Amira menghampiri mamanya yang sudah mulai yerlihat sayu. Matanya yang biasa erlihat indah, kini berwarna kelabu dan tidak terlihat segar lagi. Kulitnya mulai berwarna kuning pasi. Bibirnya tak bisa lagi berucap dengan jelas. Dengan samar-samar, Amira mendengar sedikit nasihat mama Hana. Yang ternyata itu adalah pesan terakhir untuk Amira. "Pesan mama, jagalah pernikahan kalian sampai maut memisahkan." Tersungging di bibir mama Hana, sebelum akhirnya dia menutup mata untuk selamanya. Amira masih tak menyangka, kalau mamanya sudah tak adalagi di dunia ini. Bahkan kunjungan kemarin, merupakan kunjungan terakhir mama padanya. Masih teringat jelas, bagaimana mama tersenyum saat awal datang ke rumahnya. Dan berganti menjadi tangisan, saat Amira menceritakan semua rahasia besarnya. Hingga akhirnya, mama Terlelap untuk selamanya. Kini, hanya Herman dan Vino yang Amira punya. Ia sudah kehilangan mamanya, untuk selanjutnya, ia tak mau kehilangan lagi orang-orang yang ia say
Mobil Herman mulai melaju kembali. Ia sempat melihat lalu lalang mobil ambulance, ternyata kemacetan ini disebabkan oleh kecelakaan sebuah mobil. Terdengar bisikan dari para pejalan kaki, yang menyaksikan kejadian itu. Kalau yang meninggal adalah seorang Dokter. Herman tak mempedulikan kejadian itu, baginya kecelakaan itu hanyalah kecelakaan biasa yang terjadi dijalan raya. Ia tetap fokus pada jalan didepannya. Sampai akhirnya, ia sampai dikantornya. Sambutan hangat dari para karyawannya, membuat semangat kerjanya terpacu. Kali ini, ia bukanlah Herman yang dingin, ia menjadi sedikit cair setelah kejadian kemarin. "Selamat pagi tuan." Sambutan Andi sekertarisnya saat Herman memasuki ruangannya. Herman membalas sapaan Andi."Ada apa? tumben pagi begini sudah ada diruanganku?" tanya Herman, sambil mendudukkan dirinya dikursi kebesarannya. Andi menyodorkan sebuah amplop besar warna coklat. Tanpa berkata, Herman langsung membukanya. Dilihatnya beberapa lembar foto,
Sekuat hatinya ,Amira menahan agar airmatanya tidak terus menerus jatuh. Ia merasa tak enak hati pada suaminya. Yang sudah setia menemaninya selama ini. Hanya sekitar 10 menit, Amira bangkit dari pusara Wisma. Sebagai penghormatan terakhir, ia bangkit dari pusara Wisma. Kemudian mereka menuju rumah Wisma. Untuk berpamitan pada keluarganya. Kedatngan Amira dan Herman, disambut sangat baik oleh mama Hanung, mamanya Wisma. Mama Hanung sangat tahu, tentang kisah cinta Wisma dan Amira. Mama Hanung sangat berharap Amira bisa menjadi menantunya dulu, tapi tak kesampaian, karena Amira lebih memilih Herman daripada Wisma. Matanya berbinar melihat Amira datang ke rumahnya. Mengantarkan Wisma ke tempat peristirahatan terakhirnya. Mama Hanung memeluk Amira erat. Seolah melihat kembali sosok Wisma di diri Amira, ia menangis sejadinya. Menciumi pipi dan kening Amira, secara bergantian. "Nak, kau kesini juga akhirnya, terimakasih sayang...."ucapnya terbata, sambil menangis."Apa
"Minumlah sayang, kau pasti butuh tenaga ekstra, kau sudah berfikir seharian." Adinda merayu suaminya. Ia memberikan segelas minuman soda yang dingin. Melihat minuman yang ditawarkan Adinda, Herman menelan ludah. Ia sangat ingin segera meminumnya. Rasanya haus di tenggorokannya sudah tak bisa lagi di kompromi. Tanpa Herman tahu, Adinda telah memasukkan obat tidur kedalam minuman itu. Hanya dalam satu tegukan, minuman itu tandas tak bersisa. Herman kali ini merasa sedikit segar, karena pengaruh minuman dingin itu. Adinda tersenyum licik melihat suaminya menghabiskan minuman yang ia berikan. Ia hanya ingin Herman menginap dirumahnya malam ini. Tak ada maksud lain. Ia sudah lama merindukan pelukan hangat dari suaminya. Tidur bersama, yang biasa dilakukan suami istri pun, sangat jarang ia dapatkan dari Herman. Apalagi untuk hal lain. Makanya, wajar jika Adinda melakukan itu. Selang beberapa menit, Herman merasakan kantuk yang luar biasa. Dia terus menguap. Dan la
Saat tubuhbya terasa semakin dingin, Amira memeluk sendiri tubuhnya. Ia butuh kehangatan dari Herman. Namun Herman tak ada disampingnya malam ini. Airmatanya sudah kering. Tak bisa lagi keluar. Herman yang terus menerus membuat Amira tersakiti, tak sadar kalau saat ini ia telah membuat Amira kembali menangis. "Sampai kapan aku harus berada dalam ketidak berdayaan ini?" Amira masih memelas. Memikirkan nasib kurang beruntungnya. Fikirannya mulai tak karuan. Ia mulai curiga, kalau Herman sebenarnya tidak pergi ke kantor. Segera ia hubungi Andi. Ia ingin tahu keberadaan Herman yang sebenarnya. Waktu sudah hampir jam 1 malam. Namun ia nekad menghubungi Andi, ia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya. Andi yang masih berkutat dengan laptopnya, tidak menyangka akan ada telepon dari istri tuannya. Perasaannya sudah mulai tak enak. Dia tahu, kalau majikannya itu membuat lagi masalah dalam keluarganya. "Iya nyonya, ada hal yang bisa saya bantu?" tanya Andi tegas. Ia ti
Saat mereka berdua sudah terbuai. Tubuh Herman yang siap berperang dengan Adinda, ponsel Herman berbunyi. Dan berhasil membuat fikiran keduanya kabur. Perasaan yang sedang menggebu, tiba-tiba buyar begitu saja. Perlahan, keinginan untuk bercinta mulai memudar. "Aaah sialan, siapa yang menelponku pagi buta begini?" Herman mengeluarkan ponselnya. Terlihat nama Amira di ponselnya. Ia baru ingat, kalau hari ini adalah acara peresmian toko kue baru milik Amira. "Hampir saja aku lupa." Ujarnya. Sambil mengangkat telepon istrinya. Adinda menghela nafas kecewa. Hasratnya terpaksa harus ia tunda lagi. Sudah beberapa kali, Herman membuatnya kecewa. Dengan membatalkan percintaan mereka. Apalagi barusan, mereka tinggal beraksi ,tapi Amira menggagalkan semuanya. Adinda benar-benar merasa kesal. Sambil cemberut, ia memakai kembali baju yang sudah terlepas. "Iya sayang, sebentar lagi aku pulang." Jawaban Herman untuk Amira, yang menanyakan kepulangannya. Mata Herman memandang Adin
Melihat makanan yang tersaji dan berjejer panjang, membuat nafsu makan Herman semakin menjadi. Entah sejak kapan, ia menjadi seseorang yang hobby makan. Selepas kejadian penculikan Pramu dulu, ia menjadi lebih mudah tergoda oleh makanan. Apalagi masakan yang dibuat oleh Amira. Memang dari sejak dulu, masakan Amira selalu menjadi primadona dihati Herman. Tak ada masakan manapun yang bisa menyaingi buatan Amira baginya. Amira memandang lekat suaminya, yang sedang makan dengan lahapnya. Ia tampak fokus menikmati sajian didepannya. "Kau suka mas?" tanya Amira lembut. Ia tak mau suaminya malu karena diperhatikan saat makan. Herman hanya mengangguk pelan. Ia tak mau kegiatan makannya diaganggu barang sebentar saja. Amira merasa bangga, karena selama pernikahannya, Suaminya selalu betah makan dirumahnya. Apalagi sekarang, ia tambah suka dengan masakan buatan Amira. Setelah selesai dengan makanannya, Herman bergegas untuk mandi. Ia tak mau istrinya menunggunya terlalu lama. Mengingat ini
Amira tersenyum ramah. Ia nampak menyejukkan dipandang. Saat mata Herman berkeliling melihat semua orang didepannya ,tiba-tiba ia berhenti memandang, pada satu titik mata. Yang tak lain adalah Adinda. Adinda ikut hadir dalam acara peresmian tersebut. ia tahu acara ini dari percakapan Herman dan Amira kemarin. Ia berniat ingin mendekati Amira secara perlahan. Dan akan merebut Herman dari tangannya. Mata Adinda terus mengikuti langkah demi langkah Amira dan Herman. Tersirat rasa cemburu yang sangat jelas didalam matanya. Herman kembali menatap Adinda yang terdiam mematung. Andai tidak dalam sebuah acara penting istrinya, mungkin ia akan mendekati Adinda dan memeluknyaEntah mengapa, ia merasa sangat iba melihat Adinda.Amira memberi salam, serta memberi beberapa kata sambutan untuk orang-orang yang sudah hadir di acaranya. Acara intinya dimulai. Amira memotong pita yang dibentangkan didepan pintu masuk. Suara tepukan tangan para hadirin, terdengar merdu dan nyaring ditelinga Amira