Alia sudah bersiap untuk berangkat bekerja. Pagi ini tidak membuat sarapan, membiarkan meja makan kosong tanpa makanan yang tersaji. “Kamu tidak masak?”Alia baru turun dari tangga menoleh melihat Fahmi yang baru saja dari dapur. “Tidak,” jawab Alia singkat dan padat.“Apa kebutuhan dapur habis?” tanya Fahmi lagi. “Tidak juga.” “Lalu mengapa kamu tidak membuat sarapan.”Alia memalingkan wajahnya. Memutar malas bola matanya. “Untuk apa aku membuat sarapan? Toh, nanti kamu sarapan dengannya di kantin,” jawab Alia. “Lagi pula. Sejak kapan kamu memakan masakanku? Kamu lebih sering makan di luar!” tegas Alia.Apa yang Alia katakan membungkam mulut Fahmi. Ketika Alia rajin menyiapkan sarapan, terkadang diabaikan bahkan sama tidak tidak disentuh. Kali ini? Fahmi rindu dengan masakan Alia. Fahmi melirik jam tangan. “Aku berangkat sekarang,” pamit pada Alia. Melewati Alia begitu saja.Alia mengikuti langkah Fahmi tanpa disadari olehnya. Saat Fahmi membuka bagasi mobil untuk mengambil sesuat
Pintu lift terbuka. Dengan pasti kakinya menyusuri lorong. Berdiri tepat di depan pintu ruangan. Jantung mulai berdetak kencang. Mengapa Alia gugup? Seharusnya Alia tetap tenang. Wanita itulah yang jahat. Jadi, Alia harus berani menghadap padanya.Inilah waktu yang tepat untuk melabrak sang pelakor.“JALANG SIALAN!” maki Alia.Alia berteriak keras satelah membuka pintu dan melihat Misella duduk sedang asik menelepon. Di ruangan itulah pertama kali Alia datang untuk berkonsultasi dan sekarang mendatangi untuk melabraknya. Bila perlu menjambak rambutnya kuat-kuat.Kedatangan Alia secara tidak terduga membuat kedua bola mata Misella langsung membulat. Lebih terkejut dan kaget. Dia segera mematikan panggilan. Raut wajah panik begitu Alia mendekatinya.Ah, Misella seorang Dokter Psikiater. Dia pintar menyembunyikan kepanikan. Secepatnya mungkin mengendalikan respon agar tetap tenang. Alia berdiri di depan meja Misella. Kedua tangan disilangkan, menunduk dan memandang Misella tanpa berked
Fahmi mendadak panik setelah mendengar suara Alia saat menelpon Misella. Alia benar-benar menemui Misella bukan Yura. Dirinya telah dibohongi. Andai Fahmi tahu, niat sebenarnya Alia mendatang rumah sakit adalah untuk melabrak Misella. Mungkin Fahmi akan melarang hal itu terjadi.Fahmi berlari dengan cepat. Tidak peduli napas tersengal-sengal, ingin segera sampai di ruang kerja Misella. Tidak sabar menekan nomor di lift dan kakinya gemetaran. Tidak tenang sama sekali. Pintu lift terbuka, Fahmi segera ke ruangan Misella. Di luar mendengar Alia dan Misella sedang berseru dengan nada tinggi. Waduh, bisa bahaya kalau ada orang lain mendengar keributan di dalam sana.Lelaki itu membuka pintu lebar-lebar.“HEI! STOP!!!”Fahmi menyuruh kedua wanita itu berhenti melakukan aksi menjambak rambut. Alia dan Misella tidak peduli dengan kedatangan Fahmi.Fahmi tercengang beberapa detik, jadi begitu ketika wanita berkelahi. Sulit untuk dipisahkan dan semakin brutal. Secepat mungkin, Fahmi mengambil
Alia keluar dari ruangan Misella setelah merapikan pakaian dan rambut yang berantakan, mendapati Fahmi sedang menunggu. Langkah Alia terhenti di depan Fahmi, melirik sinis dengan ekor matanya.Fahmi berdiri. “Kamu mencoba membohongiku, huh?” tanyanya dengan wajah memerah.“Aku memang berbohong untuk bertemu dengan selingkuhanmu,” jawab Alia enteng dan tidak peduli. “Aku tahu kamu pasti akan melarangku untuk bertemu dengannya.”Fahmi mengacak rambut dengan frustasi. Semua sudah terjadi. Sekarang bingung dengan posisinya sekarang. “Bagaimana keadaan Sella?” tanyanya khawatir.Alia berdecih. Sorot mata lebih dingin. “Kamu menanyakan keadaan wanita jalang itu padaku? Tidak salah kamu bertanya?” Tanpa membalas perkataan Alia. Fahmi meninggalkan Alia di sana. Lelaki itu berjalan cepat masuk ke ruang kerja Misella. Sementara kaki Alia mendadak lemas, sampai tidak mampu untuk berdiri. Alia memejamkan mata sebentar untuk meredakan amarahnya. Ditambah lagi Fahmi lebih menemui Misella. Dia mem
—Menyelingkuhi orang baik seperti membuang berlian dan mengambil batu—“Aku serius ingin berpisah denganmu, Mas.”Fahmi pandangi wajah serius Alia. Benar-benar serius, tidak ada candaan dari raut wajahnya. Mereka berdua duduk di tepi ranjang, saling memandang.“Yakin?” tanya Fahmi. “Iya! Yakin dong! Untuk apa aku mempertahankan rumah tangga kita,” jawab Alia tegas.“Aku tahu aku salah. Apa tidak bisa kita perbaiki dari awal lagi? Aku ingin kamu menjadi ibu dari anak-anakku nanti, La.”“Tidak bisa!” tolak Alia mentah-mentah. “Aku ingin bercerai. Titik!” “Aku mohon. Aku ingin berubah menjadi lebih baik.”Permohonan semakin membuatnya muak—tidak menerima permohonan.Menyakiti Alia memang sebuah kesalahan. Sementara mencintai Misella tidak sepenuhnya salahnya. First love memang sulit untuk dilupakan. Kecewa dengan Alia yang meminta perceraian. Apa Alia telah melupakan kenangan indah dengannya? Komitmen yang telah dibuat sebelumnya tidak berlaku lagi. “Kalau kamu menggugat cerai akan m
Alia mengirimkan pesan pada Ayora. Memberi tahu dirinya ingin bercerai dengan Fahmi. 'Kamu yakin? Kamu sudah siap?' balas Ayora.Alia dengan cepat membalas. 'Jika tidak. Apa gunanya mempertahankan pernikahan ini? Apa aku salah?''Aku yakin Fahmi akan memilih kamu dan akan segera mengakhirinya. Kecuali bajingan itu sudah gila, maka akan lebih memilih Misella.''Tidak masalah bagiku.''Apa kamu tidak ingin Fahmi memilihmu dan meninggalkan jalang itu?''Tidak. Rumah tanggaku sudah hancur.''Tapi, aku ingin melihat dia memilih.'Alia mematikan ponselnya, sudah tidak mood membalas pesan terakhir dari Ayora. Dia membaringkan badannya di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar.Merenungkan kembali apa yang telah terjadi selama ini. Dia tidak menyangka, mimpi dan rumah tangga hancur begitu saja.“Kamu telah menghancurkan masa depan kita, Mas,” gumamnya. “Kali ini aku tidak akan melupakanmu, karena aku tidak akan pernah memaafkanmu yang telah menghancurkan hatiku dua kali.”***Paginya
“Jawab, Alia!” Alia mengangkat kepalanya. “Ya! Aku akan mengatakan pada mereka kamu telah berselingkuh!” Tubuh Fahmi mulai menegang dan kaku. “Kenapa? Kamu takut?” “T-tidak.Tunggu keadaan Mamaku membaik! Dan ingat. Aku akan tetap mempertahankan rumah tangga kita!” “Aku tidak peduli dengan kondisi Mama kamu.” Jleb! Kata-kata itu menusuk hati Fahmi. “Akan lebih baik mereka mengetahui secepatnya!” “Tidak bisakah kamu mengurungkan hal itu? Mamaku sedang sakit, Alia. Aku mohon. Kamu mengerti.” “Tidak!” Fahmi menggertakkan giginya saat Alia keras kepala sekali. Lelaki itu membalikkan badan. Berjalan ke arah Alia yang sedang duduk dan memegangi novel. “Kamu sudah menyerah?” Alia berdiri. Memandang Fahmi dengan sorot berbeda. Sorot mata terlihat begitu terluka. “Ya! Aku menyerah, Mas!” Suara Alia meninggi. “Aku menyerah bukan karena aku tidak mencintaimu lagi. Tapi aku sudah lelah dengan rasa sakit ini! Aku akan tetap ingin berpisah denganmu!!!” *** Sorenya setelah pulang beker
Saat hendak masuk ke mobil. Ponsel Alia bergetar.Alia mendapatkan pesan. 'Aku melihat suamimu keluar dari partemen,' tulis pengiriman pesan tersebut. Siapa lagi kalau bukan Marsha? Wanita yang menjadi mata-mata.Alia membuka pintu mobil dan berdiam. Apartemen? Alia geleng-geleng kepala. Apartemen terlihat begitu mahal dan mewah. Apa mungkin Fahmi membeli apartemen secara diam-diam dan tanpa memberi tahunya?Satu pesan lagi. Sebuah foto, memperlihatkan Fahmi sedang dipeluk oleh Misella di tempat parkir mobil di apartemen mewah. Pelukan itu mesra sekali. Alia tidak tahan lagi.“Fuck!” umpat Alia tanpa sadar. Tangannya mencengkram setir mobil. Suasana hati mendadak dibuat kacau. Dia cemburu. Dia sakit hati. Sampai kapan harus merasakan kecemburuan dan rasa sakit?Semua yang dikatakan Fahmi adalah dusta. Jika mencintainya, mengapa menduakan? Alia menjadi semakin kuat untuk berpisah dengan Fahmi.'Cari tahu nomor apartemennya,' balas Alia.'Oke! Itu masalah kecil. By the way. Fahmi m