Sejak pagi berita di televisi, surat kabar, tabloid, sampai ke media internet semuanya menayangkan berita ketika Rexa sedang berlari bersama seorang wanita di hotel tempat B-Men mengadakan konser. Bahkan di internet sudah banyak komentar yang ditulis oleh para penggemar B-Men juga penggemar fanatik Rexa di bawah foto ketika Rexa memeluk Sofie yang hampir terjatuh karena tertabrak. Semua berita itu begitu cepat menyebar sebagai gosip di mana-mana.
Manajer B-Men, Nick tidak henti-hentinya menerima telepon dari berbagai pihak terkait berita tentang Rexa. Dia bahkan berusaha mengklarifikasi perihal kejadian tersebut untuk menyelamatkan citra artisnya. Sedangkan di rumahnya, Sofie mendengar Sonya, sahabat satu rumahnya berteriak memanggilnya dengan tidak sabar karena berita gosip tersebut.
“Sofie! Kamu harus lihat ini!” Sonya menunjukkan berita infotainment yang ditontonnya pagi itu. “Apa yang kamu lakukan sampai masuk berita infotainment di semua media?” tanya Sonya heran sambil menarik Sofie untuk duduk di sampingnya.
Sofie hanya bisa melongo melihat tayangan ketika dirinya dibawa lari oleh Rexa di lobi hotel. Di berita itu bahkan menyebut Sofie sebagai kekasih Rexa yang baru. Jelas sekali kalau berita gosip itu terlalu dibesar-besarkan.
“Hei, kenapa malah diam? Apa benar kamu pacaran sama Rexa? Aku bahkan tidak pernah tahu kamu dekat dengan bintang idola itu. Lalu, Fabian bagaimana?” Sonya mulai memberondong Sofie dengan banyak pertanyaan.
“Tentu saja tidak. Aku saja tidak kenal dia, bagaimana bisa diberitakan berpacaran hanya karena satu foto seperti itu? Dan jangan sebut nama Fabian lagi di hadapanku. Aku tidak ingin mendengar namanya disebut-sebut di depanku!” jawab Sofie sedikit ketus.
“Memangnya kamu dan Fabian kenapa? Kalian bertengkar?” tanya Sonya penasaran hingga membuat Sofie menceritakan kejadian semalam saat dia memergoki Fabian bersama Kyla.
“Benar-benar pria jahat! Dia berkata begitu padamu? Jadi hanya segini rasa sayangnya padamu? Tapi dia juga tidak seharusnya menghinamu seperti itu,” ujar Sonya marah.
“Jadi apa benar aku ini wanita kaku yang sok suci? Apa semua pria menganggapku begitu?” Sofie menatap Sonya dengan wajah nelangsa.
“Ya, kalau prianya seperti Fabian si otak dangkal, mungkin saja menganggapmu begitu. Bagi pria seperti Fabian, cinta itu 'kedewasaan' fisik dan mereka lebih senang jika 'dimanjakan' dengan skinship dan hal intim lainnya yang bisa membuat mereka nyaman. Tapi kalau pria itu benar-benar mencintaimu dengan tulus dia pasti akan mengerti prinsipmu. Meskipun jaman sekarang tidak banyak pria seperti itu.”
“Begitukah? Jadi, jaman sekarang ini pria yang tulus mencintai wanita apa adanya sudah sangat langka? Kalau begitu bisa-bisa aku jadi perawan tua.” Sofie menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa sambil mendesah tidak semangat.
“Sudahlah, jangan patah semangat begitu. Suatu saat pasti ada kok, pria baik yang mencintaimu dengan tulus. Tapi, aku masih penasaran bagaimana kamu bisa bersama Rexa?”
“Aku juga tidak mengerti kenapa foto kejadian itu bisa ada di semua berita seperti ini. Sepertinya ada paparazi yang mengikutinya dan diam-diam mengambil gambar ketika kami tidak sengaja bertabrakan.”
“Hei, Rexa itu personil B-Men yang terkenal di seluruh pelosok negeri ini. Jelas saja dia akan selalu diikuti oleh wartawan atau paparazi ke mana pun dia pergi. Apalagi penggemar wanitanya yang tidak terhingga banyaknya akan selalu ada di mana pun dia berada!” jelas Sonya penuh semangat.
“Hanya sedikit sekali wanita yang beruntung bisa berkenalan dengannya, walaupun isunya dia seorang playboy, tapi pesonanya itu tetap membuat para wanita jatuh cinta setiap kali melihatnya. Ke mana pun pergi atau di mana pun dia berada pasti akan ada berita tentang dia bersama seorang wanita. Menurut gosipnya, sudah banyak artis wanita yang menjadi mantan kekasihnya. Jadi wajar saja fotomu bersamanya akan dianggap seperti itu. Apalagi dengan posisi yang membuat siapa saja yang melihatnya jadi salah paham.” Sonya mengakhiri penjelasannya dengan mata berbinar seakan dia sudah menyampaikan informasi yang sangat penting.
“Ooo … pantas saja waktu itu dia lari mencari tempat untuk bersembunyi. Sepertinya dia sedang dikejar penggemar fanatiknya itu.” Kemudian Sofie pun menceritakan kejadian sebenarnya pada sahabatnya itu, termasuk yang terjadi di dalam loker.
“Wuah ... kamu beruntung sekali,” komentar Sonya.
“Ah, sudahlah biarkan saja berita itu. Nanti juga gosipnya hilang sendiri. Aku harus berangkat sekarang. Kamu tidak kerja?” tanya Sofie sambil mengambil setangkup roti untuk sarapannya.
“Aku berangkat agak siang,” jawab Sonya kemudian melanjutkan menonton televisi setelah Sofie pergi.
Sofie menyusuri trotoar yang menghubungkan halte bus dengan hotel tempatnya bekerja sambil berpikir bagaimana cara paparazzi itu mengambil gambar mereka yang hanya hitungan detik itu. Kenapa hanya karena tertangkap kamera bersamanya bisa menjadi bahan gosip besar seperti ini? Namun tiba-tiba dua orang gadis berlari dan sengaja menabrak Sofie hingga minuman latte yang mereka pegang membasahi pakaiannya. Refleks, Sofie menghentikan langkah dan mencoba membersihkan pakaiannya yang basah. Kedua gadis itu kini berdiri di hadapan Sofie dengan tatapan menyelidik.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Sofie heran.
“Apa benar perempuan ini yang ada di berita itu?” tanya si gadis berambut panjang yang sedang asik menggigit sedotan minuman kalengnya pada teman di sebelahnya dengan rambut sebahu yang mengenakan kaos bertuliskan 'B-Men My Beloved Men' di balik kemeja polos yang tidak terkancing.
“Iya, lihat saja tas yang dipakainya. Sama persis seperti wanita di foto itu!”
“Hei, Kakak! Sejak kapan Kakak kenal Kak Rexa? Kami tak pernah lihat perempuan seperti Kakak di sekitar Kak Rexa. Lagipula kalian tidak sepadan.” Si gadis berambut panjang memicingkan matanya menilik tubuh Sofie dari atas hingga ke bawah. “Apa jangan-jangan Kakak hanya mau numpang terkenal, ya?” ujar gadis itu lagi sambil mencibir.
“Kak Rexa itu keren banget. Seleranya pasti bagus, jadi Kakak pergi jauh-jauh aja, deh!” sahut si rambut sebahu.
“Apa sih yang kalian bicarakan? Saya sama sekali tidak mengerti dan sekarang saya sedang sibuk. Jadi permisi, saya mau lewat!” kata Sofie cuek.
“Hey, Kak! Tolong ingat kata-kata kami, ya! Perempuan seperti Kakak tidak cocok untuk idola kami yang super tampan dan keren itu bahkan untuk sebuah gosip sekali pun. Kami tidak akan membiarkan reputasinya menurun hanya karena gosip seperti ini!” tegas si gadis berambut sebahu ketus. Kemudian keduanya meninggalkan Sofie yang masih tercengang dengan apa yang baru saja dialaminya.
“Aa-apa-apaan mereka itu? Siapa juga yang mau mendekati si pria aneh yang menyebalkan itu? Numpang terkenal? Yang benar saja? Urrrgh!” gerutu Sofie sambil berusaha membersihkan bajunya yang basah dan kotor karena minuman latte.
Dengan perasaan jengkel, Sofie berlari menuju ke hotel dan langsung masuk ke ruang loker karyawan untuk mengganti pakaiannya yang basah dengan seragam resepsionisnya.
“Bajumu kenapa, Sofie?” tanya Lydia Nacita, partnernya yang baru saja datang saat melihat Sofie mencuci noda di bajunya.
“Anggap saja aku sedang sial hari ini,” gerutu Sofie datar.
“Oh iya, apa gosip itu benar?” tanya Lydia hati-hati.
“Gosip apa?”
“Foto yang ada di infotainment tadi pagi itu, benar kamu dan Rexa, kan?” tanya Lydia penasaran.
“Fotonya sih mungkin benar, tapi kalau gosipnya salah besar!”
“Maksudnya? Memang apa yang terjadi? Lalu, bagaimana dengan Fabian?” tanya Lydia lagi.
“Foto itu cuma kebetulan. Mana mungkin orang sepertiku bisa dekat dan pacaran dengan artis terkenal. Kalau soal Fabian, jangan sebut namanya lagi di hadapanku. Kita sudah benar-benar berakhir. Selesai. Tamat. Game over!” tegas Sofie.
“Masa, sih? Tapi fotonya kok kelihatan mesra, ya? Serius kalian tidak ada hubungan sama sekali?” tanya Lydia masih penasaran sambil mengikuti Sofie menuju meja resepsionis.
“Ya ampun, Lydia! Kamu kan tahu sendiri hampir setiap hari aku selalu ada di sampingmu, di balik meja ini.”
“Iya juga sih, tapi kalau kalian ada hubungan juga tidak apa-apa. Apa karena dia punya banyak penggemar fanatik, makanya kamu menutupi semuanya?” Lydia menatap Sofie curiga.
“Terserah, deh!” sahut Sofie jengkel.
Anehnya semenjak berita gosip tersebut, hotel Sofie kebanjiran reservasi termasuk restorannya juga. Sepertinya banyak yang tertarik menggunakan hotel tempat Sofie bekerja ini untuk menggali informasi dan berharap bertemu dengan B-Men yang katanya sering menggunakan hotel ini untuk beberapa acara mereka.
“Hai, ladies!” sapa Pak Teddy, sang Menager Staff pada para resepsionisnya. “Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu Sofie. Berkat kamu, hotel kita jadi ramai sampai full booked.”
“Maksud Bapak apa, ya?”
“Berkat pacarmu yang sering menginap di sini. Ditambah lagi dengan berita kemarin itu. Saya bahkan melihat sendiri kejadiannya dari lantai dua.”
“Pacar? Dia bukan pacar saya, Pak. Wakti itu cuma kebetulan.”
“Bapak melihat kejadiannya langsung?” tanya Lydia penasaran.
“Iya, langsung. Mesra banget!” sahut Pak Teddy sambil tersenyum simpul.
“Kan sudah saya bilang, saya hanya tidak sengaja bertabrakan kok, Pak. Saya bahkan tidak kenal siapa dia.”
“Aaah, kamu itu suka tidak mau mengakui. Padahal fotonya sudah jelas begitu, apalagi saya lihat langsung. Apa dia sengaja sering menginap di sini supaya kalian bisa sering bertemu? Sampai punya kamar khusus lagi, dia selalu pesan kamar itu setiap kali ke sini!” cerita Pak Teddy antusias.
“Ya, ampun! Itu semua kan cuma gosip, Pak. Hanya ketidaksengajaan. Mana mungkin artis seperti dia mau sama saya yang cuma resepsionis.”
“Kalau bukan gosip juga tidak apa-apa, kok. Tapi kamu mau kan, lembur sampai tengah malam untuk hari ini? Mau ya-ya-ya ....”
“Hmm. Oke deh, Pak!”
“Saya juga boleh ikut lembur ya, Pak?” tanya Lydia sambil memasang senyum termanisnya.
“Oke deh! Kamu juga ikut lembur, Lidya.”
“Asik! Siapa tahu ada pria tampan yang menginap di sini terus bisa jadi pacarku, deh,” sorak Lydia girang.
“Dasar! Ya sudah, kalian yang semangat ya kerjanya!”
“Siap, Pak Bos!” sahut mereka semangat sambil tersenyum manis.
****
Sebuah mobil van dan satu mobil escalade berwarna hitam berhenti tepat di depan gedung perusahaan pakaian ternama di negeri ini. Kelima mamber B-Men berjalan memasuki gedung mewah tersebut sambil bersenda gurau. Hari ini B-Men akan melakukan sesi pemotretan produk terbaru mereka. Karena terlalu asik mengobrol Vino, member B-Men yang berjalan paling depan tanpa sengaja menabrak seorang wanita yang sedang kerepotan membawa beberapa pakaian di kedua tangannya.“Aduh!”“Maaf, ya. Aku benar-benar minta maaf,” ucap Vino sambil membantu mengambil pakaian yang terjatuh kemudian menyerahkannya pada wanita itu.“Hmm, tak apa.”“Oh ya, So-nya?” Vino melirik nametag yang dipakai wanita di hadapannya. “Apa ini pakaian untuk sesi foto kami?”Untuk sesaat wanita itu kembali melihat beberapa pria yang berdiri di hadapannya dan tersadar. “B-Men? Oh ya, benar! Semua pakaian ini untuk sesi foto kalian,” jawab Sonya sambil tersenyum. “Baru saja mau aku antarkan ke ruangan kalian.”“Kalau begitu, sini bi
Dalam keremangan lampu kelab malam, seorang wanita mengampiri Rexa dan menemaninya minum. Rexa tahu kalau wanita itu hendak menggodanya. Sudah beberapa malam ini wanita itu menemaninya minum. Sesekali wanita itu menggodanya dengan sentuhan lembut yang membuat Rexa tidak bisa menghindarinya. Rexa menarik wanita itu dan mulai mengecup bibirnya dengan rakus. Entah kenapa malam ini Rexa harus melampiaskan ganjalan yang ada di hatinya. Walaupun hanya sebagai pelampiasan semata, tetapi wanita itu terlihat tidak keberatan dengan perlakuan Rexa padanya. Wanita itu justru menanggapi aksi Rexa dengan ritme yang sama menggairahkannya dan menikmati keintiman yang sedang terjalin di antara mereka berdua. Hingga tiba-tiba Rexa melepaskan pagutan mereka dan menggeram kesal. Tanpa bicara apa pun, Rexa pergi meninggalkan wanita tersebut begitu saja. Rexa berjalan sempoyongan keluar dari kelab malam tersebut. Setengah sadar dia naik taksi yang memang sudah dipanggil pegawai kelab malam sebelumnya. S
Sofie menutup telepon dengan wajah kesal. Ini sudah yang kesekian kalinya ada telepon salah sambung yang membuat Sofie hampir naik darah. “Telepon itu lagi?” tanya Lydia. “Hmm. Kenapa banyak sekali telepon nyasar ke sini, sih?” gerutu Sofie jengkel. Belum selesai sampai di situ, ketika jam makan siang ada seorang kurir pesan antar sebuah rumah makan mengirimi Sofie sepuluh kotak makan siang lengkap. Sofie yang merasa tidak memesan makanan tersebut enggan menerimanya, tetapi kurir itu bilang kalau makanan tersebut belum dibayar. Mau tak mau Sofie yang harus membayarnya. Apalagi melihat si kurir terlihat sedih bercampur bingung. Seperti takut dimarahi atasannya. Hal ini sudah terjadi dari beberapa hari yang lalu. Selain bisa membuat Sofie bangkrut, hal ini juga membuat Sofie kesulitan melakukan pekerjaannya. Sofie bahkan merasa setiap orang yang dia lewati di jalan sedang memperhatikan sambil berbisik membicarakannya. Awalnya Sofie tidak peduli dengan keadaan aneh di sekitarnya, te
“Memang ada berita apa lagi, sih?” tanya Sofie bingung, sedangkan Sonya segera melihat ponselnya dan mencari unggahan terbaru tentang Rexa. “Ya ampun! Kamu benar-benar tidak tahu?” tanya Lydia heran. “Aku bahkan tidak mengerti apa yang kamu bicarakan dari tadi.” “Aduh ... itu loh, di lobi banyak sekali penggemar Rexa dan juga reporter gosip. Mereka semua cari kamu!” jelas Lydia. “Hah?! Buat apa mereka mencariku?” tanya Sofie kaget. “Itu karena foto kamu pelukan dengan Rexa semalam di depan pintu kamarnya. Berita itu sudah tersebar di internet tahu! Petugas keamanan kita di depan bahkan sudah kewalahan menahan mereka semua,” sahut Lydia lagi. “Hah! Siapa juga yang berpelukan dengan dia. Waktu itu aku hanya menolongnya karena hampir pingsan. Aduh, kenapa jadi begini, sih?” Sofie mulai panik. “Tapi kalau dilihat dari sudut pandang foto ini sih, kalian memang terlihat seperti berpelukan dengan mesra. Aku bahkan mengira kalian sedang ingin berciuman,” ucap Sonya jujur. “Apa?” Sofie
Setelah ucapan terima kasih yang Rexa ucapkan pada seluruh penggemarnya, pria itu pun kembali melangkah menarik Sofie menjauh dari kerumunan para penggemarnya. Rexa membawa Sofie masuk ke dalam lift lalu menuju kamarnya sambil menggandeng tangan wanita itu yang sedari tadi belum dia lepaskan. Lydia dan Sonya hanya mengikuti mereka tanpa banyak bicara, sedikit takut dengan aura dingin sang idola tersebut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sofie?” tanya Sonya khawatir. “Hmm, aku tidak apa-apa. Hanya saja leherku terasa sedikit perih.” Sofie meringis sambil memegangi lehernya yang terluka. “Auuwh!!” teriak Sofie tiba-tiba. “Kenapa, Sof? Apa lagi yang sakit?” tanya Sonya dan Lydia bersamaan. Sedikit terkejut dengan teriakan sahabatnya itu. “Rexa! Haruskah kamu meremukkan tanganku juga?” tanya Sofie sambil meringis. “Apa?” Rexa balas bertanya dengan bingung, sedangkan Sonya dan Lydia terheran-heran menatap dua orang di depannya. “Ini! Dari tadi kamu meremas tanganku seperti remuk tulangku ra
Sofie merasa seperti buronan penjahat yang sedang dicari polisi, tidak bisa bebas berjalan ke mana pun dia mau. Ada rasa khawatir bila tiba-tiba penggemar Rexa dan para paparazzi menyerbunya lagi ketika dia sendirian.Setiap kali melangkah, kepala Sofie menoleh ke sekeliling dan matanya menatap waspada keadaan di sekitarnya. Bahkan saat tiba di halte bus, Sofie seakan mengendap-endap begitu melewati beberapa orang. Khawatir kalau mereka adalah penggemar fanatik Rexa.Kekhawatiran Sofie ternyata benar. Matanya Sofie kini menangkap beberapa gadis yang mengerjainya tempo hari sedang bersandar pada papan reklame di samping halte. Sofie segera memandang sekitar berharap ada tempat untuk bersembunyi. Dia sungguh tidak ingin berhadapan dengan mereka saat ini.“Hei, lihat! Itu kan, perempuan yang di hotel tadi!” Baru saja Sofie hendak meninggalkan halte ketika tiba-tiba salah satu dari mereka memergokinya.Sofie berdecak kesal. Kenapa juga dia harus sesial ini. Segera Sofie berbalik arah, ber
Satu jam kemudian, mobil Rexa berhenti tepat di garasi luas di sebuah rumah besar minimalis modern bernuansa putih cokelat. Rexa mematikan mesin mobilnya dan beranjak turun diikuti oleh Sofie yang terlihat bingung. “Ini di mana? Kamu tidak membawaku ke tempat yang aneh-aneh, kan?” Sofie menyipitkan matanya menatap Rexa curiga. “Sudah kamu ikut saja! Ini tempat paling aman dari para paparazzi dan para penggemar gila itu.” Rexa melangkah masuk ke dalam rumah dan Sofie hanya mengikutinya dari belakang. “Waaah ... ada angin apa kamu pulang ke sini, Rex?” tanya Calvin heran melihat Rexa yang tiba-tiba muncul di ruang tengah rumah markas B-Men. Sesaat kemudian dengan setengah terkejut Calvin melihat Sofie yang muncul di belakang Rexa, “Oooh ... jadi karena dia, ya?” Calvin menjawab pertanyaannya sendiri sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hai, Sofie! Ayo sini kumpul bersama kami!” kata Vino ramah sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya dan mengisyaratkan Sofie agar duduk. Sofie me
Pagi sekali sebelum para member B-Men bangun, Sofie sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur yang mewah tersebut. Sambil bernyanyi riang, Sofie mengayunkan spatulanya mengaduk beberapa sayuran segar dengan mayonaise yang sebelumnya dia beli di minimarket dekat markas B-Men. Kemarin dia sempat lihat supermarket itu ketika datang rumah ini, walaupun lumayan melelahkan jika ditempuh dengan berjalan kaki. Zhen dan Kenzie yang pertama tiba di dapur dengan pakaian yang sudah rapi. Keduanya duduk dan meneguk air mineral yang mereka ambil dari lemari pendingin. Kemudian tersenyum memperhatikan Sofie yang sedang mengaduk saladnya sambil mendengarkan lagu melalui earphone-nya. Wanita itu tidak menyadari kedatangan keduanya. Sofie terus bernyanyi dengan riang, meskipun suaranya benar-benar memprihatinkan. Tidak lama kemudian Vino dan Calvin pun ikut bergabung. Begitu asiknya bernyanyi hingga Sofie tidak menyadari ke empat pria itu sudah berkumpul mengelilingi meja makan. Sofie benar-benar terke
“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi
Semenjak pengakuan Rexa di villa, Sofie nyaris kewalahan menghadapi sikap pria itu yang tiba-tiba berubah posesif. Rexa benar-benar membuat Sofie selalu berada di sisinya. Tidak membiarkan wanita itu jauh dari jangkauannya. Bahkan mencari seribu cara agar Sofie tidak bisa berpaling darinya walau hanya sedetik saja. “Duduk di sini! Temani aku makan!” perintah Rexa pada Sofie saat istirahat syuting. Kali ini mereka sedang syuting episode terakhir di taman sebuah hotel bintang lima. Taman itu sudah didekorasi sedemikian cantik ala pesta pernikahan yang penuh bunga-bunga segar. “Kenapa masih berdiri? Kubilang duduk sini!” kata Rexa lagi sambil menunjuk sebuah kursi di hadapannya. Jangan lupakan tatapan mengintimidasi yang selalu membuat Sofie menuruti semua permintaan pria itu. “Untuk apa aku duduk di situ? Aku masih harus mengatur jadwal promosi dengan Kak Nick!” Kali ini Sofie memilih tidak menuruti Rexa. Sofie bisa mati gaya kalau hanya menemani Rexa makan siang seperti ini. Lagipu
Sofie membuka mata perlahan dan betapa terkejutnya dia begitu matanya membuka sempurna. Wajah Rexa adalah hal pertama yang dilihatnya. Pria itu tersenyum tipis sambil menatapnya dalam. Sofie langsung bangkit duduk bersandar pada punggung tempat tidur. Beberapa kali mengusap matanya untuk meyakinkan apa yang baru saja dilihatnya. Tentu saja wajah Rexa yang masih jelas dilihatnya. Pria itu dengan santai duduk bersandar di samping Sofie. Seringai tipisnya justru membuat Sofie bergidik. Sofie memandang sekelilingnya. Kamar yang lebih luas dari kamarnya dengan Sonya ini terasa asing. Sofie menatap Rexa dengan tatapan menyelidik kemudian segera memeriksa tubuhnya sambil berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. “Semalam ... apa yang terjadi?” tanya Sofie ragu. Wanita itu mengubah posisi duduknya dan menghadap Rexa sambil menatap pria itu penuh selidik. “Menurutmu apa yang bisa terjadi?” balas Rexa dengan senyuman menggoda dan membuat Sofie makin bergidik. “Ini kamar siapa?” tanya So
Sudah beberapa menit Sofie berguling di kasurnya dengan tidak nyaman. Berulang kali wanita itu mencoba memejamkan mata, tetapi masih belum bisa terlelap. Pada akhirnya Sofie pun memilih keluar kamar karena tidak ingin mengganggu Sonya yang sudah terlelap. Sofie menuju halaman belakang villa. Pemandangan di sana cukup indah dan membuat hati tenang. Mungkin suasana sunyi dan nyaman itu bisa sedikit mengurangi insomnianya. Namun ternyata bukan hanya Sofie yang sedang tidak bisa tidur. Di salah satu sofa rotan panjang di tepi taman, terlihat sosok Rexa yang sedang meneguk sebotol minuman. Pria itu pun mendongakkan kepala saat melihat Sofie mendekat. “Kamu belum tidur?” tanyanya pada Sofie. “Kamu sendiri kenapa masih di sini?” balas Sofie. “Suntuk!” sahut Rexa datar. “Terus kalau suntuk, harus ya ditemani minuman itu?” tanya Sofie lagi sambil menunjuk botol minuman beralkohol yang dipegang Rexa. “Cuma 5 persen kok!” jawab Rexa cuek sambil melirik minuman berwarna cerah di tangannya.