Hallo semua!
Salam kenal, ya! Buat pembaca novel ini😅 Dari Bab awal sudah aku revisi, ya. Terutama Prolog, Bab 1, dan bab 2.
Oh, ya. Kalian pengen Alia sama Fahmi cepat-cepat cerai kan? Sebelum mereka cerai, ada konflik lagi deh. Soalnya baru setengah, dan tamat sampai 100rb kata lebih. Ada S 2. Jadi, bakal panjang alurnya. Huhu.
Maaf tidak bisa balas komentar satu-satu. Kalian komentar aku bakal baca kok. Sehari update 1 Bab, kadang 2 bab. Jadwal update malam, ya!
Jangan lupa vote, ya!!!!
Btw ceritanya makin seru. Karakter Alia udah berubah, nggak lemah lagi yang suka mewek haha.
Makasih udah mau baca cerita ini. Ketemu besok lagi, ya! Hehe.
Love you, All.
[Ini Instagr*m Author, @lacey_sevati. Bisa kalian follow]
“Lho, pengacara?!”“Iya. Alia ingin menggugat cerai ke Fahmi dan melaporkan kasus perselingkuhan. Ya, kan, Al?”Alia mengangguk. “Tolong rahasiakan ini. Aku tidak ingin banyak orang yang tahu masalah keluargaku,” pinta Alia dengan nada canggung.“Baiklah. Maaf telah menganggu waktu kalian. Semoga ini jalan yang terbaik untukmu, Alia,” ucap Abian.“Thanks, Bian.”“You're welcome. Ya sudah aku tutup panggilannya, ya. See you next time!”“See you!” balas Alia dan Ayora lalu panggilan itu terputus. Ayora menjalankan mobilnya ke cafe Pelangi. Cafe tersebut sudah pernah Alia kunjungi dua kali untuk bertemu Marsha. Alia kecanduan nongkrong di cafe tersebut.Di sepanjang jalan kedua membicarakan sosok Abian.“Tuh, kan! Abian orangnya baik banget. Kenapa coba kamu menghindarinya terus, jadi canggung bukan?”“Aku risih dengannya, Ra. Aku merasa Abian masih menyukaiku,” curhat Alia dengan bibir cemberut. “Aku tidak nyaman dengan keberadaannya yang selalu ingin mencuri waktuku untuk berduaan!”“W
"Aku ingin menang dan menyingkirkan suamiku dari hidupku."Pengacara bernama Arzan itu meminum kopi yang dia pesan. Meneguk sedikit lalu bertanya, “Kamu sudah mempersiapkan segalanya? Memikirkan untuk ke depannya?”“Belum. Tapi, saya sudah mengumpulkan bukti perselingkuhan. Apa saya akan lebih unggul?” “Tentu saja! Jika bukti darimu cukup kuat. Posisi kamu beruntung kalau suamimu mengira kamu tidak mengetahui mempunyai wanita lain. Itu lebih baik di pihak kita untuk mempersiapkan.”Alia menarik napas panjang. “Dia telah mengetahuinya. Ini yang kedua kalinya berselingkuh dengan wanita yang sama,” jawab Alia. Arzan mengangguk mengerti. “Tidak apa. Kamu sudah mengamankan bukti kuat untuk membuktikan perselingkuhannya?” tanyanya lagi. “Bukti untuk menguatkan posisimu di persidangan nanti.”Alia tegang. Matanya bergerak melirik Ayora yang duduk di sampingnya. Entah apa yang membuatnya tegang, mungkin karena arah pembicaraan sangat serius mengenai rumah tangganya yang sudah hancur dan bera
Membayangkan suaminya bercinta dengan selingkuhannya, tubuhnya lemas. “Apa kamu yakin ingin bercerai?” tanya Arzan serius. “Apa kamu akan memilih diam atau sungguh bercerai?”Alia diam beberapa detik sebelum menjawab. “Aku yakin. Aku ingin berpisah dengannya,” jawabnya. “Aku benci berpura-pura. Aku benci kebohongan.”“Lagipula untuk apa mempertahankan suami seperti dia. Ya, kan, Al?” timpal Ayora yang sejak tadi diam. “Lelaki itu sudah menyakiti Alia beberapa kali.”Alia mengangguk. Setuju.“Bukan pilihan yang buruk.” Arzan tersenyum pada Ayora. “Kamu sudah mengetahui suamimu tidur dengan wanita lain, artinya kamu tidak bisa kembali seperti dulu. Tapi kamu tidak bisa melupakan perselingkuhan sampai kapanpun. Itu sebabnya kamu harus berhati-hati.”“Benar. Aku tidak bisa melupakan apa yang telah Mas Fahmi lakukan padaku.”"Ingat, pelaku perselingkuhan bisa menjatuhkan posisimu selama persidangan berlangsung dan memutar balik fakta. Oleh karena itu, bukti perselingkuhan dibutuhkan untu
“Ok. Aku akan segera ke sana!”Hujan mendadak turun dengan begitu lebat. Fahmi dengan cepat mengendarai mobil menuju apartemen. Ponselnya berdering kembali. Fahmi segera mengangkat.“Cepatlah sedikit, sayang!” seru Misella disebrang telfon.“Bersabarlah, Sella. Hujan mendadak turun. Sebentar lagi aku akan sampai ke apartemenmu.”“Okay. Jangan lama-lama!”Fahmi memutuskan panggilan itu dan menambah laju kecepatan mobil dengan tinggi. Kira-kira membutuhkan waktu dua menit untuk sampai. ***Misella duduk di meja rias. Sambil bersenandung berdandan cantik dan memakai baju terbaiknya agar terlihat lebih cantik, dan sexy di mata Fahmi. Malam ini terasa membahagiakan karena Fahmi akan datang ke apartemennya. Bagaimana jika banyak pihak menyuruh Misella untuk menjauhi Fahmi? Oh, tidak. Misella tidak akan pernah melepaskan Fahmi. Dia lelaki segalanya untuknya. Dialah lelaki yang selalu mengerti keadanya. Pokoknya lelaki perfect di mata Misella.Tinggal di apartemen mewah tanpa mengeluarkan
Suasana hati Fahmi kacau dan tidak enak. Menyakiti Alia membuatnya sedih dan tidak tega. Hubungan semakin renggang. Perubahan Alia membuatnya tidak nyaman. Fahmi mengharapkan Alia seperti dulu lagi. Menyiapkan pakaian ganti, memasak, mencuci pakaian, dan menyetrika pakaian. Pokoknya selalu ada saat dibutuhkan. “Aku harusnya mengutamakan Alia bukan Misella. Rasanya sulit untuk memilih kedua wanita itu karena sama-sama mencintai Alia dan Misella. Semoga saja Alia menerima Misella menjadi istri yang kedua.”Menginginkan Misella menjadi wanita kedua. Memang sinting dan gila!Egois? Fahmi mengakui itu. Berengsek? Bajingan? Tentu saja.Fahmi berkali-kali menjedotkan kepala ke kaca jendela mobil. “Bodoh! Seharusnya aku tidak pulang telat!” maki Fahmi pada diri sendiri sambil mengecek ponsel, berharap Alia membalas pesan yang dia kirim satu jam lalu, namun tidak ada balasan. “Harusnya aku tidak datang ke apartemen,” sesalnya. Fahmi turun dari mobil. Masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga
“Sayang, tumben sekali kamu ke sini lagi?” Misella terkejut dengan kedatangan Fahmi di malam-malam, sekitar pukul sebelas malam. Mata kantuk kini membelalak lebar. Bahagia Fahmi datang ke apartemen lagi.“Aku mencoba menghubungimu tidak diangkat,” balasnya. “Oh, itu dari kamu, Mas.” Pantas sedari tadi ponselnya berdering, Misella mengira itu panggilan dari Robert.Fahmi mendaratkan pantat di sofa empuk di ruang santai. Menyilangkan kedua kakinya. Memperhatikan Misella yang menghampirinya. Fahmi tidak mengalihkan pandangan, fokus dengan pakaian yang dikenakan Misella. Hotpants dan kaos ketat lengan pendek, membuat body Misella membentuk sempurna.So, sexy.Sementara Fahmi? Dia masih mengenakan kemeja putih polos dan celana hitam panjang. Sama sekali belum mengganti pakaian rumah.“Alia kamu tinggal?”Misella berdiri menyender di jendela kaca yang besar, kedua tangan berada di bawah dada. Sejenak melihat pemandangan kota Jakarta yang bisa dilihat dari kaca jendela tersebut. Indah seka
Alia pulang setelah mempergoki suami sedang bercinta dengan selingkuhannya. Matanya berkaca-kaca masuk ke dalam rumah. Di dalam kamar, Alia mencari buku tabungan yang disimpan oleh Fahmi. Pasti ada, tidak mungkin tidak ada. Hanya saja disembunyikan di tempat.Tiga puluh menit Alia mencari akhirnya menemukan buku tabungan milik Fahmi dan buku tabungan miliknya, untuk mengecek status keuangan seperti yang dikatakan oleh pengacara.Memang waktu menikah, Alia menyuruh Fahmi untuk menyimpan buku tabungan milik keduanya, buku tabungan untuk masa depan dan kelak untuk anak-anaknya.Alia kaget melihat saldo buku tabungan semakin berkurang, lebih mengejutkan lagi—dibuku tabungan milik Alia, Fahmi memakai uangnya tanpa meminta izin. “What the fuck?!” maki Alia. “Berani sekali memakai uangku! Tidak punya otak!”Lalu Alia sadar Fahmi telah melakukan transaksi beberapa kali pada nomor rekening milik Misella dengan jumlah nominal besar. Alia membekap mulutnya. Tubuhnya lemas seperti mie bihun. Di
Pagi sekali Misella kedatangan tamu. Paras cantik Misella muncul setelah membuka pintu untuk menyambut tamu.“Hallo, good morning ….” sapa tamu itu dengan senyuman dan wajah ceria.Rupanya tamunya adalah Marsha, sahabatnya Misella dan sebagai mata-mata Alia.“AAAA KAMU?!”Misella memekik keras, langsung memeluk sahabatnya itu. Sudah lama tidak bertemu dengannya. Marsha membalas pelukan Misella, tanpa Misella sadari—bibir Marsha tersenyum miring, ekspresi berubah beberapa detik—tersenyum devil. “Astaga! Kenapa kamu baru muncul? Kemana saja?” tanya Misella. Terakhir bertemu saat pesta ulang tahunnya. “Aku benar-benar kesepian selama ini.”Pelukan terlepas secara perlahan.“Sure?” Misella mengangguk. “Aku kangen banget tahu!”Misella tertawa kecil kemudian memberikan bingkisan pada Misella. “Aku membelikan sesuatu untukmu.”“Thanks you,” ucap Misella. “Yuk masuk! Akan aku buatkan teh. Aku sendiri di sini.” Dengan semangat menggandeng tangan Marsha dan menyuruhnya untuk masuk.“Wah kere
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel