Karrie menutup bukunya, menumpuk beberapa buku menjadi satu. Mengambil pena lalu meletaknya di atas tumpukan buku, ia merapikan duduknya menjadi bersila.
"Kamu bosan tuan putri?" tanya Karrie pada Karina yang berbaring di atas karpet, tepat di samping Karrie.
Karina mengangguk, memiringkan tubuh menghadap Karrie. "Ingin menculikku pangeran?"
Karrie terkekeh lalu menggenggam tangan Karina. Menyalurkan perasaan sayang dan cintanya, berharap Karina peka. "Apapun untukmu tuan putri."
"Mau kah pangeran tampan ini menculik 'ku lalu kita jalan-jalan? Hemm, menghabiskan waktu bersama, mungkin."
Bagaimana bisa Karrie menolak? Dengan yakin dan semangat dia mengangguk. Setelah cukup lama akhirnya dia bisa berduaan dengan Karina. Dia rindu masa-masa itu.
"Baiklah aku akan menunggu mu dibawah, tuan putri." Karrie bangkit, tak lupa membawa bukunya keluar dari kamar.
Karina bangkit dari duduk, ia geli sendiri pada dirinya. Entah sejak kapan dia dan Karrie berbicara seakan dirinya adalah putri kerjaan, dan Karrie adalah pangeran. Dia jadi geli sendiri.
Karina mulai mengganti bajunya, sedikit memoles wajah dengan bedak. Baginya, tak mandi pun tetap cantik kok.
Setelah selesai, Karina keluar menghampiri Karrie. Penampilan Karrie berubah, yang tadinya biasa saja kini luar biasa.
Karrie menggunakan hoodie merah, jeans selutut, kaca mata birunya tak dia gunakan. Karrie juga menggunakan sedikit minyak rambut yang wangi.
"Ahh pangeran ku yang tampan," puji Karina, sembari merangkul lengan Karrie. Lengan yang paling ia suka, lengan yang selalu terulur ketika ia membutuhkan bantuan.
"Kita mau kemana tuan putri?" tanya Karrie sambil memasuki mobilnya. Melirik Karina dengan senyuman tulusnya.
"Terserahmu pangeran."
~~~
"K, imut banget ya anak itu," kata Karina sembari menunjuk salah satu anak yang sedang bermain di taman bermain.
"He'um, iya," jawab Karrie setelah melirik anak yang dimaksud Karina.
"Pengen anak kaya dia deh."
"Ohh— EHH, HAH?" Karrie menoleh ke arah Karina, kaget. Anak? Kode macam apa ini?
Karina terkekeh, menggambar 'hati' menggunakan telunjuknya di langit. "Ya, kan suatu hari nanti gue pasti akan melahirkan. Gue mau anak yang imut, dan pastinya ayahnya ganteng."
Karina melempar senyum ke arah Karrie, lalu kembali fokus pada kumpulan anak kecil yang sedang bermain. Sesekali Karina tersenyum dan terkekeh melihat aksi lucu anak-anak itu.
Sedangkan Karrie memandangi wajah Karina dari samping, sangat indah. Pahatan sempurna itu mampu membuat hati Karrie terpana.
Satu harapan Karrie, menjadi ayah dari anak-anak Karina nantinya.
~~~
Karina dan Karrie sedang memberi makan ikan di jembatan kecil dekat taman bermain tadi. Memberi sekumpulan ikan dengan roti.
"K, gue pengen ketemu orang tua lo," ujar Karina di tengah keheningan mereka.
Karrie menoleh sebentar, lalu berkata, "Aku juga pengen ketemu orang tua kamu."
"Ahh, orang tua gue ngebuang gue dan Kak Syafa."
"3 tahun, 3 tahun mereka keluar negri dengan alasan pekerjaan."
"3 tahun? Gila kerja banget," celutuk Karina mendengar tentang orang tua Karrie.
"Yah gitu, semenjak papa cerai dengan mama kandung aku dia jadi gila kerja. Mama tiri aku pun ikut nemenin papa di luar sana."
"Nyokap kandung lo apa kabar?"
"Baik, libur nanti aku bawa kamu ketemu mama."
Seketika Karina berbinar, dia sangat antusias ingin bertemu orang tua Karrie. Dia jadi ingat, sudah lama dia bersahabat dengan Karrie namun baru kali ini Karrie menceritakan tentang orang tuanya.
Karina merasa gagal jadi sahabat yang baik.
~~~
Karina sedang berdiri di depan rak yang menjulang tinggi, membaca sinopsis salah satu buku yang menarik perhatiannya. Merasa kurang puas, Karina meletak buku itu ke asalnya.
"Masih belum?" tanya lelaki tampan di sampingnya.
"Belum, Pangeran K." Karina kembali melangkah menuju rak lain. Mengedarkan pandangan ke seluruh buku, berharap ada yang menarik untuk dia beli.
Ya, Karrie memutuskan membawa Karina ke toko buku. Dengan alasan membeli buku agar wawasan dan pengetahuan Karina bertambah.
Namun yang namanya alasan tetap alasan, tujuan utama dia membawa Karina kesini agar waktunya berduaan dengan Karina lebih lama. Karna Karrie tau, Karina sangat lama jika disuruh memilih buku.
Karina sendiri sedang sibuk mencari novel bergenre romance. Dia merasa butuh asupan yang uwu uwu, mengingat belum ada satupun yang membuat Karina tertarik.
Mata Karina tertuju pada satu buku yang memiliki sampul menarik. Meraih buku itu lalu membaca sinopsis. Sedikit senyum terukir pada bibirnya.
"Cinta beda agama ya?" gumamnya yang terdengar seperti bisikan.
Tanpa sepengetahuan Karina, Karrie tersentak. Tentu Karrie mendengar dan tau cerita tersebut, rasanya kisah cintanya sangat mirip dengan tokoh di novel itu.
"Aku mau yang ini, Pangeran," beritahu Karina.
Karrie mengangguk lalu menarik Karina ke kasir, membayar buku itu dan berjalan keluar toko. Mereka memasuki mobil, saling melempar pandang yang memiliki arti berbeda-beda.
Karina memutuskan kontak mata itu, melempar pandangannya pada langit yang sudah gelap. Sekilas ia berfikir, 'Selama itu 'kah aku memilih buku?'
"Sudah malam mau kemana pangeran?" Karina kembali melirik Karrie. Karrie menatapnya, tatapan itu? Tatapan yang tak pernah bisa dia artikan.
"Izinkan pangeran menculik tuan putri."
Karina terkekeh, sekilas mengangguk.
~~~
Lampu-lampu sudah dinyalakan, menambah penerangan di pantai pada malam ini. Matahari sudah tak terlihat, berganti dengan bulan dan bintang.
Mereka tidak sendiri disini, ada beberapa orang yang sedang mengabadikan momen dengan pasangan, teman-teman, bahkan keluarga yang terlihat hangat di sebrang sana, walau langit sudah menggelap.
Karrie menatap langit, menatap fokus pada bulan yang dikelilingi bintang-bintang. Keheningan yang melanda mereka membuat bayang-bayang hari ini berputar jelas di otaknya. Sangat senang, namun terselip sedikit sedih, 'bisakah kami terus begini?'
Suara deburan ombak dan gelak tawa samar-samar dari sebrang sana menemani mereka. Karrie menarik nafas dalam lalu menghembuskan pelan, membuanya sedikit tenang. Setidaknya sedikit.
Karrie menunduk, menatap Karina yang berbaring di pahanya, mata Karina tertutup. Menulusuri wajah gadis itu dengan teliti. Pahatan yang sempurna menurut Karrie. Hidung itu, bibir seksi yang sangat—
Hentikan pemikiran ini, Karrie menggeleng kepala, ia merasa pikirannya sudah melampau jauh.
Karina sedikit bergerak, membuat Karrie tersentak. Karina terbangun saat Karrie membuat gerakan.
Karrie memberi senyum khasnya, hangat dan menenangkan.
"Putri ini suka senyum pangeran, bahagia terus ya pangeran." Karina mengnangkup pipi wajah Karrie, memberikan kecupan singkat di pipinya.
Karina sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Karrie. Baik, perhatian, selalu ada disaat senang maupun sedih, pintar dan point plusnya 'tampan.'
Karrie memiliki tempat tersendiri di hati Karina. Tempat dimana perasaan seorang sahabat untuk sahabatnya. Perasaan sayang terhadap sahabat yang sudah menemaninya.
Bahkan Karina menganggap Karrie adalah kakak laki-lakinya. Bersyukur tuhan mengirim orang sebaik Karrie di hidup Karina.
Perbedaan agama tak menghambat persahabatan mereka. Bahkan dengan adanya perbedaan agama membuat mereka belajar saling menghormati dan saling bertoleransi.
"Pangeran juga senang kalau tuan putri bahagia," ujar Karrie tulus dengan senyuman.
Karrie berharap 'Pangeran dan Putri' berubah menjadi 'Raja dan Ratu.'
Mencintai dan menyukai Karina, memendam rasa itu untuk dirinya sendiri. Berusaha membuat senyum Karina tak luntur, memberikan kebahagian pada Karina walau hanya hal kecil.
Berangan-angan ingin memiliki Karina suatu saat nanti. Berangan-angan Karina membalas cintanya, berharap mereka keluar dari Friend Zone.
Namun biarlah itu hanya menjadi angan Karrie saja. Biarkan dia bahagia walau hanya dalam halusinasi, biarkan dia merasa dicintai Karina walau hanya sebuah angan. Biarkan hatinya merasa sedikit senang. Sedikit.
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
Pagi yang mendung, awan hitam menyelimuti birunya langit. Matahari seakan disembunyikan oleh awan, membuat yang dibawahnya sedikit kegelapan.Karina mendengus, menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Menahan air mata agar tak mengalir, menahan sesak yang mampir. Menggigit bibir dalamnya, berharap isakannya tak keluar dari bibir tipisnya.Sekuat apa pun ia menahan, sekuat apa pun dia bertahan, semua akan akan terjadi. Air bening itu akhirnya lolos, bibirnya terbuka mengeluarkan isakan, bahunya bergetar, dadanya terasa sangat sesak. Benar-benar menyakitkan.Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi hasil belajarnya untuk semester ini. Air mata menitik ke laport itu, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Sekarang dia harus bagaimana dan apa? Semuanya sudah pergi, meninggalkan ia seorang diri.Hidupnya terasa hancur, disaat seperti ini kenapa semua oran
"Kar, beneran putus?" tanya Syafa pada Karina yang berjalan di sampingnya.Karina enggan menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Syafa di belakang. Syafa sedikit berlari agar langkahnya setara dengan Karina."Aku nanya, Kar. beneran putus?" Syafa menahan tangan Karina agar berhenti meninggalkannya."Menurut kakak?" Karina bertanya balik, menatap sendu sang kakak yang tak hentinya bertanya tentang hubungannya dengan sang pacar."Why?" Syafa menggenggam kedua tangan Karina. Melihat wajah sendu adiknya, Syafa lantas mengelus pipi Karina dengan lembut.Karina spontan memeluk erat kakaknya, menenggelamkan wajahnya di bahu sang kakak. Syafa mengusap lembut punggung Karina, terdengar isakan pil
"Selamat malam, Kar!" Karrie kecil berteriak dari luar rumah Karina. Karina yang memang berdiri di balkon kamar, tersenyum."Selamat malam juga, K," balas Karina sembari melambai-lambai. Karrie tersenyum lebar, dari bawah Karrie bisa melihat keimutan dan kecantikan milik Karina. Karrie membentuk kedua tangannya seperti terompet lalu diletak di depan mulutnya. "Aku boleh kesana gak?" Karrie tersenyum ketika Karina mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya. Karrie langsung memanjat ke balkon Karina. Setelah sampai diatas, Karina membantu Karrie melompat ke balkonnya."Gimana hari ini?" tanya Karrie, sesekali mencuri pandang pada Karina yang sedang menatap bintang. "Sangat membosankan." "Kenapa hari ini kamu ga keluar, tumben?" tanya Karrie lagi. Karrie bisa melihat
Tak ingin ambil pusing, Karina berlalu meninggalkan dua cowok yang masih berdebat itu. Sedangkan bahan perdebatan sudah pergi tanpa mereka sadari.Karina berjalan, terus berjalan. Menghiraukan tatapan kebencian dari siswa-siswi. Ditatap benci? Sudah biasa, bahkan bisa dibilang Karina kebal akan hal itu. Dari kecil, Karina sering dibully, dikatai anak buangan dan dikatai anak tak diinginkan. Bagi Karina, kepergian kedua orang tuanya adalah musibah. Atau bahkan orang tuanya lah sumber bencananya. Masih beruntung kakaknya tak ikut meninggalkannya. Jika itu terjadi ... ntah seperti apa nasib Karina sekarang. "Misi," singkat Karina, memasuki kelas yang sudah dihadiri guru. Guru yang satu ini sangat disiplin, bahkan kelewat disiplin. "Gak ada sopan-santun," cibir
Hari sudah malam. Hari ini rumah Karina menjadi ramai karna Karrie dan Nana ikut menginap. Kata Nana, "Mau disini aja, kangen sama kaka Karkar." Ya, adik Karrie nan imut ini memanggil Karina dengan panggilan 'Karkar' Karina menutup kamarnya, tak lupa mengunci pintu. Sedikit waspada karna keberadaan Natalia di rumahnya. "Siapa tau kan, si nenek lampir masuk kamar trus grepe-grepe gue," pikir Karina bergidik ngeri. Pemikiran Karina sungguh jauh dan melewati batas. Tapi, bener juga sih, siapa yang tak tergoda dengan tubuh Karina yang seksi ketika memakai baju tidur. Tapi Karina juga sedikit ragu dengan Karrie yang sering masuk kamarnya tanpa permisi. Siapa tahu 'kan si Karrie kemasukan setan trus khilaf. Karina menggeleng keras. "Buang jauh-jauh pikiran itu."
Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina."Masih buka?" gumam Karina pelan.Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya."Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina.Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan.
Pagi yang mendung, awan hitam menyelimuti birunya langit. Matahari seakan disembunyikan oleh awan, membuat yang dibawahnya sedikit kegelapan.Karina mendengus, menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Menahan air mata agar tak mengalir, menahan sesak yang mampir. Menggigit bibir dalamnya, berharap isakannya tak keluar dari bibir tipisnya.Sekuat apa pun ia menahan, sekuat apa pun dia bertahan, semua akan akan terjadi. Air bening itu akhirnya lolos, bibirnya terbuka mengeluarkan isakan, bahunya bergetar, dadanya terasa sangat sesak. Benar-benar menyakitkan.Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi hasil belajarnya untuk semester ini. Air mata menitik ke laport itu, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Sekarang dia harus bagaimana dan apa? Semuanya sudah pergi, meninggalkan ia seorang diri.Hidupnya terasa hancur, disaat seperti ini kenapa semua oran
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
Karrie menutup bukunya, menumpuk beberapa buku menjadi satu. Mengambil pena lalu meletaknya di atas tumpukan buku, ia merapikan duduknya menjadi bersila."Kamu bosan tuan putri?" tanya Karrie pada Karina yang berbaring di atas karpet, tepat di samping Karrie.Karina mengangguk, memiringkan tubuh menghadap Karrie. "Ingin menculikku pangeran?"Karrie terkekeh lalu menggenggam tangan Karina. Menyalurkan perasaan sayang dan cintanya, berharap Karina peka. "Apapun untukmu tuan putri.""Mau kah pangeran tampan ini menculik 'ku lalu kita jalan-jalan? Hemm, menghabiskan waktu bersama, mungkin."Bagaimana bisa Karrie menolak? Dengan yakin dan semangat dia mengangguk. Setelah cukup lama akhirnya dia bisa berduaan dengan Karina. Dia rindu masa-masa itu."Baiklah a
Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina."Masih buka?" gumam Karina pelan.Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya."Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina.Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan.
Hari sudah malam. Hari ini rumah Karina menjadi ramai karna Karrie dan Nana ikut menginap. Kata Nana, "Mau disini aja, kangen sama kaka Karkar." Ya, adik Karrie nan imut ini memanggil Karina dengan panggilan 'Karkar' Karina menutup kamarnya, tak lupa mengunci pintu. Sedikit waspada karna keberadaan Natalia di rumahnya. "Siapa tau kan, si nenek lampir masuk kamar trus grepe-grepe gue," pikir Karina bergidik ngeri. Pemikiran Karina sungguh jauh dan melewati batas. Tapi, bener juga sih, siapa yang tak tergoda dengan tubuh Karina yang seksi ketika memakai baju tidur. Tapi Karina juga sedikit ragu dengan Karrie yang sering masuk kamarnya tanpa permisi. Siapa tahu 'kan si Karrie kemasukan setan trus khilaf. Karina menggeleng keras. "Buang jauh-jauh pikiran itu."
Tak ingin ambil pusing, Karina berlalu meninggalkan dua cowok yang masih berdebat itu. Sedangkan bahan perdebatan sudah pergi tanpa mereka sadari.Karina berjalan, terus berjalan. Menghiraukan tatapan kebencian dari siswa-siswi. Ditatap benci? Sudah biasa, bahkan bisa dibilang Karina kebal akan hal itu. Dari kecil, Karina sering dibully, dikatai anak buangan dan dikatai anak tak diinginkan. Bagi Karina, kepergian kedua orang tuanya adalah musibah. Atau bahkan orang tuanya lah sumber bencananya. Masih beruntung kakaknya tak ikut meninggalkannya. Jika itu terjadi ... ntah seperti apa nasib Karina sekarang. "Misi," singkat Karina, memasuki kelas yang sudah dihadiri guru. Guru yang satu ini sangat disiplin, bahkan kelewat disiplin. "Gak ada sopan-santun," cibir
"Selamat malam, Kar!" Karrie kecil berteriak dari luar rumah Karina. Karina yang memang berdiri di balkon kamar, tersenyum."Selamat malam juga, K," balas Karina sembari melambai-lambai. Karrie tersenyum lebar, dari bawah Karrie bisa melihat keimutan dan kecantikan milik Karina. Karrie membentuk kedua tangannya seperti terompet lalu diletak di depan mulutnya. "Aku boleh kesana gak?" Karrie tersenyum ketika Karina mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya. Karrie langsung memanjat ke balkon Karina. Setelah sampai diatas, Karina membantu Karrie melompat ke balkonnya."Gimana hari ini?" tanya Karrie, sesekali mencuri pandang pada Karina yang sedang menatap bintang. "Sangat membosankan." "Kenapa hari ini kamu ga keluar, tumben?" tanya Karrie lagi. Karrie bisa melihat
"Kar, beneran putus?" tanya Syafa pada Karina yang berjalan di sampingnya.Karina enggan menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Syafa di belakang. Syafa sedikit berlari agar langkahnya setara dengan Karina."Aku nanya, Kar. beneran putus?" Syafa menahan tangan Karina agar berhenti meninggalkannya."Menurut kakak?" Karina bertanya balik, menatap sendu sang kakak yang tak hentinya bertanya tentang hubungannya dengan sang pacar."Why?" Syafa menggenggam kedua tangan Karina. Melihat wajah sendu adiknya, Syafa lantas mengelus pipi Karina dengan lembut.Karina spontan memeluk erat kakaknya, menenggelamkan wajahnya di bahu sang kakak. Syafa mengusap lembut punggung Karina, terdengar isakan pil