasanya mencibir Tasha sampai habis-habisan. Tapi mungkinkah Alex bisa melakukan itu. “Ciih!” Hanya ini yang keluar dari mulut Alex, itupun lirih. Vania memberi beberapa tugas kepada Alex dan harus selesai hari ini. Alex diam-diam menghubungi Bryan. Satu permintaan lagi, cari tahu siapa sebenarnya Vania ini. Kenapa dia selalu diam saat orang lain tertawa menghina. “Baik Tuan muda,” balas Bryan selalu siap siaga. “Alex,” panggil Abiyaksa komisaris Venmo Group. Mengiring Alex ke ruangannya. “Beritahu saya tentang latar belakangmu.” Abiyaksa memastikan Alex benar dari keluarga Madagaskar. Sebelum Alex bertemu dengan keluarga aslinya. Ia akan tetap mengaku sebagai gelandangan yang dipungut oleh nenek tua dan ditelantarkan oleh anak-anaknya. Masalah biaya pendidikan Alex tidak pernah tahu. “Saya diasuh oleh nenek tua dan ditelantarkan begitu saja.” Alex menyingkat ceritanya. “Orang tuamu?” tanya Abiyaksa menaikkan alis.“Belum pernah bertemu setelah kejadian nge
Rumah mewah yang dirahasiakan dan sengaja dijauhkan dari kerumunan warga ini mulai terbongkar. Kedatangan Sanjaya membuat Bryan was-was. “Dari mana mereka tahu alamat ini?” tanya Bryan pada dirinya sendiri saat menutup pintu. “Mereka bicara apa Bryan?” tanya Alex membawa segelas air putih yang diambilnya dari kulkas. “Mereka hanya minta jangan hentikan suntikan dana ke Golden Key, itu saja.” Bryan menepuk pundak Alex sambil berkata, “jangan takut.” Alex menjawab dengan senyuman. Sanjaya dan putranya itu memiliki watak yang hampir sama. Serakah, sombong, dua itu sangat melekat pada diri mereka. Pagi-pagi sekali Bryan membuat sarapan, menyiapkan baju, sampai memanasi mobil untuk berangkat Tuan mudanya. “Tuan muda bangun, sudah jam setengah lima.” Bryan membangunkan Tuan muda layaknya membangunkan anaknya. Ia usap rambutnya, menepuk-nepuk pipinya pelan, mengoyang-goyangkan kakinya sampai bangun. “Tuan muda…” bisik Bryan ditelinga Alex. “Ayah…” jawab Alex membuka matanya pel
Pagi itu tiga pengawal keluarga Madagaskar saling membantu menyiapkan keperluan Tuan mudanya. Tiga pengawal itu sudah rapi dengan jas hitam dan kemeja putih. “Selamat pagi Tuan muda,” sapa Zaen menarik kursi untuk Alex. “Aku bukan Tuan mudamu? Kenapa kamu ada di sini? Dan kamu siapa lagi?” Alex binggung setelah bangun pagi sudah ada dua orang asing. Semalam Alex pulang hanya dengan Bryan. Zaen dan Irawan datang sekitar jam dua pagi. Kedatangan Zaen dan Irawan sudah diatur Bryan. Bryan sengaja mencarikan jalan yang sepi supaya tidak banyak orang yang tahu. “Dia Zaen, yang menemani Tuan muda kemarin. Dia Irawan, yang menemukan identitas Vania. Keduanya pengawal sejati keluarga Tuan muda,” jelas Bryan mengambil beberapa piring. “Ada keperluan apa kalian ke sini?” tanya Alex balik, “bagaimana dengan rumah ini Bryan?”“Selain mengawal Tuan muda, kami ada keperluan sendiri,” balas Zaen tidak ingin Alex tahu masalah mereka. Zaen dan Irawan pergi ke Orbit Company setelah Tuan muda
Ke esokkan harinya Alex memberanikan diri melamar jadi karyawan magang di Van Hatten. Baru sebentar Alex menatap gedung Ema Van Hatten, tahu-tahu ada yang keluar dari balik gerbang tinggi bercorak hitam ini. “Heh! Cari apa di sini?” Sang Satpam dengan nama Ilham keluar sambil berkacak pinggang. “Boleh saya nitip lamaran di sini?” tanya Alex hendak menyerahkan berkas lamaran pekerjaan.Rambut gondrong Alex membuat Satpman tidak yakin untuk menerima berkasnya. Pada akhirnya berkas tersebut diterima. “Kelihatannya bakal lama dapat panggilan, penampilanmu saja tidak meyakinkan,” ejek Sang Satpam melempar berkas ke meja dibelakangnya. Terlihat seseorang berlarian sambil memanggil dengan nama, “Tuan Mada.” “Alex,” sebut Alex berdiam diri sambil menunggu pertanyaan berikutnya.Bocah berpenampilan lusuh ini masih dikenal sebagai Tuan muda dikalangan miliuner negara tetangga. Momen seseorang mengunggah potret Tuan muda saat hadir di p
“Rencana?” ulang Alex masih tidak yakin. “Papa sempat melarangmu tinggal di Granda kan?” Diiringi lirikan mata yang lembut. Alex hanya mengangguk nurut. “Menurut Mama, lebih baik kamu tinggal di Granda. Lagian tugasmu juga di sini. Jangan hiraukan omongan Papamu, dia hanya disuruh Cakra.” “Cakra? Buat apa dia seperti itu?” lontar Alex membuat Mamanya binggung untuk menjawab. “Mama kurang tahu, ini rencana Papa dengan Cakra,” sebut Sang Mama sambil siaga terhadap pertanyaan kedua dari putra pertama. “Bohong, Mama pasti tahu. Baru-baru ini Mama mengakui Alex, sebelumnya tidak. Sebaik-baiknya Papa dihadapan Alex, Papa pasti punya rencana jahat buat Alex. Rencana apa itu Ma?” Alex menatap Sang Mama penuh kejujuran. Sang Mama masih menggeleng sambil mengatakan tidak tahu. Orang tua ini tetap berpihak kepada putra kedua kesayangannya. Bryan menengahi pembicaraan keduanya. Serentak keduanya langsung melendehkan punggung. “Kepergian Madam d
Yuda membuat jebakan hebat yang di buat semenarik mungkin. Bryan mengoper mobilnya lebih dekat dengan rumah Nenek Rida. “Baik kalau begitu Tuan muda, malam ini saya juga akan menginap di sini,” sambung Bryan.Tapi, Vanmo tidak suka melihat kebahagiaan Tuan muda bersama orang-orang yang ia sayangi. Permainan rekayasa mulai dibuat Yuda dan Davin. Tanpa sengaja Bryan melihat sehelai rambut Alex jatuh di bahunya. “Tempat ini tidak cocok untuk dirimu Bryan, lebih baik kamu pulang,” usir Tuan muda kepalanya tunduk dan matanya memandang pergelangan kaki. “Tidak bisa Tuan, saya harus ada di dekat Tuan muda.” Mendengar jawaban Bryan, Alex langsung pergi ke belakang rumah sambil berceloteh. “Terserah kamu Bryan, aku tidak tahu harus berbuat apa lagi,” Bryan melenggang pergi, ia semalaman tidur di mobil. Sedangkan, Tuan muda yang dikatakan agak lugu itu bermain-main di pinggir kolam ikan. Segenggam roti itu ia tebarkan ke dalam air keruh yang sudah lama tida
“Aku tidak ada waktu bicara denganmu,” jawab dingin Alex. Beralih kepada Bryan, “Kita pergi ke pemakaman sekarang.” “Baik Tuan muda,” sahut Bryan kemudian memberikan lambaian tangan isyarat supaya menyiapkan kendaraan.Alex mulai dilarang pergi ke Granada oleh Tuan besar. Padahal ia baru saja diberikan wewenang di Orbit dan Vanmo. Sepulangnya Alex dan Bryan. Cakra menemui Sang Papa di ruang kerjanya. “Kamu tahu ini permintaan terakhir,” tutur Tuan besar kepada putra kedua. “Terimakasih Pa,” jawab Cakra hatinya sangat bungah. Papanya hanya melengos dan tidak peduli lagi.Tian dimarahi Tuan Mada habis-habisan. Tidak ada perintah mencoret tembok, melepaskan amunisi senapan angin. “Masih bisa dengar perintah saya?” Berkacak pinggang, mendekat, lalu kepalan tangan mendarat tepat di lambung. “Di bayar berapa kamu sama Cakra? Kamu boleh mengamati tapi tidak dengan mencelakai.” “Dua kali lipat dari biasanya Tuan,” jujur T
Bayu Guntur pengendali Orbit Group kini merasa gugup setelah tahu Alex akan mengantikan posisinya. Ia juga tahu latar belakang Tuan muda. Semakin Bayu tahu, ia tidak rela jabatannya lengser. Gara-gara bocah magang menyandang status Tuan muda itu seakan hidupnya kelam kelabu.“Kalian masih kerja di sini?” tanya Alex kepada Davin dan Lydia. “Kamu masih magang? Belum kapok?” Davin tepuk tangan sambil tersenyum sinis. “Bagus, mentalmu bagus. Selamat datang kembali.” “Siapkan dirimu untuk satu minggu ke depan.” Peringatan dari Alex menjadi bahan guyonan. “Mau ngadu sama siapa lagi heh. Pengawalmu? Papamu? Pak Bayu? Semua sudah tidak peduli!” cibir Davin melenggang pergi menghampiri karyawan yang lainnya. Gerakan tangan Alex mengusir Davin menambah suasana semakin gaduh. Alex semakin di tertawakan. “Diam semuanya!” seru Bryan selalu siap siaga di depan pintu tim B. “Saya bisa pecat kalian sekarang juga!” “Hei bocah magang, kerja, nggak usah sombong!” Sang Senior memberikan setum
“Baik Tuan.” Zen segera menghubungi pengawal di rumah Madagaskar. Setibanya di latar rumah gedong, ramai-ramai jalan mengawal Tuan Mada dan Alex. Dua pengawal sejati ikut bersinambung. “Silakan Tuan,” sambut Irawan sambil membawa gulungan kertas. Ketiga anaknya telah menunggu dengan jengkel. Lima belas tahun menanti dan warisan akan jatuh ditangan ketiga anaknya, sekarang menjadi runtutan yang acak-acakan. “Hubby,” kata Risa memincingkan kepalanya. “Apa-apaan ini?” “Aku bisa mengusirmu kapan saja, ingat itu!” Tuan Mada lebih membela anak pertamanya. “Senang kamu! Senang!” ketus Risa kepada Alex, karena ini keinginan Tuan Mada yang tidak bisa dibendung. Alex mundur dua kali, sembunyi di balik tubuh Papanya. Melihat tingkah putranya yang agak lain. Tuan Mada semakin murka dan mengancam putra keduanya. “Pa, ini tidak adil. Dia hanya anak pungut, bisa-bisanya dapat paling banyak,” sangkal Cakra menunjuk Alex dengan tatapan menantang. Tuan Mada hanya diam dan membiarkan mulut C
Kebanyakan saham Golden Key dari Vanka. Sekarang Vanka mulai tahu kebusukan calon besannya itu. Ia juga menyalahkan Yuda habis-habisan. Yang katanya tidak mengajarkan hal baik. Diam-diam menusuk dari belakang. Yuda hanya memanfaatkan Tasha demi kemakmuran Sanjaya. “Dasar bedebah macam apa kamu ini Sanjaya,” geram Vanka mulai meremat celemek. “Ssssttt…” gerutu Sanjaya menahan emosi. “Kamu pulang bareng Mama sekarang.”Sanjaya berniat merampungkan masalah keduanya. Vanka meminta Tasha dan istrinya naik. Tatapan empat orang sudah saling terpaut. “Sekarang mau bagaimana?” tanya Bryan jari telunjuknya mengetuk-ketuk meja. “Ini masalah Sanjaya, kenapa saya harus ikut,” sangkal Vanka keras kepala. “Memang benar bukan masalahmu,” balas Bryan menyingkirkan piring kosong dari hadapannya. Vanka mendengus sabar. Kepalanya cenderung tunduk ke bawah. Di tambah telapak tangan bersarang di kepala bagian belakang. Antara binggung dan kecewa. “Cukup,” sela Vanka tangannya pindah ke dahi, “pe
Davin dan Bayu hanya saling melempar tanda tanya. Kenapa banyak sekali mobil di depan, ada apa? Ditambah dengan wajah yang suram.“Alex? Putraku?” Tuan Mada mencopot kacamata dan merengangkan dasinya. “Benar Tuan,” jawab Zaen lamat-lamat tidak jelas. Saking gentarnya Tuan besar, ia membuka pintu sendiri dan jalan lebih cepat. Zaen menyempatkan bicara dengan Bryan. Biarkan Irawan mengawal Tuan besar sampai bertemu dengan Davin. “Kira-kira kita harus bagaimana? Tuan Mada marahnya kambuh.” Dua pengawal ini masih ngobrol di luar. “Bodoh, kenapa kamu nggak ulur waktu buat jawab. Kenapa harus jawab gitu, kan bisa cari topik lain.” Tantangannya sekarang adalah Tuan muda, bagaimana Bryan bisa menuruti keinginan Tuan muda lagi. Tuan besar sudah tahu jabatan Alex di Orbit Company. “Bryan, bukannya aku tidak sejalan dengan pikiranmu. Tapi, aku tidak bisa bohong.” Bryan membiarkan Zaen membela dirinya. Tuan Mada masuk di ruangan Bayu disanjung-sanjung. Direktur dan manajer semua kumpul
“Nenek.” Alex berhasil menemui nenek Rida tanpa dihalangi Sang Paman. Nenek Rida tersenyum, menjulurkan tangan kanannya, memeluk Alex lalu mencium pipi dan dahinya. Nenek Rida paham dengan bau keringat Alex. “Nenek harus ikut Alex ya.” Mengenggam tangan nenek yang menempel di pipinya. Alex memapah nenek Rida, sialnya Sang Paman meneriakki Alex sebagai penculik. Warga sekitar berbondong-bondong keluar sambil membawa bambu. “Maafkan Alex ya nek.” Menaikkan roda gigi lalu menginjak pedal gas dalam. Bryan kepergok Alex saat bersama lima pengawal Madagaskar. Bryan meringis kebingunggan, Tuan mudanya bakal marah andai tahu lima pengawal ini yang membuat pamannya ngamuk. “Rumah mu?” tanya nenek Rida mengenggam erat lengan Alex. “Ya, Bryan yang beli untukku.” Alex menuntun Sang nenek menaiki lima anak tangga. “Baik sekali yang namanya Bryan?” Alex tidak menghiraukan ucapan nenek tua itu. Menatap Bryan lalu beredar kepada lima pengawal itu, “Bryan, siapa lagi yang kamu bawa?”