Home / Romansa / Karena Utang, Dinikahi Sultan / Hanya Pernikahan Kontrak

Share

Hanya Pernikahan Kontrak

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-04-11 13:25:35

Pagi itu, Amara duduk di ujung ranjangnya dengan wajah sendu. Cahaya matahari masuk pelan lewat tirai tipis, menyinari pigura kecil yang tergenggam erat di tangannya.

Foto keluarga.

Ayahnya mengenakan kemeja kotak-kotak, tersenyum lebar dengan tangan memegang bahu Amara kecil yang waktu itu masih berseragam SMA. Di sampingnya, sang ibu memeluk bahu Amara dari belakang. Dan Rendy ada di sampingnya, wajah sang adik masih polos belum mengenal dunia yang kotor.

Mereka berdiri di depan toko kelontong sederhana, rumah usaha keluarga yang menjadi pusat kehidupan mereka bertahun-tahun.

Kini, semuanya tinggal kenangan.

Amara menyentuh permukaan kaca pigura itu dengan jari pelan. Setiap detail wajah orangtuanya masih terekam kuat dalam pikirannya.

“Kalau Ayah masih hidup… pasti aku enggak akan berakhir seperti ini,” gumamnya lirih.

[FLASHBACK – lima tahun lalu]

Amara berdiri di tengah toko, menatap rak kosong yang dulunya penuh dengan beras, minyak, dan mi instan. Ayahnya duduk di bangku kecil di dekat kasir, tampak lebih tua dari usianya yang sebenarnya.

“Kita harus tutup sementara, Ra. Distributor enggak mau kasih utang lagi, dan kita udah enggak bisa bayar sewa.”

Amara menatap ayahnya dengan getir. “Aku masih punya tabungan, Yah. Kita bisa bertahan—”

“Kamu pakai uang itu buat lanjut kuliah. Jangan bodoh kayak Ayah. Hidup kamu masih panjang.”

Tapi seminggu kemudian, ayahnya kolaps di kamar mandi. Serangan jantung dan beliau tak sempat ditolong.

Sumiati—ibu Amara—hancur. Secara fisik dan mental. Dalam dua bulan, tubuhnya lumpuh sebelah, dan sejak saat itu, Amara memutuskan hanya ada satu prioritas dalam hidupnya: menjaga ibu.

Termasuk… menolak Bayu.

Bayu Wicaksana, cinta masa kuliahnya. Pria lembut, cerdas, dan penuh idealisme. Dosen muda yang memperjuangkan pendidikan gratis di pelosok. Mereka sempat berencana menikah setelah Amara menyelesaikan S1.

Tapi ketika semua runtuh, Amara memilih diam-diam pergi dari kehidupannya.

“Aku mencintaimu, Amara. Tapi aku bukan Tuhan yang bisa menyembuhkan ibumu, dan aku bukan pelarian untuk rasa bersalahmu.”

Itu kalimat terakhir Bayu, sebelum ia pergi ke Papua untuk program relawan pendidikan.

[FLASHBACK OFF]

Air mata Amara jatuh, satu tetes, tanpa suara.

“Maaf, Bayu. Kamu terlalu baik untuk dunia seberat ini. Dan aku… terlalu rusak untuk dicintai lagi.”

“Ra ….” Suara berat terdengar dari luar.

Amara buru-buru mengeringkan air mata di pipinya lalu bergerak ke pintu.

“Ya?” Amara membuka pintu.

“Kamu enggak buat sarapan?” Arga bertanya dengan kerutan halus di antara alisnya membuat tatapan pria itu tampak tajam.

“Oh … ini hari Sabtu, aku pikir kamu enggak ngantor.” Amara bergumam sembari menutup pintu.

Arga mengembuskan nafas jengah kemudian membalikan badan dan mulai melangkah.

“Memangnya hari Sabtu aku enggak butuh sarapan.” Arga menggerutu dengan suara rendah.

“Sorry … aku buatin sekarang.” Amara mempercepat langkahnya ke dapur dan dia mulai memasak menu sarapan pagi yang orang suruhan Zeno berikan beserta bahan-bahannya.

Amara tidak jago masak tapi dia bisa memasak, untuk rasa relatif lah apalagi ibunya selama sakit tidak bisa makan-makanan dari luar yang tidak jelas ingredients-nya.

Setelah selesai, Amara menyajikannya di meja makan tapi tidak ada Arga di sana, baik di ruang televisi yang masih bisa dijangkau penglihatan dari ruang makan.

“Arga ….” Amara memanggil.

Dia membuka satu persatu pintu yang ada di lantai satu.

Yang pertama adalah ruang kerja, dan Arga tidak ada di sana.

Lalu pintu yang kedua yang ternyata adalah mini gym dengan jendela kaca yang mengarah ke taman samping dan ada Arga di sana tapi bertelanjang dada sedang melakukan work out.

Amara tertegun, benaknya langsung mengingatkan dia tentang malam pertama.

Amara pernah mengusap perut six pack itu, punggung berotot itu dan bahu lebar seluas samudra itu.

Salivanya tertelan kelat.

“Amara!” seru Arga yang ternyata memergoki Amara yang sedang terpesona menatap keindahan tubuhnya yang berkeringat.

“Eh itu … sarapan … udah jadi.” Amara gelagapan.

“Kamu sarapan duluan aja, aku mau mandi dulu.” Seperti biasa suara Arga dingin dan ketus.

Amara mengangguk lalu menutup pintu.

“Heran deh, cowok sempurna kaya dia katanya enggak punya waktu cari istri … enggak usah di cari juga kayanya cewek-cewek pada nyamperin.” Amara bergumam seiring langkahnya sampai ke dapur.

Amara langsung mencuci piring usai menghabiskan sarapan dan bersamaan dengan itu Arga tiba di ruang makan.

Parfum beraroma masculin yang di semprotkan ke tubuhnya sampai ke hidung Amara yang mancung padahal beda ruangan.

Setelah mencuci piring, Amara mulai mencuci pakaian lalu membersihkan rumah kemudian mencuci piring bekas makan Arga.

Arga tampak menonton televisi sejak selesai sarapan tadi padahal Amara berharap pria itu memiliki acara di luar sehingga dia bisa ijin untuk pulang ke rumah ibu.

Jam sembilan, seluruh pekerjaan rumah termasuk menjemur telah selesai.

Amara memberanikan diri mendatangi Arga.

Pria itu masih duduk di ruang tv, menggunakan kaos polos ketat dan celana joger.

“Arga ….” Amara memanggil namanya pelan setelah sampai di samping pria itu.

Arga mendongak, mempertemukan tatapan kemudian mengembalikan pandangannya ke layar televisi.

“Apa?” tanyanya kemudian.

“Boleh aku ke rumah ibu? Untuk makan siang kamu bisa beli dan aku janji, sebelum makan malam aku udah di rumah.”

Butuh waktu lima detik sampai Arga berkata, “Pergilah ….”

Seketika wajah Amara berbinar, dia tidak berekspektasi lebih Arga akan dengan mudah mengijinkannya.

“Makasih ya,” kata Amara tampak senang lalu pergi menaiki anak tangga.

Dari kursinya Arga bisa melihat senyum tipis Amara yang tulus saat menaiki anak tangga, senyum yang tidak pernah dia dapatkan dari wanita itu.

***

“Amara ….” Ibu tampak senang waktu Amara datang.

“Ibu … aku bawa buah Naga kesukaan Ibu, sebentar ya aku kupas dulu.” Amara pergi ke dapur dan tidak lama kembali dengan buah Naga di piring kecil.

“Amara … Kamu datang sendiri? Suami kamu mana?” Hati Amara mencelos seketika.

“Suami Amara ….” Amara tidak melanjutkan kalimatnya malah menatap Sumiati lamat-lamat.

“Suami Amara sibuk, Bu.” Amara akhirnya memiliki alasan.

“Sekali-sekali ajak dia ke sini … memangnya dia enggak mengantar kamu ke sini dan enggak menjemput kamu nanti?” Sumiati melontarkan pertanyaan yang sulit sekali Amara jawab.

“Bu … pernikahan kami hanya kontrak, aku enggak berani meminta dia mengantar dan menjemputku … tapi aku pastikan kalau Arga baik.”

Sumiati menyerongkan posisi duduknya membelakangi Amara, dia tampak kecewa.

“Mau nikah kontrak atau enggak, pernikahan kalian itu syah, Amara … dia sudah menikahimu tanpa restu Ibu, apa salahnya dia datang berkunjung ke sini untuk bersilaturahmi sama Ibu? Ibu ini Ibumu, wanita yang melahirkan perempuan yang sekarang menjadi istrinya … apa enggak bisa dia menghormati Ibu?” Sumiati menepuk dadanya sembari menaikkan intonasi.

“Bu ….” Amara meraih tangan Sumiati dan menggenggamnya erat.

Penjelasan apapun tak akan membuat Sumiati mengerti.

“Nanti aku bilang sama Arga … kalau dia enggak sibuk, mungkin dia mau datang ke sini bertemu Ibu.” Akhirnya Amara melambungkan sebuah harapan untuk Sumiati.

Sumiati kembali menyerongkan tubuhnya menghadap Amara lalu tersenyum.

“Ibu ingin lihat wajah suamimu, tampan atau enggak? Karena Ibu punya putri yang cantik, baik dan pekerja keras.” Sumiati menyisir surai Amara menggunakan tangannya.

Amara lalu teringat Rania yang pernah mengira kalau Arga adalah seorang pria tua.

“Kalau Arga adalah pria seumuran ayah, bagaimana Bu?” Amara berteka-teki.

“Enggak mungkin kamu memanggil suamimu dengan namanya kalau dia pria tua.” Ibu menjawab enteng.

“Ih Ibu pinter … kayanya pinternya aku dari Ibu, deh.”

Sumiati tertawa sembari merebahkan kepala di pundak Amara.

***

Amara menepati janji, dia pulang sebelum makan malam.

Sampai di rumah dia langsung ke dapur untuk memasak makan malam.

Tadi dia melihat mobil Arga masih terparkir di garasi dan saat hendak ke dapur, dia melewati ruang kerja yang pintunya terbuka sebagian dan melihat Arga ada di sana.

Sepanjang memasak, Amara tidak habis pikir—pria seperti Arga yang diusianya masih terbilang muda tapi menghabiskan waktu di rumah saja saat weekend.

“Dia enggak punya teman apa?” Amara membatin.

Amara menyajikan makan malam di meja lalu memanggil Arga ke ruang kerja.

“Arga …,” panggilnya dengan suara lembut.

Arga mendongak dari layar MacBook, sesaat tatapan mereka bertemu.

Tidak ada sorot mata dingin yang biasa Amara dapatkan.

“Makan malamnya sudah siap,” kata Amara datar.

Arga melepaskan kaca matanya lalu bangkit dari kursi dan mengikuti Amara ke ruang makan.

Seperti biasa, Arga makan dalam diam. Sesekali Amara melirik Arga karena ada yang ingin dia katakan tapi segan.

Tapi setelah makan malam selesai dan Arga sedang menikmati kopinya, Amara akhirnya berani bicara.

“Arga … tadi waktu aku ke rumah Ibu, Ibu bertanya tentang kamu ….”

Arga meletakan cangkir kopinya sambil menatap Amara.

“Ibu bertanya, kapan kamu mau menemui Ibu?” sambung Amara hati-hati.

“Untuk apa? Kita hanya menikah kontrak selama setahun.” Kalimat itu meluncur dingin dan ketus.

Deg.

Amara terpekur sembari menatap Arga dengan kerjapan mata sering.

“Ibumu tahu kalau kita menikah kontrak?” Arga bertanya lagi dan dijawab anggukan kepala oleh Amara, bahkan dia tidak berani bersuara.

“Lalu … kenapa dia masih bertanya kapan aku akan menemuinya?”

Amara menelan saliva.

“Aku juga enggak akan bawa kamu ke rumah kedua orang tuaku bahkan sampai saat ini mereka belum tahu kalau aku sudah menikah … akan ada saatnya nanti, saat pesta pernikahan kakak tiriku, aku akan mengenalkanmu kepada mereka tapi hanya sebatas itu, kamu enggak perlu menjadi menantu yang baik sampai datang ke rumah mereka.” Arga bangkit dari kursinya padahal kopi di cangkir belum habis seakan pria itu tidak menerima lagi negosiasi apalagi bantahan.

Amara tertunduk lesu, hatinya mencelos tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah.

Mungkin nanti dia akan terus memberikan kebohongan-kebohongan lainnya hingga setahun kemudian bercerai dengan Arga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tubuh Menyerah Tapi Hati Melawan

    Amara masuk ke kamarnya malam itu dengan lelah yang bukan sekadar fisik. Ia membuka pigura foto keluarga yang tadi pagi sempat ia peluk, lalu meletakkannya kembali ke nakas.Ia duduk di ranjang. Diam. Tak menangis. Tapi matanya kosong.“Mungkin aku harus belajar untuk tak merasa sama sekali.”“Karena di dunia ini, perasaan yang paling menyakitkan adalah… ketika kamu masih berharap, tapi sudah tahu akhirnya.”Tangannya menggenggam seprai. Denting jam berdetak pelan, seperti menyindir kesepian yang semakin dalam. Di lantai bawah, semua lampu sudah mati. Suara langkah kaki pun nyaris tak terdengar.Tok. Tok.Pintu kamarnya diketuk dua kali. Lembut tapi tak ragu.Amara menoleh perlahan. Napasnya menggantung.“Amara.” suara Arga terdengar dari balik pintu. Datar, seperti biasa. Tapi entah kenapa, malam ini terdengar sedikit lebih… berat.Amara berdiri dan membuka pintu. Arga berdiri di sana, hanya mengenakan kaus tipis dan celana panjang rumah. Wajahnya teduh, tak semarah tadi saa

    Last Updated : 2025-04-11
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tanpa Sadar Mengkhawatirkan

    Amara nyaris terlambat ke sekolah hari ini karena tadi air tiba-tiba mati dan dia harus cosplay jadi tukang ledeng, berbekal video YouTube akhirnya dia bisa membereskan masalah itu karena ternyata filter airnya mampet dan mau tidak mau Amara harus mengurasnya dulu.Apa sih yang tidak bisa Amara lakukan?Sesampainya di sekolah dengan tubuh sedikit berkeringat dan lelah yang terasa di sekujur tubuh, Amara berjalan menyusuri koridor dan buku catatan di pelukannya.Suasana jam pertama masih sepi. Suara tawa siswa terdengar di kejauhan dan aroma kapur tulis bercampur wangi kopi dari ruang guru menyambutnya begitu masuk.Rania sudah duduk di mejanya, menatap Amara sambil mengangkat alis saat dia datang.“Kamu pasti abis jadi asisten rumah tangga seksi ya?” seloroh Rania, mencoba mencairkan suasana.Amara tertawa kecil. “Memangnya aku seksi?”Rania mengangguk pelan. “Tapi serius, Ra… kamu makin beda. Dulu kamu paling cerewet soal anak-anak bolos, guru yang malas ngoreksi, bahkan soal

    Last Updated : 2025-04-12
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tidak Ingin Dianggap Perhatian

    Amara yang baru kembali dari kamarnya mengambil sweater kini telah duduk di kursi meja makan.Di hadapannya, kartu ATM berwarna hitam tergeletak di atas meja, sunyi—tapi penuh beban.Tanggal pernikahan mereka menjadi PIN.Simbol bahwa meskipun status mereka hanya kontrak, Arga mengikatnya dalam bentuk yang tak biasa: tanggung jawab.Amara menggenggam kartu itu, menghela napas.“Dulu aku cuma butuh uang untuk menebus utang Rendy… sekarang, aku mulai bingung, sebenarnya aku ini istri, asisten rumah tangga, atau manajer keuangan?”Langkah kaki terdengar dari arah dapur. Arga datang dengan dua gelas jus jeruk dan dua mangkuk bubur ayam hangat dari restoran langganan yang baru diantarkannya tadi lewat layanan pesan antar.“Buburnya jangan lupa diaduk. Telurnya di bawah,” ucap Arga datar, meletakkan mangkuk di depan Amara tanpa menatap.Amara meliriknya sesaat sebelum mengambil sendok.Senyap. Hanya suara kicau burung dan sesekali suara sendok bergesekan dengan mangkuk.Amara meli

    Last Updated : 2025-04-12
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Perubahan Sikap Arga

    Chapter 10 – Di Balik Sorotan dan Undangan LamaMobil sedan hitam Arga meluncur tenang di jalanan menuju sekolah tempat Amara mengajar. Amara duduk tenang di kursi penumpang, tatapannya kosong ke luar jendela dengan kedua tangan saling terpaut di atas pangkuan. Selama perjalanan, Arga tak banyak bicara. Hanya sesekali melirik ke arah Amara.Arga harus menginjak pedal rem karena lampu lalu lintas berubah merah.Dia kembali melirik Amara, ekspresi wajahnya tak terbaca. Arga tidak bisa membaca apa yang sedang Amara pikirkan.Tapi satu yang pasti, wajah putih mulus dengan hidung mancung dan bulu mata lentik itu tidak menggunakan make up berlebihan tapi Amara kelihatan … cantik.Tiba-tiba Amara menoleh membuat tatapan mereka bersirobok.“Kenapa?” tanyanya datar.Arga mengalihkan pandangannya setenang mungkin ke depan tanpa menjawab pertanyaan Amara.Lalu Amara mengeluarkan sebuah notebook setelahnya tenggelam dalam dunianya sendiri sibuk mengecek catatan rencana pelajaran hari in

    Last Updated : 2025-04-13
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Makan Malam Yang Membawa Bencana

    Aroma makanan yang baru saja diantar memenuhi ruang makan rumah Arga. Di atas meja makan, empat kotak makanan dari restoran seafood terkenal tersusun rapi. Amara membuka satu persatu kotaknya. Udang saus padang, cumi goreng tepung, capcay kuah, dan seporsi nasi putih hangat dengan telur dadar.Arga datang dengan langkah ringan dari lantai dua, rambutnya basah karena habis mandi, kaos polos berwarna navy membungkus tubuhnya begitu sempurna ia. Pandangannya tertuju pada makanan.“Wangi banget … kamu yang pesan?” tanya Amara basa-basi begitu dia menangkap sosok Arga. “Memangnya kelihatan aku yang masak?” Arga menjawab ketus tanpa menoleh.Amara hanya tersenyum kecil, lalu mengambil sendok. Perutnya sudah keroncongan sejak siang tadi.Namun saat membuka kotak berisi udang saus padang, Amara mendadak ragu.“Aku… alergi udang sebenarnya,” katanya pelan, hampir seperti berbicara dengan dirinya sendiri.Arga yang duduk di seberang langsung berhenti mengunyah. “Lalu kenapa dipegang?”

    Last Updated : 2025-04-14
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Nilai Yang Tak Bisa Dibayar

    “Utangnya atas nama siapa?” Nada suara Amara terdengar bergetar, meski wajahnya masih berusaha tenang. Ia duduk di depan meja besar berwarna gelap, ruangan dingin dengan panel dinding kayu mengelilinginya. Kantor hukum. Bukan tempat yang seharusnya ia datangi di pagi buta, apalagi dengan seragam mengajar yang masih rapi. Wanita paruh baya di seberangnya—salah satu pengacara dari firma hukum Santosa & Partners—menyodorkan dokumen. “Atas nama Rendy Ramadhan. Adik kandung Anda.” Amara meraih lembaran kertas itu dengan tangan gemetar. Angka di situ membuat perutnya berputar. Rp1.263.000.000. Lalu matanya turun ke bawah. Suku bunga. Denda keterlambatan. Penalti. CitraKredit Corporation. Nama itu sudah sering ia dengar. Perusahaan pinjaman online raksasa yang katanya “bermuka dua”: profesional di depan, tapi tajam seperti lintah di belakang. “Maaf, saya rasa ini salah. Adik saya—dia memang punya beberapa masalah, tapi enggak mungkin—” “Ini tanda tangannya.” Sang

    Last Updated : 2025-04-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Akad Tanpa Restu

    Amara menggenggam koper kecil di pangkuannya, duduk di pojok gerbong LRT yang nyaris kosong. Jam delapan pagi dan langit Jakarta seperti ikut menyimpan rahasia yang hendak ia telan bulat-bulat. Tubuhnya diam, tapi batinnya gemuruh. Nafasnya pendek-pendek dan sesekali ia menyeka keringat di pelipis yang tak kunjung berhenti meski AC menyala. Matanya menatap ke luar kaca jendela. Pemandangan gedung-gedung tinggi berkelebat cepat, secepat langkah hidupnya berubah semalam. Dari guru sederhana jadi calon istri seorang CEO—dalam waktu kurang dari 24 jam. Bukan karena cinta. Tapi karena utang. Karena adiknya. Karena tak ada pilihan lain. “Sebentar lagi kamu menikah, Ra…” “Dengan pria asing … yang bahkan enggak pernah tersenyum padamu.” Suara itu bergaung di kepalanya. LRT berhenti di stasiun Dukuh Atas. Amara berdiri, menyeret kopernya lalu bergegas masuk ke toilet umum di pojok terminal. Tangan Amara gemetaran saat membuka kancing blus, menggantinya dengan kebaya puti

    Last Updated : 2025-04-07
  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Rumah Yang Sunyi

    Langit Jakarta sudah berwarna abu keunguan saat Amara turun dari ojeg online di depan sebuah cluster elite yang senyap. Petugas keamanan di pos masuk memeriksa wajahnya sesaat, lalu membuka portal otomatis dengan anggukan singkat. Rumah Arga berada di blok paling ujung. Bentuknya minimalis-modern, dengan dinding kaca besar dan cat abu muda. Tak ada pagar tinggi. Hanya sensor gerak di teras, dan CCTV di empat sudut. Seperti pria yang menempatinya—tenang di luar, tapi mengawasi setiap inci. Amara membuka pintu menggunakan sidik jari, seperti yang telah diatur Zeno-asistennya Arga. Begitu masuk, aroma ruang kosong langsung menyambutnya. Ia berdiri di tengah ruang tamu yang bersih, terlalu rapi, terlalu hening. Tidak ada staf rumah tangga. Tidak ada suara penggorengan. Tidak ada aroma nasi. Ia melepas sepatu lalu menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Kamar tamu yang cukup luas dengan ranjang queen-size, lemari, dan satu jendela besar menghadap halaman belakang. Sepi. Di

    Last Updated : 2025-04-07

Latest chapter

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Makan Malam Yang Membawa Bencana

    Aroma makanan yang baru saja diantar memenuhi ruang makan rumah Arga. Di atas meja makan, empat kotak makanan dari restoran seafood terkenal tersusun rapi. Amara membuka satu persatu kotaknya. Udang saus padang, cumi goreng tepung, capcay kuah, dan seporsi nasi putih hangat dengan telur dadar.Arga datang dengan langkah ringan dari lantai dua, rambutnya basah karena habis mandi, kaos polos berwarna navy membungkus tubuhnya begitu sempurna ia. Pandangannya tertuju pada makanan.“Wangi banget … kamu yang pesan?” tanya Amara basa-basi begitu dia menangkap sosok Arga. “Memangnya kelihatan aku yang masak?” Arga menjawab ketus tanpa menoleh.Amara hanya tersenyum kecil, lalu mengambil sendok. Perutnya sudah keroncongan sejak siang tadi.Namun saat membuka kotak berisi udang saus padang, Amara mendadak ragu.“Aku… alergi udang sebenarnya,” katanya pelan, hampir seperti berbicara dengan dirinya sendiri.Arga yang duduk di seberang langsung berhenti mengunyah. “Lalu kenapa dipegang?”

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Perubahan Sikap Arga

    Chapter 10 – Di Balik Sorotan dan Undangan LamaMobil sedan hitam Arga meluncur tenang di jalanan menuju sekolah tempat Amara mengajar. Amara duduk tenang di kursi penumpang, tatapannya kosong ke luar jendela dengan kedua tangan saling terpaut di atas pangkuan. Selama perjalanan, Arga tak banyak bicara. Hanya sesekali melirik ke arah Amara.Arga harus menginjak pedal rem karena lampu lalu lintas berubah merah.Dia kembali melirik Amara, ekspresi wajahnya tak terbaca. Arga tidak bisa membaca apa yang sedang Amara pikirkan.Tapi satu yang pasti, wajah putih mulus dengan hidung mancung dan bulu mata lentik itu tidak menggunakan make up berlebihan tapi Amara kelihatan … cantik.Tiba-tiba Amara menoleh membuat tatapan mereka bersirobok.“Kenapa?” tanyanya datar.Arga mengalihkan pandangannya setenang mungkin ke depan tanpa menjawab pertanyaan Amara.Lalu Amara mengeluarkan sebuah notebook setelahnya tenggelam dalam dunianya sendiri sibuk mengecek catatan rencana pelajaran hari in

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tidak Ingin Dianggap Perhatian

    Amara yang baru kembali dari kamarnya mengambil sweater kini telah duduk di kursi meja makan.Di hadapannya, kartu ATM berwarna hitam tergeletak di atas meja, sunyi—tapi penuh beban.Tanggal pernikahan mereka menjadi PIN.Simbol bahwa meskipun status mereka hanya kontrak, Arga mengikatnya dalam bentuk yang tak biasa: tanggung jawab.Amara menggenggam kartu itu, menghela napas.“Dulu aku cuma butuh uang untuk menebus utang Rendy… sekarang, aku mulai bingung, sebenarnya aku ini istri, asisten rumah tangga, atau manajer keuangan?”Langkah kaki terdengar dari arah dapur. Arga datang dengan dua gelas jus jeruk dan dua mangkuk bubur ayam hangat dari restoran langganan yang baru diantarkannya tadi lewat layanan pesan antar.“Buburnya jangan lupa diaduk. Telurnya di bawah,” ucap Arga datar, meletakkan mangkuk di depan Amara tanpa menatap.Amara meliriknya sesaat sebelum mengambil sendok.Senyap. Hanya suara kicau burung dan sesekali suara sendok bergesekan dengan mangkuk.Amara meli

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tanpa Sadar Mengkhawatirkan

    Amara nyaris terlambat ke sekolah hari ini karena tadi air tiba-tiba mati dan dia harus cosplay jadi tukang ledeng, berbekal video YouTube akhirnya dia bisa membereskan masalah itu karena ternyata filter airnya mampet dan mau tidak mau Amara harus mengurasnya dulu.Apa sih yang tidak bisa Amara lakukan?Sesampainya di sekolah dengan tubuh sedikit berkeringat dan lelah yang terasa di sekujur tubuh, Amara berjalan menyusuri koridor dan buku catatan di pelukannya.Suasana jam pertama masih sepi. Suara tawa siswa terdengar di kejauhan dan aroma kapur tulis bercampur wangi kopi dari ruang guru menyambutnya begitu masuk.Rania sudah duduk di mejanya, menatap Amara sambil mengangkat alis saat dia datang.“Kamu pasti abis jadi asisten rumah tangga seksi ya?” seloroh Rania, mencoba mencairkan suasana.Amara tertawa kecil. “Memangnya aku seksi?”Rania mengangguk pelan. “Tapi serius, Ra… kamu makin beda. Dulu kamu paling cerewet soal anak-anak bolos, guru yang malas ngoreksi, bahkan soal

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tubuh Menyerah Tapi Hati Melawan

    Amara masuk ke kamarnya malam itu dengan lelah yang bukan sekadar fisik. Ia membuka pigura foto keluarga yang tadi pagi sempat ia peluk, lalu meletakkannya kembali ke nakas.Ia duduk di ranjang. Diam. Tak menangis. Tapi matanya kosong.“Mungkin aku harus belajar untuk tak merasa sama sekali.”“Karena di dunia ini, perasaan yang paling menyakitkan adalah… ketika kamu masih berharap, tapi sudah tahu akhirnya.”Tangannya menggenggam seprai. Denting jam berdetak pelan, seperti menyindir kesepian yang semakin dalam. Di lantai bawah, semua lampu sudah mati. Suara langkah kaki pun nyaris tak terdengar.Tok. Tok.Pintu kamarnya diketuk dua kali. Lembut tapi tak ragu.Amara menoleh perlahan. Napasnya menggantung.“Amara.” suara Arga terdengar dari balik pintu. Datar, seperti biasa. Tapi entah kenapa, malam ini terdengar sedikit lebih… berat.Amara berdiri dan membuka pintu. Arga berdiri di sana, hanya mengenakan kaus tipis dan celana panjang rumah. Wajahnya teduh, tak semarah tadi saa

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Hanya Pernikahan Kontrak

    Pagi itu, Amara duduk di ujung ranjangnya dengan wajah sendu. Cahaya matahari masuk pelan lewat tirai tipis, menyinari pigura kecil yang tergenggam erat di tangannya.Foto keluarga.Ayahnya mengenakan kemeja kotak-kotak, tersenyum lebar dengan tangan memegang bahu Amara kecil yang waktu itu masih berseragam SMA. Di sampingnya, sang ibu memeluk bahu Amara dari belakang. Dan Rendy ada di sampingnya, wajah sang adik masih polos belum mengenal dunia yang kotor.Mereka berdiri di depan toko kelontong sederhana, rumah usaha keluarga yang menjadi pusat kehidupan mereka bertahun-tahun.Kini, semuanya tinggal kenangan.Amara menyentuh permukaan kaca pigura itu dengan jari pelan. Setiap detail wajah orangtuanya masih terekam kuat dalam pikirannya.“Kalau Ayah masih hidup… pasti aku enggak akan berakhir seperti ini,” gumamnya lirih.[FLASHBACK – lima tahun lalu]Amara berdiri di tengah toko, menatap rak kosong yang dulunya penuh dengan beras, minyak, dan mi instan. Ayahnya duduk di bangk

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Dunia Luar Yang Ternyata Peduli

    Pukul tujuh tiga puluh pagi, Amara berdiri di halte kecil di depan cluster elite tempat ia tinggal. Rambutnya dikuncir rapi, blazer biru muda membalut tubuh mungilnya, dan wajahnya hanya dilapisi bedak tipis. Taksi online tiba dan ia masuk dengan senyum tipis pada sopir. Sepanjang perjalanan ke sekolah tempatnya mengajar, Amara hanya menatap keluar jendela, mencoba membaurkan diri dengan lalu lintas Jakarta yang padat dan penuh suara. “Di luar sini, semua orang berjalan seperti biasa. Tak satu pun tahu aku sudah menjadi istri seseorang … tanpa cinta.” Amara membatin. Setibanya di sekolah, beberapa murid melambai ramah. Tapi ada satu-dua tatapan bingung saat mereka melihat cincin di jari manisnya. “Bu Amara udah nikah?” bisik salah satu murid perempuan. Amara pura-pura tak dengar. Ia tersenyum lalu masuk ke ruang guru dan langsung disambut pelukan ringan dari Rania. “Kamu kelihatan lelah, Amara.” Amara hanya tersenyum tipis. “Baru adaptasi. Banyak hal baru yang haru

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Tubuh Yang Terikat

    Pagi menyapa rumah itu tanpa suara. Tak ada burung. Tak ada suara teko air. Hanya matahari yang menembus kaca lebar di sisi ruang makan, menyorot meja marmer panjang yang masih kosong. Amara sudah bangun sejak pukul lima. Tubuhnya masih terasa pegal dan nyeri di beberapa bagian, tapi ia menahan semua itu. Tak ada ruang untuk merengek dalam peran yang dipilihnya sendiri. Ia berdiri di dapur, masih mengenakan daster satin seksi tadi malam hanya saja sekarang dibalut nightrobe dengan bahan dan warna yang sama, rambutnya dikuncir longgar, aroma minyak kayu putih samar masih tercium dari kulitnya. Ia menanak nasi, menggoreng telur, dan menumis sayur sawi putih yang dibumbui kaldu. “Istri kontrak pun tetap harus bisa masak,” gumamnya pelan sambil mengaduk wajan. Pukul enam kurang sepuluh, suara langkah kaki terdengar dari tangga. Amara memalingkan wajah. Tatapannya bersirobok dengan Arga yang menggunakan kaus hitam tipis dan celana jogger abu-abu. Rambutnya sedikit beran

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Rumah Yang Sunyi

    Langit Jakarta sudah berwarna abu keunguan saat Amara turun dari ojeg online di depan sebuah cluster elite yang senyap. Petugas keamanan di pos masuk memeriksa wajahnya sesaat, lalu membuka portal otomatis dengan anggukan singkat. Rumah Arga berada di blok paling ujung. Bentuknya minimalis-modern, dengan dinding kaca besar dan cat abu muda. Tak ada pagar tinggi. Hanya sensor gerak di teras, dan CCTV di empat sudut. Seperti pria yang menempatinya—tenang di luar, tapi mengawasi setiap inci. Amara membuka pintu menggunakan sidik jari, seperti yang telah diatur Zeno-asistennya Arga. Begitu masuk, aroma ruang kosong langsung menyambutnya. Ia berdiri di tengah ruang tamu yang bersih, terlalu rapi, terlalu hening. Tidak ada staf rumah tangga. Tidak ada suara penggorengan. Tidak ada aroma nasi. Ia melepas sepatu lalu menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Kamar tamu yang cukup luas dengan ranjang queen-size, lemari, dan satu jendela besar menghadap halaman belakang. Sepi. Di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status