Saat mereka berdua sudah terbuai. Tubuh Herman yang siap berperang dengan Adinda, ponsel Herman berbunyi. Dan berhasil membuat fikiran keduanya kabur. Perasaan yang sedang menggebu, tiba-tiba buyar begitu saja. Perlahan, keinginan untuk bercinta mulai memudar. "Aaah sialan, siapa yang menelponku pagi buta begini?" Herman mengeluarkan ponselnya. Terlihat nama Amira di ponselnya. Ia baru ingat, kalau hari ini adalah acara peresmian toko kue baru milik Amira. "Hampir saja aku lupa." Ujarnya. Sambil mengangkat telepon istrinya. Adinda menghela nafas kecewa. Hasratnya terpaksa harus ia tunda lagi. Sudah beberapa kali, Herman membuatnya kecewa. Dengan membatalkan percintaan mereka. Apalagi barusan, mereka tinggal beraksi ,tapi Amira menggagalkan semuanya. Adinda benar-benar merasa kesal. Sambil cemberut, ia memakai kembali baju yang sudah terlepas. "Iya sayang, sebentar lagi aku pulang." Jawaban Herman untuk Amira, yang menanyakan kepulangannya. Mata Herman memandang Adin
Melihat makanan yang tersaji dan berjejer panjang, membuat nafsu makan Herman semakin menjadi. Entah sejak kapan, ia menjadi seseorang yang hobby makan. Selepas kejadian penculikan Pramu dulu, ia menjadi lebih mudah tergoda oleh makanan. Apalagi masakan yang dibuat oleh Amira. Memang dari sejak dulu, masakan Amira selalu menjadi primadona dihati Herman. Tak ada masakan manapun yang bisa menyaingi buatan Amira baginya. Amira memandang lekat suaminya, yang sedang makan dengan lahapnya. Ia tampak fokus menikmati sajian didepannya. "Kau suka mas?" tanya Amira lembut. Ia tak mau suaminya malu karena diperhatikan saat makan. Herman hanya mengangguk pelan. Ia tak mau kegiatan makannya diaganggu barang sebentar saja. Amira merasa bangga, karena selama pernikahannya, Suaminya selalu betah makan dirumahnya. Apalagi sekarang, ia tambah suka dengan masakan buatan Amira. Setelah selesai dengan makanannya, Herman bergegas untuk mandi. Ia tak mau istrinya menunggunya terlalu lama. Mengingat ini
Amira tersenyum ramah. Ia nampak menyejukkan dipandang. Saat mata Herman berkeliling melihat semua orang didepannya ,tiba-tiba ia berhenti memandang, pada satu titik mata. Yang tak lain adalah Adinda. Adinda ikut hadir dalam acara peresmian tersebut. ia tahu acara ini dari percakapan Herman dan Amira kemarin. Ia berniat ingin mendekati Amira secara perlahan. Dan akan merebut Herman dari tangannya. Mata Adinda terus mengikuti langkah demi langkah Amira dan Herman. Tersirat rasa cemburu yang sangat jelas didalam matanya. Herman kembali menatap Adinda yang terdiam mematung. Andai tidak dalam sebuah acara penting istrinya, mungkin ia akan mendekati Adinda dan memeluknyaEntah mengapa, ia merasa sangat iba melihat Adinda.Amira memberi salam, serta memberi beberapa kata sambutan untuk orang-orang yang sudah hadir di acaranya. Acara intinya dimulai. Amira memotong pita yang dibentangkan didepan pintu masuk. Suara tepukan tangan para hadirin, terdengar merdu dan nyaring ditelinga Amira
"Aku hamil oleh kekasihku, tapi dia pergi meninggalkanku Ami." Adinda mengarang cerita, agar mendapat simpati dari Amira. Hati Amira yang terbuat dari kapas. Lembut selembutnya. Ia paling tidak bisa jika mendengar seseorang dalam kesusahan, apalagi ini adalah Adinda, atau Ania yang ia kenal. Sudah pasti ia akan menolongnya dengan semampunya. Amira memegang erat tangan Adinda. Sebagai isyarat, kalau ia akan membantunya keluar dari masalah yang sedang ia hadapi. "Tunggu sebentar ya, aku bilang dulu pada suamiku!" ucap Amira, sambil meminggalkan Adinda sendirian. Adinda menyeringai licik. Kali ini, ia akan dengan mudah bertemu dengan suaminya, andai ia diterima menjadi karyawan Amira. Amira menghampiri suaminya. Ia akan meminta pendapat suaminya tentang Adinda. "Mas, ada Ania juga ternyata disini." Amira berbisik pada Herman, ditengah ramainya suasana toko kue oleh para pengunjung. Herman mengerutkan keningnya. Ia tahu kalau yang dimaksud Amira adalah Adinda. "
Aku belum tahu benar, tapi aku sudah telat haid mas. Bisa jadi aku memang benar hamil." Jawab Adinda, yang menunda ciumannya. Keramaian tak membuat mereka menahan nafsunya. Bahkan mereka saling gencar memberikan sentuhan dan ciuman yang semakin menggila. "Aku sangat merindukan saat-saat seperti ini mas." Adinda mulai memejamkan dan membuka matanya ,saat sesuatu terasa masuk kedalam miliknya. Terasa sedikit nyeri ,karena mereka sudah lama tak melakukannya. Namun, bukan Herman jika tidak membuat lawan wanitanya tergila-gila oleh sentuhannya. Kini, mereka benar-benar melakukan hubungan itu, ditempat baru milik Amira. Memang sedikit gila ,tapi itulah cinta, cinta yang dibalut dengan nafsu, membuat mereka menjadi budaknya. Tanpa mengenal tempat, waktu ,dan situasi, mereka berdua asyik melakukannya. Baluran keringat membasahi kemeja yang dikenakan Herman sekarang. Ia yang terlalu bersemangat, membuat tubuhnya dibanjiri keringat nikmat. Adinda yang terus mengeluarkan desahan n
Herman menoleh ,melihat siapa yang memanggilnya. sambil membenarkan pakaiannya, Herman berusaha menghilangkan rasa gugupnya. "Ada apa Andi? kau ada disini juga?" Herman berbasa basi. Dari bahasa tubuh Herman, Andi bisa menebak, kalau saat ini, tuannya sedang menyimpan sesuatu. "Maaf tuan, tadi aku mencarimu di kantor, namun kau tak ada. Ada tamu penting yang harus segera kita temui. Ini snagat berpengaruh untuk perusahaan induk kita." Jelas Andi sambil membungkukkan tubuhnya. "Baiklah, tunggu sebentar, aku bicara dulu dengan Amira." Herman bergegas meninggalkan Andi. Ini salah satu alasan juga untuk Herman menghindari Andi. Pasalnya, di celana nya ada bekas cairan miliknya. Entah seperti apa permainan mereka tadi ,sehingga baju yang berserakan sekalipun ikut tercampur noda cairan milik Herman. Andi pura-pura tidak melihat bekas itu. Yang sebenarnya itu nampak sangat jelas terlihat. Ia bingung jika harus memberitahukan hal semacam itu pada tuannya. Sedangkan Herman, dengan percay
Maksud anda apa? ini masalah universal. Masalah perusahaan, mengapa anda menyangkut urusan pribadi saya?" Herman sudah marah. Namun demi kebaikan perusahaannya ,ia masih mencoba bersabar menghadapi gadi didepannya. Sambil menyeringai licik, tiba-tiba wanita itu keluar dari mimbar. Dan mendekati Herman. "Semua keputusan ada ditangan anda. Ya atau tidak ,kami tunggu jawabannya paling lambat besok." Jawabnya sambil melenggang manja, dan keluar dari ruangan yang menegangkan itu. Semua saling berbincang. Suara para staf semakin riuh, saat melihat wanita itu keluar begitu saja. Benar-benar ia menginjak harga diri dari seorang Herman. Andi dan Herman saling bertatap. Kemudian Herman beridiri. Ia tak mau menjadi bahan perbincangan para staf di kantornya. "Andi...ayo ke ruanganku!!" Titah Herman. Ada hal yang akan ia bicarakan berdua dengan Andi. Perihal perusahaan misteriua barusan, ia ingin mengetahui banyak hal tentang itu. Sebenarnya siapa pemiliknya? kenapa namanya begitu tak asin
Selain itu, sudah bisa dipastikan juga kalau keuntungan yang Amira peroleh bukan jumlah yang main-main.*** Andi sudah mengingatkannya, tapi Herman tetap bersikukuh. Hingga akhirnya ,ia mengalah dan menyerahkan semua keputusan pada tuannya. "Kalau begitu, terserah tuan saja, aku ikut kata tuan." Ucap Andi memelankan suaranya. Ia tak mau dianggap membangkang pada tuannya. "Hmm...keluarlah sekarang!!"perintah Herman pada Andi. Ia tak mau lagi melihat muka Andi untuk saat ini. Andi membungkukkan tubuhnya, sebagai penghormatan sebelum akhirnya ,ia keluar dari ruangan Herman. Andi segera menghubungi pihak Wisma Wijaya, kemudian ia menyetujui perjanjian yang akan diberikan nanti. Herman masih terdiam. Ia berputar putar diatas kursi kebesarannya. Ia berharap tidak salah dalam mengambil langkah. Suara dering ponsel milik Herman ,mengagetkannya. Ia yang sedang melamun, sontak terperanjat mendengar suara ponsel miliknya. Dengan malas, Herman mengangkat telepon masu