Sebuah mobil van dan satu mobil escalade berwarna hitam berhenti tepat di depan gedung perusahaan pakaian ternama di negeri ini. Kelima mamber B-Men berjalan memasuki gedung mewah tersebut sambil bersenda gurau. Hari ini B-Men akan melakukan sesi pemotretan produk terbaru mereka.
Karena terlalu asik mengobrol Vino, member B-Men yang berjalan paling depan tanpa sengaja menabrak seorang wanita yang sedang kerepotan membawa beberapa pakaian di kedua tangannya.
“Aduh!”
“Maaf, ya. Aku benar-benar minta maaf,” ucap Vino sambil membantu mengambil pakaian yang terjatuh kemudian menyerahkannya pada wanita itu.
“Hmm, tak apa.”
“Oh ya, So-nya?” Vino melirik nametag yang dipakai wanita di hadapannya. “Apa ini pakaian untuk sesi foto kami?”
Untuk sesaat wanita itu kembali melihat beberapa pria yang berdiri di hadapannya dan tersadar. “B-Men? Oh ya, benar! Semua pakaian ini untuk sesi foto kalian,” jawab Sonya sambil tersenyum. “Baru saja mau aku antarkan ke ruangan kalian.”
“Kalau begitu, sini biar kubantu!” kata Vino menawarkan diri hingga membuat member lainnya saling pandang heran melihat sikap Vino yang tiba-tiba ramah sekali pada wanita.
“Oh, tak perlu. Mana mungkin aku membiarkan seorang bintang membawakan barang mereka sendiri.”
“Tak apa. Kelihatannya kamu juga cukup kesulitan membawa semua pakaian itu.” Vino pun mengambil beberapa potong pakaian dari tangan Sonya sambil tersenyum manis, kemudian berjalan mendahului wanita itu menuju ke ruang ganti mereka.
Sesi pemotretan kali ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Kelima member B-Men begitu natural berpose dengan pakaian-pakaian elegan bertema serupa. Selama pemotretan berlangsung, Sonya selalu siap memberikan instruksi urutan pakaian yang akan di foto sesuai konsepnya.
Sonya bekerja di perusahaan fashion ternama bernama Artemis. Tren fashion para artis berawal dari label perusahaan ini. Saat ini Sonya yang mendapat tanggung jawab untuk mempromosikan pakaian tren pria untuk bulan ini dan bekerja sama langsung dengan B-Men sebagai brand ambasador mereka tentu saja merasa senang sekali. Karena dia juga merupakan salah satu penggemar B-Men yang cukup loyal. Tidak terhitung banyaknya poster dan postcard yang dia kumpulkan di kamarnya. Berkebalikan dengan Sofie yang sama sekali bukan penyuka boyband seperti Sonya. Hal itulah yang membuat Sonya benar-benar kaget saat melihat berita tentang Rexa dan Sofie tadi pagi.
Sonya merapikan kembali semua pakaian yang digunakan dalam sesi foto tersebut. Setelah pekerjaannya selesai, Sonya duduk beristirahat di sudut ruang studio foto sambil membaca pesan singkat dari Sofie di ponselnya. Sofie mengabarinya kalau gadis itu akan lembur malam ini dan meminta Sonya untuk makan di luar saja, karena Sofie yang biasa bertugas menyiapkan makanan untuk mereka tidak dapat membuatkan makan malam.
Tanpa Sonya sadari seseorang sudah duduk di sampingnya dan dengan cepat mengambil ponselnya kemudian mengetikkan beberapa nomor lalu mengembalikannya lagi.
“Nomormu sudah kusimpan. Jangan lupa simpan nomorku, ya!” kata Vino sambil memberikan sebuah botol minuman jus pada Sonya. “Dan terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini. Nanti aku telepon. Bye!” ucap Vino tersenyum memesona kemudian bergegas pergi karena jadwal pekerjaan selanjutnya telah menanti.
Jangan tanya bagaimana perasaan Sonya mendapat senyuman pria itu. Dada Sonya bergemuruh. Wanita itu melompat-lompat kecil kegirangan dan segera menyimpan nomor yang diberikan Vino di ponselnya.
Jadwal B-Men selanjutnya adalah wawancara eksklusif di stasiun TV X-Zone. Semua member B-Men sudah berkumpul di ruang studio. Hanya Rexa yang belum siap di tempatnya.
Rexa sedang menenangkan diri di dalam toilet. Entah kenapa setiap masuk studio di stasiun TV ini selalu membuat perasaannya menjadi tidak enak. Mungkin karena luka di masa lalunya belum juga hilang.
Rexa kembali menghela napas panjang, berusaha melupakan semua hal buruk yang dulu pernah terjadi di tempat ini dan segera bergegas ke studio siaran untuk wawancara.
Saat menyusuri lorong menuju studio siaran, tanpa sengaja Rexa berpapasan dengan Kaisha Danita, aktris cantik yang tengah naik daun yang juga memiliki julukan sebagai dramaqueen karena perannya di berbagai film drama. Kaisha pun menyapa seniornya itu dengan ramah sambil tersenyum manis.
“Apa kabar, Kak?”
“Baik. Seperti yang kamu lihat,” jawab Rexa dingin.
“Kudengar akhir-akhir ini banyak sekali gosip yang menghampirimu. Apa benar sekarang Kakak punya pacar baru? Katanya kali ini bukan dari kalangan artis, tapi orang biasa? Benarkah itu?”
“Sejak kapan kamu peduli tentang siapa pacarku?”
“Aku hanya prihatin saja dengan gosip-gosip yang menimpa Kakak. Apalagi sekarang B-Men sedang mendunia. Jangan sampai karir B-Men rusak karena gosip tidak penting itu.”
“Untuk apa kamu peduli pada karir B-Men? Pikirkan saja karir cemerlangmu itu, jangan sampai hancur karena kelakuanmu!”
“Kenapa dingin sekali, sih? Apa Kakak masih mempermasalahkan tentang hal yang lalu?”
“Tidak. Anggap saja tidak pernah ada.” Rexa menatap Kaisha tajam dan dingin kemudian pergi begitu saja meninggalkan Kaisha yang hanya menanggapinya dengan senyum tipis.
“Jelas-jelas dia masih memikirkan hal itu saat menatapku. Hah ... bukankah sudah kubilang ‘jangan pakai hati’!” gumam Kaisha lalu berjalan pergi dengan angkuhnya.
Syuting wawancara eksklusif berjalan dengan baik, untungnya berita tentang gosip yang sedang beredar sama sekali tidak ditanyakan karena Nick sudah memblokir semua pertanyaan seputar kehidupan pribadi Rexa. Jadi wawancara ini hanya fokus mengulik tentang musik juga karir mereka.
“Okay, guys. Terima kasih untuk kerja keras kalian hari ini. Ayo kita pulang dan beristirahat. Aku benar-benar lelah. Sampai ketemu besok.” Nick bertepuk tangan singkat kemudian pamit untuk pulang lebih dulu.
“Aku juga sudah mengantuk sekali,” sahut Calvin sambil menguap lebar. “Kasur mana kasur?” ucapnya dengan mimik wajah yang lucu.
“Kalau begitu aku juga duluan, ya. Mungkin aku tidak akan pulang malam ini!” ujar Rexa cuek sambil mendahului teman-temannya menuju mobilnya.
“Memangnya sejak kapan kamu pulang ke rumah kita? Terakhir kali kamu pulang itu sudah tiga minggu yang lalu!” protes Calvin.
“Benarkah? Aku sama sekali tak ingat,” sahut Rexa sambil tersenyum tipis.
“Kalau begitu, aku ikut denganmu saja, Rex!” Vino pun menyusul Rexa yang berjalan lebih dulu.
“Memangnya kamu mau ke mana?” Rexa menatap Vino heran.
“Mau fitness,” jawab Vino asal.
“Aneh. Jadwal fitness-mu kan setiap pagi. Haaaa ... jangan-jangan kamu ada kencan dengan wanita, ya?” selidik Calvin penuh curiga.
Vino tertawa, “Aku tak pandai berbohong seperti Rexa rupanya.”
“Hei ... enak saja kamu bilang aku pandai berbohong!” protes Rexa sambil merengut.
“Sudahlah, ayo jalan! Nanti aku pinjam mobilmu ya, Rex. Aku malas ambil mobil di basecamp,” cetus Vino sambil merangkul Rexa menuju mobil. “Sampai nanti kawan-kawan!”
“Ayo kita pulang!” Zhen pun mengajak Calvin dan Kenzie menuju mobil mereka. “Aku antar kalian pulang dulu, karena aku juga ada urusan malam ini.”
“Hah?! Kamu juga mau pergi?” tanya Calvin sambil merengut. “Apakah hari ini adalah hari kencan nasional?”
“Sudahlah Vin, kan masih ada aku. Aku akan menemanimu kencan malam ini. Kamu mau ke mana? Apa makan malam romantis?” sahut Kenzie sambil tertawa.
“Daripada berkencan denganmu lebih baik aku melajang,” sungut Calvin jengkel.
Mobil escalade hitam Rexa berhenti di sebuah caffe and bar terkenal langganan para artis untuk melepas segala penat mereka.
“Kamu mau kujemput lagi nanti?” tanya Vino saat Rexa turun dari mobil. Dia sedikit khawatir dengan kebiasaan buruk Rexa yang satu ini.
“Tidak perlu. Nanti aku pulang naik taksi saja. Sudah sana! Jangan biarkan wanita itu menunggu!”
“Oke. Jangan buat masalah di sini ya, kawan! Kendalikan dirimu dan tetap buat dirimu sadar!” Vino menasehati Rexa sebelum tancap gas.
Vino tiba di sebuah restoran favoritnya dan melangkah menyusuri beberapa set meja makan. Di sudut kanan dekat jendela besar, seorang wanita berambut ikal ombak sebahu duduk menunggu sambil melihat pemandangan malam melalui kaca jendela disampingnya.
“Hai, Sonya!” sapa Vino saat berdiri di samping meja Sonya. “Maaf membuatmu menunggu.”
“Tak apa,” sahut Sonya sambil tersenyum canggung.
“Aku sengaja mengajakmu ke sini, karena hanya restoran inilah satu-satunya tempat yang aman dari penggemar kami,” jelas Vino sambil menyunggingkan senyum terbaiknya.
Sonya tergelak. “Iya, aku juga heran dengan sikap para penggemar kalian yang seperti itu. Terlalu cinta mati pada kalian sampai temanku ikut jadi korbannya.”
“Memangnya temanmu itu kenapa?” tanya Vino heran.
“Ah, itu loh yang baru-baru ini menjadi gosip hanya karena tidak sengaja bertemu dengan temanmu.”
“Benarkah?! Apa temanmu itu wanita yang sedang digosipkan bersama Rexa?” tanya Vino tak percaya disertai anggukan kecil dari Sonya. “Apa dia baik-baik saja?”
“Hmm, sepertinya tidak. Dia kewalahan dengan sikap penggemar kalian. Tadi pagi saja dia dikerjai oleh beberapa penggemar Rexa,” cerita Sonya. “Tapi ... apa benar tidak apa-apa kalau kita bertemu seperti ini? Aku kan hanya pegawai wardrobe biasa,” tanya Sonya sedikit khawatir sambil melihat ke sekelilingnya.
“Kenapa bicara begitu? Memangnya kenapa kalau kita bertemu? Apa kamu takut seseorang akan mengetahuinya? Apa pacarmu akan marah?”
“Bukan itu maksudku. Aku belum punya pacar, tapi aku lebih takut dengan penggemar fanatik kalian dan juga ... paparazi,” sahut Sonya sambil tersenyum tipis.
Vino tertawa melihat mimik wajah Sonya saat mengucapkan kata paparazi. “Kalau itu kan sudah kubilang tadi. Kita aman di sini,” balas Vino dengan suara rendah seakan berbisik.
“Tapi, tetap saja aku khawatir. Aku tidak ingin kalian diserbu gosip yang tidak baik hanya gara-gara orang seperti aku dan temanku,” jelas Sonya pelan. “Biar begini, aku penggemar kalian, loh! Jadi aku benar-benar tidak ingin kalian terlibat masalah.”
“Apa maksudmu dengan 'orang seperti kamu dan temanmu'? Kalian bukan alien, kan?”
“Walaupun kami bukan alien, tapi apa pantas kalau kami dekat dengan artis seterkenal kalian?”
“Siapa yang bilang tidak pantas? Tentu saja wanita cantik sepertimu pantas dekat dengan kami. Kami ini cuma manusia biasa, loh! Bahkan aku sungguh berterima kasih kamu sudah mau menjadi penggemar kami dan aku tidak akan membiarkan para penggemar fanatik kami mengganggumu,” timpal Vino sambil tersenyum manis membuat wajahnya semakin tampan hingga membuat desiran aneh merayap di jantung Sonya dan membuatnya berdebar kencang.
****
Dalam keremangan lampu kelab malam, seorang wanita mengampiri Rexa dan menemaninya minum. Rexa tahu kalau wanita itu hendak menggodanya. Sudah beberapa malam ini wanita itu menemaninya minum. Sesekali wanita itu menggodanya dengan sentuhan lembut yang membuat Rexa tidak bisa menghindarinya. Rexa menarik wanita itu dan mulai mengecup bibirnya dengan rakus. Entah kenapa malam ini Rexa harus melampiaskan ganjalan yang ada di hatinya. Walaupun hanya sebagai pelampiasan semata, tetapi wanita itu terlihat tidak keberatan dengan perlakuan Rexa padanya. Wanita itu justru menanggapi aksi Rexa dengan ritme yang sama menggairahkannya dan menikmati keintiman yang sedang terjalin di antara mereka berdua. Hingga tiba-tiba Rexa melepaskan pagutan mereka dan menggeram kesal. Tanpa bicara apa pun, Rexa pergi meninggalkan wanita tersebut begitu saja. Rexa berjalan sempoyongan keluar dari kelab malam tersebut. Setengah sadar dia naik taksi yang memang sudah dipanggil pegawai kelab malam sebelumnya. S
Sofie menutup telepon dengan wajah kesal. Ini sudah yang kesekian kalinya ada telepon salah sambung yang membuat Sofie hampir naik darah. “Telepon itu lagi?” tanya Lydia. “Hmm. Kenapa banyak sekali telepon nyasar ke sini, sih?” gerutu Sofie jengkel. Belum selesai sampai di situ, ketika jam makan siang ada seorang kurir pesan antar sebuah rumah makan mengirimi Sofie sepuluh kotak makan siang lengkap. Sofie yang merasa tidak memesan makanan tersebut enggan menerimanya, tetapi kurir itu bilang kalau makanan tersebut belum dibayar. Mau tak mau Sofie yang harus membayarnya. Apalagi melihat si kurir terlihat sedih bercampur bingung. Seperti takut dimarahi atasannya. Hal ini sudah terjadi dari beberapa hari yang lalu. Selain bisa membuat Sofie bangkrut, hal ini juga membuat Sofie kesulitan melakukan pekerjaannya. Sofie bahkan merasa setiap orang yang dia lewati di jalan sedang memperhatikan sambil berbisik membicarakannya. Awalnya Sofie tidak peduli dengan keadaan aneh di sekitarnya, te
“Memang ada berita apa lagi, sih?” tanya Sofie bingung, sedangkan Sonya segera melihat ponselnya dan mencari unggahan terbaru tentang Rexa. “Ya ampun! Kamu benar-benar tidak tahu?” tanya Lydia heran. “Aku bahkan tidak mengerti apa yang kamu bicarakan dari tadi.” “Aduh ... itu loh, di lobi banyak sekali penggemar Rexa dan juga reporter gosip. Mereka semua cari kamu!” jelas Lydia. “Hah?! Buat apa mereka mencariku?” tanya Sofie kaget. “Itu karena foto kamu pelukan dengan Rexa semalam di depan pintu kamarnya. Berita itu sudah tersebar di internet tahu! Petugas keamanan kita di depan bahkan sudah kewalahan menahan mereka semua,” sahut Lydia lagi. “Hah! Siapa juga yang berpelukan dengan dia. Waktu itu aku hanya menolongnya karena hampir pingsan. Aduh, kenapa jadi begini, sih?” Sofie mulai panik. “Tapi kalau dilihat dari sudut pandang foto ini sih, kalian memang terlihat seperti berpelukan dengan mesra. Aku bahkan mengira kalian sedang ingin berciuman,” ucap Sonya jujur. “Apa?” Sofie
Setelah ucapan terima kasih yang Rexa ucapkan pada seluruh penggemarnya, pria itu pun kembali melangkah menarik Sofie menjauh dari kerumunan para penggemarnya. Rexa membawa Sofie masuk ke dalam lift lalu menuju kamarnya sambil menggandeng tangan wanita itu yang sedari tadi belum dia lepaskan. Lydia dan Sonya hanya mengikuti mereka tanpa banyak bicara, sedikit takut dengan aura dingin sang idola tersebut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sofie?” tanya Sonya khawatir. “Hmm, aku tidak apa-apa. Hanya saja leherku terasa sedikit perih.” Sofie meringis sambil memegangi lehernya yang terluka. “Auuwh!!” teriak Sofie tiba-tiba. “Kenapa, Sof? Apa lagi yang sakit?” tanya Sonya dan Lydia bersamaan. Sedikit terkejut dengan teriakan sahabatnya itu. “Rexa! Haruskah kamu meremukkan tanganku juga?” tanya Sofie sambil meringis. “Apa?” Rexa balas bertanya dengan bingung, sedangkan Sonya dan Lydia terheran-heran menatap dua orang di depannya. “Ini! Dari tadi kamu meremas tanganku seperti remuk tulangku ra
Sofie merasa seperti buronan penjahat yang sedang dicari polisi, tidak bisa bebas berjalan ke mana pun dia mau. Ada rasa khawatir bila tiba-tiba penggemar Rexa dan para paparazzi menyerbunya lagi ketika dia sendirian.Setiap kali melangkah, kepala Sofie menoleh ke sekeliling dan matanya menatap waspada keadaan di sekitarnya. Bahkan saat tiba di halte bus, Sofie seakan mengendap-endap begitu melewati beberapa orang. Khawatir kalau mereka adalah penggemar fanatik Rexa.Kekhawatiran Sofie ternyata benar. Matanya Sofie kini menangkap beberapa gadis yang mengerjainya tempo hari sedang bersandar pada papan reklame di samping halte. Sofie segera memandang sekitar berharap ada tempat untuk bersembunyi. Dia sungguh tidak ingin berhadapan dengan mereka saat ini.“Hei, lihat! Itu kan, perempuan yang di hotel tadi!” Baru saja Sofie hendak meninggalkan halte ketika tiba-tiba salah satu dari mereka memergokinya.Sofie berdecak kesal. Kenapa juga dia harus sesial ini. Segera Sofie berbalik arah, ber
Satu jam kemudian, mobil Rexa berhenti tepat di garasi luas di sebuah rumah besar minimalis modern bernuansa putih cokelat. Rexa mematikan mesin mobilnya dan beranjak turun diikuti oleh Sofie yang terlihat bingung. “Ini di mana? Kamu tidak membawaku ke tempat yang aneh-aneh, kan?” Sofie menyipitkan matanya menatap Rexa curiga. “Sudah kamu ikut saja! Ini tempat paling aman dari para paparazzi dan para penggemar gila itu.” Rexa melangkah masuk ke dalam rumah dan Sofie hanya mengikutinya dari belakang. “Waaah ... ada angin apa kamu pulang ke sini, Rex?” tanya Calvin heran melihat Rexa yang tiba-tiba muncul di ruang tengah rumah markas B-Men. Sesaat kemudian dengan setengah terkejut Calvin melihat Sofie yang muncul di belakang Rexa, “Oooh ... jadi karena dia, ya?” Calvin menjawab pertanyaannya sendiri sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hai, Sofie! Ayo sini kumpul bersama kami!” kata Vino ramah sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya dan mengisyaratkan Sofie agar duduk. Sofie me
Pagi sekali sebelum para member B-Men bangun, Sofie sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur yang mewah tersebut. Sambil bernyanyi riang, Sofie mengayunkan spatulanya mengaduk beberapa sayuran segar dengan mayonaise yang sebelumnya dia beli di minimarket dekat markas B-Men. Kemarin dia sempat lihat supermarket itu ketika datang rumah ini, walaupun lumayan melelahkan jika ditempuh dengan berjalan kaki. Zhen dan Kenzie yang pertama tiba di dapur dengan pakaian yang sudah rapi. Keduanya duduk dan meneguk air mineral yang mereka ambil dari lemari pendingin. Kemudian tersenyum memperhatikan Sofie yang sedang mengaduk saladnya sambil mendengarkan lagu melalui earphone-nya. Wanita itu tidak menyadari kedatangan keduanya. Sofie terus bernyanyi dengan riang, meskipun suaranya benar-benar memprihatinkan. Tidak lama kemudian Vino dan Calvin pun ikut bergabung. Begitu asiknya bernyanyi hingga Sofie tidak menyadari ke empat pria itu sudah berkumpul mengelilingi meja makan. Sofie benar-benar terke
Sofie duduk di tepi ruang studio, memperhatikan para member B-Men bergaya untuk pengambilan gambar iklan sebuah parfum keluaran terbaru dari sponsor mereka. Dengan tema maskulin, misterius dan romantis yang menjadi moto parfum tersebut. Sofie sempat tidak berkedip saat mengagumi akting para member B-Men ketika mendeskripsikan beberapa parfum sesuai karakter mereka masing-masing. Pandangan Sofie kini terpaku pada sosok Rexa yang sedang beradu akting dengan seorang artis cantik dengan lekuk tubuh indah yang terlihat memujanya. Pria itu terlihat maskulin dengan setelan jasnya yang berwarna senada dengan gaun sang artis wanita. Terlebih lagi dengan kesempurnaan bentuk wajah dengan rahang tegas, hidung mancung dan bibir tipis yang bisa membuat semua wanita jatuh hati padanya dengan mudah. Pantas saja Rexa memiliki paling banyak penggemar wanita yang fanatik, penggemar yang benar-benar tergila-gila padanya. ‘Kenapa orang sedingin dia bisa terlihat memesona begitu?’ gumam Sofie dalam hati.
“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi
Semenjak pengakuan Rexa di villa, Sofie nyaris kewalahan menghadapi sikap pria itu yang tiba-tiba berubah posesif. Rexa benar-benar membuat Sofie selalu berada di sisinya. Tidak membiarkan wanita itu jauh dari jangkauannya. Bahkan mencari seribu cara agar Sofie tidak bisa berpaling darinya walau hanya sedetik saja. “Duduk di sini! Temani aku makan!” perintah Rexa pada Sofie saat istirahat syuting. Kali ini mereka sedang syuting episode terakhir di taman sebuah hotel bintang lima. Taman itu sudah didekorasi sedemikian cantik ala pesta pernikahan yang penuh bunga-bunga segar. “Kenapa masih berdiri? Kubilang duduk sini!” kata Rexa lagi sambil menunjuk sebuah kursi di hadapannya. Jangan lupakan tatapan mengintimidasi yang selalu membuat Sofie menuruti semua permintaan pria itu. “Untuk apa aku duduk di situ? Aku masih harus mengatur jadwal promosi dengan Kak Nick!” Kali ini Sofie memilih tidak menuruti Rexa. Sofie bisa mati gaya kalau hanya menemani Rexa makan siang seperti ini. Lagipu
Sofie membuka mata perlahan dan betapa terkejutnya dia begitu matanya membuka sempurna. Wajah Rexa adalah hal pertama yang dilihatnya. Pria itu tersenyum tipis sambil menatapnya dalam. Sofie langsung bangkit duduk bersandar pada punggung tempat tidur. Beberapa kali mengusap matanya untuk meyakinkan apa yang baru saja dilihatnya. Tentu saja wajah Rexa yang masih jelas dilihatnya. Pria itu dengan santai duduk bersandar di samping Sofie. Seringai tipisnya justru membuat Sofie bergidik. Sofie memandang sekelilingnya. Kamar yang lebih luas dari kamarnya dengan Sonya ini terasa asing. Sofie menatap Rexa dengan tatapan menyelidik kemudian segera memeriksa tubuhnya sambil berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. “Semalam ... apa yang terjadi?” tanya Sofie ragu. Wanita itu mengubah posisi duduknya dan menghadap Rexa sambil menatap pria itu penuh selidik. “Menurutmu apa yang bisa terjadi?” balas Rexa dengan senyuman menggoda dan membuat Sofie makin bergidik. “Ini kamar siapa?” tanya So
Sudah beberapa menit Sofie berguling di kasurnya dengan tidak nyaman. Berulang kali wanita itu mencoba memejamkan mata, tetapi masih belum bisa terlelap. Pada akhirnya Sofie pun memilih keluar kamar karena tidak ingin mengganggu Sonya yang sudah terlelap. Sofie menuju halaman belakang villa. Pemandangan di sana cukup indah dan membuat hati tenang. Mungkin suasana sunyi dan nyaman itu bisa sedikit mengurangi insomnianya. Namun ternyata bukan hanya Sofie yang sedang tidak bisa tidur. Di salah satu sofa rotan panjang di tepi taman, terlihat sosok Rexa yang sedang meneguk sebotol minuman. Pria itu pun mendongakkan kepala saat melihat Sofie mendekat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pada Sofie. “Kamu sendiri kenapa masih di sini?” balas Sofie. “Suntuk!” sahut Rexa datar. “Terus kalau suntuk, harus ya ditemani minuman itu?” tanya Sofie lagi sambil menunjuk botol minuman beralkohol yang dipegang Rexa. “Cuma 5 persen kok!” jawab Rexa cuek sambil melirik minuman berwarna cerah di tangannya.