Fahmi keluar untuk bertemu Dokter, tiba-tiba seseorang datang tanpa permisi.Ayora masuk ke ruang inap Alia dengan tergesa-gesa. “Bagaimana keadaan kamu, Al?” Napasnya ngos-ngosan sambil menghampiri Alia, tanpa peduli melewati Fahmi begitu saja.Wanita itu terkejut mendengar kabar bahwa Alia pingsan dan di bawah ke rumah sakit. Padahal sebelumnya dia datang untuk memastikan keadaan Alia baik-baik saja, bahkan membelikan obat vitamin agar tidak tumbang. Namun tetap saja keadaan Alia drop hingga masuk ke rumah sakit.“Aku baik-baik saja,” jawab Alia.“Huft! Aku khawatir banget tahu!” Ada perasaan lega dari Ayora. “Kamu, sih! Tidak mau makan beberapa hari, jadi sakit, 'kan? Bandel. Susah payah untuk membujuk, tetap keras kepala. Aku jadi sebal!” Ayora mendengus kesal.Alia terkekeh mendengar pengakuan sahabatnya. “Sorry, sorry, Ra. Sumpah, waktu itu aku tidak napsu makan sama sekali,” jujur Alia.Senyuman Ayora mengembang. Akhirnya sudah mendengar tawa dari Alia sekian lama Alia selalu b
Berulang kali Misella menghubungi Fahmi, namun tidak ada jawaban. Panggilan sudah ke sepuluh kali. Padahal Misella meminta Fahmi untuk selalu memberi kabar.Apa karena sibuk mengurus istri yang sedang sakit. Jadi, tidak sempat membuka ponsel?Misella tersenyum masam. Cemburu. Sangat cemburu pada Alia. Tetapi Misella harus tahu diri dan sadar diri, dia sebagai orang ketiga.“Kemana, sih, Mas Fahmi? Tidak diangkat-angkat,” dumel Misella kesal. Dia berjalan mondar-mandir di apartemen. Terus mencoba memanggil nomor Fahmi.Lima menit kemudian, akhirnya Fahmi menelpon Misella. Misella senang bukan kepalang. “Hallo, Mas!” sapa Misella. “Akhirnya kamu menelpon balik.” Perasaannya lega.“Maaf aku tidak tahu kamu tadi menelponku.”“It's okay.” Misella memakluminya. “Mas baik-baik aja bukan?” Firasat Misella mengatakan Fahmi sedang berada masalah ketika mendengar nada bicara Fahmi dan suara napas terdengar berat.“Aku baik-baik saja,” jawab Fahmi. “Aku ke apartemen kamu sekarang, ya.”Misella t
Alia termenung. Davira tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga anaknya. Tetapi, tebakan Davira benar apa adanya, Alia dan Fahmi sedang ada masalah. Alia tidak bisa menceritakan pada Davira. "Bukan masalah besar kok, Ma. Jadi, tenang aja." "Sure?" Davira tidak percaya. Pasalnya menyadari banyak hal semenjak bertemu dengan Fahmi, sahabat Alia—Ayora. Seperti menutupi sesuatu. "Ya sudah kalau kamu tidak mau bercerita. Lain kali kalau ada apa-apa bilang sama Mama, oke?" Sungguh beruntung Alia mempunyai Ibu dengan sosok yang baik dan pengertian. "Siap, Ma!" balas Alia dengan semangat. Kemudian keduanya saling mengobrol hal lain, membahas hal random, dan saling tertawa. Kedatangan Davira membuat semangat Alia pulih, tidak larut dalam kesedihan, dan batinnya jauh lebih tenang. "Ma ...." "Iya sayang?" Alia menatap serius Davira. "Apa bercerai lebih baik setelah salah satu dari pasangan ketahuan berselingkuh?" tanya Alia. Davira mengernyit. Bingung sekaligus heran. "Mengap
Alia tersenyum, berencana memulihkan sakit hatinya. Pernikahan baru berjalan beberapa bulan, belum sampai setahun. Jadi, akan memberikan kesempatan. Mungkin ini adalah kesempatan yang terakhir Alia berikan pada Fahmi. Selanjutnya bila perselingkuhan di luar batas dan semakin di luar kendali mereka, mau tidak mau harus berpisah dengan Fahmi.Bila di tanya merasa cemburu saat Fahmi bersama wanita lain. Jelas cemburu. Diduakan suami sendiri, rasanya hancur sekali. Setiap ingat dada menjadi sesak.Keadaan Alia pulih setelah jatuh sakit. Pulang bekerja, Alia menerima pesan dari nomor misterius. 'Sudah lama aku tidak mengirimkan pesan untukmu. Apakah kamu menanti pesan dariku? Baiklah ... Mari kita bertemu sekarang juga di cafe Pelangi nomor meja 29.'Alia tidak berkedip membaca pesan itu. Akhirnya setelah menunggu beberapa hari, Alia secepatnya akan mengetahui siapa dia.Sangat antusias Alia menyanggupi untuk bertemu dengan nomor misterius itu sekarang juga. 'Aku akan sampai tiga puluh
“Hai, Alia.”Sapaan memanggil nama Alia, mendadak membuat Alia membeku di tempat. Dunia seakan berhenti berputar sejenak hingga sepasang mata cantik berkedip—sadar akan keadaan terpaku. Suara dari sosok wanita, terdengar lembut. Jadi, pemilik nomor misterius itu adalah seorang wanita? Niat mengambil tisu diurungkan. Kepala Alia terangkat secara perlahan, mendongak ke pemilik suara lembut itu. Cukup tercengang beberapa saat. “H-hai j-juga.” Alia tergagap, sempat menelan ludah.“Tidak perlu tegang seperti itu. Santai saja.”Alia mengangguk kecil.Astaga. Bahkan Alia tidak mengenalinya. Parasnya anggun, kulit kuning langsat, dan short hair (Rambut pendek) Terlihat begitu cantik bak bidadari. Bagaimana bisa wanita secantik itu mencampuri rumah tangga Alia dan wanita selingkuhan Fahmi.Gilanya, Marsha rela meluangkan waktunya untuk membuntuti Fahmi dan Misella.Yang pasti tidak tahu motif apa yang tersembunyi dari Marsha.“Marsha.” Dia memperkenalkan namanya dan mengulurkan tangan pada
Fahmi membujuk Alia untuk berbicara, “Aliaku sayang.” Menghampiri Alia yang sedang duduk di depan meja rias.Tidak ada jawaban.Beberapa hari Alia enggan berbicara dengan Fahmi.Luka Alia masih belum sepenuhnya pulih. Beberapa hari memikirkan apa yang telah dikatakan Marsha. Alia tidak bisa diam, menerima luka tersebut. Dia harus memiliki rencana selanjutnya.Alia menarik paksa ikat rambutnya yang terlalu kencang, lumayan untuk meredakan sakit kepala. Alia melihat Fahmi dari pantulan cermin. Fahmi memasang wajah memelas dan memohon. “Kamu masih belum bisa memaafkanku?” tanyanya pelan. Memaafkan itu sulit. Apalagi berselingkuh. Mungkin bagi orang lain, tidak ada kata maaf untuk berselingkuh. Alih-alih menjawab, Alia berkata, “Aku mau mandi dulu.” Alia bangkit untuk menuju kamar mandi, namun Fahmi menarik tangan Alia.“Aku sangat minta maaf padamu. Wanita itu cinta pertamaku, aku sulit melupakannya.”Alia memejamkan mata mendengar perkataan itu. Astaga. Air matanya jatuh. Melepaskan t
"A-K-U M-A-U C-E-RAI!"Fahmi membelalak lebar. Terkejut bukan main. Terdiam dengan bibir ternganga dan jantung berdebar kencang. Bercerai. Alia berkata ingin bercerai tanpa berpikir jernih terlebih dahulu. Kata-kata itu terucap begitu saja dari mulutnya.Keduanya sama-sama diam. Suasana kamar mendadak berubah mencekam, dingin, dan sunyi. Tidak ada suara kecuali suara napas mereka. Fahmi menarik napas panjang lalu dihembuskan. Dia berkacak pinggang, memalingkan wajah sebentar lalu menatap Alia dengan lekat. Sedangkan Alia tidak membalas tatapan Fahmi, sibuk berantem dengan pikirannya sendiri. Batinnya bertanya-tanya, apakah yang barusan dikatakan adalah keputusan yang tepat? Pernikahan bukanlah sebuah game (permainan). Kawin cerai, apa motivasi untuk melakukan pernikahan dan melakukan perceraian? Alasannya, bosan, ketidakcocokan, dan berselingkuh atau alasan selera lainnya. "Itu keputusanmu?" tanya Fahmi.Alia mengigit bibir bawahnya. "Maybe, yes." (Mungkin iya.)"Ini sulit!""Apak
Di kantin rumah sakit. Fahmi duduk di sebelah Erza yang sedang makan siang. Sudah cukup keduanya saling bertatapan dingin, Fahmi ingin hubungan dengan sahabatnya itu membaik.Selesai makan siang habis, Erza berkata pada Fahmi dengan nada lirih dan kecil, "Berapa lama lagi kamu menyakiti Alia? Semua sudah terungkap. Sudah saatnya kamu akhiri hubungan dengan Misella."Kepala Fahmi menoleh untuk melihat keadaan kantin. Siapa saja yang ada di dekat mereka. Dia takut ada seseorang yang munguping. "Semuanya sudah berakhir. Dia meminta bercerai," jawab Fahmi."Bagus dong! Itu keputusan yang tepat bagi Alia. Dia akan menjalani hidup jauh lebih baik setelah ini," balas Erza. Lelaki itu sangat mendukung Alia. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa Alia."Erza dibuat geram mendengar itu. "Kamu bisa hidup tanpanya!" ucap Erza meyakinkan.Fahmi menunduk. Menggeleng pelan. "Tidak. Aku sama sekali tidak bisa tanpanya.""Kalau begitu, akhiri hubungan secepatnya dengan Misella.""Untuk sekarang. Ak
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel