“DIAM! BERHENTILAH MENANGIS!” Misella bak orang gila menyuruh Kayla untuk tidak menangis.
Mata Fahmi melebar dengan apa yang Misella lakukan pada putrinya. Melihat Kayla yang hampir kehabisan napas, Fahmi segera menarik tangan Misella dengan cengkraman kuat.
“APA-APAAN KAMU INI, HAH?!” Suara Fahmi tidak kalah keras. “KAMU INGIN MEMBUNUH ANAKMU SENDIRI? IYA?! GILA KAMU!”
Fahmi tidak percaya dengan kelakuan Misella terhadap Kayla. Lelaki itu menjambak rambut Misella dengan keras hingga terdengar rintihan kesakitan.
“L-lepaskan!” Misella baru menyadari kehadiran Fahmi saat suara keras menggelegar. Dia memandang Fahmi dengan penuh amarah dan mencakar tangan Fahmi agar melepaskan jambakan rambut.
Fahmi melepaskan jambakan dengan tarikan kuat
Abian meminum susu sebelum menjawab. “Aku belum siap menjadi seorang Ayah, sayang. Aku masih sibuk dengan pekerjaanku dan urusan perusahaan di Amerika,” jelasnya. “Aku harap kamu mengerti.” “T-tapi ... yang mengandungkan aku bukan kamu.” “I know.” Abian mengangguk. “Aku tidak ingin kamu hamil lalu merasa kesepian karena aku terlalu sibuk. Aku suamimu, ingin menjagamu selama 9 bulan hingga bayi lahir tanpa meninggalkanmu sedetikpun.” Mendengar penjelasan dari suaminya, Alia tereyuh tidak bisa berkata-kata. Pemikiran Abian sederhana, namun membuat mata Alia berkaca-kaca. Memang. Satu bulan ini Abian sibuk sekali, bahkan saat di rumah fokus pada laptop hingga larut malam. Alia memaklumi itu, tetapi lama-kelamaan merasa diabaikan. “Kalau itu kemauan darimu. Baiklah ... aku akan menerima.” “Terima kasih atas pengertianmu.” *** “Kenapa kamu tiba-tiba datang? Apa kamu ingin membuat keributan di sini?” sinis Alia. Pagi sekali Alia kedatangan tamu setelah Abian berangkat bekerja m
Alia menerima tawaran untuk bergabung Asosiasi wanita yang beranggota Findy, Yuna, dan Erika. Pasti, penampilan mereka terlihat begitu mahal, dari atas hingga ujung kaki memakai barang branded.Saat ini mereka berempat berada di coffe shop, sekalian dinner. Alia berjanji akan membayar bill alias mentraktir makan malam. Jadi, menyuruh mereka memesan apa saja, sesuai keinginan masing-masing.“Wah ... kamu baik sekali, Alia,” puji Yuna. “Ngomong-ngomong, apa kamu tidak makan malam bersama suamimu yang tampan itu?”Erika dan Findy sibuk membaca menu dan memesan banyak makanan.“Suamiku lembur. Aku tidak punya teman untuk diajak mengobrol.”Erika mengangguk mengerti. “Kamu baru merasakan kesepian. Kalau aku sudah terbiasa ditinggalkan suami bekerja keluar kota bahkan keluar negeri.”Alia tersenyum tipis. Akhir-akhir
Fahmi memakirkan mobil di basemen. Mematikan mobil, namun tidak kunjung keluar dari mobil. Yang dia lakukan adalah mengusap wajah berkali-kali dan mendesah kasar. Terlihat kebingungan dari raut wajahnya.Menyadari apa yang telah diperbuat. Bercinta dengan seorang waiters membuatnya sadar, jauh dari lubuk hati masih menginginkan mantan istrinya, berfantasi s*ks dengan Alia lagi.“Sepertinya aku sudah gila.”“Menginginkan Alia lagi ....”Fahmi bak orang gila berbicara sendiri di dalam mobil.***Alia menunggu Abian pulang di ruang keluarga sambil menayangkan film di layar iPad miliknya. Tiba-tiba ponsel berdering. Alia segera mengangkat panggilan dari sang suami.“Kamu belum tidur?” Suara sebrang sana.“Hei, cepatlah pulang. Aku belum bisa tidur karena menunggumu.” Nada rengekan dari Alia meminta Abian untuk cepat pulang.“Satu jam lagi, ya. Kan sudah aku bilang. Aku lembur, sayang.”Alia mengecutkan bibirnya. Lembur lagi. Lembur lagi. Rasanya hidup sendiri di unit 001 di apartemen yang
PLAK!Tamparan itu membuat Fahmi terkejut. Dia meraba pipinya yang mulai terasa panas dan meringis, sama sekali tidak menyangka bahwa Alia akan melakukan hal tersebut padanya.“Mengapa kamu malah menamparku?!”“Sadarlah, Fahmi! Sadar!!!” pinta Alia memohon agar Fahmi bisa mengendalikan diri.Sorot mata Fahmi melemah. “Aku masih sangat mencintai kamu, Alia.” Dia berbicara dengan sungguh-sungguh. “Aku ingin kembali padamu.”Bug!Bug!Alia menghantam tubuh Fahmi dengan sangat keras, dia ingin Fahmi menjauhinya karena sungguh Alia benar-benar merasa bahwa Fahmi telah berbuat kurang ajar pada dirinya.Bug!Satu pukulan keras mendarat di bahu kiri Fahmi.“Demi Tuhan! Aku bersumpah tidak menginginkanmu kembali!”
"Aku mohon Alia dengarkan aku, hanya aku yang bisa membuat kamu bahagia. Aku mohon Alia. Beri aku kesempatan sekali ini."Fahmi benar-benar memohon, tapi Alia sudah tidak peduli."Keluar!! Aku bilang keluar ya keluar!!!"Alia berteriak-teriak seperti orang gila, dia benar-benar merasa jijik melihat Fahmi yang saat ini ada di depannya."Kamu laki-laki kotor! Keluar kamu dari apartemen ini atau aku akan berbuat lebih nekat lagi," ancam Alia.Alia mengusir Fahmi dengan sekuat tenaga, dia begitu serius menghardik Fahmi dan meminta Fahmi untuk segera pergi.Saat ini Alia dan Fahmi sudah bercerai sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi di antara mereka. Terlebih Alia sudah menikah dengan Abian jadi tidak ada alasan lagi bagi Fahmi untuk mendekati apalagi merayunya."Beri aku kesempatan Alia ...."Fahmi berbicara dengan
Di kamar.Misella duduk ditemani oleh cahaya lampu tidur. Dengan memakai lingerie sexy. Mengigit kuku menandakan cemas. Berulang kali melirik ponsel barunya di meja, berharap ada panggilan masuk dari orang yang ditunggu.Siapa lagi kalau bukan menunggu Fahmi?Misella menyentuh layar dengan wallpaper foto pernikahannya. Jam sudah menunjukkan pukul 1 AM dan Fahmi belum pulang.Dia memencet nama kontak 'Suami.' Mencoba menelpon Fahmi lagi. Berharap kali ini panggilan terangkat.Tidak terjawab.Misella mendesah kasar. “Liat saja. Aku akan menunggu sampai Fahmi pulang, meminta penjelasan detailnya!” geramnya.Misella bahkan rela menahan kantuk. Tubuhnya terasa lelah sekali, sudah mengurus bayi kini menahan kantuk demi menunggu suami pulang.***
Fahmi menoleh dan terkejut. “K-kau belum tidur?” Bertanya balik. Sedikit gelagapan.Misella menggelang cepat, mendekat Fahmi. Membantu melepaskan dasi dan jas hitamnya. “Ini jas hitam kesayanganmu. Jadi, Aku akan mencuci pakaianmu, tidak aku laundry,” jelas Misella sembari tersenyum kecil.“Tidak perlu, sayang. Nanti kamu capek.”Awalnya Fahmi menolak, tapi Misella memaksa. “Sudah. Jangan kamu tolak niat baik istrimu.”Mau tidak mau menuruti dengan tersenyum kecut. Lelaki itu naik ke lantai atas setelah disuruh oleh Misella.Di depan mesin cuci, Misella melihat jas dengan cukup lama. Dia sengaja meminta Fahmi melepaskan jas itu sebab mencium parfum berbeda, seperti parfum wanita lain.Misella curiga. Kecurigaan bertambah dengan raut wajah Fahmi.“Ada yang tidak beres.”
Ya. Jawaban Fahmi semua bohong. Misella tahu Fahmi berbohong. Pasalnya sekitar pukul sembilan malam, Misella menghubungi sekretaris Tony. Dia mendapatkan informasi kalau Fahmi tidak lembur sampai larut malam dan Fahmi keluar kantor sekitar jam delapan malam bukan jam 11 malam.“Kamu tidak percaya?”Misella tak berkata apa-apa. Hanya diam. Tak menyangka. Dirinya sudah dibohongi oleh suaminya sendiri. Dia teringat saar menjadi selingkuhan Fahmi. Misella tahu betul, Fahmi dulu selalu berbohong pada Alia hanya untuk bertemu dengan dirinya.Misella sekarang sadar bagaimana rasanya di posisi Alia dan menjadi Alia yang dulu. Sakit teramat sakit.Kepercayaan dalam rumah tangga lambat laun akan menghilang.Saat Misella melihat ke arah tangan Fahmi, dia seperti teringat pada sesuatu. Ada yang janggal dalam pandangannya."Kenapa kamu tidak menggu