Share

Takut Kehilangan

Penulis: Erna Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-27 11:12:02

Suasana rumah terasa jauh lebih dingin dibanding suhu sore itu.

Amara memberanikan diri melangkah ke dapur, menyiapkan makan malam seadanya.

Tangannya gemetar kecil saat memotong sayur, pikirannya melayang-layang—bukan hanya karena lelah, tapi karena tatapan Arga yang terus membakar tengkuknya

Di ruang makan, Arga duduk diam di kursinya, lengan bersedekap di dada, pandangan gelap terpaku ke arah dapur.

Amara berusaha bersikap biasa.

Menyelesaikan tumisan, menanak nasi shirataki, menyiapkan sup daging sapi hangat.

Saat semuanya siap, ia membawa piring ke meja makan sambil menunduk dalam-dalam.

“Makan malam sudah siap,” gumam Amara tanpa berani menatap.

Arga tidak menjawab.

Hanya menggeser kursinya sedikit lebih kasar dari biasanya, lalu mulai mengambil makanan.

Mereka makan dalam diam.

Sendok dan garpu beradu pelan dengan piring, menjadi satu-satunya suara yang terdengar.

Amara sesekali melirik Arga dari ekor matanya—dan merasa tercekik.

Rahang pria itu mengeras. Sorot mat
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Adfazha
Deeptalk donk Arga nyatain cinta ke Amara kna cwe butuh kepastian & pembuktian biar Amara tau kalian pya perasaan yg sama
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Rumah

    Chapter 29Cahaya matahari pagi menyelinap masuk melalui celah tirai kamar, membelai wajah Amara yang masih tertidur di pelukan Arga.Nafas keduanya sudah teratur, tubuh mereka saling menempel dengan selimut putih membungkus erat.Arga membuka matanya lebih dulu.Dia menatap gadis mungil dalam dekapannya itu—rambut acak-acakan, wajah polos tanpa makeup, napas lembut menghangatkan kulit dadanya.Seketika dadanya terasa aneh.Ada sesuatu yang mencubit pelan di dalam sana.Perlahan Arga mengendurkan pelukannya, takut membangunkan Amara.Namun saat ia bergerak sedikit, Amara meringkuk lebih dalam, seolah mencari kehangatan tubuhnya.Arga menahan napas.Sial.Betapa mudahnya gadis ini menghancurkan semua pertahanannya.Dengan hati-hati, Arga membelai punggung Amara dengan gerakan ringan.Tak sadar, sudut bibirnya melengkung tipis.Sementara itu, Amara mulai menggeliat pelan.Begitu membuka mata dan menyadari bahwa dirinya masih dalam pelukan Arga—dan tubuh mereka sama-sama ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-27
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Nilai Yang Tak Bisa Dibayar

    “Utangnya atas nama siapa?” Nada suara Amara terdengar bergetar, meski wajahnya masih berusaha tenang. Ia duduk di depan meja besar berwarna gelap, ruangan dingin dengan panel dinding kayu mengelilinginya. Kantor hukum. Bukan tempat yang seharusnya ia datangi di pagi buta, apalagi dengan seragam mengajar yang masih rapi. Wanita paruh baya di seberangnya—salah satu pengacara dari firma hukum Santosa & Partners—menyodorkan dokumen. “Atas nama Rendy Ramadhan. Adik kandung Anda.” Amara meraih lembaran kertas itu dengan tangan gemetar. Angka di situ membuat perutnya berputar. Rp1.263.000.000. Lalu matanya turun ke bawah. Suku bunga. Denda keterlambatan. Penalti. CitraKredit Corporation. Nama itu sudah sering ia dengar. Perusahaan pinjaman online raksasa yang katanya “bermuka dua”: profesional di depan, tapi tajam seperti lintah di belakang. “Maaf, saya rasa ini salah. Adik saya—dia memang punya beberapa masalah, tapi enggak mungkin—” “Ini tanda tangannya.” Sang

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Akad Tanpa Restu

    Amara menggenggam koper kecil di pangkuannya, duduk di pojok gerbong LRT yang nyaris kosong. Jam delapan pagi dan langit Jakarta seperti ikut menyimpan rahasia yang hendak ia telan bulat-bulat. Tubuhnya diam, tapi batinnya gemuruh. Nafasnya pendek-pendek dan sesekali ia menyeka keringat di pelipis yang tak kunjung berhenti meski AC menyala. Matanya menatap ke luar kaca jendela. Pemandangan gedung-gedung tinggi berkelebat cepat, secepat langkah hidupnya berubah semalam. Dari guru sederhana jadi calon istri seorang CEO—dalam waktu kurang dari 24 jam. Bukan karena cinta. Tapi karena utang. Karena adiknya. Karena tak ada pilihan lain. “Sebentar lagi kamu menikah, Ra…” “Dengan pria asing … yang bahkan enggak pernah tersenyum padamu.” Suara itu bergaung di kepalanya. LRT berhenti di stasiun Dukuh Atas. Amara berdiri, menyeret kopernya lalu bergegas masuk ke toilet umum di pojok terminal. Tangan Amara gemetaran saat membuka kancing blus, menggantinya dengan kebaya puti

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Rumah Yang Sunyi

    Langit Jakarta sudah berwarna abu keunguan saat Amara turun dari ojeg online di depan sebuah cluster elite yang senyap. Petugas keamanan di pos masuk memeriksa wajahnya sesaat, lalu membuka portal otomatis dengan anggukan singkat. Rumah Arga berada di blok paling ujung. Bentuknya minimalis-modern, dengan dinding kaca besar dan cat abu muda. Tak ada pagar tinggi. Hanya sensor gerak di teras, dan CCTV di empat sudut. Seperti pria yang menempatinya—tenang di luar, tapi mengawasi setiap inci. Amara membuka pintu menggunakan sidik jari, seperti yang telah diatur Zeno-asistennya Arga. Begitu masuk, aroma ruang kosong langsung menyambutnya. Ia berdiri di tengah ruang tamu yang bersih, terlalu rapi, terlalu hening. Tidak ada staf rumah tangga. Tidak ada suara penggorengan. Tidak ada aroma nasi. Ia melepas sepatu lalu menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Kamar tamu yang cukup luas dengan ranjang queen-size, lemari, dan satu jendela besar menghadap halaman belakang. Sepi. Di

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tubuh Yang Terikat

    Pagi menyapa rumah itu tanpa suara. Tak ada burung. Tak ada suara teko air. Hanya matahari yang menembus kaca lebar di sisi ruang makan, menyorot meja marmer panjang yang masih kosong. Amara sudah bangun sejak pukul lima. Tubuhnya masih terasa pegal dan nyeri di beberapa bagian, tapi ia menahan semua itu. Tak ada ruang untuk merengek dalam peran yang dipilihnya sendiri. Ia berdiri di dapur, masih mengenakan daster satin seksi tadi malam hanya saja sekarang dibalut nightrobe dengan bahan dan warna yang sama, rambutnya dikuncir longgar, aroma minyak kayu putih samar masih tercium dari kulitnya. Ia menanak nasi, menggoreng telur, dan menumis sayur sawi putih yang dibumbui kaldu. “Istri kontrak pun tetap harus bisa masak,” gumamnya pelan sambil mengaduk wajan. Pukul enam kurang sepuluh, suara langkah kaki terdengar dari tangga. Amara memalingkan wajah. Tatapannya bersirobok dengan Arga yang menggunakan kaus hitam tipis dan celana jogger abu-abu. Rambutnya sedikit beran

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Dunia Luar Yang Ternyata Peduli

    Pukul tujuh tiga puluh pagi, Amara berdiri di halte kecil di depan cluster elite tempat ia tinggal. Rambutnya dikuncir rapi, blazer biru muda membalut tubuh mungilnya, dan wajahnya hanya dilapisi bedak tipis. Taksi online tiba dan ia masuk dengan senyum tipis pada sopir. Sepanjang perjalanan ke sekolah tempatnya mengajar, Amara hanya menatap keluar jendela, mencoba membaurkan diri dengan lalu lintas Jakarta yang padat dan penuh suara. “Di luar sini, semua orang berjalan seperti biasa. Tak satu pun tahu aku sudah menjadi istri seseorang … tanpa cinta.” Amara membatin. Setibanya di sekolah, beberapa murid melambai ramah. Tapi ada satu-dua tatapan bingung saat mereka melihat cincin di jari manisnya. “Bu Amara udah nikah?” bisik salah satu murid perempuan. Amara pura-pura tak dengar. Ia tersenyum lalu masuk ke ruang guru dan langsung disambut pelukan ringan dari Rania. “Kamu kelihatan lelah, Amara.” Amara hanya tersenyum tipis. “Baru adaptasi. Banyak hal baru yang haru

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Hanya Pernikahan Kontrak

    Pagi itu, Amara duduk di ujung ranjangnya dengan wajah sendu. Cahaya matahari masuk pelan lewat tirai tipis, menyinari pigura kecil yang tergenggam erat di tangannya.Foto keluarga.Ayahnya mengenakan kemeja kotak-kotak, tersenyum lebar dengan tangan memegang bahu Amara kecil yang waktu itu masih berseragam SMA. Di sampingnya, sang ibu memeluk bahu Amara dari belakang. Dan Rendy ada di sampingnya, wajah sang adik masih polos belum mengenal dunia yang kotor.Mereka berdiri di depan toko kelontong sederhana, rumah usaha keluarga yang menjadi pusat kehidupan mereka bertahun-tahun.Kini, semuanya tinggal kenangan.Amara menyentuh permukaan kaca pigura itu dengan jari pelan. Setiap detail wajah orangtuanya masih terekam kuat dalam pikirannya.“Kalau Ayah masih hidup… pasti aku enggak akan berakhir seperti ini,” gumamnya lirih.[FLASHBACK – lima tahun lalu]Amara berdiri di tengah toko, menatap rak kosong yang dulunya penuh dengan beras, minyak, dan mi instan. Ayahnya duduk di bangk

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tubuh Menyerah Tapi Hati Melawan

    Amara masuk ke kamarnya malam itu dengan lelah yang bukan sekadar fisik. Ia membuka pigura foto keluarga yang tadi pagi sempat ia peluk, lalu meletakkannya kembali ke nakas.Ia duduk di ranjang. Diam. Tak menangis. Tapi matanya kosong.“Mungkin aku harus belajar untuk tak merasa sama sekali.”“Karena di dunia ini, perasaan yang paling menyakitkan adalah… ketika kamu masih berharap, tapi sudah tahu akhirnya.”Tangannya menggenggam seprai. Denting jam berdetak pelan, seperti menyindir kesepian yang semakin dalam. Di lantai bawah, semua lampu sudah mati. Suara langkah kaki pun nyaris tak terdengar.Tok. Tok.Pintu kamarnya diketuk dua kali. Lembut tapi tak ragu.Amara menoleh perlahan. Napasnya menggantung.“Amara.” suara Arga terdengar dari balik pintu. Datar, seperti biasa. Tapi entah kenapa, malam ini terdengar sedikit lebih… berat.Amara berdiri dan membuka pintu. Arga berdiri di sana, hanya mengenakan kaus tipis dan celana panjang rumah. Wajahnya teduh, tak semarah tadi saa

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11

Bab terbaru

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Rumah

    Chapter 29Cahaya matahari pagi menyelinap masuk melalui celah tirai kamar, membelai wajah Amara yang masih tertidur di pelukan Arga.Nafas keduanya sudah teratur, tubuh mereka saling menempel dengan selimut putih membungkus erat.Arga membuka matanya lebih dulu.Dia menatap gadis mungil dalam dekapannya itu—rambut acak-acakan, wajah polos tanpa makeup, napas lembut menghangatkan kulit dadanya.Seketika dadanya terasa aneh.Ada sesuatu yang mencubit pelan di dalam sana.Perlahan Arga mengendurkan pelukannya, takut membangunkan Amara.Namun saat ia bergerak sedikit, Amara meringkuk lebih dalam, seolah mencari kehangatan tubuhnya.Arga menahan napas.Sial.Betapa mudahnya gadis ini menghancurkan semua pertahanannya.Dengan hati-hati, Arga membelai punggung Amara dengan gerakan ringan.Tak sadar, sudut bibirnya melengkung tipis.Sementara itu, Amara mulai menggeliat pelan.Begitu membuka mata dan menyadari bahwa dirinya masih dalam pelukan Arga—dan tubuh mereka sama-sama ta

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Takut Kehilangan

    Suasana rumah terasa jauh lebih dingin dibanding suhu sore itu.Amara memberanikan diri melangkah ke dapur, menyiapkan makan malam seadanya.Tangannya gemetar kecil saat memotong sayur, pikirannya melayang-layang—bukan hanya karena lelah, tapi karena tatapan Arga yang terus membakar tengkuknyaDi ruang makan, Arga duduk diam di kursinya, lengan bersedekap di dada, pandangan gelap terpaku ke arah dapur.Amara berusaha bersikap biasa.Menyelesaikan tumisan, menanak nasi shirataki, menyiapkan sup daging sapi hangat.Saat semuanya siap, ia membawa piring ke meja makan sambil menunduk dalam-dalam.“Makan malam sudah siap,” gumam Amara tanpa berani menatap.Arga tidak menjawab.Hanya menggeser kursinya sedikit lebih kasar dari biasanya, lalu mulai mengambil makanan.Mereka makan dalam diam.Sendok dan garpu beradu pelan dengan piring, menjadi satu-satunya suara yang terdengar.Amara sesekali melirik Arga dari ekor matanya—dan merasa tercekik.Rahang pria itu mengeras. Sorot mat

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Rindu Yang Tak Terucap

    Malam telah beranjak saat Arga dan Amara tiba di Jakarta.Sesampainya di rumah, Amara langsung sibuk menyiapkan makan malam sederhana di bawah cahaya lampu gantung, memakai apron tipis yang membingkai tubuh mungilnya.Aroma tumisan sayuran segar dan sup ayam rendah karbo memenuhi udara.Sementara itu, setelah memasukan koper mereka ke kamar—Arga duduk di ruang makan, tangan kirinya menopang dagu, memperhatikan Amara dari kejauhan.Tak lama, Amara membawa dua piring ke meja.“Makan malam siap,” ujarnya pelan.Arga hanya mengangguk, tanpa senyum.Mereka makan dalam diam.Sendok yang beradu dengan piring menjadi satu-satunya suara di antara mereka.Amara mencuri-curi pandang ke arah Arga, merasa canggung dengan keheningan ini.Sementara Arga menunduk fokus pada makanannya, namun sesekali melirik Amara dari ekor matanya.Suasana terasa aneh.Mereka pernah begitu dekat—saling memeluk di malam dingin Ciwidey—tapi kini, duduk hanya satu meja pun terasa seperti menyeberangi lautan

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Berakhirnya Liburan Singkat

    Malam itu, setelah makan malam terakhir yang penuh kehangatan dan godaan dari para peserta gathering, Amara dan Arga kembali ke kamar villa mereka. Lorong menuju kamar terasa sunyi, hanya terdengar langkah kaki mereka yang beriringan. Keduanya berjalan berdampingan, namun tidak ada kata yang terucap.Udara dingin Ciwidey menyusup melalui celah-celah jendela, menambah keheningan yang menyelimuti villa. Sesampainya di kamar, Amara segera mengganti pakaiannya dengan piyama hangat, sementara Arga duduk di tepi ranjang, sambil memeriksa email di iPad yang selalu ia bawa ke mana-mana.Amara meliriknya sekilas lalu dengan ragu-ragu, ia berbaring di sisi ranjang, membelakangi Arga.Beberapa menit berlalu dalam keheningan.Terasa pergerakan Arga yang bangkit dari atas ranjang kemudian masuk ke dalam kamar mandi.Tidak lama kemudian Arga keluar, wajahnya tampak segar lalu mengganti pakaian dengan pakaian tidur nyaman.Jantung Amara berdebar kencang saat Arga mematikan lampu.Malam in

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Saat Dunia Hanya Milik Kita

    Area taman belakang villa sudah dipenuhi pasangan-pasangan yang bersemangat.Panitia gathering memasang banner bertuliskan “Couple Fun Games”, lengkap dengan balon warna-warni dan deretan kursi untuk para peserta.Arga berdiri santai dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana training abu-abunya, sementara Amara berdiri di sampingnya—gelisah, memainkan ujung sweater oversized yang ia kenakan.“Kita akan lomba apa dulu ya?” bisik Amara, lirih.Arga meliriknya datar. “Apapun itu, kamu jangan bikin malu.”Amara memelototkan mata kecil. “Maksudnya aku yang bikin malu?”Arga hanya mengangkat alis sedikit, ekspresinya tetap malas seperti biasa.“Tuh ‘kan, ngeselin.” Amara bergumam pelan.Tapi anehnya, setelah itu Amara malah tersenyum kecil.Di atas panggung kecil, MC mulai membacakan lomba pertama:“Games pertama—balap kelereng di sendok! Tapi… yang megang sendok di mulutnya adalah suami, dan istri yang meletakkan kelerengnya!”Gelak tawa langsung pecah di seluruh area.Amar

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Aku Menginginkanmu

    Suasana kamar hanya diterangi lampu tidur berwarna kekuningan.Saat Amara merasa tangan besar itu mulai bergerak di perutnya, mengusap lembut, napasnya langsung tersendat.“Amara,” suara Arga terdengar berat dan serak di telinganya.“Ya?” balas Amara pelan, nadanya bergetar tak terkontrol.“Aku ingin kamu malam ini,” bisik Arga, nadanya dingin tapi dalam, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan.Sebelum Amara sempat menjawab apa pun, Arga sudah membalik tubuh Amara menghadapnya.Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Nafas Arga menghangatkan pipi Amara.Bibir Arga merengkuh bibir Amara dalam ciuman dalam yang langsung membakar udara di antara mereka.Bukan ciuman lembut—tapi penuh tuntutan. Penuh hasrat.Amara mendesah kecil, tangannya naik ke pundak Arga, berpegangan seolah tubuhnya bisa runtuh kapan saja.Arga menarik selimut ke atas, membungkus tubuh mereka berdua sebelum tangan-tangannya mulai menjelajahi kulit Amara.Setiap sentuhan Arga membuat Amara mengerang

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Family Gathering

    Sabtu pagi datang dengan udara yang sedikit mendung, tapi justru terasa nyaman.Di lantai dua rumah mereka, kamar Amara tampak sedikit berantakan.Tas makeup, baju ganti, jaket, sepatu, hingga perlengkapan kecil-kecil berserakan di tempat tidur. Di tengah-tengah kekacauan itu, Amara berdiri, bingung sendiri.“Duh… ini bawa berapa baju ya? Kalau terlalu banyak nanti dikira lebay, kalau terlalu sedikit takut kurang…,” gumamnya sendiri sambil melipat satu dress berwarna pastel ke dalam koper.Sementara itu, dari kamar sebelah, suara Arga terdengar samar.Bersama dentingan hanger yang bersenggolan, pria itu tengah bersiap dengan sangat ….Cepat, praktis, tanpa drama.Beberapa menit kemudian, Arga sudah berdiri di depan pintu kamar Amara, mengetuk ringan.Tok.Tok.“Udah siap?”“Beberapa menit lagi!” balas Amara tergopoh, lalu buru-buru mendorong koper ke lantai.Arga bersandar di kusen pintu sambil menyilangkan tangan di dada, memperhatikan pemandangan di depannya.Amara sibu

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Sesuatu Yang Mulai Tumbuh

    Chapter 22 – Detik-Detik yang Mengubah SemuanyaAmara turun dari mobil dan melangkah ringan menyusuri lorong, tote bag di pundak dan wajah yang tak bisa berhenti tersenyum.Momen singkat tadi—ciuman Arga di keningnya sebelum turun dari mobil—masih membekas jelas di ingatannya.Hangat. Manis. Tak terduga.Amara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan jantungnya yang masih berdetak terlalu cepat.Banyak yang tidak Amara mengerti dari Arga, mulai dari bersedia menjenguk ibu, mau membiayai berobat ibu, tetap tinggal setelah bercinta lalu mengecup keningnya saat mereka hendak berpisah pagi ini.Apa yang Arga lakukan itu adalah peran suami yang sangat mencintai istrinya.Tapi untuk apa?Mereka hanya menikah kontrak dan Amara tidak berekspektasi kalau Arga sampai melakukan semua itu.Pria itu bersikap biasa saja tidak dingin, Amara sudah sangat bersyukur.Atau mengijinkannya pulang bertemu ibu bahkan Amara hampir tidak percaya sewaktu Arga bersedia mengunjungi ibu mengingat

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Perhatian Yang Tanpa Disadari

    Pagi itu, Amara yang baru habis mandi membuka pintu kamar bersamaan dengan Arga yang tengah berjalan di lorong. Gara-gara momen bercinta pagi ini membuat mereka kesiangan. Amara berlari kecil di belakang Arga menuruni anak tangga dengan blazer yang belum dikancing dan rambut belum disisir apalagi make up. “Aku kesiangan,” kata Amara sembari mengoles roti asal-asalan dengan selai strawberry di dapur. “Kamu sih,” kata Arga bergumam setelah menenggak sebotol air mineral dingin dari dalam kulkas. “Kamu yang ngajakin gituan pagi-pagi,” balas Amara tidak mau kalah sembari mengerucutkan bibir menggemaskan membuat Arga terkekeh. Arga menarik Amara lebih dalam ke area kitchen island setelah istrinya itu meletakan roti di atas piring. “Katanya kesiangan, tapi kamu mancing-mancing terus.” Arga bergumam sembari mengancingkan blazer Amara. Jantung Amara seketika berdetak sangat kencang. Setelah Arga selesai, Amara bergegas menjauh dengan gesture gugup yang kentara. Dia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status