Aku belum tahu benar, tapi aku sudah telat haid mas. Bisa jadi aku memang benar hamil." Jawab Adinda, yang menunda ciumannya. Keramaian tak membuat mereka menahan nafsunya. Bahkan mereka saling gencar memberikan sentuhan dan ciuman yang semakin menggila. "Aku sangat merindukan saat-saat seperti ini mas." Adinda mulai memejamkan dan membuka matanya ,saat sesuatu terasa masuk kedalam miliknya. Terasa sedikit nyeri ,karena mereka sudah lama tak melakukannya. Namun, bukan Herman jika tidak membuat lawan wanitanya tergila-gila oleh sentuhannya. Kini, mereka benar-benar melakukan hubungan itu, ditempat baru milik Amira. Memang sedikit gila ,tapi itulah cinta, cinta yang dibalut dengan nafsu, membuat mereka menjadi budaknya. Tanpa mengenal tempat, waktu ,dan situasi, mereka berdua asyik melakukannya. Baluran keringat membasahi kemeja yang dikenakan Herman sekarang. Ia yang terlalu bersemangat, membuat tubuhnya dibanjiri keringat nikmat. Adinda yang terus mengeluarkan desahan n
Herman menoleh ,melihat siapa yang memanggilnya. sambil membenarkan pakaiannya, Herman berusaha menghilangkan rasa gugupnya. "Ada apa Andi? kau ada disini juga?" Herman berbasa basi. Dari bahasa tubuh Herman, Andi bisa menebak, kalau saat ini, tuannya sedang menyimpan sesuatu. "Maaf tuan, tadi aku mencarimu di kantor, namun kau tak ada. Ada tamu penting yang harus segera kita temui. Ini snagat berpengaruh untuk perusahaan induk kita." Jelas Andi sambil membungkukkan tubuhnya. "Baiklah, tunggu sebentar, aku bicara dulu dengan Amira." Herman bergegas meninggalkan Andi. Ini salah satu alasan juga untuk Herman menghindari Andi. Pasalnya, di celana nya ada bekas cairan miliknya. Entah seperti apa permainan mereka tadi ,sehingga baju yang berserakan sekalipun ikut tercampur noda cairan milik Herman. Andi pura-pura tidak melihat bekas itu. Yang sebenarnya itu nampak sangat jelas terlihat. Ia bingung jika harus memberitahukan hal semacam itu pada tuannya. Sedangkan Herman, dengan percay
Maksud anda apa? ini masalah universal. Masalah perusahaan, mengapa anda menyangkut urusan pribadi saya?" Herman sudah marah. Namun demi kebaikan perusahaannya ,ia masih mencoba bersabar menghadapi gadi didepannya. Sambil menyeringai licik, tiba-tiba wanita itu keluar dari mimbar. Dan mendekati Herman. "Semua keputusan ada ditangan anda. Ya atau tidak ,kami tunggu jawabannya paling lambat besok." Jawabnya sambil melenggang manja, dan keluar dari ruangan yang menegangkan itu. Semua saling berbincang. Suara para staf semakin riuh, saat melihat wanita itu keluar begitu saja. Benar-benar ia menginjak harga diri dari seorang Herman. Andi dan Herman saling bertatap. Kemudian Herman beridiri. Ia tak mau menjadi bahan perbincangan para staf di kantornya. "Andi...ayo ke ruanganku!!" Titah Herman. Ada hal yang akan ia bicarakan berdua dengan Andi. Perihal perusahaan misteriua barusan, ia ingin mengetahui banyak hal tentang itu. Sebenarnya siapa pemiliknya? kenapa namanya begitu tak asin
Selain itu, sudah bisa dipastikan juga kalau keuntungan yang Amira peroleh bukan jumlah yang main-main.*** Andi sudah mengingatkannya, tapi Herman tetap bersikukuh. Hingga akhirnya ,ia mengalah dan menyerahkan semua keputusan pada tuannya. "Kalau begitu, terserah tuan saja, aku ikut kata tuan." Ucap Andi memelankan suaranya. Ia tak mau dianggap membangkang pada tuannya. "Hmm...keluarlah sekarang!!"perintah Herman pada Andi. Ia tak mau lagi melihat muka Andi untuk saat ini. Andi membungkukkan tubuhnya, sebagai penghormatan sebelum akhirnya ,ia keluar dari ruangan Herman. Andi segera menghubungi pihak Wisma Wijaya, kemudian ia menyetujui perjanjian yang akan diberikan nanti. Herman masih terdiam. Ia berputar putar diatas kursi kebesarannya. Ia berharap tidak salah dalam mengambil langkah. Suara dering ponsel milik Herman ,mengagetkannya. Ia yang sedang melamun, sontak terperanjat mendengar suara ponsel miliknya. Dengan malas, Herman mengangkat telepon masu
Siapa sebenarnya pemilik Wisma Wijaya? kenapa dia meminta Amira dariku? ini benar-benar tak masuk akal!!" Herman meluapkan kekesalannya. Barusaja ia menghilangkan satu musuh terbesarnya, yaitu Dokter Wisma. Kini adalagi satu laki-laki tidak tahu malu, yang menginginkan istrinya, dengan imbalan perusahaannya. "Coba kau cari tahu, siapa pemilik Wisma Wijaya sebenarnya!! tak mungkin dokter itu hidup kembali bukan?" Herman membentak Andi, yang sedari tadi hanya bergeming melihat Herman. Tubuh Andi bergetar keras, ia bereaksi ketakutan. Hal yang tak pernah ia alami sebelumnya. Setiap masalah akan dengan mudah ia selesaikan, tapi tidak dengan ini. "Sepertinya ini memang dokter itu. Tapi bukankah kemarin dia sudah meninggal dalam kecelakaan itu?" Andi memikirkan sendiri semuanya. Ia terus bertanya dalam hatinya. Masalah ini benar-benar pelik. Jauh dari nalarnya. "Saya selesaikan semuanya Tuan. Tapi kalau perusahaan tidak segera mendapat suntikan dana dalam 24jam, m
Hatinya mulai gusar. Ia tak bisa menenangakan pikirannya. "Dimana kau sayang?" Herman mulai lelah. Ia takut terjadi apa-apa oada Amira. Namun seketika matanya tertuju keluar. Dilihatnya dua orang perempuan sedang menuju ke arahnya. Tak lain itu adalah Amira dan Adinda istrinya. Seketika, hatinya merasa sedikit lega. akhirnya ia bisa melihat istrinya baik-baik saja. Ia menyambut kedatangan istrinya didepan pintu. Pelukan erat langsung ia layangkan untuk Amira, saat ia mulai masuk ke tokonya. "Heiii mas, kenapa kau memelukku seperti ini?" Amira merasa risih dengan pelukan tiba-tiba dari Herman. Ia merasa tak enak hati, karena ada Adinda bersamanya. Herman tak mempedulikan protes Amira. Ia tetap memeluknya erat. Kemudian ia mulai menciumi kening istrinya. Dengan kedua tangannya ia memegangi wajah istrinya itu. wajah khawatir nampak terlihat sangat jelas dimatanya. "Aku takut kau kenapa-napa." Herman bersikap sangat berlebihan. Amira terheran dengan sikap
Herman langsung menyobek kertas itu. Dia melemparmya dengan sejauh mungkin. Amira yang tak tahu isi dari kertas itu, hanya bertanya didalam hatinya. melihat tingkah suaminya, ia tahu. Kalau isi dari tulisan itulah yang membuatnya seperti itu. "Tulisan apa itu mas? kenapa kau merobeknya?" Tanya Amira penasaran. Herman langsung mendudukkan dirinya dengan kasar. Ia tatap wajah istrinya tajam. "Tulisan itu ,berisi lamaran untukmu, laki-laki tidak waras yang melamar istri orang!!" Herman berbicara dengan nada tinggi. Ia benar-benar marah dengan tindakan yang dilakukan orang misterius tersebut. "Menurutmu, siapa yang melakukan ini mas?" Amira bertanya lagi. Ia pun tak tahu, siapa yang menginginkannya menjadi seorang istri. Sedangkan dia, hanya pernah berhubungan sekali saja, yaitu dengan Wisma. Dan itupun, Wisma sudah meninggal. "Entahlah, yang jelas dia bukan laiki-laki waras." Jawabnya kasar. Adinda daritadi memperhatikan pembicaraan Amira dan Herman. Ia ikut penasa
"Maaf mba, nyonya Amira dan tuan Herman kemana yah? aku tak melihatnya dari tadi?" Adinda memberanikan diri untuk bertanya. Dhina enggan menjawab, karena dirinya pun tak tahu keberadaan tuan dan nyonya nya itu. Kemudian Dhina mengantarkan Adinda ke kamar yang akan ditempati Adinda selama ia bekerja ditempat Amira. Sedangkan Herman dan Amira, yang sedang berada diruang kerja Herman. Mereka berdua nampak serius berbincang. "Sayang, sebenarnya......" Herman menghentikan perkataannya. Amira yang penasaran, megerutkan keningnya. "Kenapa?" Tanya Amira."Hmmm,, kau bisa membantuku? sambung Herman lagi."Bantu apa?" "Kau punya tabungan berapa sayang? maaf menanyakan hal yang tak seharusnya ku tahu." Herman merasa bersalah, sekaligus malu Pada istrinya. Amira terdiam. Ia sedang mengingat-ngingat berapa jumlah tabungan yang ia punya. "Kau butuh berapa mas?" Amira balik bertanya pada suaminya itu. Ia dengan sepenuh hati akan membantu suaminya. Seberapa besar pun jumla