Tanpa Fahmi sadari, menelan ludah usai menikmati pemandangan tubuh Misella.
Misella tertawa. Sadar Fahmi memperhatikan tubuhnya tanpa berkedip, sedangkan Fahmi mengutuk, bisa-bisanya wanita itu tidak mengenakan bra dibaliknya, seharusnya Misella lebih berhati-hati saat membuka pintu apartemen atau menyambut tamu.
“Kamu dari tadi salah fokus bukan?”
Sial! Fahmi ketahuan. “Lain kali kalau menyambut tamu jangan begitu,” komentar Fahmi. Matanya pengintari pandangan ke seluruh ruang, agar dua gundukan itu tidak mengunci matanya dan menegangkan syarafnya.
“Begitu gimana?” Misella berpura-pura polos. Dia ingin menggoda Fahmi.
“Pakaian kamu, sayang.” Fahmi mendekatkan tubuhnya ke Misella. Hidungnya mengendus bagian tengkuk yang menggoda itu, mencium aroma wangi. Ruangan apartemen juga tercium
Alia membiarkan pesan masuk permintaan maaf dari Fahmi. Alia tidak membutuhkan kata maaf, sebab tidak akan menyembuhkan luka hatinya. Alia hanya membutuhkan waktu untuk menenangkan diri.Alia tidak tahu Fahmi tidur di mana, dan mengutuk diri sendiri karena telah mengkhawatirkan Fahmi. Persetan dengan semuanya! Seharusnya Alia tak perlu memikirkan Fahmi di saat keadaan rumah tangga kacau.Tiga hari Alia hanya berdiam diri. Mengurung diri di rumah. Terkadang Ayora datang, sahabatnya itu tidak pernah bertanya kenapa dan mengapa, dia hanya memeluk Alia agar tidak merasa sendiri dan membiarkan pundak basah oleh air mata.“Aku ingin bercerai dengan Mas Fahmi,” tutur Alia saat Ayora datang.Ayora tidak terkejut sama sekali dengan tutur kata Alia barusan. Bukankah memang wanita di dunia ini menginkan perceraian saat ada masalah dengan suaminya? Kat
Pelukan erat didapatkan saat pintu apartemen di buka oleh Fahmi. Misella masih betah memeluk Fahmi dari belakang, menginginkan Fahmi agar lebih lama tinggal bersama di apartemen.“Aku harus pulang, Sella.”Pelukan semakin erat. Seolah tidak merelakan kepergian Fahmi dari apartemen untuk pulang ke rumah.“Satu hari lagi,” rengek Misella. “Ya? Please!” mohon Misella dengan puppy eyes.Untunglah Fahmi tidak lemah hanya karena puppy eyes dari Misella, tapi menggemaskan.Fahmi menggeleng keras. Sudah tiga hari tidak pulang setelah Alia mengusirnya, tidak mungkin membiarkan Alia sendirian semakin lama. Waktu tiga hari sudah cukup, 'kan? Maksudnya sudah cukup untuk menenangkan diri.“Tidak bisa. Aku suka menikah, tidak bisa berl
“KAMU GILA!”“KENAPA KAMU SELINGKUHIN DIA DARI AWAL!” tanya Ayora dengan lantang di sebrang telepon.“....”“JAWAB, BERENGSEK!”Tarikan napas panjang dari Fahmi. Sama sekali tidak emosi dengan makian dari Ayora. Fahmi akui memang lelaki berengsek, bejat, dan bajingan.“Karena Sella cinta pertamaku. Dia wanita mantan tunangan sekaligus mantan calon istriku,” jawab Fahmi dengan pelan dan lemah.“First love? Belum move on, dan kamu belum selesai dengan masa lalu?" Ayora tertawa remeh. “FUCK YOU!”***Butuh waktu tiga hari untuk Alia bangkit dari kamar. Beruntung mempunyai sahabat seperti Ayora, rela meluangkan waktu untuk sekedar memberi pelukan. Alia tidak membutuhkan kata semangat. Yang dia butuhkan adalah pelukan hangat, tempat sandaran, dan pendengar yang baik. Alia sadar dengan kondisinya, tidak bisa berlama-lama meratapi hidup. Perselingkuhan bisa terjadi pada siapa saja yang sudah menikah. Alia berpikir keras, seberapa pantas pernikahan dipertahankan. Apa sanggup mendampingi Fa
Alia duduk termenung di atas ranjang pesakitan, menatap kosong ke jendela—arah taman yang dipenuhi pepohonan. Di kursi sana ada Fahmi tengah duduk bersebelahan dengan Misella, tengah berbicara serius.Apa yang sedang mereka bicarakan?Alia tidak habis pikir dengan kelakuan Fahmi. Terkadang bersikap manis padanya, tapi di belakang menyakiti, dan berkhianat.Bajingan sekali.Alia baru sadar dari pingsan lima menit yang lalu. Menyadari dirinya sedang ada di rumah sakit, berbaring lemas, dan kepala pening sekaligus pusing.“Aku tidak akan membiarkan kalian bahagia,” lirih Alia penuh dendam sambil melihat kedekatan Misella dan Fahmi. “Aku tidak akan pernah memaafkanmu."Pintu ruang inap terbuka, masuklah seorang suster yang Alia kenal—karena sekarang Alia tengah dirawat di rumah sakit Fortis—di mana dia bekerja.Suster itu menyapa Alia dengan ramah, sebab Alia datang sebagai pasien bukan sebagai perawat bayi. Dia datang untuk melihat keadaan Alia setelah mendapat kabar bahwa Alia sudah siu
Fahmi keluar untuk bertemu Dokter, tiba-tiba seseorang datang tanpa permisi.Ayora masuk ke ruang inap Alia dengan tergesa-gesa. “Bagaimana keadaan kamu, Al?” Napasnya ngos-ngosan sambil menghampiri Alia, tanpa peduli melewati Fahmi begitu saja.Wanita itu terkejut mendengar kabar bahwa Alia pingsan dan di bawah ke rumah sakit. Padahal sebelumnya dia datang untuk memastikan keadaan Alia baik-baik saja, bahkan membelikan obat vitamin agar tidak tumbang. Namun tetap saja keadaan Alia drop hingga masuk ke rumah sakit.“Aku baik-baik saja,” jawab Alia.“Huft! Aku khawatir banget tahu!” Ada perasaan lega dari Ayora. “Kamu, sih! Tidak mau makan beberapa hari, jadi sakit, 'kan? Bandel. Susah payah untuk membujuk, tetap keras kepala. Aku jadi sebal!” Ayora mendengus kesal.Alia terkekeh mendengar pengakuan sahabatnya. “Sorry, sorry, Ra. Sumpah, waktu itu aku tidak napsu makan sama sekali,” jujur Alia.Senyuman Ayora mengembang. Akhirnya sudah mendengar tawa dari Alia sekian lama Alia selalu b
Berulang kali Misella menghubungi Fahmi, namun tidak ada jawaban. Panggilan sudah ke sepuluh kali. Padahal Misella meminta Fahmi untuk selalu memberi kabar.Apa karena sibuk mengurus istri yang sedang sakit. Jadi, tidak sempat membuka ponsel?Misella tersenyum masam. Cemburu. Sangat cemburu pada Alia. Tetapi Misella harus tahu diri dan sadar diri, dia sebagai orang ketiga.“Kemana, sih, Mas Fahmi? Tidak diangkat-angkat,” dumel Misella kesal. Dia berjalan mondar-mandir di apartemen. Terus mencoba memanggil nomor Fahmi.Lima menit kemudian, akhirnya Fahmi menelpon Misella. Misella senang bukan kepalang. “Hallo, Mas!” sapa Misella. “Akhirnya kamu menelpon balik.” Perasaannya lega.“Maaf aku tidak tahu kamu tadi menelponku.”“It's okay.” Misella memakluminya. “Mas baik-baik aja bukan?” Firasat Misella mengatakan Fahmi sedang berada masalah ketika mendengar nada bicara Fahmi dan suara napas terdengar berat.“Aku baik-baik saja,” jawab Fahmi. “Aku ke apartemen kamu sekarang, ya.”Misella t
Alia termenung. Davira tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga anaknya. Tetapi, tebakan Davira benar apa adanya, Alia dan Fahmi sedang ada masalah. Alia tidak bisa menceritakan pada Davira. "Bukan masalah besar kok, Ma. Jadi, tenang aja." "Sure?" Davira tidak percaya. Pasalnya menyadari banyak hal semenjak bertemu dengan Fahmi, sahabat Alia—Ayora. Seperti menutupi sesuatu. "Ya sudah kalau kamu tidak mau bercerita. Lain kali kalau ada apa-apa bilang sama Mama, oke?" Sungguh beruntung Alia mempunyai Ibu dengan sosok yang baik dan pengertian. "Siap, Ma!" balas Alia dengan semangat. Kemudian keduanya saling mengobrol hal lain, membahas hal random, dan saling tertawa. Kedatangan Davira membuat semangat Alia pulih, tidak larut dalam kesedihan, dan batinnya jauh lebih tenang. "Ma ...." "Iya sayang?" Alia menatap serius Davira. "Apa bercerai lebih baik setelah salah satu dari pasangan ketahuan berselingkuh?" tanya Alia. Davira mengernyit. Bingung sekaligus heran. "Mengap
Alia tersenyum, berencana memulihkan sakit hatinya. Pernikahan baru berjalan beberapa bulan, belum sampai setahun. Jadi, akan memberikan kesempatan. Mungkin ini adalah kesempatan yang terakhir Alia berikan pada Fahmi. Selanjutnya bila perselingkuhan di luar batas dan semakin di luar kendali mereka, mau tidak mau harus berpisah dengan Fahmi.Bila di tanya merasa cemburu saat Fahmi bersama wanita lain. Jelas cemburu. Diduakan suami sendiri, rasanya hancur sekali. Setiap ingat dada menjadi sesak.Keadaan Alia pulih setelah jatuh sakit. Pulang bekerja, Alia menerima pesan dari nomor misterius. 'Sudah lama aku tidak mengirimkan pesan untukmu. Apakah kamu menanti pesan dariku? Baiklah ... Mari kita bertemu sekarang juga di cafe Pelangi nomor meja 29.'Alia tidak berkedip membaca pesan itu. Akhirnya setelah menunggu beberapa hari, Alia secepatnya akan mengetahui siapa dia.Sangat antusias Alia menyanggupi untuk bertemu dengan nomor misterius itu sekarang juga. 'Aku akan sampai tiga puluh
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel