“Memang ada berita apa lagi, sih?” tanya Sofie bingung, sedangkan Sonya segera melihat ponselnya dan mencari unggahan terbaru tentang Rexa.
“Ya ampun! Kamu benar-benar tidak tahu?” tanya Lydia heran.
“Aku bahkan tidak mengerti apa yang kamu bicarakan dari tadi.”
“Aduh ... itu loh, di lobi banyak sekali penggemar Rexa dan juga reporter gosip. Mereka semua cari kamu!” jelas Lydia.
“Hah?! Buat apa mereka mencariku?” tanya Sofie kaget.
“Itu karena foto kamu pelukan dengan Rexa semalam di depan pintu kamarnya. Berita itu sudah tersebar di internet tahu! Petugas keamanan kita di depan bahkan sudah kewalahan menahan mereka semua,” sahut Lydia lagi.
“Hah! Siapa juga yang berpelukan dengan dia. Waktu itu aku hanya menolongnya karena hampir pingsan. Aduh, kenapa jadi begini, sih?” Sofie mulai panik.
“Tapi kalau dilihat dari sudut pandang foto ini sih, kalian memang terlihat seperti berpelukan dengan mesra. Aku bahkan mengira kalian sedang ingin berciuman,” ucap Sonya jujur.
“Apa?” Sofie mendelik tidak percaya sahabatnya berbicara seperti itu.
“Lihat saja sendiri, nih!” Sonya pun menunjukkan unggahan foto Sofie dan Rexa di sosial media melalui ponselnya. “Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Sonya sama bingungnya.
“Si-siapa yang mengambil foto ini?” tanya Sofie gelagapan. Kaget sendiri dengan tampilan dirinya di foto yang baru saja ditunjukkan Sonya. “Semalam tidak ada siapa pun di lorong itu, loh!”
“Ya, mungkin saja ada reporter skandal yang selalu mengikuti Rexa ke mana pun dia pergi,” tebak Lydia asal. “Dia kan, artis terkenal yang sensasional. Selalu ada banyak skandal bersama perempuan di mana pun dia berada. Pasti akan selalu ada paparazzi yang membuntutinya.”
Mampus! Batin Sofie.
“Ah, benar juga. Bisa jadi itu ulah paparazzi yang mengikutinya dan nahasnya kamu sedang bersama dia saat itu,” ucap Sonya sambil menatap Sofir prihatin.
“Aduh, mati aku! Bagaimana ini?” tanya Sofie yang lebih terdengar seperti gumamam semata.
“Bagaimana, ya? Mereka itu banyak sekali, sih. Kamu tahu sendiri kan, penggemar fanatik B-Men itu seperti apa? Hiiii~” Bukannya memberi solusi, Lydia malah bergidik ngeri.
“Tapi biar bagaimana pun aku harus membuat klarifikasi. Hal yang sebenarnya kan bukan seperti yang dibicarakan di media,” kata Sofie sedikit ragu dengan gagasan yang keluar dari mulutnya ini.
“Kamu yakin?” tanya Sonya.
“Iya! Aku harus mengklarifikasi semuanya!” ucap tegas Sofie sambil melangkah menuju lobi hotel.
“Hei ... apa kamu sudah gila?! Kamu ini sendirian, sedangkan mereka itu ada banyak sekali.” Sonya kembali mengingatkan. “Apa kamu ingin cari mati? Kamu tidak tahu kan, apa yang bisa mereka perbuat? Percaya deh padaku, mereka lebih mengerikan dari pada film horor yang kamu tonton tempo hari,” jelas Sonya berusaha menyakinkan Sofie untuk tidak gegabah.
“Iya benar kata Sonya. Lebih baik kamu tidak ke sana!” sahut Lydia.
“Aku harus melakukannya, kalau tidak hidupku akan terus menerus mereka usik! Aku sungguh tidak tahan!” kata Sofie dengan nada suara yang mulai meninggi, tanda dia sudah benar-benar jengkel.
“Tunggu! Kalau kamu ke sana sendirian, itu cari mati namanya!” Sonya mengulurkan tangannya berusaha menahan Sofie.
Namun Sofie tetap nekat dan tidak mendengarkan perkataan Sonya. Dengan menarik napas panjang, Sofie melangkah menuju lobi hotel. Pada akhirnya Sonya dan Lydia hanya bisa mengikuti Sofie dari belakang sambil berharap tidak ada kejadian mengerikan yang akan terjadi nanti.
Suasana di lobi hotel benar-benar ramai. Seluruh penggemar Rexa berteriak sambil mengangkat tinggi-tinggi papan berisi protes di tangan mereka layaknya orang berdemo. Mereka semua tidak setuju kalau perempuan seperti Sofie menjadi pacar idola mereka, Rexa. Mereka semua menuduh Sofie hanya memanfaatkan Rexa saja untuk menjadi terkenal.
Belum satu menit Sofie menginjakkan kakinya di lobi hotel, kerumunan penggemar Rexa langsung menyerbunya dengan membabi buta. Mereka meminta Sofie untuk tidak mendekati Rexa lagi. Beberapa gadis muda mencakarnya bahkan menarik rambutnya hingga gelungan rambut Sofie terurai berantakan.
“Aku bukan pacar Rexa dan aku tidak pernah memanfaatkannya. Mengenalnya pun tidak!” tutur Sofie dengan sedikit berteriak meminta mereka mendengarkan penjelasannya, tetapi usahanya sia-sia. Suaranya tenggelam oleh suara teriakan makian para penggemar Rexa yang melakukan protes.
Sekuat apapun Sofie berteriak, para wanita yang sudah brutal itu tidak menghiraukan perkataannya. Tidak sedikit Sofie menerima cakaran, tamparan bahkan tarikan di rambutnya. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Sofie ingin melawan. Namun tenaganya tidak cukup kuat untuk menghalau semua wanita yang menyerangnya.
Sedangkan jauh di belakang kerumunan penggemar histeris itu, Sonya berusaha menghubungi Vino. Dengan panik, Sonya memberitahukan kejadian tersebut melalui ponselnya.
“Kumohon tolong temanku! Salah apa dia sampai mereka memperlakukannya seperti ini?” ujar Sonya nyaris putus asa melihat sahabatnya dikerumuni sebegitu banyak orang dan sepertinya Vino juga melihat kejadian tersebut melalui siaran langsung di situs berita online.
Entah apa yang dikatakan Vino pada Rexa dan managernya Nick, tidak berapa lama setelah Sonya menelepon, mobil Rexa tiba di pintu lobi utama tepat di dekat kerumunan yang menyerang Sofie.
“Ya ampun, Rex! Lihatlah betapa brutalnya para penggemarmu itu? Sungguh mengerikan. Wanita itu tidak akan mati, kan? Masalah ini harus segera kuselesaikan secepatnya. Kamu tunggu saja di si ... ni!” Ucapan Nick sedikit menggantung akhir kalimatnya karena Rexa sudah lebih dulu keluar dari mobil tersebut.
Dengan kharismanya yang khas, Rexa berjalan menerobos kerumunan wanita muda dan gadis remaja yang sedang berteriak memaki Sofie. Otomatis barisan blokade wanita itu segera menepi perlahan memberi jalan untuk Rexa. Dengan langkah pasti dan dengan raut wajah dinginnya, Rexa menarik lengan Sofie dan membawanya masuk ke dalam hotel. Lydia dan Sonya segera mengikuti mereka dari belakang.
“Hei, Kakak! Sebenarnya siapa sih dia?” tanya salah seorang gadis yang berdiri paling depan. Gadis yang dulu pernah menyiram baju Sofie dengan minuman ringan.
“Iya, betul. Kenapa Kakak begitu membelanya?” tanya remaja lain di sebelah gadis tadi.
Rexa pun membalikkan badannya begitu mendengar protes para penggemarnya. “Aku sangat berterima kasih dengan segala dukungan yang kalian berikan selama ini. Aku benar-benar berterima kasih pada kalian. Namun sikap kalian yang seperti ini sungguh tidak baik. Aku tidak ingin kalian menjadi pribadi yang buruk hanya karena kalian terlalu peduli padaku. Tentang siapa dia, itu akan menjadi privasiku. Terima kasih.”
****
Setelah ucapan terima kasih yang Rexa ucapkan pada seluruh penggemarnya, pria itu pun kembali melangkah menarik Sofie menjauh dari kerumunan para penggemarnya. Rexa membawa Sofie masuk ke dalam lift lalu menuju kamarnya sambil menggandeng tangan wanita itu yang sedari tadi belum dia lepaskan. Lydia dan Sonya hanya mengikuti mereka tanpa banyak bicara, sedikit takut dengan aura dingin sang idola tersebut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sofie?” tanya Sonya khawatir. “Hmm, aku tidak apa-apa. Hanya saja leherku terasa sedikit perih.” Sofie meringis sambil memegangi lehernya yang terluka. “Auuwh!!” teriak Sofie tiba-tiba. “Kenapa, Sof? Apa lagi yang sakit?” tanya Sonya dan Lydia bersamaan. Sedikit terkejut dengan teriakan sahabatnya itu. “Rexa! Haruskah kamu meremukkan tanganku juga?” tanya Sofie sambil meringis. “Apa?” Rexa balas bertanya dengan bingung, sedangkan Sonya dan Lydia terheran-heran menatap dua orang di depannya. “Ini! Dari tadi kamu meremas tanganku seperti remuk tulangku ra
Sofie merasa seperti buronan penjahat yang sedang dicari polisi, tidak bisa bebas berjalan ke mana pun dia mau. Ada rasa khawatir bila tiba-tiba penggemar Rexa dan para paparazzi menyerbunya lagi ketika dia sendirian.Setiap kali melangkah, kepala Sofie menoleh ke sekeliling dan matanya menatap waspada keadaan di sekitarnya. Bahkan saat tiba di halte bus, Sofie seakan mengendap-endap begitu melewati beberapa orang. Khawatir kalau mereka adalah penggemar fanatik Rexa.Kekhawatiran Sofie ternyata benar. Matanya Sofie kini menangkap beberapa gadis yang mengerjainya tempo hari sedang bersandar pada papan reklame di samping halte. Sofie segera memandang sekitar berharap ada tempat untuk bersembunyi. Dia sungguh tidak ingin berhadapan dengan mereka saat ini.“Hei, lihat! Itu kan, perempuan yang di hotel tadi!” Baru saja Sofie hendak meninggalkan halte ketika tiba-tiba salah satu dari mereka memergokinya.Sofie berdecak kesal. Kenapa juga dia harus sesial ini. Segera Sofie berbalik arah, ber
Satu jam kemudian, mobil Rexa berhenti tepat di garasi luas di sebuah rumah besar minimalis modern bernuansa putih cokelat. Rexa mematikan mesin mobilnya dan beranjak turun diikuti oleh Sofie yang terlihat bingung. “Ini di mana? Kamu tidak membawaku ke tempat yang aneh-aneh, kan?” Sofie menyipitkan matanya menatap Rexa curiga. “Sudah kamu ikut saja! Ini tempat paling aman dari para paparazzi dan para penggemar gila itu.” Rexa melangkah masuk ke dalam rumah dan Sofie hanya mengikutinya dari belakang. “Waaah ... ada angin apa kamu pulang ke sini, Rex?” tanya Calvin heran melihat Rexa yang tiba-tiba muncul di ruang tengah rumah markas B-Men. Sesaat kemudian dengan setengah terkejut Calvin melihat Sofie yang muncul di belakang Rexa, “Oooh ... jadi karena dia, ya?” Calvin menjawab pertanyaannya sendiri sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hai, Sofie! Ayo sini kumpul bersama kami!” kata Vino ramah sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya dan mengisyaratkan Sofie agar duduk. Sofie me
Pagi sekali sebelum para member B-Men bangun, Sofie sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur yang mewah tersebut. Sambil bernyanyi riang, Sofie mengayunkan spatulanya mengaduk beberapa sayuran segar dengan mayonaise yang sebelumnya dia beli di minimarket dekat markas B-Men. Kemarin dia sempat lihat supermarket itu ketika datang rumah ini, walaupun lumayan melelahkan jika ditempuh dengan berjalan kaki. Zhen dan Kenzie yang pertama tiba di dapur dengan pakaian yang sudah rapi. Keduanya duduk dan meneguk air mineral yang mereka ambil dari lemari pendingin. Kemudian tersenyum memperhatikan Sofie yang sedang mengaduk saladnya sambil mendengarkan lagu melalui earphone-nya. Wanita itu tidak menyadari kedatangan keduanya. Sofie terus bernyanyi dengan riang, meskipun suaranya benar-benar memprihatinkan. Tidak lama kemudian Vino dan Calvin pun ikut bergabung. Begitu asiknya bernyanyi hingga Sofie tidak menyadari ke empat pria itu sudah berkumpul mengelilingi meja makan. Sofie benar-benar terke
Sofie duduk di tepi ruang studio, memperhatikan para member B-Men bergaya untuk pengambilan gambar iklan sebuah parfum keluaran terbaru dari sponsor mereka. Dengan tema maskulin, misterius dan romantis yang menjadi moto parfum tersebut. Sofie sempat tidak berkedip saat mengagumi akting para member B-Men ketika mendeskripsikan beberapa parfum sesuai karakter mereka masing-masing. Pandangan Sofie kini terpaku pada sosok Rexa yang sedang beradu akting dengan seorang artis cantik dengan lekuk tubuh indah yang terlihat memujanya. Pria itu terlihat maskulin dengan setelan jasnya yang berwarna senada dengan gaun sang artis wanita. Terlebih lagi dengan kesempurnaan bentuk wajah dengan rahang tegas, hidung mancung dan bibir tipis yang bisa membuat semua wanita jatuh hati padanya dengan mudah. Pantas saja Rexa memiliki paling banyak penggemar wanita yang fanatik, penggemar yang benar-benar tergila-gila padanya. ‘Kenapa orang sedingin dia bisa terlihat memesona begitu?’ gumam Sofie dalam hati.
“Sebenarnya kita mau ke mana, sih?” tanya Sofie yang sedari tadi merengut selama berada di dalam mobil Rexa. Jalan yang ditempuh Rexa sama sekali tidak familiar bagi Sofie. Wanita itu bahkan tidak tahu sekarang sedang berada di daerah mana. Jalanan kota yang semula ramai dengan berbagai kendaraan yang padat merayap kini berganti jalanan lengang. Gedung-gedung tinggi yang berjajar menjulang pun kini berganti dengan bangunan-bangunan sederhana. “Kamu tidak ingat jadwalku malam ini apa?” “Bukannya malam ini tidak ada jad-wal. Ooooh ... aku baru ingat! Artis judes tadi itu kan mengajakmu makan malam,” jawab Sofie sambil menepuk keningnya pelan. “Lalu kenapa aku harus ikut?” “Aku tidak ingin dia berkhayal macam-macam kalau hanya berdua denganku!” “Aiish ... pikiranmu itu sungguh buruk. Belum tentu juga kan dia berpikir macam-macam. Siapa tahu hanya karena ingin berteman denganmu atau sekadar lebih dekat denganmu mungkin.” “Kamu ini polos atau bodoh?” tanya Rexa sambil menyentil kenin
Ponsel Sofie berdering dengan nama Rexa tertera jelas di layarnya begitu wanita itu keluar dari toilet. Jelas saja Sofie langsung menggeser tombol hijau dan menjawab teleponnya sebelum mendengar omelan panjang bosnya itu. “Apa yang kamu lakukan?! Cepat kemari!” bentak Rexa dan langsung menutup teleponnya sebelum Sofie sempat menjawab. “Apa-apaan orang itu? Seenaknya saja!” gerutu Sofie sambil bergegas kembali ke meja mereka tadi. Belum juga Sofie sampai ke meja tersebut, Rexa yang tengah berjalan meninggalkan meja langsung menarik Sofie keluar dari restoran. Dengan wajah bingung, Sofie yang nyaris terseret hanya bisa mengikuti Rexa dalam diam sambil melirik ke arah Azalea yang terlihat kesal. ‘Haduuuh ... punya musuh baru nih kayaknya!’ gumam Sofie dalam hati. “Hei! Sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan sampai dia terlihat sangat kesal begitu?” tanya Sofie hati-hati saat mereka dalam perjalanan menuju rumah Sofie. “Wanita itu bilang mau jadi pacarku.” “Wuah! Lalu apa jawabanmu
Pagi sekali Sofie sudah tiba di basecamp B-Men. Tangannya penuh belanjaan bahan makanan yang dibelinya di pasar pagi dekat rumahnya. Sedikit kewalahan, Sofie menekan password pintu basecamp yang Nick berikan padanya kemarin. Berjalan sedikit mengendap langsung menuju dapur yang masih bersih mengkilap.Dengan hati-hati diletakkannya barang belanjaan yang baru dibeli di atas meja. Sebagian lagi dia masukkan ke dalam lemari pendingin untuk stok.Kini segala kebutuhan di basecamp menjadi tanggung jawab Sofie. Terlebih kemarin Nick juga sudah memberinya kartu debit khusus untuk membeli keperluan rumah tangga di basecamp. Jadi, sudah menjadi tanggung jawabnya juga untuk memperhatikan makanan yang dikonsumsi para member.Seperti saat ini, Sofie terlihat mulai bergerak lincah menyiapkan semua peralatan masaknya, membersihkan sayuran dan segera mengolahnya. Sesekali wanita itu berdendang sambil memutar spatulanya. Pukul delapan tepat, semua menu sarapan sehat yang Sofie buat telah rapi terhida
“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi
Semenjak pengakuan Rexa di villa, Sofie nyaris kewalahan menghadapi sikap pria itu yang tiba-tiba berubah posesif. Rexa benar-benar membuat Sofie selalu berada di sisinya. Tidak membiarkan wanita itu jauh dari jangkauannya. Bahkan mencari seribu cara agar Sofie tidak bisa berpaling darinya walau hanya sedetik saja. “Duduk di sini! Temani aku makan!” perintah Rexa pada Sofie saat istirahat syuting. Kali ini mereka sedang syuting episode terakhir di taman sebuah hotel bintang lima. Taman itu sudah didekorasi sedemikian cantik ala pesta pernikahan yang penuh bunga-bunga segar. “Kenapa masih berdiri? Kubilang duduk sini!” kata Rexa lagi sambil menunjuk sebuah kursi di hadapannya. Jangan lupakan tatapan mengintimidasi yang selalu membuat Sofie menuruti semua permintaan pria itu. “Untuk apa aku duduk di situ? Aku masih harus mengatur jadwal promosi dengan Kak Nick!” Kali ini Sofie memilih tidak menuruti Rexa. Sofie bisa mati gaya kalau hanya menemani Rexa makan siang seperti ini. Lagipu
Sofie membuka mata perlahan dan betapa terkejutnya dia begitu matanya membuka sempurna. Wajah Rexa adalah hal pertama yang dilihatnya. Pria itu tersenyum tipis sambil menatapnya dalam. Sofie langsung bangkit duduk bersandar pada punggung tempat tidur. Beberapa kali mengusap matanya untuk meyakinkan apa yang baru saja dilihatnya. Tentu saja wajah Rexa yang masih jelas dilihatnya. Pria itu dengan santai duduk bersandar di samping Sofie. Seringai tipisnya justru membuat Sofie bergidik. Sofie memandang sekelilingnya. Kamar yang lebih luas dari kamarnya dengan Sonya ini terasa asing. Sofie menatap Rexa dengan tatapan menyelidik kemudian segera memeriksa tubuhnya sambil berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. “Semalam ... apa yang terjadi?” tanya Sofie ragu. Wanita itu mengubah posisi duduknya dan menghadap Rexa sambil menatap pria itu penuh selidik. “Menurutmu apa yang bisa terjadi?” balas Rexa dengan senyuman menggoda dan membuat Sofie makin bergidik. “Ini kamar siapa?” tanya So
Sudah beberapa menit Sofie berguling di kasurnya dengan tidak nyaman. Berulang kali wanita itu mencoba memejamkan mata, tetapi masih belum bisa terlelap. Pada akhirnya Sofie pun memilih keluar kamar karena tidak ingin mengganggu Sonya yang sudah terlelap. Sofie menuju halaman belakang villa. Pemandangan di sana cukup indah dan membuat hati tenang. Mungkin suasana sunyi dan nyaman itu bisa sedikit mengurangi insomnianya. Namun ternyata bukan hanya Sofie yang sedang tidak bisa tidur. Di salah satu sofa rotan panjang di tepi taman, terlihat sosok Rexa yang sedang meneguk sebotol minuman. Pria itu pun mendongakkan kepala saat melihat Sofie mendekat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pada Sofie. “Kamu sendiri kenapa masih di sini?” balas Sofie. “Suntuk!” sahut Rexa datar. “Terus kalau suntuk, harus ya ditemani minuman itu?” tanya Sofie lagi sambil menunjuk botol minuman beralkohol yang dipegang Rexa. “Cuma 5 persen kok!” jawab Rexa cuek sambil melirik minuman berwarna cerah di tangannya.