Sofie menutup telepon dengan wajah kesal. Ini sudah yang kesekian kalinya ada telepon salah sambung yang membuat Sofie hampir naik darah.
“Telepon itu lagi?” tanya Lydia.“Hmm. Kenapa banyak sekali telepon nyasar ke sini, sih?” gerutu Sofie jengkel.Belum selesai sampai di situ, ketika jam makan siang ada seorang kurir pesan antar sebuah rumah makan mengirimi Sofie sepuluh kotak makan siang lengkap. Sofie yang merasa tidak memesan makanan tersebut enggan menerimanya, tetapi kurir itu bilang kalau makanan tersebut belum dibayar. Mau tak mau Sofie yang harus membayarnya. Apalagi melihat si kurir terlihat sedih bercampur bingung. Seperti takut dimarahi atasannya.Hal ini sudah terjadi dari beberapa hari yang lalu. Selain bisa membuat Sofie bangkrut, hal ini juga membuat Sofie kesulitan melakukan pekerjaannya. Sofie bahkan merasa setiap orang yang dia lewati di jalan sedang memperhatikan sambil berbisik membicarakannya.Awalnya Sofie tidak peduli dengan keadaan aneh di sekitarnya, tetapi semakin lama dia menyadari kalau telah mengalami hari yang menjengkelkan ini sejak berita gosip itu diterbitkan. Bahkan beberapa tetangganya mengira Sofie menjadi pacar simpanan si artis karena seringnya dia pulang pagi.Seperti pagi ini, tanpa ada firasat buruk apa pun Sofie dengan semangat berangkat kerja. Seperti biasanya Sofie turun dari bus yang ditumpanginya di halte dekat hotel. Namun tiba-tiba seseorang menabraknya kencang tanpa meminta maaf. Ketika Sofie hendak menegur orang itu, seseorang melemparkan sebuah tikus putih kecil ke tubuhnya.“Aaaaarghhh!” Sofie menjerit keras dan berusaha membuang tikus yang menempel di pakaiannya. Belum hilang rasa kagetnya, ada segerombolan gadis remaja yang mengadangnya. Mereka semua menyiramkan berbagai macam jenis minuman yang mereka pegang. Alhasil tubuh Sofie basah kuyup dan beraroma seperti campuran cokelat, kopi dan teh.“Jadi ini perempuan yang menggoda Kak Rexa kita? Biasa saja! Apa bagusnya?” kata gadis remaja yang paling modis di antara yang lainnya dengan pongah. Sepertinya dialah ketua genknya.“Iya, tidak cocok!” sahut teman di sebelahnya.“Hei, Kak! Jangan cari sensasi! Kakak itu bukan levelnya Kak Rexa. Mending jauh-jauh, deh! Kalau berani menggoda Kak Rexa, kami tidak akan tinggal diam. Lihat saja nanti!” kata si gadis modis memberikan ultimatum dengan nada sinis dan galak. Lalu mereka pergi meninggalkan Sofie yang basah kuyup dan kotor begitu saja.“Apa?!” Sofie menatap tidak percaya pada segerombolan gadis muda yang baru saja pergi meninggalkannya. Sofie mendengkus jengkel sebelum berlari menuju hotel tempatnya bekerja.“Aiiish ... apa sih mau mereka? Siapa juga yang mau dekat dengan pria aneh itu!” gerutu Sofie sambil melintasi halaman parkir hotel kemudian masuk lewat pintu belakang. Sofie langsung menuju ruang loker karyawan dan bergegas membersihkan dirinya di toilet. Kemudian dia menelepon Sonya.“Ada apa, Sof?” tanya Sonya dari seberang saluran telepon.“Kamu harus menolongku sekarang juga! Argh ... aku hampir frustrasi dengan tingkah laku gadis-gadis gila itu.”“Memangnya apa yang terjadi? Kamu dikerjai penggemarnya Rexa lagi?” tanya Sonya agak terkejut.“Ya begitulah. Tolong bawakan aku pakaian ganti komplit, ya. Aku benar-benar seperti larutan coffee latte berjalan!”“Oke-oke, aku akan ke sana sekarang!”“Sip!”Untung saja Sofie tiba di kantor lebih awal, sehingga dia masih memiliki waktu untuk membersihkan dirinya. Sonya datang tidak lama setelah Sofie selesai membersihkan dirinya.“Apa yang terjadi, Sof?” tanya Sonya sambil mengulurkan tas kecil berisi pakaian yang diminta Sofie dan gadis itu segera mengganti pakaiannya di dalam toilet.“Gadis-gadis itu melemparku dengan tikus yang menggelikan dan menyiramku dengan berbagai macam minuman,” jawab Sofie sedikit berteriak dari dalam bilik toilet.“Ya ampun! Separah itukah?” tanya Sonya tidak percaya.“Kamu coba saja sendiri kalau ingin tahu rasanya. Siapa itu penyanyi favoritmu? Katanya kamu sedang bekerja sama dengan dia, kan? Kalau penggemarnya tahu, bisa hancur hari-harimu. Aiish ... kenapa ini harus terjadi padaku?” gerutu Sofie sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.“Apa Rexa tahu perlakuan penggemarnya padamu?” tanya Sonya mengalihkan pembicaraan.“Entahlah. Lagipula itu juga bukan salah dia sepenuhnya. Toh, bukan dia yang menyuruh penggemarnya melakukan semua ini padaku,” ujar Sofie pasrah sambil menggelung rambut panjangnya.“Kamu ini! Diperlakukan seperti ini, kamu masih merasa tidak apa-apa?” tanya Sonya heran.“Habis mau bagaimana lagi? Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku berteriak-teriak di depan Rexa meminta pertanggung jawaban atas semua perlakuan penggemarnya padaku? Itu tidak mungkin kulakukan,” celetuk Sofie sambil memeriksa kelengkapan seragamnya. Untuk sesaat wanita itu terlihat mengerutkan kening. “Kapan nametag-ku hilang, ya? Sudahlah, pakai cadangannya saja dulu.”“Lalu, kamu mau begini terus?” tanya Sonya masih heran dengan sikap sahabatnya yang terlalu baik hati itu.“Akan kupikirkan lagi nanti,” jawab Sofie sambil bersiap menuju lobi. “Kamu tidak pergi kerja?” tanya Sofie yang heran melihat sahabatnya masih saja mengikutinya.“Aku ada janji dengan klien di dekat sini. Masih ada satu jam lagi sebelum janji temuku.”Sementara itu suasana lobi hotel sudah penuh riuh dengan para penggemar B-Men, terutama penggemar Rexa. Entah dari mana saja mereka datang. Bahkan ada beberapa wartawan gosip telah berkumpul di salah satu sudut hotel, siap dengan peralatan merekam. Entah mengapa pagi ini semuanya berkerumun di halaman dan lobi hotel tempat Sofie bekerja.Lydia yang selalu mengikuti perkembangan gosip terbaru segera menarik Sofie kembali ke ruang loker karyawan sebelum wanita itu sampai di meja resepsionis. Sonya yang masih bersama Sofie pun ikut terkejut dengan tingkah Lydia yang panik dan mengikuti mengikuti keduanya masuk ke dalam loker karyawan juga.“Ada apa sih, Lyd?” tanya Sofie bingung dan heran.“Gawat ... gawat! Sepertinya karena postingan berita dan foto di internet itu mereka semua kemari,” celoteh Lydia panik.Sofie dan Sonya saling pandang. Masih tidak mengerti denga napa yang dibicarakan Lydia barusan.“Berita di internet?”“Iya, gosip panas yang muncul semalam. Memang kamu belum lihat?” tanya Lydia lagi dengan nada gemas karena Sofie sepertinya tidak tahu apa-apa tentang hal itu.“Memang ada berita apa lagi, sih?”****“Memang ada berita apa lagi, sih?” tanya Sofie bingung, sedangkan Sonya segera melihat ponselnya dan mencari unggahan terbaru tentang Rexa. “Ya ampun! Kamu benar-benar tidak tahu?” tanya Lydia heran. “Aku bahkan tidak mengerti apa yang kamu bicarakan dari tadi.” “Aduh ... itu loh, di lobi banyak sekali penggemar Rexa dan juga reporter gosip. Mereka semua cari kamu!” jelas Lydia. “Hah?! Buat apa mereka mencariku?” tanya Sofie kaget. “Itu karena foto kamu pelukan dengan Rexa semalam di depan pintu kamarnya. Berita itu sudah tersebar di internet tahu! Petugas keamanan kita di depan bahkan sudah kewalahan menahan mereka semua,” sahut Lydia lagi. “Hah! Siapa juga yang berpelukan dengan dia. Waktu itu aku hanya menolongnya karena hampir pingsan. Aduh, kenapa jadi begini, sih?” Sofie mulai panik. “Tapi kalau dilihat dari sudut pandang foto ini sih, kalian memang terlihat seperti berpelukan dengan mesra. Aku bahkan mengira kalian sedang ingin berciuman,” ucap Sonya jujur. “Apa?” Sofie
Setelah ucapan terima kasih yang Rexa ucapkan pada seluruh penggemarnya, pria itu pun kembali melangkah menarik Sofie menjauh dari kerumunan para penggemarnya. Rexa membawa Sofie masuk ke dalam lift lalu menuju kamarnya sambil menggandeng tangan wanita itu yang sedari tadi belum dia lepaskan. Lydia dan Sonya hanya mengikuti mereka tanpa banyak bicara, sedikit takut dengan aura dingin sang idola tersebut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sofie?” tanya Sonya khawatir. “Hmm, aku tidak apa-apa. Hanya saja leherku terasa sedikit perih.” Sofie meringis sambil memegangi lehernya yang terluka. “Auuwh!!” teriak Sofie tiba-tiba. “Kenapa, Sof? Apa lagi yang sakit?” tanya Sonya dan Lydia bersamaan. Sedikit terkejut dengan teriakan sahabatnya itu. “Rexa! Haruskah kamu meremukkan tanganku juga?” tanya Sofie sambil meringis. “Apa?” Rexa balas bertanya dengan bingung, sedangkan Sonya dan Lydia terheran-heran menatap dua orang di depannya. “Ini! Dari tadi kamu meremas tanganku seperti remuk tulangku ra
Sofie merasa seperti buronan penjahat yang sedang dicari polisi, tidak bisa bebas berjalan ke mana pun dia mau. Ada rasa khawatir bila tiba-tiba penggemar Rexa dan para paparazzi menyerbunya lagi ketika dia sendirian.Setiap kali melangkah, kepala Sofie menoleh ke sekeliling dan matanya menatap waspada keadaan di sekitarnya. Bahkan saat tiba di halte bus, Sofie seakan mengendap-endap begitu melewati beberapa orang. Khawatir kalau mereka adalah penggemar fanatik Rexa.Kekhawatiran Sofie ternyata benar. Matanya Sofie kini menangkap beberapa gadis yang mengerjainya tempo hari sedang bersandar pada papan reklame di samping halte. Sofie segera memandang sekitar berharap ada tempat untuk bersembunyi. Dia sungguh tidak ingin berhadapan dengan mereka saat ini.“Hei, lihat! Itu kan, perempuan yang di hotel tadi!” Baru saja Sofie hendak meninggalkan halte ketika tiba-tiba salah satu dari mereka memergokinya.Sofie berdecak kesal. Kenapa juga dia harus sesial ini. Segera Sofie berbalik arah, ber
Satu jam kemudian, mobil Rexa berhenti tepat di garasi luas di sebuah rumah besar minimalis modern bernuansa putih cokelat. Rexa mematikan mesin mobilnya dan beranjak turun diikuti oleh Sofie yang terlihat bingung. “Ini di mana? Kamu tidak membawaku ke tempat yang aneh-aneh, kan?” Sofie menyipitkan matanya menatap Rexa curiga. “Sudah kamu ikut saja! Ini tempat paling aman dari para paparazzi dan para penggemar gila itu.” Rexa melangkah masuk ke dalam rumah dan Sofie hanya mengikutinya dari belakang. “Waaah ... ada angin apa kamu pulang ke sini, Rex?” tanya Calvin heran melihat Rexa yang tiba-tiba muncul di ruang tengah rumah markas B-Men. Sesaat kemudian dengan setengah terkejut Calvin melihat Sofie yang muncul di belakang Rexa, “Oooh ... jadi karena dia, ya?” Calvin menjawab pertanyaannya sendiri sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hai, Sofie! Ayo sini kumpul bersama kami!” kata Vino ramah sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya dan mengisyaratkan Sofie agar duduk. Sofie me
Pagi sekali sebelum para member B-Men bangun, Sofie sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur yang mewah tersebut. Sambil bernyanyi riang, Sofie mengayunkan spatulanya mengaduk beberapa sayuran segar dengan mayonaise yang sebelumnya dia beli di minimarket dekat markas B-Men. Kemarin dia sempat lihat supermarket itu ketika datang rumah ini, walaupun lumayan melelahkan jika ditempuh dengan berjalan kaki. Zhen dan Kenzie yang pertama tiba di dapur dengan pakaian yang sudah rapi. Keduanya duduk dan meneguk air mineral yang mereka ambil dari lemari pendingin. Kemudian tersenyum memperhatikan Sofie yang sedang mengaduk saladnya sambil mendengarkan lagu melalui earphone-nya. Wanita itu tidak menyadari kedatangan keduanya. Sofie terus bernyanyi dengan riang, meskipun suaranya benar-benar memprihatinkan. Tidak lama kemudian Vino dan Calvin pun ikut bergabung. Begitu asiknya bernyanyi hingga Sofie tidak menyadari ke empat pria itu sudah berkumpul mengelilingi meja makan. Sofie benar-benar terke
Sofie duduk di tepi ruang studio, memperhatikan para member B-Men bergaya untuk pengambilan gambar iklan sebuah parfum keluaran terbaru dari sponsor mereka. Dengan tema maskulin, misterius dan romantis yang menjadi moto parfum tersebut. Sofie sempat tidak berkedip saat mengagumi akting para member B-Men ketika mendeskripsikan beberapa parfum sesuai karakter mereka masing-masing. Pandangan Sofie kini terpaku pada sosok Rexa yang sedang beradu akting dengan seorang artis cantik dengan lekuk tubuh indah yang terlihat memujanya. Pria itu terlihat maskulin dengan setelan jasnya yang berwarna senada dengan gaun sang artis wanita. Terlebih lagi dengan kesempurnaan bentuk wajah dengan rahang tegas, hidung mancung dan bibir tipis yang bisa membuat semua wanita jatuh hati padanya dengan mudah. Pantas saja Rexa memiliki paling banyak penggemar wanita yang fanatik, penggemar yang benar-benar tergila-gila padanya. ‘Kenapa orang sedingin dia bisa terlihat memesona begitu?’ gumam Sofie dalam hati.
“Sebenarnya kita mau ke mana, sih?” tanya Sofie yang sedari tadi merengut selama berada di dalam mobil Rexa. Jalan yang ditempuh Rexa sama sekali tidak familiar bagi Sofie. Wanita itu bahkan tidak tahu sekarang sedang berada di daerah mana. Jalanan kota yang semula ramai dengan berbagai kendaraan yang padat merayap kini berganti jalanan lengang. Gedung-gedung tinggi yang berjajar menjulang pun kini berganti dengan bangunan-bangunan sederhana. “Kamu tidak ingat jadwalku malam ini apa?” “Bukannya malam ini tidak ada jad-wal. Ooooh ... aku baru ingat! Artis judes tadi itu kan mengajakmu makan malam,” jawab Sofie sambil menepuk keningnya pelan. “Lalu kenapa aku harus ikut?” “Aku tidak ingin dia berkhayal macam-macam kalau hanya berdua denganku!” “Aiish ... pikiranmu itu sungguh buruk. Belum tentu juga kan dia berpikir macam-macam. Siapa tahu hanya karena ingin berteman denganmu atau sekadar lebih dekat denganmu mungkin.” “Kamu ini polos atau bodoh?” tanya Rexa sambil menyentil kenin
Ponsel Sofie berdering dengan nama Rexa tertera jelas di layarnya begitu wanita itu keluar dari toilet. Jelas saja Sofie langsung menggeser tombol hijau dan menjawab teleponnya sebelum mendengar omelan panjang bosnya itu. “Apa yang kamu lakukan?! Cepat kemari!” bentak Rexa dan langsung menutup teleponnya sebelum Sofie sempat menjawab. “Apa-apaan orang itu? Seenaknya saja!” gerutu Sofie sambil bergegas kembali ke meja mereka tadi. Belum juga Sofie sampai ke meja tersebut, Rexa yang tengah berjalan meninggalkan meja langsung menarik Sofie keluar dari restoran. Dengan wajah bingung, Sofie yang nyaris terseret hanya bisa mengikuti Rexa dalam diam sambil melirik ke arah Azalea yang terlihat kesal. ‘Haduuuh ... punya musuh baru nih kayaknya!’ gumam Sofie dalam hati. “Hei! Sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan sampai dia terlihat sangat kesal begitu?” tanya Sofie hati-hati saat mereka dalam perjalanan menuju rumah Sofie. “Wanita itu bilang mau jadi pacarku.” “Wuah! Lalu apa jawabanmu
“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi
Semenjak pengakuan Rexa di villa, Sofie nyaris kewalahan menghadapi sikap pria itu yang tiba-tiba berubah posesif. Rexa benar-benar membuat Sofie selalu berada di sisinya. Tidak membiarkan wanita itu jauh dari jangkauannya. Bahkan mencari seribu cara agar Sofie tidak bisa berpaling darinya walau hanya sedetik saja. “Duduk di sini! Temani aku makan!” perintah Rexa pada Sofie saat istirahat syuting. Kali ini mereka sedang syuting episode terakhir di taman sebuah hotel bintang lima. Taman itu sudah didekorasi sedemikian cantik ala pesta pernikahan yang penuh bunga-bunga segar. “Kenapa masih berdiri? Kubilang duduk sini!” kata Rexa lagi sambil menunjuk sebuah kursi di hadapannya. Jangan lupakan tatapan mengintimidasi yang selalu membuat Sofie menuruti semua permintaan pria itu. “Untuk apa aku duduk di situ? Aku masih harus mengatur jadwal promosi dengan Kak Nick!” Kali ini Sofie memilih tidak menuruti Rexa. Sofie bisa mati gaya kalau hanya menemani Rexa makan siang seperti ini. Lagipu
Sofie membuka mata perlahan dan betapa terkejutnya dia begitu matanya membuka sempurna. Wajah Rexa adalah hal pertama yang dilihatnya. Pria itu tersenyum tipis sambil menatapnya dalam. Sofie langsung bangkit duduk bersandar pada punggung tempat tidur. Beberapa kali mengusap matanya untuk meyakinkan apa yang baru saja dilihatnya. Tentu saja wajah Rexa yang masih jelas dilihatnya. Pria itu dengan santai duduk bersandar di samping Sofie. Seringai tipisnya justru membuat Sofie bergidik. Sofie memandang sekelilingnya. Kamar yang lebih luas dari kamarnya dengan Sonya ini terasa asing. Sofie menatap Rexa dengan tatapan menyelidik kemudian segera memeriksa tubuhnya sambil berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. “Semalam ... apa yang terjadi?” tanya Sofie ragu. Wanita itu mengubah posisi duduknya dan menghadap Rexa sambil menatap pria itu penuh selidik. “Menurutmu apa yang bisa terjadi?” balas Rexa dengan senyuman menggoda dan membuat Sofie makin bergidik. “Ini kamar siapa?” tanya So
Sudah beberapa menit Sofie berguling di kasurnya dengan tidak nyaman. Berulang kali wanita itu mencoba memejamkan mata, tetapi masih belum bisa terlelap. Pada akhirnya Sofie pun memilih keluar kamar karena tidak ingin mengganggu Sonya yang sudah terlelap. Sofie menuju halaman belakang villa. Pemandangan di sana cukup indah dan membuat hati tenang. Mungkin suasana sunyi dan nyaman itu bisa sedikit mengurangi insomnianya. Namun ternyata bukan hanya Sofie yang sedang tidak bisa tidur. Di salah satu sofa rotan panjang di tepi taman, terlihat sosok Rexa yang sedang meneguk sebotol minuman. Pria itu pun mendongakkan kepala saat melihat Sofie mendekat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pada Sofie. “Kamu sendiri kenapa masih di sini?” balas Sofie. “Suntuk!” sahut Rexa datar. “Terus kalau suntuk, harus ya ditemani minuman itu?” tanya Sofie lagi sambil menunjuk botol minuman beralkohol yang dipegang Rexa. “Cuma 5 persen kok!” jawab Rexa cuek sambil melirik minuman berwarna cerah di tangannya.