Hall Center Hotel Savero telah dipenuhi penggemar yang terlihat antusias menunggu kedatangan para idolanya. Lampu kelap kelip dan beberapa dekor panggung menambah semaraknya suasana konser B-Men. Sesuai namanya B-Men yang berarti Bright, Briliant, and Brave Men, kelima membernya memiliki wajah yang tampan cemerlang, pintar dan berperawakan gagah dengan tinggi rata-rata 180 sentimeter yang membuat para wanita mengidolakan mereka.
Suasana semakin riuh terdengar dengan teriakan histeris para penggemar. Juga tepukan tangan membahana memenuhi setiap sudut ruangan dan akan semakin riuh ketika para pria tampan itu mengeluarkan suara emas mereka. Kelima pria tampan itu pun menggoyang panggung dengan suara merdu dan tarian mereka yang membuat beribu pasang mata terpesona.Stik lampu yang diangkat tinggi-tinggi oleh para penggemar menghidupkan suasana konser. Saling berseru menyemangati para idolanya. Sesekali mereka mengajak semua penggemar mereka bernyanyi bersama.Konser mereka berakhir meriah dengan gemuruh tepukan tangan penggemar setia mereka. Antrian penggemar yang ingin bertemu mereka saat acara meet and greet pun tidak kalah banyaknya. Bahkan sampai tengah malam semua sesi acara mereka baru selesai.“Hah~ Aku sungguh lelah hari ini,” kata Vino sambil memijat tengkuknya perlahan. “Para wanita itu sungguh gila. Teriakan mereka bisa membuatku tuli.”“Tangan mereka sungguh mengerikan. Mereka bahkan mencubit pipiku dengan gemas,” gerutu Calvin sambil merengut.“Kamu itu masih lebih beruntung dibandingkan dengan Rexa,” ucap Zhen sambil menepuk bahu Rexa dan yang bersangkutan hanya tersenyum miris karena sempat mendapat cakaran di tangannya saat para penggemar berusaha menyalaminya dengan tidak sabar.“Hei, berhentilah mengeluh. Ingat! Kalian bisa sampai seperti ini berkat penggemar kalian yang gila itu, loh!” sahut Nick sambil memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya. “Kalau begitu aku duluan, ya. Ada beberapa hal yang harus aku urus di kantor.”“Aku juga harus pergi sekarang. Mobilku ada di halaman parkir depan. Jadi, sampai nanti, bye!”“Hei! Apa kamu tidak akan pulang lagi hari ini?” tanya Calvin yang sudah hapal kebiasaan temannya yang pencinta wanita itu. Rexa hanya melambaikan tangannya sekilas dan terus berlari menuju halaman depan hotel.Di waktu yang sama, Sofie baru saja menyelesaikan shift-nya dan sedang berjalan menyeberangi lobi hotel. Saat tiba di halaman parkir, Sofie melihat seseorang yang amat dikenalnya. Seseorang yang selama ini dia rindukan terlihat berdiri tepat di gerbang keluar hotel.Fabian, kekasihnya terlihat baru saja turun dari mobilnya kemudian menghampiri seorang wanita semampai dengan rambut sebahu. Fabian mencium pipi wanita tersebut lalu memeluknya dan membukakan pintu mobil agar wanita itu bisa naik.Belum sempat Sofie melihat siapa wanita itu, mobil Fabian telah membawa keduanya pergi. Meski terlalu terkejut, Sofie langsung berlari sekuat tenaga berusaha mengejar mobil Fabian. Namun tiba-tiba sebuah mobil escalade hitam melaju ke arahnya dan nyaris menabraknya. Sofie hanya bisa terpaku sambil menutup matanya saat mobil tersebut berhenti tepat di depannya. Terlalu terkejut untuk tahu apa yang terjadi selanjutnya.“HEI! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau mati?” teriak si pengendara mobil dengan suara kesal. Ternyata pria itu adalah Rexa, salah satu member B-Men, yang kemudian segera turun menghampiri Sofie.“Maaf-maaf. Oh ya, tolong bantu aku mengejar mobil yang barusan, ya! Ayo cepat-cepat-cepat!” desak Sofie sambil mendorong Rexa kembali ke mobilnya.“Hei, apa-apaan ini?” protes Rexa, walaupun akhirnya pria itu masuk juga ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi.“Sudah, ayo cepat! Anggap saja ini balasan untuk kejadian tadi siang!” ucap Sofie tidak sabar kemudian bergegas naik ke dalam mobil Rexa begitu saja. “Ayo cepaaaaaat!!!” Sofie mengangkat tangan Rexa dan memaksanya memegang kemudi mobil.Setengah hati Rexa menuruti permintaan Sofie untuk mengikuti mobil Fabian. Rexa menginjak pedal gasnya dan melaju kencang mengejar mobil yang dikendarai Fabian. Hingga akhirnya mobil Fabian masuk ke halaman sebuah komplek apartemen di tengah kota.Sofie tahu betul kalau komplek apartemen tersebut adalah apartemen tempat Fabian tinggal. Sofie gelisah, berkali-kali diremasnya jemari tangannya. Jantungnya berdebar kencang saat dia turun membuntuti Fabian. Sedangkan Rexa menggerutu pelan sambil mengamati gerak gerik Sofie yang mencurigakan.“Apa yang dia lakukan? Apa aku juga harus turun untuk melihat? Aaah ... menyusahkan saja!” Rexa memutuskan untuk turun dari mobilnya karena penasaran dengan apa yang akan Sofie lakukan. Dengan mengenakan topi dan kacamata hitam supaya tidak dikenali paparazi dan para penggemarnya, Rexa pun berjalan pelan sambil mengendap-endap di belakang Sofie dengan gaya seperti agen rahasia.Sofie sempat tertinggal ketika keduanya menaiki lift. Namun melihat angka yang terus naik di layar lift, Sofie yakin mereka akan ke unit apartemen Fabian. Sofie baru keluar lift saat melihat dikejauhan keduanya masuk ke unit apartemen Fabian. Sofie melangkah cepat tanpa suara hingga tiba di depan pintu unit Fabian. Untuk beberapa saat Sofie ragu untuk membunyikan bel, sedangkan Rexa hanya mengamati Sofie dari kejauhan saja.Sepuluh menit Sofie berdiri bimbang di depan pintu unit Fabian. Sambil menarik napas pelan berusaha menguatkan diri untuk kemungkinan terburuk yang dia curigai.Sofie pun menekan bel dengan tangan bergetar. Ada jeda beberapa saat sebelum akhirnya pintu dibuka perlahan. Seorang wanita muncul dengan rambut yang sedang berusaha dirapikan dan blus yang terlihat kusut seperti habis bergulat. Sebuah tampilan yang semakin menguatkan kecurigaan Sofie sejak tadi.Yang lebih menyakitkan hati Sofie adalah dia kenal siapa wanita itu. Wanita yang kini sedang mendelik kesal alih-alih terlihat kaget dengan kedatangan Sofie.“Kyla?!” ****Pengkhianatan“Kyla?!”Sofie setengah tak percaya menatap wanita di hadapannya. Dia memang sedikit mengenal wanita yang bernama Kyla itu. Seorang manager restoran di hotel tempat Sofie bekerja yang terkenal dengan elok tubuh dan mulut manisnya. Semua pelanggan bahkan memujanya. Tidak jarang banyak gosip yang beredar tentangnya. Entah sedang bersama bos kaya atau dengan suami orang dan kini wanita itu sedang menatap Sofie dengan angkuh sambil melipat kedua tangan di dadanya. Seolah merasa menang telah berhasil menaklukkan kekasihnya.Tidak lama kemudian Fabian keluar dari dalam apartemen dengan kondisi yang sama kusutnya. Wajah Fabian sama terkejutnya dengan Sofie, tidak menyangka kekasihnya bisa mengetahui apa yang selama ini selalu berusaha dia sembunyikan. Sofie yang sangat terguncang hanya terpaku menatap mereka berdua yang terlihat seperti habis bercinta.“SOFIE! Sedang apa kamu di sini?” Fabian segera menghampiri Sofie.“Apa yang sudah kalian lakukan?” tanya Sofie getir dengan s
Sejak pagi berita di televisi, surat kabar, tabloid, sampai ke media internet semuanya menayangkan berita ketika Rexa sedang berlari bersama seorang wanita di hotel tempat B-Men mengadakan konser. Bahkan di internet sudah banyak komentar yang ditulis oleh para penggemar B-Men juga penggemar fanatik Rexa di bawah foto ketika Rexa memeluk Sofie yang hampir terjatuh karena tertabrak. Semua berita itu begitu cepat menyebar sebagai gosip di mana-mana.Manajer B-Men, Nick tidak henti-hentinya menerima telepon dari berbagai pihak terkait berita tentang Rexa. Dia bahkan berusaha mengklarifikasi perihal kejadian tersebut untuk menyelamatkan citra artisnya. Sedangkan di rumahnya, Sofie mendengar Sonya, sahabat satu rumahnya berteriak memanggilnya dengan tidak sabar karena berita gosip tersebut.“Sofie! Kamu harus lihat ini!” Sonya menunjukkan berita infotainment yang ditontonnya pagi itu. “Apa yang kamu lakukan sampai masuk berita infotainment di semua media?” tanya Sonya heran sambil menarik S
Sebuah mobil van dan satu mobil escalade berwarna hitam berhenti tepat di depan gedung perusahaan pakaian ternama di negeri ini. Kelima mamber B-Men berjalan memasuki gedung mewah tersebut sambil bersenda gurau. Hari ini B-Men akan melakukan sesi pemotretan produk terbaru mereka. Karena terlalu asik mengobrol Vino, member B-Men yang berjalan paling depan tanpa sengaja menabrak seorang wanita yang sedang kerepotan membawa beberapa pakaian di kedua tangannya.“Aduh!”“Maaf, ya. Aku benar-benar minta maaf,” ucap Vino sambil membantu mengambil pakaian yang terjatuh kemudian menyerahkannya pada wanita itu.“Hmm, tak apa.”“Oh ya, So-nya?” Vino melirik nametag yang dipakai wanita di hadapannya. “Apa ini pakaian untuk sesi foto kami?”Untuk sesaat wanita itu kembali melihat beberapa pria yang berdiri di hadapannya dan tersadar. “B-Men? Oh ya, benar! Semua pakaian ini untuk sesi foto kalian,” jawab Sonya sambil tersenyum. “Baru saja mau aku antarkan ke ruangan kalian.”“Kalau begitu, sini bi
Dalam keremangan lampu kelab malam, seorang wanita mengampiri Rexa dan menemaninya minum. Rexa tahu kalau wanita itu hendak menggodanya. Sudah beberapa malam ini wanita itu menemaninya minum. Sesekali wanita itu menggodanya dengan sentuhan lembut yang membuat Rexa tidak bisa menghindarinya. Rexa menarik wanita itu dan mulai mengecup bibirnya dengan rakus. Entah kenapa malam ini Rexa harus melampiaskan ganjalan yang ada di hatinya. Walaupun hanya sebagai pelampiasan semata, tetapi wanita itu terlihat tidak keberatan dengan perlakuan Rexa padanya. Wanita itu justru menanggapi aksi Rexa dengan ritme yang sama menggairahkannya dan menikmati keintiman yang sedang terjalin di antara mereka berdua. Hingga tiba-tiba Rexa melepaskan pagutan mereka dan menggeram kesal. Tanpa bicara apa pun, Rexa pergi meninggalkan wanita tersebut begitu saja. Rexa berjalan sempoyongan keluar dari kelab malam tersebut. Setengah sadar dia naik taksi yang memang sudah dipanggil pegawai kelab malam sebelumnya. S
Sofie menutup telepon dengan wajah kesal. Ini sudah yang kesekian kalinya ada telepon salah sambung yang membuat Sofie hampir naik darah. “Telepon itu lagi?” tanya Lydia. “Hmm. Kenapa banyak sekali telepon nyasar ke sini, sih?” gerutu Sofie jengkel. Belum selesai sampai di situ, ketika jam makan siang ada seorang kurir pesan antar sebuah rumah makan mengirimi Sofie sepuluh kotak makan siang lengkap. Sofie yang merasa tidak memesan makanan tersebut enggan menerimanya, tetapi kurir itu bilang kalau makanan tersebut belum dibayar. Mau tak mau Sofie yang harus membayarnya. Apalagi melihat si kurir terlihat sedih bercampur bingung. Seperti takut dimarahi atasannya. Hal ini sudah terjadi dari beberapa hari yang lalu. Selain bisa membuat Sofie bangkrut, hal ini juga membuat Sofie kesulitan melakukan pekerjaannya. Sofie bahkan merasa setiap orang yang dia lewati di jalan sedang memperhatikan sambil berbisik membicarakannya. Awalnya Sofie tidak peduli dengan keadaan aneh di sekitarnya, te
“Memang ada berita apa lagi, sih?” tanya Sofie bingung, sedangkan Sonya segera melihat ponselnya dan mencari unggahan terbaru tentang Rexa. “Ya ampun! Kamu benar-benar tidak tahu?” tanya Lydia heran. “Aku bahkan tidak mengerti apa yang kamu bicarakan dari tadi.” “Aduh ... itu loh, di lobi banyak sekali penggemar Rexa dan juga reporter gosip. Mereka semua cari kamu!” jelas Lydia. “Hah?! Buat apa mereka mencariku?” tanya Sofie kaget. “Itu karena foto kamu pelukan dengan Rexa semalam di depan pintu kamarnya. Berita itu sudah tersebar di internet tahu! Petugas keamanan kita di depan bahkan sudah kewalahan menahan mereka semua,” sahut Lydia lagi. “Hah! Siapa juga yang berpelukan dengan dia. Waktu itu aku hanya menolongnya karena hampir pingsan. Aduh, kenapa jadi begini, sih?” Sofie mulai panik. “Tapi kalau dilihat dari sudut pandang foto ini sih, kalian memang terlihat seperti berpelukan dengan mesra. Aku bahkan mengira kalian sedang ingin berciuman,” ucap Sonya jujur. “Apa?” Sofie
Setelah ucapan terima kasih yang Rexa ucapkan pada seluruh penggemarnya, pria itu pun kembali melangkah menarik Sofie menjauh dari kerumunan para penggemarnya. Rexa membawa Sofie masuk ke dalam lift lalu menuju kamarnya sambil menggandeng tangan wanita itu yang sedari tadi belum dia lepaskan. Lydia dan Sonya hanya mengikuti mereka tanpa banyak bicara, sedikit takut dengan aura dingin sang idola tersebut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sofie?” tanya Sonya khawatir. “Hmm, aku tidak apa-apa. Hanya saja leherku terasa sedikit perih.” Sofie meringis sambil memegangi lehernya yang terluka. “Auuwh!!” teriak Sofie tiba-tiba. “Kenapa, Sof? Apa lagi yang sakit?” tanya Sonya dan Lydia bersamaan. Sedikit terkejut dengan teriakan sahabatnya itu. “Rexa! Haruskah kamu meremukkan tanganku juga?” tanya Sofie sambil meringis. “Apa?” Rexa balas bertanya dengan bingung, sedangkan Sonya dan Lydia terheran-heran menatap dua orang di depannya. “Ini! Dari tadi kamu meremas tanganku seperti remuk tulangku ra
Sofie merasa seperti buronan penjahat yang sedang dicari polisi, tidak bisa bebas berjalan ke mana pun dia mau. Ada rasa khawatir bila tiba-tiba penggemar Rexa dan para paparazzi menyerbunya lagi ketika dia sendirian.Setiap kali melangkah, kepala Sofie menoleh ke sekeliling dan matanya menatap waspada keadaan di sekitarnya. Bahkan saat tiba di halte bus, Sofie seakan mengendap-endap begitu melewati beberapa orang. Khawatir kalau mereka adalah penggemar fanatik Rexa.Kekhawatiran Sofie ternyata benar. Matanya Sofie kini menangkap beberapa gadis yang mengerjainya tempo hari sedang bersandar pada papan reklame di samping halte. Sofie segera memandang sekitar berharap ada tempat untuk bersembunyi. Dia sungguh tidak ingin berhadapan dengan mereka saat ini.“Hei, lihat! Itu kan, perempuan yang di hotel tadi!” Baru saja Sofie hendak meninggalkan halte ketika tiba-tiba salah satu dari mereka memergokinya.Sofie berdecak kesal. Kenapa juga dia harus sesial ini. Segera Sofie berbalik arah, ber
“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi
Semenjak pengakuan Rexa di villa, Sofie nyaris kewalahan menghadapi sikap pria itu yang tiba-tiba berubah posesif. Rexa benar-benar membuat Sofie selalu berada di sisinya. Tidak membiarkan wanita itu jauh dari jangkauannya. Bahkan mencari seribu cara agar Sofie tidak bisa berpaling darinya walau hanya sedetik saja. “Duduk di sini! Temani aku makan!” perintah Rexa pada Sofie saat istirahat syuting. Kali ini mereka sedang syuting episode terakhir di taman sebuah hotel bintang lima. Taman itu sudah didekorasi sedemikian cantik ala pesta pernikahan yang penuh bunga-bunga segar. “Kenapa masih berdiri? Kubilang duduk sini!” kata Rexa lagi sambil menunjuk sebuah kursi di hadapannya. Jangan lupakan tatapan mengintimidasi yang selalu membuat Sofie menuruti semua permintaan pria itu. “Untuk apa aku duduk di situ? Aku masih harus mengatur jadwal promosi dengan Kak Nick!” Kali ini Sofie memilih tidak menuruti Rexa. Sofie bisa mati gaya kalau hanya menemani Rexa makan siang seperti ini. Lagipu
Sofie membuka mata perlahan dan betapa terkejutnya dia begitu matanya membuka sempurna. Wajah Rexa adalah hal pertama yang dilihatnya. Pria itu tersenyum tipis sambil menatapnya dalam. Sofie langsung bangkit duduk bersandar pada punggung tempat tidur. Beberapa kali mengusap matanya untuk meyakinkan apa yang baru saja dilihatnya. Tentu saja wajah Rexa yang masih jelas dilihatnya. Pria itu dengan santai duduk bersandar di samping Sofie. Seringai tipisnya justru membuat Sofie bergidik. Sofie memandang sekelilingnya. Kamar yang lebih luas dari kamarnya dengan Sonya ini terasa asing. Sofie menatap Rexa dengan tatapan menyelidik kemudian segera memeriksa tubuhnya sambil berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. “Semalam ... apa yang terjadi?” tanya Sofie ragu. Wanita itu mengubah posisi duduknya dan menghadap Rexa sambil menatap pria itu penuh selidik. “Menurutmu apa yang bisa terjadi?” balas Rexa dengan senyuman menggoda dan membuat Sofie makin bergidik. “Ini kamar siapa?” tanya So
Sudah beberapa menit Sofie berguling di kasurnya dengan tidak nyaman. Berulang kali wanita itu mencoba memejamkan mata, tetapi masih belum bisa terlelap. Pada akhirnya Sofie pun memilih keluar kamar karena tidak ingin mengganggu Sonya yang sudah terlelap. Sofie menuju halaman belakang villa. Pemandangan di sana cukup indah dan membuat hati tenang. Mungkin suasana sunyi dan nyaman itu bisa sedikit mengurangi insomnianya. Namun ternyata bukan hanya Sofie yang sedang tidak bisa tidur. Di salah satu sofa rotan panjang di tepi taman, terlihat sosok Rexa yang sedang meneguk sebotol minuman. Pria itu pun mendongakkan kepala saat melihat Sofie mendekat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pada Sofie. “Kamu sendiri kenapa masih di sini?” balas Sofie. “Suntuk!” sahut Rexa datar. “Terus kalau suntuk, harus ya ditemani minuman itu?” tanya Sofie lagi sambil menunjuk botol minuman beralkohol yang dipegang Rexa. “Cuma 5 persen kok!” jawab Rexa cuek sambil melirik minuman berwarna cerah di tangannya.