"Kar, beneran putus?" tanya Syafa pada Karina yang berjalan di sampingnya.
Karina enggan menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Syafa di belakang. Syafa sedikit berlari agar langkahnya setara dengan Karina.
"Aku nanya, Kar. beneran putus?" Syafa menahan tangan Karina agar berhenti meninggalkannya.
"Menurut kakak?" Karina bertanya balik, menatap sendu sang kakak yang tak hentinya bertanya tentang hubungannya dengan sang pacar.
"Why?" Syafa menggenggam kedua tangan Karina. Melihat wajah sendu adiknya, Syafa lantas mengelus pipi Karina dengan lembut.
Karina spontan memeluk erat kakaknya, menenggelamkan wajahnya di bahu sang kakak. Syafa mengusap lembut punggung Karina, terdengar isakan pilu dikeluarkan oleh Karina.
"Kenapa, dek? Kenapa bisa?" tanya Syafa ketika Karina sudah sedikit tenang.
"Aku gak bisa cerita sekarang, kak. Aku mau ke kamar dulu." Karina berjalan meninggalkan Syafa yang masih berdiri di anak tangga. Karina memasuki kamarnya, membaringkan tubuhnya pada kasur dan menutup wajahnya dengan bantal.
Hari ini adalah hari buruk baginya. Hari dimana hubungannya tandas akibat sang cowok selingkuh di belakang. Dan hari ini, kakaknya di panggil ke sekolah akibat kericuhan yang di lakukan oleh Karina dan selingkuhan pacarnya.
Mereka cakar-cakaran, tonjok-tonjokan, dan sampai saling maki-memaki. Kenapa yang dipanggil Syafa, bukan orang tua? Karna dari kecil Karina tinggal dengan Syafa. Syafa lah yang menanggung hidup Karina. Bagi Karina, Syafa adalah kakak sekaligus orang tuanya.
"Dasar gak punya perasaan! Gak punya hati! Gak punya otak!" maki Karina. Bantal menjadi pelampiasan kemarahan Karina. tak henti-henti Karina memukul bantal yang ada disamping tubuhnya.
Setelah puas melampiaskan kemarahannya, Karina terlelap dengan mengenakan seragam sekolah. Dengan kasur yang berantakan dan wajah yang ditenggelamkan ke bantal.
Marah itu melelahkan. Buktinya, Karina tertidur hingga sore. Handphone Karina berdering, sehingga mengganggu acara tidurnya.
"Siapa sih?" gumamnya meraih Handphone yang terus-terusan berbunyi. Karina mendengus ketika nama 'Kenzo' tertera di layar Handphonenya.
"Ngapain, ha?" tanya Karina pada orang yang menelponnya. Nada bicara Karina sedikit emosi. Bukan sedikit lagi, namun sangat emosi.
'Sayang, Karin. Dengerin aku dulu ya. Aku sama Natalia itu gaada hubungan apa-apa.' Suara dari sebrang sana terdengar sangat lirih. Karina memutar bola matanya, alasan yang sangat-sangat tidak epic!
"Jangan kira aku budeg, Ken! Aku denger, dan aku tau. Kamu itu emang playboy akut!" bentak Karina dan langsung memutuskan sambungan telpon itu.
Karina melempar handphonenya ke sembarang arah. Berjalan ke kamar mandi lalu membersihkan dirinya.
Setelah cukup lama bergelut dengan air, Karina keluar dengan segar. Perutnya lapar. Jadi, dia memutuskan untuk ke dapur.
Saat di tangga, Karina menemukan sosok sang kakak yang duduk santai di sofa ruang tamu. Kirana menghampiri kakaknya itu.
"Uhmm, Kak. Kar, lapar." Karina bergelayut manja di lengan sang kakak. Syafa menoleh ke arah Karina lalu mencoel hidung mungil Karina.
"Adek mau apa?" Tangan Syafa meraih benda pipih yang terletak di meja. Berniat ingin memesan makanan untuk Karina.
"Apa aja deh, yang penting makan." Jawaban Karina membuat senyum terukir di wajah Syafa.
Karina mengubah posisinya menjadi tiduran dan paha Syafa menjadi bantal. Hening. Hingga Syafa menagih cerita ke Karina.
"Dek, kamu utang cerita sama kakak," tagih Syafa. Karina sontak membulatkan matanya, setaunya dia tak pernah berjanji cerita kan.
"Kar gak janji tuh," bantah Karina. Syafa mengusap lembut surai Karina.
"Cerita dong. Kok bisa putus sama pujaan hati kamu itu?"
Karina menyembunyikan wajahnya di perut Syafa. "Ga mau."
"Isss. Masa kamu tega bikin kakakmu yang cantik dan baik hati ini penasaran."
Karina acuh.Malu ketika teringat perjanjian dulu yang pernah dia buat dengan kakaknya. Dulu, Karina sangat yakin bahwa dia tak akan sakit hati karna pacaran. Namun, pendapat Syafa sangat berbeda, dia yakin Karina pasti akan disakiti oleh pria itu. Pria itu? Pastinya Kenzo.
'Untung kak Syafa gak ingat taruhan itu.' batin Karina sedikit cemas. Karna, jika kakaknya ingat akan taruhan itu. Sudah dipastikan, handphonenya akan disita selama 3 bulan. Taruhan yang menyiksa batin Karina.
"Punten gopud!" Suara teriakan berpadu dengan gedoran pintu. Sangat tidak sopan sekali kurir itu.
"Masuk aja kalik," balas Syafa santai.
Pintu terbuka menampakkan sosok cowok berbadan kurus namun berwajah tampan. Karina spontan duduk lalu menatap wajah cowok itu lekat. Rambutnya yang lemas dan air yang masih menetes dari ujung rambutnya. Bibirnya yang pink narutal membuat siapa saja terpukau.
"Manja amat lo, Tong!" cibir cowok itu seraya meletakan sekotak pizza di atas meja yang terletak di depan Karina.
"Kok lo sih, K? Sejak kapan lo jadi kurir?" tanya Karina heran. Cowok itu duduk di sofa lalu melirik Syafa.
"Kakak lo nitip tuh."
Dengan cepat tangan Karina mengambil kotak pizza itu. Memakannya seorang diri seperti tak ada orang disekitarnya.
"Woy, Tong! Makan sendiri ae lu." Tangan cowok ini sedikit terulur untuk mengambil pizza. Namun, dengan cepat Karina menepis tangan nakal itu.
"Beli!" sinis Karina tak lupa dengan tatapan tajamnya seakan-akan ingin menerkam cowok itu.
"Elaahhhh. Santai dong, Tong. Yang beli itu kan gue."
"Hemm, iya juga ya. Tapi lo ga boleh! Gue laper tau gak!"
"Suruh tuh, pacar lo beliin makan."
"Lo dari mana aja? Jepang? Ketinggalan banget lo."
"Apasih?" Cowok itu menyerngit heran, ada apa dengan hubungan sahabatnya ini. "Lo kenapa? Berantem? Putus?"
Syafa yang sedari diam menyaksikan perdebatan ini akhirnya bersuara. "Putus, selingkuh."
Singkat. Namun langsung membuat cengo si cowok. Beberapa detik kemudian wajah bingung itu terganti dengan tawa keras yang dikeluarkan cowok tampan ini. Matanya menyipit saking kerasnya tawa itu, ujung matanya pun terlihat berair.
"Hahahah. Putus? Kesian deh lo. Diselingkuhin lagi tuh, anjir ngakak." Cowok itu terus tertawa sembari memegang perutnya.
Karina mendengus kesal, tangan Karina melempar kotak pizza yang sudah kosong. Kotak itu mendarat tepat di wajah cowok itu, alhasil suara tawa yang menggelegar tadi terhenti.
"Karrie Andastara. Gaada yang lucu!" ujar Karina penuh penekanan dan menyebut nama lengkap cowok itu. Karrie tertegun, dia sekarang harus hati-hati, takut akan membangunkan singa betina yang satu ini.
Karrie tersenyum jail. Sedangkan Karina yang melihat senyum itu seakan tau, bahwa akan ada bencana yang menimpanya.
"Kak Syafa. Kakak ga lupa apa sama sesuatu," kata Karrie sesekali melirik Karina yang sudah berkeringat dingin.
'Ni cowok masih ingat aja. Ya ampun, gimana nih,' batin Karina. Matanya gelisah mencari cara agar Karrie tak jujur sekarang.
"Kar. Eee, lo udah siap tugas dari pak dadang gak?" Karina sebisa mungkin mengalihkan pembicaraan. Syafa beralih menatap heran Karina yang tiba-tiba menanyakan tugas. Tumben Karina peduli dengan yang namanya tugas.
Karrie tersenyum smirk. "Tugas yang mana?"
"Tugas a—"
"Ohh. Tugas 'hukum dan boleh atau tidaknya taruhan' itu ya?" Karina meremas ujung bajunya, geram mendengar sahutan dari sahabat kecilnya ini.
"Ada tugas yang kaya gituan?" tanya Syafa, bingung. Karrie mengangguk cepat.
"Ada dong kak. Eh iya, waktu itu kan kakak ada bikin taruhan. Ntar yang kalah, handphonenya disita 3 bulan."
Dengan cepat Karina berlari ke lantai atas, memasuki kamarnya. Syafa dibuat bingung, sedangkan Karrie terkekeh geli.
1
2
3
"KARINA! MANA HP KAMU. SESUAI PERJANJIAN!"
"Kar!"
Panggilan Karrie membuat Karina kembali sadar dari bayang-bayang dua bulan lalu. Dimana hari itu adalah hari terakhir dirinya bertemu dengan sang kakak.
"Kar, kamu jadi banyak melamun ya." Karrie duduk disamping Karina. Cara bicara Karrie? Ntah lah, Karrie semakin lembut semenjak insiden hilangnya Syafa. Karina menenggelamkan kepalanya dilipatan tangan.
"Kar, kamu tidur?" tanya Karrie namun tak kunjung dijawab. Mengingat kini mereka di kantin, Karrie yakin, Karina tak tidur. Karna Karina bukan tipe orang yang suka tidur dikeramaian.
Brak!
Karrie menggebrak meja cukup keras membuat Karina refleks mengangkat kepalanya. Karina menatap Karrie heran dan bingung.
"Kamu kenapa sih, ha? Aneh tau gak. Kamu bukan Kar yang aku kenal."
Karina memutar bola matanya jengah. Dia kembali menenggelamkan kepalanya dilipatan tangan. Karrie geram dengan sifat cuek dan pemalas Karina.
"Semenjak kak Syafa hilang, kamu berubah," kata Karrie pada sahabat kecilnya. Karina mengangkat kepalanya, menatap kesal dan marah Karrie. Kesal karna mengganggu ketenangannya, dan marah karna selalu mengatakan dirinya berubah.
"K, gue tetep gue! Gada yang berubah."
"Ga berubah kamu bilang?"
"Iya! Gue tetep Karina Antanara."
Karrie menunjuk wajah Karina lalu berkata, "Lo, Karina Anantara Helman!"
Karrie bangkit dari duduknya, berjalan melewati siswa-siswa yang menonton pertengkaran mereka. Tangan kiri Karina bergerak menjambak rambutnya sendiri, sedangkan tangan kanannya menggenggam gelas kosong.
"Apa lo pada liat-liat, ha?" sinis Karina pada siswa-siswi yang memperhatikan dirinya dari tadi.
----
"Udah pulang non?" tanya bi Ega, pembantu dirumah Karina. Karina tak merespon, melewati Bi Ega dengan tampang malasnya.
Bi Ega tersenyum menatap punggung Karina yang kian menjauh. Banyak perubahan setelah kejadian itu.
Karina memasuki kamarnya, menatap kosong keluar jendela. Dia rindu, rindu dengan kakaknya. Hilang tanpa kabar, bahkan polisi tak mampu menemukan sang kakak.
"Kakak dimana? Kar rindu," lirih Karina. Tangannya mengusap kasar wajah yang mulai dialiri air mata.
Kakaknya hilang, tanpa kabar dan tanpa petunjuk. Polisi sudah menyelidiki namun tak mendapatkan informasi. Kini Karina tak punya siapa-siapa, orang tuanya meninggalkan dirinya sejak kecil. Dan sekarang kakaknya hilang begitu saja?
Tring!
Dari: K
Aku udah di bawahKarina menatap nanar pesan yang dikirim Karie untuknya. Sahabatnya yang satu ini memang sangat tau, dirinya sedang bersedih.
Karina berjalan ke kamar mandi, mencuci muka lalu turun menemui Karrie. Karrie sudah rapi dengan hoodienya. Rambut lemas, bibir tipis, hidungnya yang mancung dan mata coklat yang membuat siapa saja tertarik dengannya.
"Jalan yok," ajak Karrie semangat. Karrie memaksa, dia memberikan paper bag pada Karina.
"Pakai itu! Kita jalan hari ini," kata Karrie. Karina pasrah, tak ada salahnya kan dirinya menerima. Toh, dia juga bosan dirumah terus.
Karrie duduk tenang di sofa, menunggu sang shabat selesai dengan acara dandanannya. Hari ini, dia berencana ingin membawa Karina jalan-jalan. Hitung-hitung untuk menghilangkan bosan dan menghabiskan waktu bersama.
Karrie tersenyum lebar ketika Karina menuruni tangga. Entahlah, Karina tampak sangat cantik dimata Karrie saat ini.
"Hayuk."
Karrie mengerjap, dirinya terlalu lama melamun hingga tanpa disadari, Karina sudah sampai dipintu utama. Karrie dengan cepat menyusul Karina.
----
"Beli itu, yuk." Karina menarik tangan Karrie kesebuah toko buku. Lalu Karina memperlihatkan sebuah buku yang menurutnya menarik.
"Kamu mau? Kalau iya, yaudah ambil aja. Aku bayar," tanya plus jawab Karrie. Suka aneh, dia yang nanya, dia yang jawab.
"Makasih, ntar gue ganti," kata Karina lalu melangkahkan kaki ke kasir.
"Ahh gak usah kalik. Udah kaya sama siapa aja," Karrie merangkul Karina, "habis ini kemana?"
"Terserah," jawab Karina sembari memberikan bukunya ketukang kasir. Karrie nampak berfikir-fikir, hingga fikirannya nyangkut ke makanan.
"Makan aja gimana?" tanya Karrie sembari memberikan selembaran uang ke tukang kasir.
Karina menggeleng. "Nanti aja, pas mau pulang."
"Trus? Kemana?"
"Terserah." Karina mengambil paper bag dari tangan tukang kasir, lalu berjalan meninggalkan Karrie yang kesal setengah mati.
"Sabar mas, namanya juga cewek," ucap tukang kasir sebelum Karrie pergi menyusul Karina.
Setengah jam mereka hanya jalan-jalan keliling Mall. Jalan sana, jalan sini. Masuk sana, masuk sini. Lihat sana dan lihat sini, namun apa yang mereka beli? Hanya sebuah buku milik Karina dan sebuah topi milik Karrie.
"Yaudah makan yuk, habis itu pulang. Udah sore soalnya," ucap Karrie sambil melihat jam tangannya.
Saat mereka ingin pergi ke Restoran, seseorang menghampiri mereka. Sepasang kekasih yang terlihat cocok, si cowok dengan tampang songongnya dan si cewek dengan tampang centilnya.
"Hay, Karina," sapa si cewek. Karina menatap datar dan penuh benci perempuan itu. Perempuan yang sudah membuat tandas hubungannya dengan sang mantan. Ya, dia lah, Natalia dan sang mantan, Hanzo.
"Hay juga murahan," balas Karina sinis. Karina dan Natalia saling lempar tatapan sinis. Sedangkan, Hanzo dan Karrie saling melempar tatapan meremehkan.
"Ini nih, gagal move on." Tangan Natalia melingkar di pinggang Hanzo.
Karina tertawa hambar. "Apa? Gagal move on? Harusnya gue bersyukur putus ama sama orang gak setia kayak dia."
"Kecil gini aja udah merusak hubungan orang, besarnya gimana ya, Kar?" Karrie menatap sekilas Karina lalu tersenyum lebar. Karina merangkul Karrie lalu berjalan melewati dua sejoli itu.
Saat sudah tiba tepat di samping Natalia, Karina berkata, "penggoda om-om, maybe?"
Setelah mereka mengalami pertemuan dengan dua makhluk yang sangat menjijikan dimata Karina dan Karrie, mereka memustuskan untuk makan.
"Makan apa?" tanya Karrie sambil memberikan buku menu. Karina melirik sebentar lalu ...
"Ter—"
"Jangan jawab terserah! Kalau pas aku saranin kamu nolak," potong Karrie cepat, membuat Karina terkekeh kecil.
"Kali ini bener-bener terserah, apapun gue makan," ujar Karina. Karrie memanggil pelayan dan pelayan pun menghampirinya.
"Pesan apa, Kak?" tanya sang pelayan bersiap-siap mencatat di buku kecilnya.
"Terserah."
Jawaban Karrie membuat pelayan dan Karina seketika melongo. Karina menatap tajam Karrie, sedangkan yang ditatap tampak santa-santai saja. Cowok itu bersandar pada kursi sambil melirik ke buku menu yang terletak dimeja.
"Maaf, Kakak pesan apa?" tanya pelayan itu lagi.
"Anda tuli? Saya pesan terserah!" jawab Karrie.
"Tidak ada yang namanya terserah disini. Jika kakak mau, kami bisa menghidangkan makanan favorit disini." Pelayan menjelaskan dengan telaten.
Karrie mengangguk singkat. "Yaudah terserah, tapi saya mau yang anti maenstream. Ga mau yang biasa dipesan orang."
"K?" tegur Karina. Sahabatnya sangat tibet, ataukah Karrie tertular sifat ribet seorang cewek?
"Ya, jadi kakak mau apa?" tanya pelayan dengan nada lembut. Pelayan cowok itu menekan penanya ke buku, kesal sekali dengan Karrie.
Karrie menatap singkat. "Terserah."
"Anjing! Mau lo apa sih, ha? Ribet kali kau njeng!" Meledak sudah kemarahan pelayan itu. Karina benar-benar heran dengan Karrie, Karina menginjak kaki Karrie.
"Lo apasih?" kesal Karina.
"Ga usah emosi dong! Yaudah, saya pesan 2 burger, 2 kentang goreng, dan 2 jus," kata Karrie. Pelayan itu pun mencatat pesanan Karrie.
"Dari tadi kek, sat. Nyusahin lo." umpat pelayan itu lalu pergi.
"Selamat malam, Kar!" Karrie kecil berteriak dari luar rumah Karina. Karina yang memang berdiri di balkon kamar, tersenyum."Selamat malam juga, K," balas Karina sembari melambai-lambai. Karrie tersenyum lebar, dari bawah Karrie bisa melihat keimutan dan kecantikan milik Karina. Karrie membentuk kedua tangannya seperti terompet lalu diletak di depan mulutnya. "Aku boleh kesana gak?" Karrie tersenyum ketika Karina mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya. Karrie langsung memanjat ke balkon Karina. Setelah sampai diatas, Karina membantu Karrie melompat ke balkonnya."Gimana hari ini?" tanya Karrie, sesekali mencuri pandang pada Karina yang sedang menatap bintang. "Sangat membosankan." "Kenapa hari ini kamu ga keluar, tumben?" tanya Karrie lagi. Karrie bisa melihat
Tak ingin ambil pusing, Karina berlalu meninggalkan dua cowok yang masih berdebat itu. Sedangkan bahan perdebatan sudah pergi tanpa mereka sadari.Karina berjalan, terus berjalan. Menghiraukan tatapan kebencian dari siswa-siswi. Ditatap benci? Sudah biasa, bahkan bisa dibilang Karina kebal akan hal itu. Dari kecil, Karina sering dibully, dikatai anak buangan dan dikatai anak tak diinginkan. Bagi Karina, kepergian kedua orang tuanya adalah musibah. Atau bahkan orang tuanya lah sumber bencananya. Masih beruntung kakaknya tak ikut meninggalkannya. Jika itu terjadi ... ntah seperti apa nasib Karina sekarang. "Misi," singkat Karina, memasuki kelas yang sudah dihadiri guru. Guru yang satu ini sangat disiplin, bahkan kelewat disiplin. "Gak ada sopan-santun," cibir
Hari sudah malam. Hari ini rumah Karina menjadi ramai karna Karrie dan Nana ikut menginap. Kata Nana, "Mau disini aja, kangen sama kaka Karkar." Ya, adik Karrie nan imut ini memanggil Karina dengan panggilan 'Karkar' Karina menutup kamarnya, tak lupa mengunci pintu. Sedikit waspada karna keberadaan Natalia di rumahnya. "Siapa tau kan, si nenek lampir masuk kamar trus grepe-grepe gue," pikir Karina bergidik ngeri. Pemikiran Karina sungguh jauh dan melewati batas. Tapi, bener juga sih, siapa yang tak tergoda dengan tubuh Karina yang seksi ketika memakai baju tidur. Tapi Karina juga sedikit ragu dengan Karrie yang sering masuk kamarnya tanpa permisi. Siapa tahu 'kan si Karrie kemasukan setan trus khilaf. Karina menggeleng keras. "Buang jauh-jauh pikiran itu."
Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina."Masih buka?" gumam Karina pelan.Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya."Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina.Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan.
Karrie menutup bukunya, menumpuk beberapa buku menjadi satu. Mengambil pena lalu meletaknya di atas tumpukan buku, ia merapikan duduknya menjadi bersila."Kamu bosan tuan putri?" tanya Karrie pada Karina yang berbaring di atas karpet, tepat di samping Karrie.Karina mengangguk, memiringkan tubuh menghadap Karrie. "Ingin menculikku pangeran?"Karrie terkekeh lalu menggenggam tangan Karina. Menyalurkan perasaan sayang dan cintanya, berharap Karina peka. "Apapun untukmu tuan putri.""Mau kah pangeran tampan ini menculik 'ku lalu kita jalan-jalan? Hemm, menghabiskan waktu bersama, mungkin."Bagaimana bisa Karrie menolak? Dengan yakin dan semangat dia mengangguk. Setelah cukup lama akhirnya dia bisa berduaan dengan Karina. Dia rindu masa-masa itu."Baiklah a
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
Pagi yang mendung, awan hitam menyelimuti birunya langit. Matahari seakan disembunyikan oleh awan, membuat yang dibawahnya sedikit kegelapan.Karina mendengus, menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Menahan air mata agar tak mengalir, menahan sesak yang mampir. Menggigit bibir dalamnya, berharap isakannya tak keluar dari bibir tipisnya.Sekuat apa pun ia menahan, sekuat apa pun dia bertahan, semua akan akan terjadi. Air bening itu akhirnya lolos, bibirnya terbuka mengeluarkan isakan, bahunya bergetar, dadanya terasa sangat sesak. Benar-benar menyakitkan.Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi hasil belajarnya untuk semester ini. Air mata menitik ke laport itu, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Sekarang dia harus bagaimana dan apa? Semuanya sudah pergi, meninggalkan ia seorang diri.Hidupnya terasa hancur, disaat seperti ini kenapa semua oran
Pagi yang mendung, awan hitam menyelimuti birunya langit. Matahari seakan disembunyikan oleh awan, membuat yang dibawahnya sedikit kegelapan.Karina mendengus, menarik nafas dalam lalu dikeluarkan secara perlahan. Menahan air mata agar tak mengalir, menahan sesak yang mampir. Menggigit bibir dalamnya, berharap isakannya tak keluar dari bibir tipisnya.Sekuat apa pun ia menahan, sekuat apa pun dia bertahan, semua akan akan terjadi. Air bening itu akhirnya lolos, bibirnya terbuka mengeluarkan isakan, bahunya bergetar, dadanya terasa sangat sesak. Benar-benar menyakitkan.Di tangannya terdapat sebuah map yang berisi hasil belajarnya untuk semester ini. Air mata menitik ke laport itu, air mata itu terus mengalir tanpa henti. Sekarang dia harus bagaimana dan apa? Semuanya sudah pergi, meninggalkan ia seorang diri.Hidupnya terasa hancur, disaat seperti ini kenapa semua oran
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
"Awas! Itu belakang kamu!"Mendengar peringatan dari Karrie, Karina langsung fokus ke layar kaca. Ia memang sempat tak fokus karna meras lapar, untung saja dia tak kalah karna kurang fokus."Tembak, tembak!" teriak Karrie, semakin gencar untuk mengalahkan musuh. Matanya tak lepas dari game, sesekali berteriak memperingati Karina yang tak fokus.Mereka berdua sedang di kamar Karina, bermain PS bersama. Ujian sudah selesai dan tinggal menunggu hasil, karna itulah Karina dan Karrie bisa bebas bermain tanpa peduli dengan belajar. Setidaknya begitu untuk sementara.Dirumah Karina bukan hanya mereka berdua saja, ada Fanny, Rani, Bi Ega juga Nana. Adik Karrie nan lucu itu sedang bermain di atas kasur Karina, ditemani Fanny."Main mulu, makannya kapan?" tanya Rani sambil membuka pintu kamar lebar-lebar. Menggeleng kecil melihat Karina dan Karr
Karrie menutup bukunya, menumpuk beberapa buku menjadi satu. Mengambil pena lalu meletaknya di atas tumpukan buku, ia merapikan duduknya menjadi bersila."Kamu bosan tuan putri?" tanya Karrie pada Karina yang berbaring di atas karpet, tepat di samping Karrie.Karina mengangguk, memiringkan tubuh menghadap Karrie. "Ingin menculikku pangeran?"Karrie terkekeh lalu menggenggam tangan Karina. Menyalurkan perasaan sayang dan cintanya, berharap Karina peka. "Apapun untukmu tuan putri.""Mau kah pangeran tampan ini menculik 'ku lalu kita jalan-jalan? Hemm, menghabiskan waktu bersama, mungkin."Bagaimana bisa Karrie menolak? Dengan yakin dan semangat dia mengangguk. Setelah cukup lama akhirnya dia bisa berduaan dengan Karina. Dia rindu masa-masa itu."Baiklah a
Sepulang sekolah Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Syafa. Hanya sekadar ingin mengumpulkan beberapa bukti atau paling tidak petunjuk. Ia berangkat tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan Karrie tak tahu menahu.Sesampainya di kantor Syafa yang cukup besar, Karina membayar taksi. Menyapa satpam yang sedang bertugas. Ia memasuki kantor dan disambut beberapa pegawai yang memang sudah kenal dengan Karina."Masih buka?" gumam Karina pelan.Bagaimana bisa kantor ini masih berjalan dengan lancar tanpa pemiliknya? Karina masih terpaku di meja resepsionis, memikirkan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya."Dek cari siapa?" tanya sang resepsionis yang dibuat bingung oleh Karina.Karina tersentak, nyengir bodoh ke arah resepsionis itu. Karina celingak-celinguk mencari keberadaan asisten kakaknya, mengabaikan resepsionis yang kebingungan.
Hari sudah malam. Hari ini rumah Karina menjadi ramai karna Karrie dan Nana ikut menginap. Kata Nana, "Mau disini aja, kangen sama kaka Karkar." Ya, adik Karrie nan imut ini memanggil Karina dengan panggilan 'Karkar' Karina menutup kamarnya, tak lupa mengunci pintu. Sedikit waspada karna keberadaan Natalia di rumahnya. "Siapa tau kan, si nenek lampir masuk kamar trus grepe-grepe gue," pikir Karina bergidik ngeri. Pemikiran Karina sungguh jauh dan melewati batas. Tapi, bener juga sih, siapa yang tak tergoda dengan tubuh Karina yang seksi ketika memakai baju tidur. Tapi Karina juga sedikit ragu dengan Karrie yang sering masuk kamarnya tanpa permisi. Siapa tahu 'kan si Karrie kemasukan setan trus khilaf. Karina menggeleng keras. "Buang jauh-jauh pikiran itu."
Tak ingin ambil pusing, Karina berlalu meninggalkan dua cowok yang masih berdebat itu. Sedangkan bahan perdebatan sudah pergi tanpa mereka sadari.Karina berjalan, terus berjalan. Menghiraukan tatapan kebencian dari siswa-siswi. Ditatap benci? Sudah biasa, bahkan bisa dibilang Karina kebal akan hal itu. Dari kecil, Karina sering dibully, dikatai anak buangan dan dikatai anak tak diinginkan. Bagi Karina, kepergian kedua orang tuanya adalah musibah. Atau bahkan orang tuanya lah sumber bencananya. Masih beruntung kakaknya tak ikut meninggalkannya. Jika itu terjadi ... ntah seperti apa nasib Karina sekarang. "Misi," singkat Karina, memasuki kelas yang sudah dihadiri guru. Guru yang satu ini sangat disiplin, bahkan kelewat disiplin. "Gak ada sopan-santun," cibir
"Selamat malam, Kar!" Karrie kecil berteriak dari luar rumah Karina. Karina yang memang berdiri di balkon kamar, tersenyum."Selamat malam juga, K," balas Karina sembari melambai-lambai. Karrie tersenyum lebar, dari bawah Karrie bisa melihat keimutan dan kecantikan milik Karina. Karrie membentuk kedua tangannya seperti terompet lalu diletak di depan mulutnya. "Aku boleh kesana gak?" Karrie tersenyum ketika Karina mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya. Karrie langsung memanjat ke balkon Karina. Setelah sampai diatas, Karina membantu Karrie melompat ke balkonnya."Gimana hari ini?" tanya Karrie, sesekali mencuri pandang pada Karina yang sedang menatap bintang. "Sangat membosankan." "Kenapa hari ini kamu ga keluar, tumben?" tanya Karrie lagi. Karrie bisa melihat
"Kar, beneran putus?" tanya Syafa pada Karina yang berjalan di sampingnya.Karina enggan menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Syafa di belakang. Syafa sedikit berlari agar langkahnya setara dengan Karina."Aku nanya, Kar. beneran putus?" Syafa menahan tangan Karina agar berhenti meninggalkannya."Menurut kakak?" Karina bertanya balik, menatap sendu sang kakak yang tak hentinya bertanya tentang hubungannya dengan sang pacar."Why?" Syafa menggenggam kedua tangan Karina. Melihat wajah sendu adiknya, Syafa lantas mengelus pipi Karina dengan lembut.Karina spontan memeluk erat kakaknya, menenggelamkan wajahnya di bahu sang kakak. Syafa mengusap lembut punggung Karina, terdengar isakan pil