Abian membelai pipi Alia. "Wajah kamu pucat sekali, bibir kamu pecah-pecah. Kamu sakit?" tanya Abian penuh kekhawatiran. Lelaki itu baru sadar Alia terlihat pucat dan bibir tampak pecah-pecah.
"Tidak," jawab Alia sambil menggeleng. "Aku hanya dehidrasi.""Astaga sayang!" Abian menyuruh Alia duduk di tempat tidur. "Tunggu di sini. Akanku ambilkan air putih," lanjutnya penuh perhatian lalu keluar dari kamar."Abian? Belum tidur?"Abian membalikkan badan melihat sang Ibu berdiri tak jauh darinya. "Sebentar lagi, Mom." Melanjutkan mengisi air ke botol minuman sampai terisi penuh."Ambilkan air putih, dong. Ibu haus," perintah Caroline.Abian menurut, mengambil segelas air putih untuk Caroline. "Ibu menyuruh Alia untuk membujukku untuk kembali ke Amerika?"Caroline meneguk air putih setengah lalu bertanya balik, "Alia memberi tahumu?""Tidak. Aku hanya menebak.""Bian, kamu tahu kan. Kamu salah satu pu"Bian?!"Abian dan Alia segera membalikkan badan untuk mengetahui pemilik suara berat yang memanggil nama Abian, tidak lain suara dari Mario. Keduanya secepat kilat tersenyum merekah melihat dua orang tua Abian berdiri di sana dengan masih membawa koper besar. Ya, Mario dan Caroline."Astaga, Mom, Dad!" Abian menghampiri mereka diikuti oleh Alia. *****Caroline mengajak sarapan di salah satu tempat makan terdekat Bandara karena jam terbang masih lama. Awalnya tadi memang ingin sarapan, tidak tahunya melihat Abian di Bandara.Sebelum ke restoran, Abian telah menyuruh seseorang kenalannya untuk membeli baju di toko terdekat, walaupun bukan toko baju mahal, Ya bisa dibilang keduanya membeli baju seadanya daripada sarapan menggunakan baju tidur. Seperti orang tidak waras saja! Alia, Abian sudah mengganti pakaian lebih sopan di toilet Bandara. Keduanya bahkan sudah cuci muka.Setelah sampai di restoran, mereka semua memesan makanan I
"Aku tidak tahu. Perutku rasanya mual saat makan." Perutnya mual kembali, ingin muntah. "Aku pamit ke toilet sebentar.""Aku antar, ya sayang?" tawar Abian."Tidak perlu. Kamu lanjut saja makannya," tolak Alia, buru-buru berdiri lalu pergi mencari toilet di restoran itu dengan bertanya pada salah satu waiters."Bian ... Kamu kan seorang Dokter masa tidak tahu istri kamu sedang sakit? Setelah dari restoran kamu antar Alia ke rumah sakit untuk diperiksa dan cek kesehatannya," kata Caroline panjang lebar. "Kalian tidak perlu ke Bandara lagi. Lagian kita akan bertemu lagi di waktu dekat.""Iya, Mom." Abian menurut."Atau jangan-jangan Alia sedang mengandung?" pikir Caroline.Perkataan Caroline berhasil membuat Abian terbatuk-batuk. Abian segera minum air putih. "A-apa mengandung? Maksudnya hamil?"Caroline mengangguk. "Mungkin saja, 'kan?"Abian tertawa kecil. "T-idak mungkin, Mom. Alia belum menginginkan bayi."
Dahinya berkerut. Aneh. Bingung. Untuk apa mendatangi Dokter kandungan? Alia kira dirinya akan diperiksa oleh Dokter umum. Abian menahan tawa kecilnya melihat ekspresi Alia kebingungan itu. Lucu sekali. Abian menyentuh jari Alia yang sedang menarik bajunya. "Kita tunggu sebentar. Nanti dipanggil." "Bian, jawab pertanyaanku!" desak Alia. Keheranan dan kebingungan menyelimuti hatinya.Abian diam tak membalas hingga suara perawat terdengar memanggil. "Pasien atas nama Nyonya Thalia."Abian langsung berdiri ketika nama Alia dipanggil. Lelaki itu langsung menarik tangan Alia yang masih duduk di sana. "Ayo, masuk!" ajaknya sedikit memaksa."Tidak. Mau ngapain?" tolak Alia. "Sudah jangan banyak tanya." Tangan Alia ditarik Abian. Pada akhirnya Alia pun menurut masuk ke ruang Dokter kandungan dengan langkah pelan mengikuti Abian dengan malas dan tidak bersemangat. "Silahkan masuk." Setelah masuk ke dala
"Cemburu? Untuk apa cemburu pada putri sendiri?""Kamu akan lebih dekat dengan anak perempuan lalu mengabaikanku. Mempunyai seorang putra lebih baik." Refleks Abian menyentil dahi Alia membuat Alia mengaduh kesakitan. "Ada-ada saja kamu. Tidak ada yang perlu kamu cemburukan," nasihatnya. "Ngomong-ngomong kita secepatnya pulang, mungkin 2 hari lagi. Nanti akanku pesankan tiket, ya." Alia mengangguk. "Tidak masalah. Lagipula aku sudah kangen dengan Mama!" Kangen sekali dengan Mama Davina. "Mama Davina sudah kamu kasih tau soal kehamilanmu, yang?""Belum. Nanti, deh setelah pulang biar surprise." Abian pun sama, tidak menelfon orang tuanya memberi kabar akan mempunyai cucu, mungkin beberapa hari lagi memberi tahu. "Aku sudah membeli susu Ibu hamil untukmu. Nanti akan aku buatkan," ucapnya memberi tahu, mengusap lembut rambut Alia. "Susunya membantu mengurangi frekuensi mual dan muntah. "Kapan kamu membelinya?
Abian telah menyelesaikan pekerjaan terakhir di Bali. Sorenya Abian sudah dijemput oleh pihak maskapai. Beberapa koper besar dimasukkan ke dalam mobil. Alia dan Abian sudah bersiap untuk berangkat ke Bandara, pulang ke Jakarta. Abian tidak mau berlama-lama di Bali disaat kondisi Alia hamil muda. Alia harus selalu dijaga. Tidak ingin sedikitpun lecet. Ke kamar mandi saja Abian mengikuti dari belakang, takut Alia jatuh karena lantai licin. Alia meyakinkan Abian kalau dia bisa sendiri tanpa bantuan, melakukan aktivitas seperti biasa dan jangan terlalu khawatir."Maaf, apakah barang-barang sudah masuk semua ke bagasi mobil? Tidak ada yang tertinggal, kan?"tanya supir mobil memastikan sambil menyalakan mobil.Seperti biasa, Alia dan Abian duduk di belakang, kursi penumpang."Tidak, Pak. Sudah semua," jawab Alia.Abian membantu Alia memasang seat belt."Baiklah kalau begitu kita menuju ke Bandara."Mobil pun melaju sedikit cepat, menin
Bella menoleh beberapa kali ke belakang di mana Alia sedang menatap ke arahnya juga. "Siapa dia? Kenapa kamu tersenyum padanya? Kau mengenalinya?" tanya Bella berlari mengejar langkah Misella yang cepat."Tentu aku kenal. Dia Alia, penghuni teratas di Belleza.""Woah," takjub Bella. "Pantas saja dari stylenya dan auranya tidak diragukan lagi."Misella menarik napas dalam-dalam. "Dan wanita itu adalah mantan istri Fahmi," jelas Misella memberi tahu."What? Are you kidding me?" kaget Bella. "Buat apa aku bercanda, Kak."Bella geleng-geleng kepala. "Aku hanya tidak menyangka nasib kehidupan wanita bernama Alia itu setelah berpisah dengan Fahmi," ucapnya panjang lebar. "Kakak harap kamu akan menjadi seperti dia walaupun tanpa Fahmi. Lelaki itu memang bajingan!" geramnya."Penyesalan dalam hidupku adalah menikah dengan Fahmi, tapi aku tidak menyesal dengan kehadiran Kayla, putriku."Bella memberi semangat pada Misel
Ah, akhirnya sampai juga. Alia langsung mendudukan pantat di sofa empuk, menyilangkan kaki sambil melihat pemandangan kota Jakarta di malam hari. Abian ikut duduk di sampingnya, merapatkan tubuhnya. "Hari yang melelahkan bukan?"Alia mengangguk singkat, menyenderkan kepalanya di bahu Abian sambil membalas, "Benar. Tapi rasa lelah itu hilang ketika sudah sampai di tempat ternyaman kita."Abian tipikal lelaki dengan love language physical touch. Duduk berdekatan saja, tangan kiri Abian tidak berhenti membelai pipi, rambut, dan mengecup kepala Alia beberapa kali. Sesayang itu Abian pada Alia. "Foto tadi aku posting di sosmed, ya?""Jangan! Untuk apa?" Abian melarangnya. Alia mengangkat kepalanya, mengambil ponsel di dalam tas di sebelahnya. Membuka ponsel, langsung menyodorkan hasil foto di dalam lift ke Abian. "Liat! Hasilnya bagus kan sayang."Memang benar fotonya bagus. Apalagi Alia mengenakan dress hitam sedangkan Ab
Abian melepaskan snelli dokter di ruangannya setelah memeriksa pasien. Sekarang sudah jam makan siang, Abian keluar menuju kantin membawa paper bag berisi bekal makan siang dari Alia. Lelaki itu ingin makan siang bersama Dokter lainnya di kantin, daripada sendiri. "Dokter Abian!"Langkahnya berhenti mendengar teriakkan memanggil namanya. "Tunggu!" Bunyi langkah kaki semakin mendekat membuat Abian membalikkan badan. "Maaf, ada apa, ya?" tanya Abian bingung. Dia melihat pakaian yang dikenakan orang di depannya, ternyata wanita itu sebagai cleaning service.Wanita itu menyodorkan bekal makanan pada Abian. "Untuk saya?"Dia mengangguk. "Tolong terima ini.""Dari siapa?" "Salah satu Dokter di sini. Beliau meminta tolong pada saya untuk memberikan bekal makan siang untuk Dokter Abian," jelas cleaning service itu. "Saya mohon. Terimalah."Abian memutar bola mata dengan malas. Astaga! Apa lagi ini