Tak ingin ambil pusing, Karina berlalu meninggalkan dua cowok yang masih berdebat itu. Sedangkan bahan perdebatan sudah pergi tanpa mereka sadari.
Karina berjalan, terus berjalan. Menghiraukan tatapan kebencian dari siswa-siswi. Ditatap benci? Sudah biasa, bahkan bisa dibilang Karina kebal akan hal itu.
Dari kecil, Karina sering dibully, dikatai anak buangan dan dikatai anak tak diinginkan. Bagi Karina, kepergian kedua orang tuanya adalah musibah. Atau bahkan orang tuanya lah sumber bencananya.
Masih beruntung kakaknya tak ikut meninggalkannya. Jika itu terjadi ... ntah seperti apa nasib Karina sekarang.
"Misi," singkat Karina, memasuki kelas yang sudah dihadiri guru. Guru yang satu ini sangat disiplin, bahkan kelewat disiplin.
"Gak ada sopan-santun," cibir Natalia dibalas senyum aneh dari Karina. "Aneh!"
Karina duduk di kursinya, menatap kosong ke papan tulis. Sangat, sangat tak menyukai belajar, itulah Karina. Dia lebih suka diam, bermalas-malasan dan bermain. Sifat yang kekenak-kanakan? Memang.
"Karina!" tegur sang guru. Karina menatap malas guru itu. Suka sekali para guru disini menyebut namanya, apakah spesial sekali namanya ini? Atau mereka fans Karina?
"Apa, Pak?" balas Karina.
Guru itu memperlihatkan sebuah kertas yang terpampang jelas sebuah angka 0 disana. Sudah pasti itu hasil ulangan Karina.
"Ulangan ka--"
"Ulangan kamu jelek lagi, makin buruk aja nilai kamu." Karina meniru gaya bicara guru itu ketika nilainya jelek. Sering diucapkan, bahkan Karina sampai hafal.
"Wah, Pak! Melawan dia, keluarin aja dari kelas bapak," pancing Freya, sahabat Natalia. Jika Natalia benci Karina, maka Freya juga ikut membenci Karina.
"Kompor!" sinis Karina sambil melempar tatapan tajamnya ke arah Freya.
Merasa teman sebangkunya sudah kelewatan, Fanny mencoba menenangkan Karina dengan mengelus punggung tangan Karina.
"Udah, Kar. Gausah bikin masalah, ya," kata Fanny lembut. Fanny sangat tau, sahabatnya yang satu inu sangat tak suka dikasari.
"Karina! Kamu keluar dari kelas saya. Dan, kamu ga boleh masuk kekelas saya selama sebulan."
Karina menatap tak percaya guru itu. Sebulan katanya? Sedangkan 3 minggu lagi ujian semester. Bisa kosong nilai raport 'nya jika begini.
Sedangkan di bangku depan, Freya dan Natalia tersenyum kemenangan. Berhasil membuat Karina dikeluarkan dari kelas memang pencapaian hebat. Karna, para guru akrab dengan Karina. Walau bodoh, Karina itu digemari banyak guru.
"Mampus lo," gumam Natalia senang, Freya juga tak kalah senang dengan Natalia.
"Tapi, Pak. 'Kan 3 minggu lagi ujian, gimana dengan nilai saya?" Karina berdiri menatap kesal guru dan menatap sengit Natalia.
"Mana saya tahu," jawab sang guru cuek. "Keluar!"
Tak punya pilihan lain, Karina berjalan keluar kelas. Saat melewati meja Natalia, dengan sengaja Natalia mengulurkan kakinya. Namun, gerakannya diketahui Karina, sehingga Karina menendang kaki Natalia penuh kekesalan.
"GANGGU!" bentak Karina pada Natalia yang meringis kesakitan.
----
Di kantin sangat sepi, karna bel istirahat belum berbunyi. Karina dengan sangat malas memakan nasi goreng pesanannya.
Karina menatap dompetnya yag penuh akan uang. Tadi, sebelum sekolah, Karina sempat mampir ke mesin ATM untuk mengambil uang dari ATM 'nya. Ya ... sebenarnya bukan ATM dia, namun ATM kakaknya yang tertinggal.
Yang jadi keganjalan diotaknya adalah, kenapa uangnya ada terus-menerus? Siapa yang mengirimnya?
"Minggu lalu gue ambil 5 juta, dan seharusnya abis. Tapi tadi kok malah ada 4 juta lagi? Aneh."
Karina memasukkan kembali dompetnya kedalam saku. Mencoba melupakan masalah uang, kini otak Karina dibuat kusut dengan nasib nilainya nanti.
'Kakak pengen ujian pertama kamu di SMA nilainya bagus. Setidaknya B, jangan C mulu.'
Permintaan kakaknya yang sangat sulit untuk diwujudkan. Nilai pas KKM saja sudah bersyukur, apalagi diatas KKM, sangat-sangat mustahil bagi Karina.
"Bodo! Orangnya aja gak disini," kata Karina berusaha bodo amatan.
"Sumpah. Orang yang nyulik kakak, bakalan gue abisin nanti," emosi Karina.
Semenjak hilangnya Syafa, Karina sering emosian. Karina juga sering menggunakan kekasaran, padahal dulu Karina bersifat lemah lembut, walau ngeselin.
"Kar!" panggil Karrie dari ujung kantin. Terlihat Karrie berjalan ke arahnya.
"Ngapain lo disini? Bolos?" cerocos Karina pada Karrie yang ingin duduk.
"Kamu pikir aku ini kamu. Lagi jamkos," jawab Karrie seraya meneguk air mineral yang dibawanya.
"K!"
Karrie merespon panggilan Karina dengan mengerutkan alisnya, seakan berkata 'Apa?'
"Gue mau nyari kakak," kata Karina.
Karrie menutup botol mineral lalu meletaknya di meja. Karrie menghela nafasnya.
"Polisi aja ga bisa nemuin, apalagi kita yang bocah ingusan," ucap Karrie santai. Karrie menepuk pundak Karina. "Biar yang ahli turun tangan, kita hanya menunggu dan diam."
Karina menarik kerah baju Karrie. "Diam lo bilang? Kakak gue hilang! Pe-penyemangat hidup gue hilang, K."
"Iya aku tau, tapi kamu mau nyari pake apa? Ada petunjuk? GAK KAN?" Karrie mendorong Karina sehingga Karina terduduk kembali. Karrie sudah emosi dengan sifat keras kepala sahabatnya ini.
"Terserah lo! Tapi gue udah dikeputusan gue, gue bakal nyari secara perlahan." Karina pergi dari kantin, sebelum kantin ini benar-benar ramai.
Karrie menatap kepergian Karina. Karrie menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah senyum. "Kamu keras kepala!"
------
Suara nyanyian, gendang meja, teriakan, drama suara hati istri, dan suara tawa. Semua suara itu terdengar dari kelas Karina, Karina memilih tidur dari pada membuang-buang tenaga untuk hal tak berguna.
"Berisik, berisik, berisik, berisik, kalian berisik." Karina bergumam pelan. "Gue mau tidur."
Walaupun pelan, Fanny yang duduk disebelahnya dapat mendengar. Fanny mengulas senyumnya, lalu Fanny mengambil headset dari dalam tasnya. Fanny memasangkan headset itu di telinga Karina lalu memutar musik kesukaan Karina.
"Thanks, Fan." Karina memejamkan matanya.
Baru saja dia ingin memasuki alam mimpi, beberapa tetes air mengenai tangan dan pipinya. Karina sedikit mendongak 'kan kepala, yang awalnya sedikit kini tubuh Karina benar-benar tegap.
Dihadapan Karina, terdapat Fanny yang sudah basah. Ada Natalia dengan botol air mineral. Sudah dipastikan, Fanny melindungi Karina dari siraman Natalia.
Perempuan berambut sebahu itu mengusap wajahnya yang sudah basah. "Mau lo apa sih, ha?"
"Hahaha, gue cuma mau dia," ia menunjuk Karina, "menderita!"
"Fan, mending ganti baju. Daripada ngurusin orang gila lepas," kata Karina lalu menarik Fanny keluar kelas. Karna guru sedang rapat, maka seluruh murid leluasa untuk keluar kelas.
---
"Woy! Karina! Mana bajunya?" teriak Fanny dari dalam kamar mandi sekolah. Karina menatap seragam yang dipegangnya.
"Oiya, lupa. Nih, gue lempar, tangkap ya." Karina melempar seragam lewat atas kamar mandi yang kebetulan tak diberi atap.
"Kar! Lo lemparnya pake ati ga sih?" tanya Fanny dengan nada khawatir. Mendengar pertanyaan dari sang sahabat, Karina menendang pelan pintu tak bersalah itu.
"Gue lempar pake separuh jiwa, puas lo?"
"Ini seragam jatuh, pe'ak. Mana lantainya hitam, berkuman, berpasir lagi."
Seketika mata Karina membulat sempurna. Jatuh katanya? Jadi, harus pakai baju apa Fanny nanti.
"Lah, trus gimana dong?" tanya Karina sembari menyenderkan tubuhnya di pintu kamar mandi. Terdengar helaan nafas dari dalam sana. Sepertinya Karina harus banyak-banyak bersyukur karna diberi sahabat seperti Fanny.
"Fan, jadi lo pake apa?" tanya Karina yang kunjung tak dijawab. "Fan, lo mati?"
Pintu dibuka, membuat Karina yang sedang bersandar nyaris terjatuh. Karina jatuh tepat di tubuh Fanny, dan untungnya Fanny bisa menahan berat Karina.
Karina membalikkan badan dan menatap kesal ke arah Fanny. Fanny sudah rapi dengan seragam yang dilempar Karina tadi. Sepertinya Fanny berbohong tentang seragam jatuh.
"Lo bilang seragam —— emm emmm." Fanny menutup mulut Karina dengan tangan. Lalu Fanny menarik Karina pergi keluar dari kamar mandi.
"Emmm emmm."
Karina menyumpahi Fanny dalam hati, tangan Fanny tak kunjung lepas dari mulut Karina. Para siswa tak heran dengan mereka, karna mereka sudah seperti adik kakak.
"Udah diem ngapa. Ga malu apa, diliat orang?" kata Fanny, Karina menggeleng kuat-kuat. Yang bikin malu siapa, yang diceramahin siapa.
Saat memasuki wilayah kantin, barulah Fanny melepas tangannya. Parahnya lagi, Fanny meninggalkan Karina yang mengoceh.
"Gilak lo, Fan! Gue ga bisa nafas tadi. Untung tangan lo harum." Karina mengambil tempat duduk tepat di samping Fanny.
Mata Fanny mengamati seorang lelaki dengan kaca mata bertengger di hidung. Hidung mancung yang membuat kacamata itu cocok digunakan olehnya.
"Ehh, Kar. Itu Karrie tumben pake kaca mata diluar kelas," ucap Fanny, tangannya menunjuk Karrie yang terlihat sedang mencari tempat duduk.
Karina sontak mengalihkan pandangannya. Benar saja, Karrie berdiri di ujung kantin, seperti orang ling lung yang kehilangan arah.
Karina melambai ke arah Karrie. "K!"
Karrie tersenyum hangat dan langsung menghampiri Karina dan Fanny. Bibir lebam dan rambut kusut, sudah pasti Karrie habis dibully.
Karrie adalah anak pintar nan lugu. Karrie sering kali dijadikan sasaran empuk kekesalan para murid. Bully adalah makanan sehari-hari Karrie.
Karina tak jauh beda dengan Karrie, dibully? Dia juga dibully. Namun, akhir-akhir ini Karina sering melawan para pembully.
"Hay Fan, Kar." Karrie duduk tepat di depan Karina. Karina melipat tangannya di depan dada, lalu kepalanya menggeleng-geleng.
"Ck, lo ga cape dibully?" cibir Karina, matanya menatap remeh Karrie. Lantas Karrie tertawa, bagai hal yang Karina katakan adalah sesuatu yang sangat lucu.
"Ada yang lucu?" tanya Karina sinis. Kini Fanny ikutan tertawa, Karina menatap mereka aneh. 'Gila kah?'
"Kayak lo ga aja," ucap Fanny setelah selesai dengan tawanya.
"Heh sembarangan kalian! Ga tau kalau --"
Karina terhenti ketika Natalia dan Freya sudah berada di samping meja mereka. Fanny dan Karrie susah payah menahan tawanya.
"Bagi duit dong," ucap Natalia pada Karina. Memalak Karina adalah hal yang paling sering dilakukan Natalia.
"Ga dikasi duit sama bonyok?" sinis Karina sembari meminum teh es nya. Sikap santai Karina membuat Natalia terkejut, Karina ngelawan?
"Heh, lo --"
"Santai, nih," Karina memberikan selembaran uang, " anggap aja gue sedekah sama kaum kurang mampu."
Natalia menepis tangan Karina sehingga membuat uang itu terjatuh ke lantai. Orang yang melihat kejadian itu greget ingin mengambil uang itu. Lumayan untuk ngisi perut pikir mereka.
Karrie dan Fanny hanya cengo melihat aksi Karina. Karina tak main-main dengan perkataannya barusan. Karina yang biasanya pasrah dibully kini melawan? Karina benar-benar berubah.
Karina menatap remeh Natalia, sedangkan Natalia menatap Karina tajam. Sesi tatap-tatapan mereka berakhir akibat Natalia yang tiba-tiba menarik kerah baju Karina.
"Maksud lo apaan ha? Ngerendahin gue?" bentak Natalia, tak terima. Natalia benar-benar tersulut emosi karna Karina yang mempermalukan-nya.
Karina tersenyum namun tangannya mengepal. Suasana tegang, para penonton menunggu tontonan gratis ini mencapai puncaknya.
Para murid berharap paling tidak ada aksi lempar-lempar kursi atau meja. PASTI SANGAT SERU!
----
Siang ini, masih dihari yang sama. Dilapangan sekolah yang cukup luas, matahari yang menyengat, tiang bendera yang tinggi. Berdiri dua gadis yang saling memberi umpatan.
"Sialan, Lo!" umpat Karina, menatap tajam orang disampingnya.
"Alah BA-COT!" balas Natalia tak kalah sengit.
Yah, tadi di kantin mereka memang melakukan aksi seru. Pukul-pukulan bahkan jambak-jambakan. Sehingga mereka diberi hukuman ini, berdiri dilapangan hingga pulang sekolah. Untung 1 jam lagi pulang, pikir mereka.
Bukan pertama kali mereka pukul-pukulan, ini yang kedua! Yang pertama saat Hanzo ketahuan selingkuh dengan Natalia. Kejadian waktu itu ... ahh benar-benar ingin Karina lupakan.
"Itu mereka yang tadi di kantin kan?"
"Alah ga seru, ga sampai hancurin kantin. Ga epic."
Karina melempar tatapan mematikan pada kakak kelas yang tidak budiman itu. "Muka lo yang gue ancurin."
Kakak kelas yang diancam tadi dengan segera melarikan diri, menjauh dari Karina yang nampak emosi.
"Karina!" panggil Natalia pada Karina. Natalia dapat melihat Karina yang mendongak, seakan menyukai sinar matahari.
"Woy, Karina!"
Karina mengabaikan, malas menanggapi nenek lampir itu. Dia pikir, dengan menanggapi Natalia hanya akan membuatnya semakin emosi.
"Karina, lo budeg?"
Natalia geram dan ....
"Shit! Sakit! lo pikir kuping gue tali tambang pake ditarik-tarik?" umpat Karina sembari mengelus telinganya yang ditarik singkat oleh Natalia. Tidak lama, namun berhasil membuat si telinga memerah.
"Makanya, punya telinga itu dipake! Jangan jadi pajangan aja!" omel Natalia sedikit berteriak. Karina menatap Natalia bingung, sedetik kemudian kembali acuh.
Karina bingung pada musuhnya yang satu ini. Terkadang nenek lampir ini nyebelin, terkadang kejam, terkadang cerewet dan bahkan pernah perhatian pada Karina.
"Apa urusannya sama lo?" tanya Karina, sedikit ngegas.
"Karna lo itu kan ...." dia berhenti sejenak, membuat Karina harus menunggu kelanjutan ucapan nenek lampir ini. "Gajadi, lupakan."
'Ehh bangsul!' Karina mengumpat dalam hati. Mengubur dalam-dalam rasa penasarannya. 'Pengen gue benyek-benyek sumpah!'
Mereka diam. Natalia tidak mengatakan sesuatu karna Karina yang tak meresponnya. Mereka menikmati cuaca panas di lapangan. Ralat! Mereka sangat tak menikmati, bahkan merasa tersiksa.
-----
"Pulang sama gue yok, sekalian gue mau nginep." Karina hanya mengangukkan kepala sebagai ajakan Fanny.
Di dalam mobil, Karina dan Fanny bercanda ria, hingga Fanny memberhentikan mobilnya. Fanny sedikit mengeluarkan kepalanya, lalu melambai pada seseorang.
"Woy! Masuk!" teriak Fanny pada orang di sebrang jalan. Karina yang bingung dan kepo sedikit mengintip keluar jendela.
"Yahh, kenapa lo ajak tu nenek lampir," keluh Karina setelah tau yang di ajak Fanny adalah Natalia.
Karina hanya pasrah. Dia tau sahabatnya ini sangat baik dan ramah, Fanny akan memberi tumpangan pada orang yang dia temui di jalan. Bahkan Fanny pernah memberi tumpangan pada orang yang tak dikenal.
"Thanks, Fan," ucap Natalia yang sudah duduk di kursi belakang.
Karina? Ah, sudahlah. Dia lelah jika harus bermasalah lagi dengan si nenek lampir. Nenek lampir? Nama yang bagus kan, untuk seseorang seperti Natalia.
Karina mengambil roti lalu memakannya. "Fuanny kuakak ruani--"
Bug!
"Ditelen dulu, goblok!" geram Natalia setelah memukul kepala Karina dengan tasnya.
Karina merasa nyut-nyutan di area kepala. Sedangkan Fanny sudah tertawa terbahak-bahak. Natalia benar-benar tidak berkeprimanusiaan, jelas-jelas itu tas penuh akan buku, ehh main pukul ke kepala orang aja.
Karina memutar tubuhnya, menatap tajam Natalia. "Bang--"
Natalia dengan cepat memasukkan beberapa biskuit oreo ke mulut Karina sekaligus. Karina mengunyah dengan geram, membayangkan oreo yang dia kunyah adalah Natalia.
"Bangsat ni orang"
Handphone Karina berbunyi. Tanpa babibu Karina mengangkat telpon itu.
"WOY KARRIE! KEMANA AJE LO? GUE KHAWATIR TAU NGGAK?"
'Shit memekak 'kan telinga!'
----
Karina menatap kesal orang yang duduk di depannya ini. Sedangkan yang ditatap, memberikan seringai.
Tadi, mereka sudah mengantar Natalia ke rumahnya. Namun, orang tua Natalia sedang di luar kota, pembantu sedang pulang kampung. Dan kecerobohan Natalia menyebabkan kunci rumahnya hilang entah kemana.
Dan dengan senang hati Fanny menawarkan Natalia menginap di rumah Karina, yang kebetulan Fanny akan nginap juga. Karina hanya bisa menurut dengan Fanny, mengingat dulu keluarga Fanny sangat berjasa pada Karina dan Syafa.
"Nih minum." Fanny duduk di samping Karina, ia meletakkan 2 gelas coklat panas. Fanny bisa merasakan aura permusuhan antara Natalia dan Karina.
"Woy! Minum! Budeg?" Kini Fanny sedikit nge-gas.
Tangan Natalia dan Karina terulur untuk mengambil minuman yang dibawa Fanny. Karina tak lepas dari tatapan tajamnya, dan Natalia yang tak luntur dengan seringainya.
Karina sedikit heran dengan Natalia yang dengan senang hati menerima ajakan untuk nginap di rumahnya. Biasanya, orang pasti gengsi jika ditolong oleh musuhnya, apalagi Natalia sering membully Karina.
Fanny menghela nafas kasar. Suasana akan terus mencengkam jika dirinya tidak membuka percakapan. "Baiklah, kira-kira kapan ortu lo balik?"
Fanny melirik Natalia. Dengan elegan Natalia meletak coklat panas yang tinggal setengah itu. "Kira-kira besok."
Fanny tersenyum, lalu mengangguk. Sedangkan Karina berdecak pelan, malas sekali harus serumah dengan Natalia. Tapi, ada sisi baiknya sih, bisa jadi dengan Natalia yang nginap dengan Karina, maka Natalia tidak akan mengganggu Karina lagi.
"Lo tidur di kamar tamu aja ya, trus disitu udah ada baju, lo pake aja," kata Fanny tersenyum, lalu berlalu ke dapur. Mungkin ingin masak.
"Matanya santai, mau gue tusuk?" Natalia menodongkan garpu yang entah dapat dari mana ke wajah Karina. Sontak Karina memundurkan wajahnya, menghindari kemungkinan besar tertusuk ujung garpu tersebut.
"Jadi ...?"
Natalia mengangkat satu alisnya, tak mengerti dengan ucapan Karina barusan.
Mengerti dengan ekspresi Natalia, Karina mendengus. "Jadi ... Kenapa lo masih disini? Mending pergi sono, bosen gue liat muka lo."
Natalia mengangkat ujung bibirnya, membentuk senyum tipis. Tangannya dilipat di dada, punggungnya bersender di sofa, dan matanya memandangi Karina dengan teliti.
"Gue baru tau kalau lu budeg." Karina angkat suara karna Natalia tak kunjung pergi. Masih tak ada pergerakan dari manusia di hadapannya.
"Astaga ... KARINA!"
Karina tergaket-kaget akan suara nyaring Fanny yang berasal dari dapur. Natalia yang awalnya termenung berganti dengan terkejut.
Karina was-was, biasanya Fanny akan seperti itu jika Karina melakukan sesuatu yang buruk. Karina melihat Natalia mengkode dirinya untuk melihat ke arah belakang.
Perlahan Karina memutar tubuhnya, dan terpampang lah makhluk hidup berkacak pinggang. Fanny nampak memegang beberapa bungkus mie instan dan makanan instan lainnya.
"Hehehe." Dan dengan bodohnya Karina menyengir. Karina berharap Fanny tak melakukan sesuatu pada makanan kesayangannya.
"Lah nyengir," celutuk Natalia.
"Udah berapa kali sih gue bilang jangan makan yang instan-instan!" Fanny membuang makanan itu ketempat sampah lalu menatap tajam Karina.
"Karina." Karrie datang dengan memanggil Karina seperti bocah yang akan ngajak main. Karrie sedikit tersentak dengan adanya Natalia yang notabene musuh Karina.
Karina harus bersyukur akan kedatangan Karrie, karna kedatangan sahabatnya ini, Fanny tak jadi menceramahinya tentang makanan instan. Dan dia akui Karrie tampak tampan dengan hoodie hitamnya.
"Eh, Nana sini," ucap Fanny sembari mendekat kepada anak berumur 6 tahun yang dibawa Karrie. Fanny menggendong Nana lalu membawanya ke dapur.
"Lo kemana aja?" tanya Karina. Ingat saat Karrie telpon dan Karina bilang khawatir pada Karrie? Itu karna Karrie hilang saat di kantin, bahkan tak menemui Karina hingga pulang sekolah.
"Nana tiba-tiba sakit, aku harus jemput ke TK-nya." Karrie duduk di samping Karina.
"Lah? Kalau sakit kenapa ga istirahat? Kenapa lo bawa main kesini? Kasian kan Nana yang sakit!"
"Hehehe." kesamaan Karina dan Karrie, nyengir ketika dimarahi.
Karina tau, Nana adalah adik kandung Karrie. Yang Karina tidak tahu adalah orang tua Karrie. Ia tak pernah bertemu dengan orang tua Karrie, Karrie selalu bilang 'Mereka sibuk.'
"Dan ... dia?" Karrie melirik Natalia yang sibuk dengan handphone. Karina mengikuti pandangan Karrie lalu menghela nafas, ia tidurkan kepalanya di paha Karrie.
"Nginep karna kunci rumahnya ilang, trus ortu-nya balik besok," jawab Karina malas, nampak tak ikhlas. Dan Natalia hanya diam, diam, diam, dan diam sembari bermain handphone.
Karrie mengkerutkan keningnya. "Lahh kenapa ga sama Hanzo?"
Karina langsung terduduk, mendengar nama Hanzo. Benar yang dikatakan Karrie, sebagai pacar, seharusnya Hanzo membantu Natalia. Hati Karina jadi jengkel mengingat Natalia yang merebut Hanzo darinya.
Karina bukannya belum move on, namun masih kesal karna Natalia, Karina harus putus pas lagi sayang-sayangnya.
Sadar diperhatikan oleh 'duo K' ini, Natalia mengalihkan pandangan dari handphone ke Karrie dan Karina. Alisnya terangkat satu, lalu tersenyum tipis.
"Gue ama Hanzo?" tanya Natalia memastikan pemikiran mereka.
Karina dan Karrie mengangguk keras, membuat Natalia terkekeh kecil. Sungguh mereka mirip anak kecil yang menunggu jawaban dari pertanyaan mereka.
"Putus."
Mendengar kata 'putus,' Karina terasa mendapatkan kebahagian yang tiada tara. Siapa yang tidak bahagia mendengar perebut pacar dan si mantan pacar putus?
Karina terkekeh, kekehan kecilnya berubah menjadi tawa lepas. Salah memang, tertawa diatas penderitaan seseorang, namun ini namanya balas dendam tanpa berusaha. Sungguh bahagia itu sederhana.
"Pffft putus? Rasain tuh. Kenapa? Kenapa bisa putus? Lo diselingkuhin?" tanya Karina yang diselingi tawa mengejek bercampur bahagia.
"Dia cowok yang ga bener, pemabuk, suka main sama cewek," jawab Natalia santai, tanpa beban, tanpa penyesalan, dan tanpa kesedihan.
Hari sudah malam. Hari ini rumah Karina menjadi ramai karna Karrie dan Nana ikut menginap. Kata Nana, "Mau disini aja, kangen sama kaka Karkar." Ya, adik Karrie nan imut ini memanggil Karina dengan panggilan 'Karkar' Karina menutup kamarnya, tak lupa mengunci pintu. Sedikit waspada karna keberadaan Natalia di rumahnya. "Siapa tau kan, si nenek lampir masuk kamar trus grepe-grepe gue," pikir Karina bergidik ngeri. Pemikiran Karina sungguh jauh dan melewati batas. Tapi, bener juga sih, siapa yang tak tergoda dengan tubuh Karina yang seksi ketika memakai baju tidur. Tapi Karina juga sedikit ragu dengan Karrie yang sering masuk kamarnya tanpa permisi. Siapa tahu 'kan si Karrie kemasukan setan trus khilaf. Karina menggeleng keras. "Buang jauh-jauh pikiran itu."
Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina."Masih buka?" gumam Karina pelan.Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya."Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina.Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan.
Karrie menutup bukunya, menumpuk beberapa buku menjadi satu. Mengambil pena lalu meletaknya di atas tumpukan buku, ia merapikan duduknya menjadi bersila."Kamu bosan tuan putri?" tanya Karrie pada Karina yang berbaring di atas karpet, tepat di samping Karrie.Karina mengangguk, memiringkan tubuh menghadap Karrie. "Ingin menculikku pangeran?"Karrie terkekeh lalu menggenggam tangan Karina. Menyalurkan perasaan sayang dan cintanya, berharap Karina peka. "Apapun untukmu tuan putri.""Mau kah pangeran tampan ini menculik 'ku lalu kita jalan-jalan? Hemm, menghabiskan waktu bersama, mungkin."Bagaimana bisa Karrie menolak? Dengan yakin dan semangat dia mengangguk. Setelah cukup lama akhirnya dia bisa berduaan dengan Karina. Dia rindu masa-masa itu."Baiklah a
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
Pagi yang mendung, awan hitam menyelimuti birunya langit. Matahari seakan disembunyikan oleh awan, membuat yang dibawahnya sedikit kegelapan.Karina mendengus, menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Menahan air mata agar tak mengalir, menahan sesak yang mampir. Menggigit bibir dalamnya, berharap isakannya tak keluar dari bibir tipisnya.Sekuat apa pun ia menahan, sekuat apa pun dia bertahan, semua akan akan terjadi. Air bening itu akhirnya lolos, bibirnya terbuka mengeluarkan isakan, bahunya bergetar, dadanya terasa sangat sesak. Benar-benar menyakitkan.Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi hasil belajarnya untuk semester ini. Air mata menitik ke laport itu, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Sekarang dia harus bagaimana dan apa? Semuanya sudah pergi, meninggalkan ia seorang diri.Hidupnya terasa hancur, disaat seperti ini kenapa semua oran
"Kar, beneran putus?" tanya Syafa pada Karina yang berjalan di sampingnya.Karina enggan menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Syafa di belakang. Syafa sedikit berlari agar langkahnya setara dengan Karina."Aku nanya, Kar. beneran putus?" Syafa menahan tangan Karina agar berhenti meninggalkannya."Menurut kakak?" Karina bertanya balik, menatap sendu sang kakak yang tak hentinya bertanya tentang hubungannya dengan sang pacar."Why?" Syafa menggenggam kedua tangan Karina. Melihat wajah sendu adiknya, Syafa lantas mengelus pipi Karina dengan lembut.Karina spontan memeluk erat kakaknya, menenggelamkan wajahnya di bahu sang kakak. Syafa mengusap lembut punggung Karina, terdengar isakan pil
"Selamat malam, Kar!" Karrie kecil berteriak dari luar rumah Karina. Karina yang memang berdiri di balkon kamar, tersenyum."Selamat malam juga, K," balas Karina sembari melambai-lambai. Karrie tersenyum lebar, dari bawah Karrie bisa melihat keimutan dan kecantikan milik Karina. Karrie membentuk kedua tangannya seperti terompet lalu diletak di depan mulutnya. "Aku boleh kesana gak?" Karrie tersenyum ketika Karina mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya. Karrie langsung memanjat ke balkon Karina. Setelah sampai diatas, Karina membantu Karrie melompat ke balkonnya."Gimana hari ini?" tanya Karrie, sesekali mencuri pandang pada Karina yang sedang menatap bintang. "Sangat membosankan." "Kenapa hari ini kamu ga keluar, tumben?" tanya Karrie lagi. Karrie bisa melihat
Pagi yang mendung, awan hitam menyelimuti birunya langit. Matahari seakan disembunyikan oleh awan, membuat yang dibawahnya sedikit kegelapan.Karina mendengus, menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Menahan air mata agar tak mengalir, menahan sesak yang mampir. Menggigit bibir dalamnya, berharap isakannya tak keluar dari bibir tipisnya.Sekuat apa pun ia menahan, sekuat apa pun dia bertahan, semua akan akan terjadi. Air bening itu akhirnya lolos, bibirnya terbuka mengeluarkan isakan, bahunya bergetar, dadanya terasa sangat sesak. Benar-benar menyakitkan.Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi hasil belajarnya untuk semester ini. Air mata menitik ke laport itu, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Sekarang dia harus bagaimana dan apa? Semuanya sudah pergi, meninggalkan ia seorang diri.Hidupnya terasa hancur, disaat seperti ini kenapa semua oran
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
Karrie menutup bukunya, menumpuk beberapa buku menjadi satu. Mengambil pena lalu meletaknya di atas tumpukan buku, ia merapikan duduknya menjadi bersila."Kamu bosan tuan putri?" tanya Karrie pada Karina yang berbaring di atas karpet, tepat di samping Karrie.Karina mengangguk, memiringkan tubuh menghadap Karrie. "Ingin menculikku pangeran?"Karrie terkekeh lalu menggenggam tangan Karina. Menyalurkan perasaan sayang dan cintanya, berharap Karina peka. "Apapun untukmu tuan putri.""Mau kah pangeran tampan ini menculik 'ku lalu kita jalan-jalan? Hemm, menghabiskan waktu bersama, mungkin."Bagaimana bisa Karrie menolak? Dengan yakin dan semangat dia mengangguk. Setelah cukup lama akhirnya dia bisa berduaan dengan Karina. Dia rindu masa-masa itu."Baiklah a
Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina."Masih buka?" gumam Karina pelan.Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya."Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina.Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan.
Hari sudah malam. Hari ini rumah Karina menjadi ramai karna Karrie dan Nana ikut menginap. Kata Nana, "Mau disini aja, kangen sama kaka Karkar." Ya, adik Karrie nan imut ini memanggil Karina dengan panggilan 'Karkar' Karina menutup kamarnya, tak lupa mengunci pintu. Sedikit waspada karna keberadaan Natalia di rumahnya. "Siapa tau kan, si nenek lampir masuk kamar trus grepe-grepe gue," pikir Karina bergidik ngeri. Pemikiran Karina sungguh jauh dan melewati batas. Tapi, bener juga sih, siapa yang tak tergoda dengan tubuh Karina yang seksi ketika memakai baju tidur. Tapi Karina juga sedikit ragu dengan Karrie yang sering masuk kamarnya tanpa permisi. Siapa tahu 'kan si Karrie kemasukan setan trus khilaf. Karina menggeleng keras. "Buang jauh-jauh pikiran itu."
Tak ingin ambil pusing, Karina berlalu meninggalkan dua cowok yang masih berdebat itu. Sedangkan bahan perdebatan sudah pergi tanpa mereka sadari.Karina berjalan, terus berjalan. Menghiraukan tatapan kebencian dari siswa-siswi. Ditatap benci? Sudah biasa, bahkan bisa dibilang Karina kebal akan hal itu. Dari kecil, Karina sering dibully, dikatai anak buangan dan dikatai anak tak diinginkan. Bagi Karina, kepergian kedua orang tuanya adalah musibah. Atau bahkan orang tuanya lah sumber bencananya. Masih beruntung kakaknya tak ikut meninggalkannya. Jika itu terjadi ... ntah seperti apa nasib Karina sekarang. "Misi," singkat Karina, memasuki kelas yang sudah dihadiri guru. Guru yang satu ini sangat disiplin, bahkan kelewat disiplin. "Gak ada sopan-santun," cibir
"Selamat malam, Kar!" Karrie kecil berteriak dari luar rumah Karina. Karina yang memang berdiri di balkon kamar, tersenyum."Selamat malam juga, K," balas Karina sembari melambai-lambai. Karrie tersenyum lebar, dari bawah Karrie bisa melihat keimutan dan kecantikan milik Karina. Karrie membentuk kedua tangannya seperti terompet lalu diletak di depan mulutnya. "Aku boleh kesana gak?" Karrie tersenyum ketika Karina mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya. Karrie langsung memanjat ke balkon Karina. Setelah sampai diatas, Karina membantu Karrie melompat ke balkonnya."Gimana hari ini?" tanya Karrie, sesekali mencuri pandang pada Karina yang sedang menatap bintang. "Sangat membosankan." "Kenapa hari ini kamu ga keluar, tumben?" tanya Karrie lagi. Karrie bisa melihat
"Kar, beneran putus?" tanya Syafa pada Karina yang berjalan di sampingnya.Karina enggan menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Syafa di belakang. Syafa sedikit berlari agar langkahnya setara dengan Karina."Aku nanya, Kar. beneran putus?" Syafa menahan tangan Karina agar berhenti meninggalkannya."Menurut kakak?" Karina bertanya balik, menatap sendu sang kakak yang tak hentinya bertanya tentang hubungannya dengan sang pacar."Why?" Syafa menggenggam kedua tangan Karina. Melihat wajah sendu adiknya, Syafa lantas mengelus pipi Karina dengan lembut.Karina spontan memeluk erat kakaknya, menenggelamkan wajahnya di bahu sang kakak. Syafa mengusap lembut punggung Karina, terdengar isakan pil