Dalam keremangan lampu kelab malam, seorang wanita mengampiri Rexa dan menemaninya minum. Rexa tahu kalau wanita itu hendak menggodanya. Sudah beberapa malam ini wanita itu menemaninya minum. Sesekali wanita itu menggodanya dengan sentuhan lembut yang membuat Rexa tidak bisa menghindarinya.
Rexa menarik wanita itu dan mulai mengecup bibirnya dengan rakus. Entah kenapa malam ini Rexa harus melampiaskan ganjalan yang ada di hatinya. Walaupun hanya sebagai pelampiasan semata, tetapi wanita itu terlihat tidak keberatan dengan perlakuan Rexa padanya. Wanita itu justru menanggapi aksi Rexa dengan ritme yang sama menggairahkannya dan menikmati keintiman yang sedang terjalin di antara mereka berdua. Hingga tiba-tiba Rexa melepaskan pagutan mereka dan menggeram kesal.Tanpa bicara apa pun, Rexa pergi meninggalkan wanita tersebut begitu saja. Rexa berjalan sempoyongan keluar dari kelab malam tersebut. Setengah sadar dia naik taksi yang memang sudah dipanggil pegawai kelab malam sebelumnya.Selama perjalanan, Rexa memejamkan matanya berusaha mengenyahkan kenangan yang membuatnya jatuh terpuruk. Bahkan untuk bercinta dengan wanita lain pun dia tidak bisa. Semuanya karena wanita itu, satu-satunya wanita yang membuat dunianya hancur berkeping-keping. Wanita yang membuatnya hancur hingga tidak tersisa.Bahkan ketika Rexa sudah turun di lobi hotel tempatnya menginap, rasa sesak di dadanya itu belum juga hilang. Rexa menarik napas panjang seolah paru-parunya kehabisan oksigen kemudian mengembuskannya kuat-kuat berharap semua rasa sesak itu hilang. Namun sesak itu tidak akan pernah hilang.Setengah sadar dan kepala terasa seperti ditimpa bola besi, Rexa segera naik lift menuju lantai 6 tempat kamarnya berada. Di depan pintu kamarnya, Rexa merogoh semua kantong baju untuk mencari kartu akses kamar hotelnya. Namun sialnya dia sama sekali tidak menemukan kartunya.Rexa kembali turun ke lobi hotel menghampiri meja resepsionis untuk meminta kartu cadangan. Lydia yang berjaga di sana menyambutnya dengan sapaan ramah ala resepsionis yang baik.“Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?” sapa Lydia ramah.“Kartu aksesku tertinggal di dalam kamar. Aku lupa membawanya tadi. Bisa bantu buka pintu kamarnya?” tanya Rexa sambil memijat pelipisnya yang masih terasa pusing.“Boleh saya lihat kartu identitas Anda?” Rexa menyerahkan kartu identitasnya pada Lydia yang kemudian segera memeriksa data tamu hotel melalui komputernya.“Baik, Pak. Untuk kamar 6022, ya? Silakan, rekan saya yang akan membantu Anda membuka pintunya.” Lydia pun segera mengambil kartu akses kamar tersebut dari laci meja resepsionis. Lalu menyerahkannya pada Sofie yang kebetulan baru kembali dari toilet.“Nih, Sof! Tolong antarkan ke kamar 6022, ya. Kartu Bapak ini tertinggal di kamar. Tolong kamu bukakan, ya!” bisik Lydia sambil menyerahkan kartu tersebut pada Sofie.“Kamar 6022?” Sofie melongo heran, tetapi Lydia menunjuk tamu yang berdiri di hadapannya sambil berbisik.“Ayo cepat antarkan! Sepertinya dia tidak terlihat baik.”Sofie mengangkat wajahnya. Menatap tamu yang bersandar pada meja resepsionis sambil memijat pelipisnya. Sofie pun menyapanya dengan ramah.“Permisi Pak, silakan ikuti saya!” Rexa mengangkat kepalanya membuat Sofie tercengang menatapnya.Dia lagi!“Kamu—" Ingin rasanya Sofie memaki pria itu karena masih kesal dengan kejadian tadi pagi, tetapi diurungkannya. “Silakan ikuti saya.” ucap Sofie berusaha sesopan mungkin layaknya resepsionis profesional.Sofie mendahului Rexa menuju lift di seberang meja resepsionis. Entah kenapa Sofie selalu kesal setiap kali melihat Rexa. Terlebih lagi penggemar fanatik pria itu mengerjainya tadi pagi. Sofie ingin sekali segera menjauh sejauh-jauhnya dari Rexa. Bahkan instingnya mengatakan kalau berada di dekat Rexa akan menjadi malapetaka untuknya. Buktinya hanya karena ditarik Rexa tempo hari saja hidupnya jadi sulit seperti ini.Sofie melangkah cepat menuju kamar bernomor 6022. Menempelkan kartu yang dibawanya pada kotak sensor di atas gagang pintu. Membukanya dan menjulurkan lengannya.“Silakan, Pak!”“Thanks!” balas Rexa pelan sambil melangkah mendekat ke pintu kamar dengan tubuh sempoyongan. Sofie yang semula ingin segera angkat kaki jadi tidak tega melihat kondisi Rexa yang seperti itu.“Sepertinya kondisimu tidak baik hari ini?” tanya Sofie agak khawatir melihat tamunya sempoyongan. “Apa perlu aku panggilkan bantuan?”Rexa menoleh ke arah Sofie dan berkata, “Aku tidak apa-apa.” Dengan suara parau yang tidak begitu jelas, Rexa terlihat amat kacau.Ketika hendak masuk ke kamarnya, tiba-tiba Rexa terjatuh tepat menimpa Sofie yang berada di depannya. Untungnya Sofie masih bisa bersandar pada kusen pintu kamar. Kalau tidak mereka berdua bisa terjatuh dengan kondisi yang amat tidak menguntungkan bagi Sofie.Dengan susah payah Sofie memapah Rexa yang berat badannya hampir dua kali lipat berat badan Sofie ke sofa terdekat. Dengan posisi sedekat itu Sofie bisa menghidu bau alkohol yang menguar dari pakaian Rexa dan membuatnya nyaris muntah. Wanita itu benci bau alkohol. Bau yang mengingatkannya pada kejadian buruk.Berulang kali Rexa memegang kepalanya yang terasa pusing. Sofie tidak bisa meninggalkan pria itu terkapar dan sebagai pegawai hotel yang baik, Sofie membuatkan cokelat hangat untuk membantu memulihkan kesadaran Rexa. Anggap saja balas budinya untuk kejadian tempo hari. Sofie membantu Rexa untuk meminum cokelat hangat tersebut. Hingga beberapa saat kemudian kesadaran Rexa pun mulai berangsur pulih walau belum sepenuhnya.“Benar kamu tidak apa-apa?” tanya Sofie tak yakin.“Aku tidak apa-apa? Pergilah! Aku ingin sendiri!”“Baiklah. Kalau kamu perlu bantuan, kamu bisa hubungi meja resepsionis. Aku ada di sana sampai besok pagi.” Akhirnya Sofie pun meninggalkan Rexa sendirian di kamarnya.Rexa duduk merenung dalam kegelapan kamar. Kembali terbayang apa yang terjadi antara dirinya dan Kaisha setahun yang lalu. Waktu itu Kaisha masih artis pendatang baru di label tempat Rexa dan B-Men bernaung. Rex akhirnya terpesona oleh wajah manis dan sikap polos Kaisha. Wanita itu benar-benar terlihat sempurna di matanya.Semakin lama mereka berdua semakin dekat. Bahkan keduanya sering mendapat tawaran kerja bersama. Tidak jarang mereka membintangi berbagai drama sebagai pasangan. Sudah banyak juga iklan dan film yang mereka bintangi berdua. Juga sering mendapatkan penghargaan sebagai pasangan terbaik di beberapa ajang penghargaan televisi. Menurut para penggemar, keduanya merupakan pasangan yang serasi.Di lain kesempatan, Kaisha juga selalu hadir di setiap acara yang diadakan B-Men. Bahkan Kaisha pernah khusus datang membawakan buket bunga besar dan mengucapkan selamat pada Rexa saat peluncuran album baru B-Men.Rexa sempat berpikir kalau Kaisha benar-benar tulus padanya, dan karena itu pula Rexa menganggap kedekatan mereka sebagai hubungan spesial layaknya pasangan kekasih. Mereka saling memberi perhatian dan simpati satu sama lain. Kaisha juga terlihat tidak keberatan dengan perlakuan Rexa yang memanjakannya. Di mata Rexa, Kaisha merupakan wanita yang baik yang akan selalu mengisi hari-harinya dengan senyuman.Namun semua hanya seperti mimpi yang menghilang ketika bangun tidur. Rexa melihat Kaisha bergandengan tangan dengan seorang pria yang tampak seperti seorang pengusaha kaya. Keduanya terlihat amat mesra.Rexa tidak ingin terlalu cepat ambil kesimpulan. Rexa membuntuti keduanya dan tanpa sadar membuat hatinya semakin terluka dalam. Karena kenyataannya Kaisha telah menghunjamkan bilah pisau tepat ke jantung Rexa saat pria itu melihatnya berciuman mesra dengan si pengusaha kaya tepat sebelum masuk ke dalam apartemen pribadinya.Rexa terperangah. Matanya membelalak. Di dalam dadanya bergemuruh. Hati Rexa hancur berkeping-keping. Kepercayaannya akan cinta yang tulus menguap seketika. Angan-angannya tentang cinta yang bahagia bersama Kaisha pun menghilang.Dikhianati seperti itu benar-benar membuatnya marah dan kecewa. Rexa tidak pernah membayangkan Kaisha bisa berbuat seperti itu di belakangnya. Dia merasa benar-benar tertipu dan yang lebih menyakitkan adalah Rexa kenal pria yang mencumbu Kaisha itu.Rexa ingat dengan jelas saat emosi menguasainya dan nyaris memukul pria berjas mahal itu. Saat Rexa melihat wajahnya, seketika itu dadanya seperti dihantam palu gada raksasa. Menyesakkan.“Kak Axel?!” seru Rexa dengan rahang bergeretak menahan marah. “Kenapa bersama Kaisha?”“Kamu tanyakan saja padanya!” sahut pria itu sambil melirik Kaisha.“Dia ini pria yang bisa mewujudkan semua impianku.”“Lalu ... kamu anggap apa aku selama ini?”“Kita kan, hanya rekan kerja saja. Apa menurutmu aku mau jadi kekasihmu? Yang menyebut kita seperti sepasang kekasih itu para penggemar dan kru film saja. Aku tidak pernah merasa kalau kita ini sedang berkencan,” jelas Kaisha dingin.Rexa menatap Kaisha tajam. Rexa benar-benar kecewa sampai kehilangan kata-katanya hingga akhirnya memilih pergi dari tempat itu dan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Menuju tempat terjauh dari kehidupannya yang sudah luluh lantak karena Kaisha.Sejak kejadian itu, Rexa sempat menghilang bagaikan angin selama seminggu. Nick yang tidak tahu di mana keberadaan Rexa harus membatalkan beberapa kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Gosip mengenai keretakan hubungan Rexa dan Kaisha pun menyebar cepat di seluruh media yang ada. Para member berusaha mencari Rexa di semua tempat favoritnya, tetapi nihil.Orang yang pertama kali menemukannya adalah Vino. Pada akhirnya Vino-lah yang berhasil membujuk Rexa kembali meski kondisinya sedikit tidak baik dan terlihat lusuh. Karena masalah itu juga Kaisha pindah ke agensi yang berbeda dari Rexa. Seolah mereka tidak pernah mengenal satu sama lain. Agensi Kaisha yang baru segera membereskan masalah ini dengan cepat. Menghapus semua rumor dan gosip yang beredar dengan menggelar konferensi pers yang menyatakan bahwa di antara keduanya sama sekali tidak ada hubungan yang serius. Hanya sebatas rekan kerja saja.Meski begitu, Rexa masih nekat meminta penjelasan tentang semua yang terjadi pada Kaisha dan sebuah jawaban yang cukup membuat Rexa terpukul keluar dari mulut Kaisha. Jawaban yang membuat Rexa berubah dari pria hangat, ceria dan ramah menjadi pria dingin, angkuh dan semaunya sendiri.Pada malam yang dingin itu dengan angkuhnya Kaisha berkata, “Tidak pernahkah kamu tahu? Aku adalah orang yang ambisius. Apapun akan kulakukan agar aku terkenal dan menjadi kaya. Tidak ada urusan cinta dalam kamusku. Jangan pernah pakai hati dalam hubungan seperti ini kalau kamu ingin sukses. Terima kasih sudah membuatku terkenal, Kak!” kata Kaisha sinis dan pergi begitu saja meninggalkan Rexa dengan seluruh kekecewaannya.****Sofie menutup telepon dengan wajah kesal. Ini sudah yang kesekian kalinya ada telepon salah sambung yang membuat Sofie hampir naik darah. “Telepon itu lagi?” tanya Lydia. “Hmm. Kenapa banyak sekali telepon nyasar ke sini, sih?” gerutu Sofie jengkel. Belum selesai sampai di situ, ketika jam makan siang ada seorang kurir pesan antar sebuah rumah makan mengirimi Sofie sepuluh kotak makan siang lengkap. Sofie yang merasa tidak memesan makanan tersebut enggan menerimanya, tetapi kurir itu bilang kalau makanan tersebut belum dibayar. Mau tak mau Sofie yang harus membayarnya. Apalagi melihat si kurir terlihat sedih bercampur bingung. Seperti takut dimarahi atasannya. Hal ini sudah terjadi dari beberapa hari yang lalu. Selain bisa membuat Sofie bangkrut, hal ini juga membuat Sofie kesulitan melakukan pekerjaannya. Sofie bahkan merasa setiap orang yang dia lewati di jalan sedang memperhatikan sambil berbisik membicarakannya. Awalnya Sofie tidak peduli dengan keadaan aneh di sekitarnya, te
“Memang ada berita apa lagi, sih?” tanya Sofie bingung, sedangkan Sonya segera melihat ponselnya dan mencari unggahan terbaru tentang Rexa. “Ya ampun! Kamu benar-benar tidak tahu?” tanya Lydia heran. “Aku bahkan tidak mengerti apa yang kamu bicarakan dari tadi.” “Aduh ... itu loh, di lobi banyak sekali penggemar Rexa dan juga reporter gosip. Mereka semua cari kamu!” jelas Lydia. “Hah?! Buat apa mereka mencariku?” tanya Sofie kaget. “Itu karena foto kamu pelukan dengan Rexa semalam di depan pintu kamarnya. Berita itu sudah tersebar di internet tahu! Petugas keamanan kita di depan bahkan sudah kewalahan menahan mereka semua,” sahut Lydia lagi. “Hah! Siapa juga yang berpelukan dengan dia. Waktu itu aku hanya menolongnya karena hampir pingsan. Aduh, kenapa jadi begini, sih?” Sofie mulai panik. “Tapi kalau dilihat dari sudut pandang foto ini sih, kalian memang terlihat seperti berpelukan dengan mesra. Aku bahkan mengira kalian sedang ingin berciuman,” ucap Sonya jujur. “Apa?” Sofie
Setelah ucapan terima kasih yang Rexa ucapkan pada seluruh penggemarnya, pria itu pun kembali melangkah menarik Sofie menjauh dari kerumunan para penggemarnya. Rexa membawa Sofie masuk ke dalam lift lalu menuju kamarnya sambil menggandeng tangan wanita itu yang sedari tadi belum dia lepaskan. Lydia dan Sonya hanya mengikuti mereka tanpa banyak bicara, sedikit takut dengan aura dingin sang idola tersebut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sofie?” tanya Sonya khawatir. “Hmm, aku tidak apa-apa. Hanya saja leherku terasa sedikit perih.” Sofie meringis sambil memegangi lehernya yang terluka. “Auuwh!!” teriak Sofie tiba-tiba. “Kenapa, Sof? Apa lagi yang sakit?” tanya Sonya dan Lydia bersamaan. Sedikit terkejut dengan teriakan sahabatnya itu. “Rexa! Haruskah kamu meremukkan tanganku juga?” tanya Sofie sambil meringis. “Apa?” Rexa balas bertanya dengan bingung, sedangkan Sonya dan Lydia terheran-heran menatap dua orang di depannya. “Ini! Dari tadi kamu meremas tanganku seperti remuk tulangku ra
Sofie merasa seperti buronan penjahat yang sedang dicari polisi, tidak bisa bebas berjalan ke mana pun dia mau. Ada rasa khawatir bila tiba-tiba penggemar Rexa dan para paparazzi menyerbunya lagi ketika dia sendirian.Setiap kali melangkah, kepala Sofie menoleh ke sekeliling dan matanya menatap waspada keadaan di sekitarnya. Bahkan saat tiba di halte bus, Sofie seakan mengendap-endap begitu melewati beberapa orang. Khawatir kalau mereka adalah penggemar fanatik Rexa.Kekhawatiran Sofie ternyata benar. Matanya Sofie kini menangkap beberapa gadis yang mengerjainya tempo hari sedang bersandar pada papan reklame di samping halte. Sofie segera memandang sekitar berharap ada tempat untuk bersembunyi. Dia sungguh tidak ingin berhadapan dengan mereka saat ini.“Hei, lihat! Itu kan, perempuan yang di hotel tadi!” Baru saja Sofie hendak meninggalkan halte ketika tiba-tiba salah satu dari mereka memergokinya.Sofie berdecak kesal. Kenapa juga dia harus sesial ini. Segera Sofie berbalik arah, ber
Satu jam kemudian, mobil Rexa berhenti tepat di garasi luas di sebuah rumah besar minimalis modern bernuansa putih cokelat. Rexa mematikan mesin mobilnya dan beranjak turun diikuti oleh Sofie yang terlihat bingung. “Ini di mana? Kamu tidak membawaku ke tempat yang aneh-aneh, kan?” Sofie menyipitkan matanya menatap Rexa curiga. “Sudah kamu ikut saja! Ini tempat paling aman dari para paparazzi dan para penggemar gila itu.” Rexa melangkah masuk ke dalam rumah dan Sofie hanya mengikutinya dari belakang. “Waaah ... ada angin apa kamu pulang ke sini, Rex?” tanya Calvin heran melihat Rexa yang tiba-tiba muncul di ruang tengah rumah markas B-Men. Sesaat kemudian dengan setengah terkejut Calvin melihat Sofie yang muncul di belakang Rexa, “Oooh ... jadi karena dia, ya?” Calvin menjawab pertanyaannya sendiri sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hai, Sofie! Ayo sini kumpul bersama kami!” kata Vino ramah sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya dan mengisyaratkan Sofie agar duduk. Sofie me
Pagi sekali sebelum para member B-Men bangun, Sofie sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur yang mewah tersebut. Sambil bernyanyi riang, Sofie mengayunkan spatulanya mengaduk beberapa sayuran segar dengan mayonaise yang sebelumnya dia beli di minimarket dekat markas B-Men. Kemarin dia sempat lihat supermarket itu ketika datang rumah ini, walaupun lumayan melelahkan jika ditempuh dengan berjalan kaki. Zhen dan Kenzie yang pertama tiba di dapur dengan pakaian yang sudah rapi. Keduanya duduk dan meneguk air mineral yang mereka ambil dari lemari pendingin. Kemudian tersenyum memperhatikan Sofie yang sedang mengaduk saladnya sambil mendengarkan lagu melalui earphone-nya. Wanita itu tidak menyadari kedatangan keduanya. Sofie terus bernyanyi dengan riang, meskipun suaranya benar-benar memprihatinkan. Tidak lama kemudian Vino dan Calvin pun ikut bergabung. Begitu asiknya bernyanyi hingga Sofie tidak menyadari ke empat pria itu sudah berkumpul mengelilingi meja makan. Sofie benar-benar terke
Sofie duduk di tepi ruang studio, memperhatikan para member B-Men bergaya untuk pengambilan gambar iklan sebuah parfum keluaran terbaru dari sponsor mereka. Dengan tema maskulin, misterius dan romantis yang menjadi moto parfum tersebut. Sofie sempat tidak berkedip saat mengagumi akting para member B-Men ketika mendeskripsikan beberapa parfum sesuai karakter mereka masing-masing. Pandangan Sofie kini terpaku pada sosok Rexa yang sedang beradu akting dengan seorang artis cantik dengan lekuk tubuh indah yang terlihat memujanya. Pria itu terlihat maskulin dengan setelan jasnya yang berwarna senada dengan gaun sang artis wanita. Terlebih lagi dengan kesempurnaan bentuk wajah dengan rahang tegas, hidung mancung dan bibir tipis yang bisa membuat semua wanita jatuh hati padanya dengan mudah. Pantas saja Rexa memiliki paling banyak penggemar wanita yang fanatik, penggemar yang benar-benar tergila-gila padanya. ‘Kenapa orang sedingin dia bisa terlihat memesona begitu?’ gumam Sofie dalam hati.
“Sebenarnya kita mau ke mana, sih?” tanya Sofie yang sedari tadi merengut selama berada di dalam mobil Rexa. Jalan yang ditempuh Rexa sama sekali tidak familiar bagi Sofie. Wanita itu bahkan tidak tahu sekarang sedang berada di daerah mana. Jalanan kota yang semula ramai dengan berbagai kendaraan yang padat merayap kini berganti jalanan lengang. Gedung-gedung tinggi yang berjajar menjulang pun kini berganti dengan bangunan-bangunan sederhana. “Kamu tidak ingat jadwalku malam ini apa?” “Bukannya malam ini tidak ada jad-wal. Ooooh ... aku baru ingat! Artis judes tadi itu kan mengajakmu makan malam,” jawab Sofie sambil menepuk keningnya pelan. “Lalu kenapa aku harus ikut?” “Aku tidak ingin dia berkhayal macam-macam kalau hanya berdua denganku!” “Aiish ... pikiranmu itu sungguh buruk. Belum tentu juga kan dia berpikir macam-macam. Siapa tahu hanya karena ingin berteman denganmu atau sekadar lebih dekat denganmu mungkin.” “Kamu ini polos atau bodoh?” tanya Rexa sambil menyentil kenin
“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi
Semenjak pengakuan Rexa di villa, Sofie nyaris kewalahan menghadapi sikap pria itu yang tiba-tiba berubah posesif. Rexa benar-benar membuat Sofie selalu berada di sisinya. Tidak membiarkan wanita itu jauh dari jangkauannya. Bahkan mencari seribu cara agar Sofie tidak bisa berpaling darinya walau hanya sedetik saja. “Duduk di sini! Temani aku makan!” perintah Rexa pada Sofie saat istirahat syuting. Kali ini mereka sedang syuting episode terakhir di taman sebuah hotel bintang lima. Taman itu sudah didekorasi sedemikian cantik ala pesta pernikahan yang penuh bunga-bunga segar. “Kenapa masih berdiri? Kubilang duduk sini!” kata Rexa lagi sambil menunjuk sebuah kursi di hadapannya. Jangan lupakan tatapan mengintimidasi yang selalu membuat Sofie menuruti semua permintaan pria itu. “Untuk apa aku duduk di situ? Aku masih harus mengatur jadwal promosi dengan Kak Nick!” Kali ini Sofie memilih tidak menuruti Rexa. Sofie bisa mati gaya kalau hanya menemani Rexa makan siang seperti ini. Lagipu
Sofie membuka mata perlahan dan betapa terkejutnya dia begitu matanya membuka sempurna. Wajah Rexa adalah hal pertama yang dilihatnya. Pria itu tersenyum tipis sambil menatapnya dalam. Sofie langsung bangkit duduk bersandar pada punggung tempat tidur. Beberapa kali mengusap matanya untuk meyakinkan apa yang baru saja dilihatnya. Tentu saja wajah Rexa yang masih jelas dilihatnya. Pria itu dengan santai duduk bersandar di samping Sofie. Seringai tipisnya justru membuat Sofie bergidik. Sofie memandang sekelilingnya. Kamar yang lebih luas dari kamarnya dengan Sonya ini terasa asing. Sofie menatap Rexa dengan tatapan menyelidik kemudian segera memeriksa tubuhnya sambil berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. “Semalam ... apa yang terjadi?” tanya Sofie ragu. Wanita itu mengubah posisi duduknya dan menghadap Rexa sambil menatap pria itu penuh selidik. “Menurutmu apa yang bisa terjadi?” balas Rexa dengan senyuman menggoda dan membuat Sofie makin bergidik. “Ini kamar siapa?” tanya So
Sudah beberapa menit Sofie berguling di kasurnya dengan tidak nyaman. Berulang kali wanita itu mencoba memejamkan mata, tetapi masih belum bisa terlelap. Pada akhirnya Sofie pun memilih keluar kamar karena tidak ingin mengganggu Sonya yang sudah terlelap. Sofie menuju halaman belakang villa. Pemandangan di sana cukup indah dan membuat hati tenang. Mungkin suasana sunyi dan nyaman itu bisa sedikit mengurangi insomnianya. Namun ternyata bukan hanya Sofie yang sedang tidak bisa tidur. Di salah satu sofa rotan panjang di tepi taman, terlihat sosok Rexa yang sedang meneguk sebotol minuman. Pria itu pun mendongakkan kepala saat melihat Sofie mendekat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pada Sofie. “Kamu sendiri kenapa masih di sini?” balas Sofie. “Suntuk!” sahut Rexa datar. “Terus kalau suntuk, harus ya ditemani minuman itu?” tanya Sofie lagi sambil menunjuk botol minuman beralkohol yang dipegang Rexa. “Cuma 5 persen kok!” jawab Rexa cuek sambil melirik minuman berwarna cerah di tangannya.