“I'm falling apart. I can barely breathe with a broken heart still bearing.”
Alia memejamkan mata, membayangkan suaminya having sex dengan Misella di depan matanya sendiri. Saling melucuti pakaian dalam satu sama lain sambil berciuman panas, mendesah, mengerang panjang menikmati permainan di ranjang.
Damn!
Alia membuka mata, kembali pada kesadarannya saat ini berdiri paling belakang—menghadiri pesta ulang tahun Misella.
Untuk sekedar membayangkan saja membuat Alia mual. Menjijikkan sekali! Bagaimana kalau mereka benar-benar having sex di depan mata Alia? Nyata! Bukan khayalan! Alia tak sanggup.
Tangan Alia mengepal kuat-kuat hingga kukunya menusuk kulit. “Lelaki berengsek!” Alia mengumpat. Rasanya ingin mengumpat sejadi-jadinya.
Alia menatap pesta ulang tahun Misella. Merasa dibohongi. Merasa dikhianati. Dia kalut luar biasa. Tiba-tiba ponsel bergetar. Alia memeriksa pesan masuk dari nomor misterius—mengirimkan foto. Apa ini? Jantung Alia berdebar saat mengklik foto itu agar terlihat jelas olehnya. Rupanya foto bersama, Fahmi dan Misella tanpa mengenakan busana. Berpelukan hangat dibalik selimut yang tebal. 'Namanya Misella. Sang penggoda,' tulis pesan dari nomor misterius. Alia menggigit bibir bawahnya. Kenapa nomor misterius baru memberi tahu sekarang? Kenapa tidak jauh-jauh hari sebelum Alia mengetahui semuanya sendiri di depan mata dan mendengar jelas dari kedua orang tua Misella. “Persetan!” umpat Alia dengan gemuruh hati. Nomor misterius itu memang sudah tahu siapa wanita
"I am this person who thinks that all the happiness in the world isn't for me. Overthinking is a skill I can't stop doing. And I hurt myself by creating fake scenarios where I was there smiling, laughing, and happy, where in real life I would never be any of those."(“Aku adalah orang yang berpikir bahwa semua kebahagiaan di dunia bukan untukku. Berpikir berlebihan adalah keterampilan yang tidak bisa aku hentikan. Dan aku menyakiti diri sendiri dengan membuat skenario palsu di mana hanya ada aku di sana, tersenyum, tertawa, dan bahagia, di mana dalam kehidupan nyata aku tidak akan pernah menjadi salah satu dari itu.”)***“Kenapa kamu mengikutiku, huh? Urus saja dulu istrimu!”Misella berkata dengan nada ketus pada Fahmi saat mereka berdua di dalam lift. Suasana hati Misella tidak enak, sejak Fahmi memperkenalkan Alia sebagai istrinya.
Misella sadar telah terhanyut ciuman dari Fahmi. Dia melepaskan bibirnya, menjauh, menunduk dengan ekspresi sedih—memikirkan apa yang terjadi hari ini.“Kenapa?”Misella tidak menjawab. Lalu selanjutnya Misella rasakan hanya bibir Fahmi memakan bibirnya. Mengigit bibir bawahnya hingga kaki Misella lemas. Fahmi menunjukkan kemampuan bermain lidah dengan handal. Membuat Misella kembali jatuh dalam permainannya.Fahmi menciumnya untuk mengatakan bahwa Misella miliknya, begitu juga sebaliknya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Lelaki itu menyuruh Misella untuk bersabar untuk memiliki dirinya seutuhnya.Misella mengangguk pelan. “Yes. I will be patient.” (Aku akan bersabar.)Misella membalas ciuman Fahmi.Ciuman Fahmi terasa sejuk sekali bagi Misella. Rasanya menenangkan. Sepertinya d
“Are you okay?” Yura bertanya saat melihat wajah Alia pucat.Alia mengangkat kepalanya, menutup ponselnya lalu berdiri dari duduk. “Aku baik-baik saja,” dusta Alia. Ketika berdiri, tubuhnya terhuyung dan hampir jatuh karena tidak mampu menahan. Untunglah Yura dengan sigap membantu Alia.Semenjak Erza mengajak Fahmi berbicara. Alia mendapatkan pesan masuk dari nomor misterius. Alia langsung syok, lemas dan ingin muntah setelah melihat foto yang dikirimkan dari nomor itu.Foto Misella dan Fahmi berciuman di dalam kamar hotel.Bagaimana nomor misterius itu bisa mempergoki mereka berdua? Aneh.“Ada apa denganmu?” Yura khawatir. “Kamu sakit?”Di sana hanya Yura yang peduli dengan keadaan Alia. Tamu lain sibuk bergosip, tertawa, dan bercengkrama dengan circle masing-mas
“Kamu sudah melakukan apa dengan Dokter Misella?” Vokal itu terdengar dingin. “Maksud kamu?” Ekspresi Fahmi berubah dalam sekejap. Alia mengangkat ponselnya, memperlihatkan foto ciuman Fahmi dengan Misella. Tentu. Fahmi ketar-ketir dan kelabakan tidak bisa berkata-kata. Kedua bola mata sudah membulat, wajahnya memerah, dan rahang mengeras. “Dia Dokter Misella. Dokter Sella yang selama ini aku cari.” Alia tertawa kecil. Menertawakan apa yang terjadi pada hari ini. Bad day! “Wow ... Rupanya dia lebih cantik dari yang aku bayangkan. Sekarang aku mengerti mengapa kamu terpikat olehnya.” Fahmi mengunci bibir rapat-rapat. “You fucked her?
Selama ini Fahmi tidak pernah menganggap perselingkuhan adalah hubungan serius. Hanya main-main biasa untuk menghilangkan bosan. Namun Fahmi terjebak dalam hubungan masa lalu, menjalin lagi kisah asmara dengan mantan calon istri.Lambat laun sadar, bahwa Fahmi mencintai Misella lebih dari mencintai Alia. Jadi, Fahmi membuang pikiran 'perselingkuhan tidak ada hubungan serius.' Justru, dengan Misella—Fahmi serius. Tapi Fahmi tidak bisa berpisah dengan Alia, begitu juga Fahmi tidak bisa jauh dari Misella—sehingga setiap pulang bekerja—bertemu Misella untuk melepas kerinduan.Kalau diminta memilih antara Alia dan Misella. Fahmi tidak bisa memilih. Lelaki itu menginginkan kedua wanita itu.Fahmi melajukan mobilnya entah kemana. Koper besar sudah masuk ke bagasi mobil. Lelaki itu mendecak kesal, tidak menyangka A
Tanpa Fahmi sadari, menelan ludah usai menikmati pemandangan tubuh Misella.Misella tertawa. Sadar Fahmi memperhatikan tubuhnya tanpa berkedip, sedangkan Fahmi mengutuk, bisa-bisanya wanita itu tidak mengenakan bra dibaliknya, seharusnya Misella lebih berhati-hati saat membuka pintu apartemen atau menyambut tamu.“Kamu dari tadi salah fokus bukan?”Sial! Fahmi ketahuan. “Lain kali kalau menyambut tamu jangan begitu,” komentar Fahmi. Matanya pengintari pandangan ke seluruh ruang, agar dua gundukan itu tidak mengunci matanya dan menegangkan syarafnya.“Begitu gimana?” Misella berpura-pura polos. Dia ingin menggoda Fahmi.“Pakaian kamu, sayang.” Fahmi mendekatkan tubuhnya ke Misella. Hidungnya mengendus bagian tengkuk yang menggoda itu, mencium aroma wangi. Ruangan apartemen juga tercium
Alia membiarkan pesan masuk permintaan maaf dari Fahmi. Alia tidak membutuhkan kata maaf, sebab tidak akan menyembuhkan luka hatinya. Alia hanya membutuhkan waktu untuk menenangkan diri.Alia tidak tahu Fahmi tidur di mana, dan mengutuk diri sendiri karena telah mengkhawatirkan Fahmi. Persetan dengan semuanya! Seharusnya Alia tak perlu memikirkan Fahmi di saat keadaan rumah tangga kacau.Tiga hari Alia hanya berdiam diri. Mengurung diri di rumah. Terkadang Ayora datang, sahabatnya itu tidak pernah bertanya kenapa dan mengapa, dia hanya memeluk Alia agar tidak merasa sendiri dan membiarkan pundak basah oleh air mata.“Aku ingin bercerai dengan Mas Fahmi,” tutur Alia saat Ayora datang.Ayora tidak terkejut sama sekali dengan tutur kata Alia barusan. Bukankah memang wanita di dunia ini menginkan perceraian saat ada masalah dengan suaminya? Kat
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel