Jakarta. Pukul 19.00.
Di tengah pancaran cahaya lampu jalanan, seorang lelaki berpakaian lusuh dan kumal berjalan kaki di sepanjang tepi jalan, menggendong ransel hitam. Dari ujung kepala dan kaki tidak terawat dengan baik.Entah sudah Minggu ke berapa jalan kaki—lelaki itu rasanya hampir menyerah mencari pekerjaan tapi tidak ada yang menerimanya.Tiba-tiba perut melilit sakit dan bunyi cacing kelaparan. Ah, baru ingat sejak pagi belum mengisi perut. Pantas saja bagian perut nyeri tak tertahan. Untuk membeli makanan susah. Uang dan cek pemberian Alia sudah habis begitu cepat.Fahmi sempat ke apartemen Alia lagi untuk meminta uang. Fahmi merasa Alia menjadi salah satu orang yang Fahmi andalkan dan diharapkan. Tanpa tahu malu mendatangi Alia, tetapi harapan musnah saat mendengar kabar Alia dan Abian sedang pergi entah kemana.Lelaki itu pun beristirahat di depan toko sambil menatap jalanan. Sepasang mata tak sengaja menangkap mobil tak asinAlis Fahmi terangkat satu. "Hei, kamu tidak punya sopan santun ya! Tamu adalah raja. Tugasmu hanya melayani!”“Kamu mencurigakan! Seperti ingin maling saja,” ceplos waiter itu tanpa dosa.“Kurang ajar kamu!” kesal Fahmi. Dia membatin, "Seharusnya aku tidak menunjukkan gelagat mencurigakan di sini. Duh, sial! Eh tunggu, waiter itu tidak asing bagiku.”Salah satu waiter datang. Melerai keduanya. “Maaf atas pelayan tadi yang kurang sopan. Dia masih baru di sini. Harap bisa dimaklumi.” Dia menunduk sopan pada Fahmi dan terus mengucapkan kata maaf.“Begitu dong. Dia jadi waiter galak sekali. Memangnya dia pemilik restoran ini!” decak Fahmi kesal.“Saya meminta maaf sekali lagi atas perbuatannya. Silahkan Anda memilih tempat duduk dan ini menunya.”Fahmi mengangguk, tersenyum miring pada waiter pertama yang mengusirnya. “Lain kali jangan memandang tamu dari penampilan! Apalagi mengusir. Itu tidak sopan! Aku bisa melaporkan ke atasanmu,
"Aku tidak mungkin salah liat, kan!" Misella yakin, dia tadi melihat sekilas lelaki yang mirip dengan Fahmi di restoran itu. "Sialan! Kenapa aku malah mencarinya!" umpatnya bergumam.Misella menjauh dari meja lelaki kencan butanya hanya untuk memastikan penglihatan tidak salah liat. Misella akan menerima konsekuensinya dari Robert, karena mengacuhkan lelaki itu. Lagipula siapa yang mau dijodohkan, Robert sibuk memperkenalkan beberapa lelaki pada Misella, dan Misella belum sepenuhnya move on dari Fahmi.Misella duduk di salah satu kursi kosong dekat pintu masuk. Matanya terus mencari. Tidak bisa berbohong bahwa dirinya merindukannya. Sangat rindu. "Hei! Apa yang aku lakukan?" ucap Misella tersadar. Memukul kepalanya sendiri. "Bodoh!!!"Bodoh! Tak seharusnya mencari mantan suaminya itu. Untuk apa? Meminta rujuk? Tidak mungkin! Hanya orang bodoh yang kembali ke masa lalu, hidup bersama lelaki tak tahu diri itu!Grepppp.Seseorang m
Suasana hati Misella buruk setelah bertemu Fahmi. Dia kembali ke apartemen, berteriak memanggil sang Papa. Namun bukannya yang muncul Robert, melainkan Tiffany."Hust! Jangan berteriak. Kayla sedang tidur," peringat Tiffany sedang mendorong stroller baby, Kayla putri Misella. "Ada apa? Kamu tampak murung?"Misella berkacak pinggang dan menghela napas berat. "Papa mana!""Di kamar," jawab Tiffany."Ada apa, sayang?" Robert tiba-tiba muncul, menghampiri mereka. "Bagaimana? Apa kamu tertarik dengan lelaki kenalan Papa?" Robert bertanya the point. Tak sabar mendengar cerita Misella yang baru saja dinner dengan pria pilihannya di cafe."Aku mohon, Pa. Berhenti memperkenalkan lelaki padaku. Aku sungguh malu." "Untuk apa malu? Lelaki yang Papa kenalkan padamu bukanlah lelaki sembarangan, Sella. Papa yakin salah satu dari mereka mampu membuatmu bahagia." Robert sangat berharap Misella menikah untuk kedua kali dengan lelaki pilihannya. "
Seorang Kakak pasti khawatir dengan adiknya bukan?Hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaan Bella. Bahkan Misella menunduk kepala. Misella merasa sangat malu pada Bella, dia tidak bisa berkata-kata untuk menjawab pertanyaan itu.Tiga menit berlalu. "Adik kamu telah bercerai." Robert yang menjawab. "HAH? A-A-APA CERAI?!"Terkejut bukan main. Bagaikan disambar petir. Bella melongo mendengar berita itu, tak menyangka adiknya belum lama pernikahan terjalin secapat itu bercerai. "Fahmi berselingkuh," lanjut Robert."Kurang ajar!" Tangan Bella mengepal kuat. "Berani sekali dia! Dasar lelaki tidak tahu diri. Kalau aku bertemu dengannya, akanku bunuh!" Emosi Bella menggebu-gebu. Wajahnya merah padam. "Sudah, Kak. Tenang, jangan marah begitu. Biarkan saja. Fahmi pasti mendapat karmanya," sela Misella menenangkan amarah Bella. "Aku tadi bertemu dengannya. Sepertinya dia menyesal. Sekarang hidupnya menderita."
Abian membelai pipi Alia. "Wajah kamu pucat sekali, bibir kamu pecah-pecah. Kamu sakit?" tanya Abian penuh kekhawatiran. Lelaki itu baru sadar Alia terlihat pucat dan bibir tampak pecah-pecah. "Tidak," jawab Alia sambil menggeleng. "Aku hanya dehidrasi." "Astaga sayang!" Abian menyuruh Alia duduk di tempat tidur. "Tunggu di sini. Akanku ambilkan air putih," lanjutnya penuh perhatian lalu keluar dari kamar."Abian? Belum tidur?" Abian membalikkan badan melihat sang Ibu berdiri tak jauh darinya. "Sebentar lagi, Mom." Melanjutkan mengisi air ke botol minuman sampai terisi penuh. "Ambilkan air putih, dong. Ibu haus," perintah Caroline.Abian menurut, mengambil segelas air putih untuk Caroline. "Ibu menyuruh Alia untuk membujukku untuk kembali ke Amerika?" Caroline meneguk air putih setengah lalu bertanya balik, "Alia memberi tahumu?" "Tidak. Aku hanya menebak.""Bian, kamu tahu kan. Kamu salah satu pu
"Bian?!"Abian dan Alia segera membalikkan badan untuk mengetahui pemilik suara berat yang memanggil nama Abian, tidak lain suara dari Mario. Keduanya secepat kilat tersenyum merekah melihat dua orang tua Abian berdiri di sana dengan masih membawa koper besar. Ya, Mario dan Caroline."Astaga, Mom, Dad!" Abian menghampiri mereka diikuti oleh Alia. *****Caroline mengajak sarapan di salah satu tempat makan terdekat Bandara karena jam terbang masih lama. Awalnya tadi memang ingin sarapan, tidak tahunya melihat Abian di Bandara.Sebelum ke restoran, Abian telah menyuruh seseorang kenalannya untuk membeli baju di toko terdekat, walaupun bukan toko baju mahal, Ya bisa dibilang keduanya membeli baju seadanya daripada sarapan menggunakan baju tidur. Seperti orang tidak waras saja! Alia, Abian sudah mengganti pakaian lebih sopan di toilet Bandara. Keduanya bahkan sudah cuci muka.Setelah sampai di restoran, mereka semua memesan makanan I
"Aku tidak tahu. Perutku rasanya mual saat makan." Perutnya mual kembali, ingin muntah. "Aku pamit ke toilet sebentar.""Aku antar, ya sayang?" tawar Abian."Tidak perlu. Kamu lanjut saja makannya," tolak Alia, buru-buru berdiri lalu pergi mencari toilet di restoran itu dengan bertanya pada salah satu waiters."Bian ... Kamu kan seorang Dokter masa tidak tahu istri kamu sedang sakit? Setelah dari restoran kamu antar Alia ke rumah sakit untuk diperiksa dan cek kesehatannya," kata Caroline panjang lebar. "Kalian tidak perlu ke Bandara lagi. Lagian kita akan bertemu lagi di waktu dekat.""Iya, Mom." Abian menurut."Atau jangan-jangan Alia sedang mengandung?" pikir Caroline.Perkataan Caroline berhasil membuat Abian terbatuk-batuk. Abian segera minum air putih. "A-apa mengandung? Maksudnya hamil?"Caroline mengangguk. "Mungkin saja, 'kan?"Abian tertawa kecil. "T-idak mungkin, Mom. Alia belum menginginkan bayi."
Dahinya berkerut. Aneh. Bingung. Untuk apa mendatangi Dokter kandungan? Alia kira dirinya akan diperiksa oleh Dokter umum. Abian menahan tawa kecilnya melihat ekspresi Alia kebingungan itu. Lucu sekali. Abian menyentuh jari Alia yang sedang menarik bajunya. "Kita tunggu sebentar. Nanti dipanggil." "Bian, jawab pertanyaanku!" desak Alia. Keheranan dan kebingungan menyelimuti hatinya.Abian diam tak membalas hingga suara perawat terdengar memanggil. "Pasien atas nama Nyonya Thalia."Abian langsung berdiri ketika nama Alia dipanggil. Lelaki itu langsung menarik tangan Alia yang masih duduk di sana. "Ayo, masuk!" ajaknya sedikit memaksa."Tidak. Mau ngapain?" tolak Alia. "Sudah jangan banyak tanya." Tangan Alia ditarik Abian. Pada akhirnya Alia pun menurut masuk ke ruang Dokter kandungan dengan langkah pelan mengikuti Abian dengan malas dan tidak bersemangat. "Silahkan masuk." Setelah masuk ke dala
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel