"Selamat malam, Kar!" Karrie kecil berteriak dari luar rumah Karina. Karina yang memang berdiri di balkon kamar, tersenyum.
"Selamat malam juga, K," balas Karina sembari melambai-lambai.
Karrie tersenyum lebar, dari bawah Karrie bisa melihat keimutan dan kecantikan milik Karina. Karrie membentuk kedua tangannya seperti terompet lalu diletak di depan mulutnya.
"Aku boleh kesana gak?"
Karrie tersenyum ketika Karina mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya. Karrie langsung memanjat ke balkon Karina. Setelah sampai diatas, Karina membantu Karrie melompat ke balkonnya.
"Gimana hari ini?" tanya Karrie, sesekali mencuri pandang pada Karina yang sedang menatap bintang.
"Sangat membosankan."
"Kenapa hari ini kamu ga keluar, tumben?" tanya Karrie lagi. Karrie bisa melihat bahwa Karina cemberut.
"Kakak ga bolehin aku keluar cuma karna nilai aku jelek, kan kesel," Karina mengerucutkan bibirnya, "dan seharian, aku disuruh belajar."
"Hahaha makanya, kalau sekolah tuh yang bener," tawa Karrie mengejek. Dia tahu benar, Karina bukanlah tipe anak yang suka belajar. Karina lebih ahli di non akademik daripada akademik.
Tangan Karina bergerak memukul lengan Karrie. "Is kamu mah gitu."
"KAR, CEPET TURUN! MAKAN MALAM."
Karina berdecak sebal, kakaknya mengganggu lagi?
"Itu Kak Ros napa sih?" kesal Karina. Karrie tertawa ringan, lalu berdiri dari duduknya.
"Udah sana, kakak kamu itu peduli sama kamu. Ntar kalau kamu nggak makan kamu mati dong?"
"Aku masuk ya, kamu hati-hati turunnya. Kalau kamu mati aku nggak tanggung jawab."
Karrie tersenyum menatap pintu rumah Karina. Terbesit kenangan-kenangan masa kecil mereka. Masa-masa dimana mereka tertawa bersama, bermain bersama, bahkan menangis bersama.
Karrie melajukan mobilnya menjauhi rumah Karina. Besok, dia akan menjemput sang bidadari hati untuk berangkat sekolah.
----
Karrie menatap sendu Karina yang baru saja turun dari motor Argus. Pagi tadi, Karina menolak mentah-mentah ajakannya untuk pergi ke sekolah bersama. Dan Karina lebih memilih pergi dengan Argus, si Ketos gesrek.
Karrie melangkahkan kaki menuju kelasnya. Apalagi yang dia harapkan? Karina hanya menganggapnya sahabat, tidak lebih.
Namun dirinya? Menganggap Karina bidadari hati yang sangat berharga. Karrie memang tak berani mengungkapkan perasaannya. Namun Karrie tau pasti, Karina akan menolaknya. Karna mereka, BEDA KEYAKINAN!
Karrie menduduki dirinya di bangku kesayangan, paling pojok dan paling belakang. Duduk tenang dan menunggu guru datang. Namun, ketenangan itu terganggu oleh panggilan dari microfon sekolah.
"Di panggil, Karina Antanara. Kelas X Ips 3, sekarang! Ditunggu di ruang BK"
Karrie dibuat bingung dan kepo, pagi-pagi seperti ini Karina sudah dipanggil guru BK?
Sedangkan Karina kini berjalan menuju BK, dia juga bingung, kenapa tiba-tiba dipanggil? Saat Karina masuk ruangan, sudah terdapat Bu Yosi yang menatapnya sangar.
"Ada apa bu?" tanya Karina sembari duduk di kursi yang disediakan. Yosi membuka sebuah buku tebal yang diyakini adalah buku poin.
"Kemana aja kamu 5 hari ini?" Bu Yosi melirik Karina. Tangannya kini bergerak mengambil pulpen di pinggir meja.
"Saya ga kemana-mana, Bu. Semalam aja saya masuk." Karina menatap horor buku poin. Buku yang digunakan guru BK untuk mencatat perilaku buruk siswa.
Setiap pelanggaran memiliki poin, jika poin sudah banyak maka orang tua siswa akan dipanggil menghadap guru.
"Iya, semalam kamu masuk sekolah. Tapi, cuma jam pertama kan? Selebihnya kamu bolos kan?"
Tepat sasaran. Tau dari mana guru sangar ini bahwa dirinya bolos.
Karina manggut-manggut. "Wah iya, Bu. Tau dari mana? Cenayang ya?"
"Saya tidak bercanda!" tegas Bu Yosi. Dari nadanya dan tatapannya, dia benar-benar tak bercanda.
Karina terdiam, dia menunduk. Sepertinya, kini bukan waktunya cari masalah dengan guru yang satu ini.
"Selama 3 bulan ini, kelakuan kamu makin menjadi. Ada apa?" tanya guru itu. Perlu diketahui, Karina adalah salah satu murid kesayangannya. Memang Karina tak pandai dalam akademik, namun Karina adalah murid yang aktif dan mudah bergaul. Karina juga tak terlalu sering membuat masalah, namun akhir-akhir ini Karina berubah.
Karina menggeleng singkat, enggan menjawab yang sebenarnya. Dia galau, dia stres, dia frustasi dengan kehilangan kakaknya.
Bu Yosi memberikan sebuah amplop putih kehadapan Karina. "Saya ingin bertemu kakakmu, besok."
Guru ini memang sudah tau bahwa Karina tak mempunyai orang tua sejak kecil. Ya, punya sih, tapi mereka pergi, meninggalkan dua anaknya seorang diri.
Karina mendongak, menatap sendu amplop yang dipastikan berisi surat panggilan orang tua. "Saya juga ingin ketemu, Bu."
Ahh! Yosi lupa bahwa kakak Karina hilang beberapa bulan lalu. Sekarang terlihat jelas kenapa Karina tiba-tiba berubah sifat.
"Maaf saya lupa, hemm baiklah." Bu Yosi mengambil kembali amplop itu.
Bu Yosi menarik nafasnya panjang, sudah dipastikan bahwa guru ini akan berceramah panjang lebar.
"Saya ingin kamu renungkan. Apakah menurut kamu dengan kamu bersifat seperti ini, kakakmu akan kembali? Apakah dengan kamu membuat masalah, kakakmu akan kembali? Dan ... apakah kamu memikirkan bagaimana reaksinya ketika melihat adiknya yang berubah seperti ini? Kamu pikir dia akan bangga dengan apa yang kamu lakukan?"
Bersamaan dengan ceramah panjang lebar milik Bu Yosi, Karina bersenandung dalam hatinya.
'Ko langsung berubaaaah ... ko mo cari yang bagaimana? Ko mo dapat juga dimanaaa ... biar ko sampe ke ujung dunia, yang mengerti ko tu cuma saya ....'
"Ngerti?" tanya Bu Yosi, mengakhiri ceramah panjang lebarnya. Karina juga menghentikan senandung lagunya.
Ia membalas pertanyaan gurunya tadi dengan anggukan singkat. Bisa dibilang Karina diistimewakan oleh guru BK yang satu ini. Biasanya, Karina akan dibimbing belajar oleh Bu Yosi setiap jam istirahat kedua.
Karina sangat bersyukur karna gurunya ini baik padanya. Namun, dia selalu berdoa agar ceramahan Bu Yosi sedikit dikurangi. Ehh, kalau perlu ga usah pake ceramah segala deh.
"Baiklah kamu bisa memasuki kelasmu."
Karina mengangguk lalu bangkit dari duduknya, berjalan menuju luar dan dikagetkan dengan penampakan Karrie dan Argus.
"Kar, kamu kenapa? Bikin masalah?" tuding Karrie kepo. Kini Karrie berdiri tepat di depan Karina. Argus mendorong Karrie kesamping, lalu menggapai kedua tangan Karina.
"Lo kenapa? Kok pagi-pagi buta dipanggil keruang BK?"
Dengan cepat Karrie menepis tangan Argus. "Daripada disini terus, mending kelas yuk."
"Gausah! Sama gue aja," sahut Argus cepat. Karina menatap mereka aneh, satu kata yang terbesit untuk mendiskripsikan dua makhluk ini. ANEH!
Argus yang menyukai Karina dan Karrie yang diam-diam mencintai Karina. Secara tidak langsung Karrie dan Argus mengeluarkan aura Permusuhan.
Padahal, sebelumnya mereka adalah teman yang cukup akrab. Setiap Karrie dibully dengan para Bad, maka Argus seperti pahlawan akan membantu.
Namun, nampaknya semua itu pupus begitu saja. Karna perasaan mereka yang sama-sama mencintai Karina, mereka seperti musuh bebuyutan.
Dengan ini mereka berperang untuk mendapatkan Bidadari Hati mereka.
Tak ingin ambil pusing, Karina berlalu meninggalkan dua cowok yang masih berdebat itu. Sedangkan bahan perdebatan sudah pergi tanpa mereka sadari.Karina berjalan, terus berjalan. Menghiraukan tatapan kebencian dari siswa-siswi. Ditatap benci? Sudah biasa, bahkan bisa dibilang Karina kebal akan hal itu. Dari kecil, Karina sering dibully, dikatai anak buangan dan dikatai anak tak diinginkan. Bagi Karina, kepergian kedua orang tuanya adalah musibah. Atau bahkan orang tuanya lah sumber bencananya. Masih beruntung kakaknya tak ikut meninggalkannya. Jika itu terjadi ... ntah seperti apa nasib Karina sekarang. "Misi," singkat Karina, memasuki kelas yang sudah dihadiri guru. Guru yang satu ini sangat disiplin, bahkan kelewat disiplin. "Gak ada sopan-santun," cibir
Hari sudah malam. Hari ini rumah Karina menjadi ramai karna Karrie dan Nana ikut menginap. Kata Nana, "Mau disini aja, kangen sama kaka Karkar." Ya, adik Karrie nan imut ini memanggil Karina dengan panggilan 'Karkar' Karina menutup kamarnya, tak lupa mengunci pintu. Sedikit waspada karna keberadaan Natalia di rumahnya. "Siapa tau kan, si nenek lampir masuk kamar trus grepe-grepe gue," pikir Karina bergidik ngeri. Pemikiran Karina sungguh jauh dan melewati batas. Tapi, bener juga sih, siapa yang tak tergoda dengan tubuh Karina yang seksi ketika memakai baju tidur. Tapi Karina juga sedikit ragu dengan Karrie yang sering masuk kamarnya tanpa permisi. Siapa tahu 'kan si Karrie kemasukan setan trus khilaf. Karina menggeleng keras. "Buang jauh-jauh pikiran itu."
Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina."Masih buka?" gumam Karina pelan.Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya."Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina.Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan.
Karrie menutup bukunya, menumpuk beberapa buku menjadi satu. Mengambil pena lalu meletaknya di atas tumpukan buku, ia merapikan duduknya menjadi bersila."Kamu bosan tuan putri?" tanya Karrie pada Karina yang berbaring di atas karpet, tepat di samping Karrie.Karina mengangguk, memiringkan tubuh menghadap Karrie. "Ingin menculikku pangeran?"Karrie terkekeh lalu menggenggam tangan Karina. Menyalurkan perasaan sayang dan cintanya, berharap Karina peka. "Apapun untukmu tuan putri.""Mau kah pangeran tampan ini menculik 'ku lalu kita jalan-jalan? Hemm, menghabiskan waktu bersama, mungkin."Bagaimana bisa Karrie menolak? Dengan yakin dan semangat dia mengangguk. Setelah cukup lama akhirnya dia bisa berduaan dengan Karina. Dia rindu masa-masa itu."Baiklah a
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
Pagi yang mendung, awan hitam menyelimuti birunya langit. Matahari seakan disembunyikan oleh awan, membuat yang dibawahnya sedikit kegelapan.Karina mendengus, menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Menahan air mata agar tak mengalir, menahan sesak yang mampir. Menggigit bibir dalamnya, berharap isakannya tak keluar dari bibir tipisnya.Sekuat apa pun ia menahan, sekuat apa pun dia bertahan, semua akan akan terjadi. Air bening itu akhirnya lolos, bibirnya terbuka mengeluarkan isakan, bahunya bergetar, dadanya terasa sangat sesak. Benar-benar menyakitkan.Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi hasil belajarnya untuk semester ini. Air mata menitik ke laport itu, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Sekarang dia harus bagaimana dan apa? Semuanya sudah pergi, meninggalkan ia seorang diri.Hidupnya terasa hancur, disaat seperti ini kenapa semua oran
"Kar, beneran putus?" tanya Syafa pada Karina yang berjalan di sampingnya.Karina enggan menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Syafa di belakang. Syafa sedikit berlari agar langkahnya setara dengan Karina."Aku nanya, Kar. beneran putus?" Syafa menahan tangan Karina agar berhenti meninggalkannya."Menurut kakak?" Karina bertanya balik, menatap sendu sang kakak yang tak hentinya bertanya tentang hubungannya dengan sang pacar."Why?" Syafa menggenggam kedua tangan Karina. Melihat wajah sendu adiknya, Syafa lantas mengelus pipi Karina dengan lembut.Karina spontan memeluk erat kakaknya, menenggelamkan wajahnya di bahu sang kakak. Syafa mengusap lembut punggung Karina, terdengar isakan pil
Pagi yang mendung, awan hitam menyelimuti birunya langit. Matahari seakan disembunyikan oleh awan, membuat yang dibawahnya sedikit kegelapan.Karina mendengus, menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Menahan air mata agar tak mengalir, menahan sesak yang mampir. Menggigit bibir dalamnya, berharap isakannya tak keluar dari bibir tipisnya.Sekuat apa pun ia menahan, sekuat apa pun dia bertahan, semua akan akan terjadi. Air bening itu akhirnya lolos, bibirnya terbuka mengeluarkan isakan, bahunya bergetar, dadanya terasa sangat sesak. Benar-benar menyakitkan.Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi hasil belajarnya untuk semester ini. Air mata menitik ke laport itu, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Sekarang dia harus bagaimana dan apa? Semuanya sudah pergi, meninggalkan ia seorang diri.Hidupnya terasa hancur, disaat seperti ini kenapa semua oran
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
Karrie menutup bukunya, menumpuk beberapa buku menjadi satu. Mengambil pena lalu meletaknya di atas tumpukan buku, ia merapikan duduknya menjadi bersila."Kamu bosan tuan putri?" tanya Karrie pada Karina yang berbaring di atas karpet, tepat di samping Karrie.Karina mengangguk, memiringkan tubuh menghadap Karrie. "Ingin menculikku pangeran?"Karrie terkekeh lalu menggenggam tangan Karina. Menyalurkan perasaan sayang dan cintanya, berharap Karina peka. "Apapun untukmu tuan putri.""Mau kah pangeran tampan ini menculik 'ku lalu kita jalan-jalan? Hemm, menghabiskan waktu bersama, mungkin."Bagaimana bisa Karrie menolak? Dengan yakin dan semangat dia mengangguk. Setelah cukup lama akhirnya dia bisa berduaan dengan Karina. Dia rindu masa-masa itu."Baiklah a
Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina."Masih buka?" gumam Karina pelan.Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya."Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina.Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan.
Hari sudah malam. Hari ini rumah Karina menjadi ramai karna Karrie dan Nana ikut menginap. Kata Nana, "Mau disini aja, kangen sama kaka Karkar." Ya, adik Karrie nan imut ini memanggil Karina dengan panggilan 'Karkar' Karina menutup kamarnya, tak lupa mengunci pintu. Sedikit waspada karna keberadaan Natalia di rumahnya. "Siapa tau kan, si nenek lampir masuk kamar trus grepe-grepe gue," pikir Karina bergidik ngeri. Pemikiran Karina sungguh jauh dan melewati batas. Tapi, bener juga sih, siapa yang tak tergoda dengan tubuh Karina yang seksi ketika memakai baju tidur. Tapi Karina juga sedikit ragu dengan Karrie yang sering masuk kamarnya tanpa permisi. Siapa tahu 'kan si Karrie kemasukan setan trus khilaf. Karina menggeleng keras. "Buang jauh-jauh pikiran itu."
Tak ingin ambil pusing, Karina berlalu meninggalkan dua cowok yang masih berdebat itu. Sedangkan bahan perdebatan sudah pergi tanpa mereka sadari.Karina berjalan, terus berjalan. Menghiraukan tatapan kebencian dari siswa-siswi. Ditatap benci? Sudah biasa, bahkan bisa dibilang Karina kebal akan hal itu. Dari kecil, Karina sering dibully, dikatai anak buangan dan dikatai anak tak diinginkan. Bagi Karina, kepergian kedua orang tuanya adalah musibah. Atau bahkan orang tuanya lah sumber bencananya. Masih beruntung kakaknya tak ikut meninggalkannya. Jika itu terjadi ... ntah seperti apa nasib Karina sekarang. "Misi," singkat Karina, memasuki kelas yang sudah dihadiri guru. Guru yang satu ini sangat disiplin, bahkan kelewat disiplin. "Gak ada sopan-santun," cibir
"Selamat malam, Kar!" Karrie kecil berteriak dari luar rumah Karina. Karina yang memang berdiri di balkon kamar, tersenyum."Selamat malam juga, K," balas Karina sembari melambai-lambai. Karrie tersenyum lebar, dari bawah Karrie bisa melihat keimutan dan kecantikan milik Karina. Karrie membentuk kedua tangannya seperti terompet lalu diletak di depan mulutnya. "Aku boleh kesana gak?" Karrie tersenyum ketika Karina mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya. Karrie langsung memanjat ke balkon Karina. Setelah sampai diatas, Karina membantu Karrie melompat ke balkonnya."Gimana hari ini?" tanya Karrie, sesekali mencuri pandang pada Karina yang sedang menatap bintang. "Sangat membosankan." "Kenapa hari ini kamu ga keluar, tumben?" tanya Karrie lagi. Karrie bisa melihat
"Kar, beneran putus?" tanya Syafa pada Karina yang berjalan di sampingnya.Karina enggan menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Syafa di belakang. Syafa sedikit berlari agar langkahnya setara dengan Karina."Aku nanya, Kar. beneran putus?" Syafa menahan tangan Karina agar berhenti meninggalkannya."Menurut kakak?" Karina bertanya balik, menatap sendu sang kakak yang tak hentinya bertanya tentang hubungannya dengan sang pacar."Why?" Syafa menggenggam kedua tangan Karina. Melihat wajah sendu adiknya, Syafa lantas mengelus pipi Karina dengan lembut.Karina spontan memeluk erat kakaknya, menenggelamkan wajahnya di bahu sang kakak. Syafa mengusap lembut punggung Karina, terdengar isakan pil