Pagi itu tiga pengawal keluarga Madagaskar saling membantu menyiapkan keperluan Tuan mudanya. Tiga pengawal itu sudah rapi dengan jas hitam dan kemeja putih. “Selamat pagi Tuan muda,” sapa Zaen menarik kursi untuk Alex. “Aku bukan Tuan mudamu? Kenapa kamu ada di sini? Dan kamu siapa lagi?” Alex binggung setelah bangun pagi sudah ada dua orang asing. Semalam Alex pulang hanya dengan Bryan. Zaen dan Irawan datang sekitar jam dua pagi. Kedatangan Zaen dan Irawan sudah diatur Bryan. Bryan sengaja mencarikan jalan yang sepi supaya tidak banyak orang yang tahu. “Dia Zaen, yang menemani Tuan muda kemarin. Dia Irawan, yang menemukan identitas Vania. Keduanya pengawal sejati keluarga Tuan muda,” jelas Bryan mengambil beberapa piring. “Ada keperluan apa kalian ke sini?” tanya Alex balik, “bagaimana dengan rumah ini Bryan?”“Selain mengawal Tuan muda, kami ada keperluan sendiri,” balas Zaen tidak ingin Alex tahu masalah mereka. Zaen dan Irawan pergi ke Orbit Company setelah Tuan muda
Alex kembali dengan wajah masam dan kecewa. Bryan menyapa dan mencoba menghiburnya. “Bryan, bagaimana dengan masa depanku?” tanya Alex dari balik selimut tebal. “Tuan muda tidak perlu khawatir.” Bryan memancarkan senyum kepada Alex sambil membawa nampan berisi makanan dan susu. Bryan diskusi bersama Irawan dan Zaen di lantai satu. Mereka membicarakan nenek Rida. Alex sedih karena tidak bisa membawa nenek Rida. Bryan membeberkan cerita masa kecil Alex bersama nenek Rida. “Kenapa baru sekarang kamu mengakuinya?” lontar Zaen, pertanyaan ini memang pantas ditanyakan. “Butuh waktu untuk mengakuinya,” jawab Bryan selanjutnya, “semua harus diperhitungkan dengan teliti.” Setianya Bryan kepada keluarga Madagaskar sudah tidak perlu di uji lagi. Sudah terbukti, buktinya Bryan rela bertahun-tahun menyamar demi Tuan mudanya. “Tuan muda ingin kita bagaimana?” tanya balik Irawan. “Tidak tahu, Tuan muda cenderung diam dan ingin menyelesaikan sendiri,” jawab Bryan menggelengkan kepala.
Entah kebetulan atau apa. Alex harus melayani Yuda dan Tasha. Bartender di bar serdadu tidak ada yang berani melayaninya karena mereka tamu VIP. Di mana ada satu kesalahan ancamannya pecat. “Silakan Tuan, ini pesanannya.” Alex menyajikan dua botol anggur bersama gelasnya. “Ambilkan aku es batu,” perintah Tasha menyibakkan rambut lalu melipat tangannya di depan perut. “Tunggu sebentar.” Alex segera membalikkan tubuhnya. “Tunanganku sebentar lagi punya jabatan di Golden Key. Tidak kayak kamu, dimana-mana hanya jadi karyawan magang.” Dahinya berkerut, matanya bergerak menuju ke gelas anggur. “Tuangkan untukku.”Genggaman tangan Alex segera membuka tutup botol, segera ia tuangkan. Ia melayani semua pelanggan tanpa membeda-bedakan. Mendengar ocehan Tasha, Alex hanya diam dan tersenyum. Tasha matanya merem saat menengak minuman yang terasa agak pahit ini, “Pastinya kamu tidak bisa seperti tunanganku.”“Bagaimana dengan ganti rugi mobilku, masih sanggup bayar?” tambah Yuda, dari ta
“Saya tidak tahu Tuan muda, Papa hanya ingin bicara dengan Tuan muda?” Zaen segera membeli tiket VIP ke negara Arbania. Kedua kalinya Alex menikmati fasilitas pesawat VIP tanpa mengeluarkan uang sepersen pun. Satu permintaan Tuan muda yang sangat ingin dikabulkan oleh dua pengawalnya ini. Yaitu, sangkut pautkan Vanka dalam masalah Tasha kepadanya. “Kenapa aku tidak percaya penuh kalau dia papaku?” lontar Alex menundukkan kepala. Bryan segera mencari beberapa foto 15 tahun lalu. “Ini foto Tuan muda bersama keluarga Madagaskar.” Di foto itu ada Bryan dan tujuh pengawal yang hanyut di lautan. “Tujuh orang ini siapa Bryan, dia pengawal Madagaskar?” Bryan memperbesar tubuhnya yang mungil di layar ipad. “Kenapa mereka tidak bersamamu?” Bryan hanya menggelengkan kepala lalu menjawab dengan terbata-bata, “Mereka tenggelam bersama Tuan muda.” Alex mendekatkan wajahnya. Ia kira Bryan sedang mengarang cerita. Alex mengeser foto berikutnya, foto tujuh pengawal bersama Tuan muda. “Teng
“Nenek.” Alex berhasil menemui nenek Rida tanpa dihalangi Sang Paman. Nenek Rida tersenyum, menjulurkan tangan kanannya, memeluk Alex lalu mencium pipi dan dahinya. Nenek Rida paham dengan bau keringat Alex. “Nenek harus ikut Alex ya.” Mengenggam tangan nenek yang menempel di pipinya. Alex memapah nenek Rida, sialnya Sang Paman meneriakki Alex sebagai penculik. Warga sekitar berbondong-bondong keluar sambil membawa bambu. “Maafkan Alex ya nek.” Menaikkan roda gigi lalu menginjak pedal gas dalam. Bryan kepergok Alex saat bersama lima pengawal Madagaskar. Bryan meringis kebingunggan, Tuan mudanya bakal marah andai tahu lima pengawal ini yang membuat pamannya ngamuk. “Rumah mu?” tanya nenek Rida mengenggam erat lengan Alex. “Ya, Bryan yang beli untukku.” Alex menuntun Sang nenek menaiki lima anak tangga. “Baik sekali yang namanya Bryan?” Alex tidak menghiraukan ucapan nenek tua itu. Menatap Bryan lalu beredar kepada lima pengawal itu, “Bryan, siapa lagi yang kamu bawa?”
Davin dan Bayu hanya saling melempar tanda tanya. Kenapa banyak sekali mobil di depan, ada apa? Ditambah dengan wajah yang suram.“Alex? Putraku?” Tuan Mada mencopot kacamata dan merengangkan dasinya. “Benar Tuan,” jawab Zaen lamat-lamat tidak jelas. Saking gentarnya Tuan besar, ia membuka pintu sendiri dan jalan lebih cepat. Zaen menyempatkan bicara dengan Bryan. Biarkan Irawan mengawal Tuan besar sampai bertemu dengan Davin. “Kira-kira kita harus bagaimana? Tuan Mada marahnya kambuh.” Dua pengawal ini masih ngobrol di luar. “Bodoh, kenapa kamu nggak ulur waktu buat jawab. Kenapa harus jawab gitu, kan bisa cari topik lain.” Tantangannya sekarang adalah Tuan muda, bagaimana Bryan bisa menuruti keinginan Tuan muda lagi. Tuan besar sudah tahu jabatan Alex di Orbit Company. “Bryan, bukannya aku tidak sejalan dengan pikiranmu. Tapi, aku tidak bisa bohong.” Bryan membiarkan Zaen membela dirinya. Tuan Mada masuk di ruangan Bayu disanjung-sanjung. Direktur dan manajer semua kumpul
Kebanyakan saham Golden Key dari Vanka. Sekarang Vanka mulai tahu kebusukan calon besannya itu. Ia juga menyalahkan Yuda habis-habisan. Yang katanya tidak mengajarkan hal baik. Diam-diam menusuk dari belakang. Yuda hanya memanfaatkan Tasha demi kemakmuran Sanjaya. “Dasar bedebah macam apa kamu ini Sanjaya,” geram Vanka mulai meremat celemek. “Ssssttt…” gerutu Sanjaya menahan emosi. “Kamu pulang bareng Mama sekarang.”Sanjaya berniat merampungkan masalah keduanya. Vanka meminta Tasha dan istrinya naik. Tatapan empat orang sudah saling terpaut. “Sekarang mau bagaimana?” tanya Bryan jari telunjuknya mengetuk-ketuk meja. “Ini masalah Sanjaya, kenapa saya harus ikut,” sangkal Vanka keras kepala. “Memang benar bukan masalahmu,” balas Bryan menyingkirkan piring kosong dari hadapannya. Vanka mendengus sabar. Kepalanya cenderung tunduk ke bawah. Di tambah telapak tangan bersarang di kepala bagian belakang. Antara binggung dan kecewa. “Cukup,” sela Vanka tangannya pindah ke dahi, “pe
“Baik Tuan.” Zen segera menghubungi pengawal di rumah Madagaskar. Setibanya di latar rumah gedong, ramai-ramai jalan mengawal Tuan Mada dan Alex. Dua pengawal sejati ikut bersinambung. “Silakan Tuan,” sambut Irawan sambil membawa gulungan kertas. Ketiga anaknya telah menunggu dengan jengkel. Lima belas tahun menanti dan warisan akan jatuh ditangan ketiga anaknya, sekarang menjadi runtutan yang acak-acakan. “Hubby,” kata Risa memincingkan kepalanya. “Apa-apaan ini?” “Aku bisa mengusirmu kapan saja, ingat itu!” Tuan Mada lebih membela anak pertamanya. “Senang kamu! Senang!” ketus Risa kepada Alex, karena ini keinginan Tuan Mada yang tidak bisa dibendung. Alex mundur dua kali, sembunyi di balik tubuh Papanya. Melihat tingkah putranya yang agak lain. Tuan Mada semakin murka dan mengancam putra keduanya. “Pa, ini tidak adil. Dia hanya anak pungut, bisa-bisanya dapat paling banyak,” sangkal Cakra menunjuk Alex dengan tatapan menantang. Tuan Mada hanya diam dan membiarkan mulut C
Ke esokkan harinya Alex memberanikan diri melamar jadi karyawan magang di Van Hatten. Baru sebentar Alex menatap gedung Ema Van Hatten, tahu-tahu ada yang keluar dari balik gerbang tinggi bercorak hitam ini. “Heh! Cari apa di sini?” Sang Satpam dengan nama Ilham keluar sambil berkacak pinggang. “Boleh saya nitip lamaran di sini?” tanya Alex hendak menyerahkan berkas lamaran pekerjaan.Rambut gondrong Alex membuat Satpman tidak yakin untuk menerima berkasnya. Pada akhirnya berkas tersebut diterima. “Kelihatannya bakal lama dapat panggilan, penampilanmu saja tidak meyakinkan,” ejek Sang Satpam melempar berkas ke meja dibelakangnya. Terlihat seseorang berlarian sambil memanggil dengan nama, “Tuan Mada.” “Alex,” sebut Alex berdiam diri sambil menunggu pertanyaan berikutnya.Bocah berpenampilan lusuh ini masih dikenal sebagai Tuan muda dikalangan miliuner negara tetangga. Momen seseorang mengunggah potret Tuan muda saat hadir di p
“Rencana?” ulang Alex masih tidak yakin. “Papa sempat melarangmu tinggal di Granda kan?” Diiringi lirikan mata yang lembut. Alex hanya mengangguk nurut. “Menurut Mama, lebih baik kamu tinggal di Granda. Lagian tugasmu juga di sini. Jangan hiraukan omongan Papamu, dia hanya disuruh Cakra.” “Cakra? Buat apa dia seperti itu?” lontar Alex membuat Mamanya binggung untuk menjawab. “Mama kurang tahu, ini rencana Papa dengan Cakra,” sebut Sang Mama sambil siaga terhadap pertanyaan kedua dari putra pertama. “Bohong, Mama pasti tahu. Baru-baru ini Mama mengakui Alex, sebelumnya tidak. Sebaik-baiknya Papa dihadapan Alex, Papa pasti punya rencana jahat buat Alex. Rencana apa itu Ma?” Alex menatap Sang Mama penuh kejujuran. Sang Mama masih menggeleng sambil mengatakan tidak tahu. Orang tua ini tetap berpihak kepada putra kedua kesayangannya. Bryan menengahi pembicaraan keduanya. Serentak keduanya langsung melendehkan punggung. “Kepergian Madam d
Yuda membuat jebakan hebat yang di buat semenarik mungkin. Bryan mengoper mobilnya lebih dekat dengan rumah Nenek Rida. “Baik kalau begitu Tuan muda, malam ini saya juga akan menginap di sini,” sambung Bryan.Tapi, Vanmo tidak suka melihat kebahagiaan Tuan muda bersama orang-orang yang ia sayangi. Permainan rekayasa mulai dibuat Yuda dan Davin. Tanpa sengaja Bryan melihat sehelai rambut Alex jatuh di bahunya. “Tempat ini tidak cocok untuk dirimu Bryan, lebih baik kamu pulang,” usir Tuan muda kepalanya tunduk dan matanya memandang pergelangan kaki. “Tidak bisa Tuan, saya harus ada di dekat Tuan muda.” Mendengar jawaban Bryan, Alex langsung pergi ke belakang rumah sambil berceloteh. “Terserah kamu Bryan, aku tidak tahu harus berbuat apa lagi,” Bryan melenggang pergi, ia semalaman tidur di mobil. Sedangkan, Tuan muda yang dikatakan agak lugu itu bermain-main di pinggir kolam ikan. Segenggam roti itu ia tebarkan ke dalam air keruh yang sudah lama tida
“Aku tidak ada waktu bicara denganmu,” jawab dingin Alex. Beralih kepada Bryan, “Kita pergi ke pemakaman sekarang.” “Baik Tuan muda,” sahut Bryan kemudian memberikan lambaian tangan isyarat supaya menyiapkan kendaraan.Alex mulai dilarang pergi ke Granada oleh Tuan besar. Padahal ia baru saja diberikan wewenang di Orbit dan Vanmo. Sepulangnya Alex dan Bryan. Cakra menemui Sang Papa di ruang kerjanya. “Kamu tahu ini permintaan terakhir,” tutur Tuan besar kepada putra kedua. “Terimakasih Pa,” jawab Cakra hatinya sangat bungah. Papanya hanya melengos dan tidak peduli lagi.Tian dimarahi Tuan Mada habis-habisan. Tidak ada perintah mencoret tembok, melepaskan amunisi senapan angin. “Masih bisa dengar perintah saya?” Berkacak pinggang, mendekat, lalu kepalan tangan mendarat tepat di lambung. “Di bayar berapa kamu sama Cakra? Kamu boleh mengamati tapi tidak dengan mencelakai.” “Dua kali lipat dari biasanya Tuan,” jujur T
Bayu Guntur pengendali Orbit Group kini merasa gugup setelah tahu Alex akan mengantikan posisinya. Ia juga tahu latar belakang Tuan muda. Semakin Bayu tahu, ia tidak rela jabatannya lengser. Gara-gara bocah magang menyandang status Tuan muda itu seakan hidupnya kelam kelabu.“Kalian masih kerja di sini?” tanya Alex kepada Davin dan Lydia. “Kamu masih magang? Belum kapok?” Davin tepuk tangan sambil tersenyum sinis. “Bagus, mentalmu bagus. Selamat datang kembali.” “Siapkan dirimu untuk satu minggu ke depan.” Peringatan dari Alex menjadi bahan guyonan. “Mau ngadu sama siapa lagi heh. Pengawalmu? Papamu? Pak Bayu? Semua sudah tidak peduli!” cibir Davin melenggang pergi menghampiri karyawan yang lainnya. Gerakan tangan Alex mengusir Davin menambah suasana semakin gaduh. Alex semakin di tertawakan. “Diam semuanya!” seru Bryan selalu siap siaga di depan pintu tim B. “Saya bisa pecat kalian sekarang juga!” “Hei bocah magang, kerja, nggak usah sombong!” Sang Senior memberikan setum
“Baik Tuan.” Zen segera menghubungi pengawal di rumah Madagaskar. Setibanya di latar rumah gedong, ramai-ramai jalan mengawal Tuan Mada dan Alex. Dua pengawal sejati ikut bersinambung. “Silakan Tuan,” sambut Irawan sambil membawa gulungan kertas. Ketiga anaknya telah menunggu dengan jengkel. Lima belas tahun menanti dan warisan akan jatuh ditangan ketiga anaknya, sekarang menjadi runtutan yang acak-acakan. “Hubby,” kata Risa memincingkan kepalanya. “Apa-apaan ini?” “Aku bisa mengusirmu kapan saja, ingat itu!” Tuan Mada lebih membela anak pertamanya. “Senang kamu! Senang!” ketus Risa kepada Alex, karena ini keinginan Tuan Mada yang tidak bisa dibendung. Alex mundur dua kali, sembunyi di balik tubuh Papanya. Melihat tingkah putranya yang agak lain. Tuan Mada semakin murka dan mengancam putra keduanya. “Pa, ini tidak adil. Dia hanya anak pungut, bisa-bisanya dapat paling banyak,” sangkal Cakra menunjuk Alex dengan tatapan menantang. Tuan Mada hanya diam dan membiarkan mulut C
Kebanyakan saham Golden Key dari Vanka. Sekarang Vanka mulai tahu kebusukan calon besannya itu. Ia juga menyalahkan Yuda habis-habisan. Yang katanya tidak mengajarkan hal baik. Diam-diam menusuk dari belakang. Yuda hanya memanfaatkan Tasha demi kemakmuran Sanjaya. “Dasar bedebah macam apa kamu ini Sanjaya,” geram Vanka mulai meremat celemek. “Ssssttt…” gerutu Sanjaya menahan emosi. “Kamu pulang bareng Mama sekarang.”Sanjaya berniat merampungkan masalah keduanya. Vanka meminta Tasha dan istrinya naik. Tatapan empat orang sudah saling terpaut. “Sekarang mau bagaimana?” tanya Bryan jari telunjuknya mengetuk-ketuk meja. “Ini masalah Sanjaya, kenapa saya harus ikut,” sangkal Vanka keras kepala. “Memang benar bukan masalahmu,” balas Bryan menyingkirkan piring kosong dari hadapannya. Vanka mendengus sabar. Kepalanya cenderung tunduk ke bawah. Di tambah telapak tangan bersarang di kepala bagian belakang. Antara binggung dan kecewa. “Cukup,” sela Vanka tangannya pindah ke dahi, “pe
Davin dan Bayu hanya saling melempar tanda tanya. Kenapa banyak sekali mobil di depan, ada apa? Ditambah dengan wajah yang suram.“Alex? Putraku?” Tuan Mada mencopot kacamata dan merengangkan dasinya. “Benar Tuan,” jawab Zaen lamat-lamat tidak jelas. Saking gentarnya Tuan besar, ia membuka pintu sendiri dan jalan lebih cepat. Zaen menyempatkan bicara dengan Bryan. Biarkan Irawan mengawal Tuan besar sampai bertemu dengan Davin. “Kira-kira kita harus bagaimana? Tuan Mada marahnya kambuh.” Dua pengawal ini masih ngobrol di luar. “Bodoh, kenapa kamu nggak ulur waktu buat jawab. Kenapa harus jawab gitu, kan bisa cari topik lain.” Tantangannya sekarang adalah Tuan muda, bagaimana Bryan bisa menuruti keinginan Tuan muda lagi. Tuan besar sudah tahu jabatan Alex di Orbit Company. “Bryan, bukannya aku tidak sejalan dengan pikiranmu. Tapi, aku tidak bisa bohong.” Bryan membiarkan Zaen membela dirinya. Tuan Mada masuk di ruangan Bayu disanjung-sanjung. Direktur dan manajer semua kumpul
“Nenek.” Alex berhasil menemui nenek Rida tanpa dihalangi Sang Paman. Nenek Rida tersenyum, menjulurkan tangan kanannya, memeluk Alex lalu mencium pipi dan dahinya. Nenek Rida paham dengan bau keringat Alex. “Nenek harus ikut Alex ya.” Mengenggam tangan nenek yang menempel di pipinya. Alex memapah nenek Rida, sialnya Sang Paman meneriakki Alex sebagai penculik. Warga sekitar berbondong-bondong keluar sambil membawa bambu. “Maafkan Alex ya nek.” Menaikkan roda gigi lalu menginjak pedal gas dalam. Bryan kepergok Alex saat bersama lima pengawal Madagaskar. Bryan meringis kebingunggan, Tuan mudanya bakal marah andai tahu lima pengawal ini yang membuat pamannya ngamuk. “Rumah mu?” tanya nenek Rida mengenggam erat lengan Alex. “Ya, Bryan yang beli untukku.” Alex menuntun Sang nenek menaiki lima anak tangga. “Baik sekali yang namanya Bryan?” Alex tidak menghiraukan ucapan nenek tua itu. Menatap Bryan lalu beredar kepada lima pengawal itu, “Bryan, siapa lagi yang kamu bawa?”