"Cemburu? Untuk apa cemburu pada putri sendiri?"
"Kamu akan lebih dekat dengan anak perempuan lalu mengabaikanku. Mempunyai seorang putra lebih baik."Refleks Abian menyentil dahi Alia membuat Alia mengaduh kesakitan. "Ada-ada saja kamu. Tidak ada yang perlu kamu cemburukan," nasihatnya. "Ngomong-ngomong kita secepatnya pulang, mungkin 2 hari lagi. Nanti akanku pesankan tiket, ya."Alia mengangguk. "Tidak masalah. Lagipula aku sudah kangen dengan Mama!" Kangen sekali dengan Mama Davina."Mama Davina sudah kamu kasih tau soal kehamilanmu, yang?""Belum. Nanti, deh setelah pulang biar surprise."Abian pun sama, tidak menelfon orang tuanya memberi kabar akan mempunyai cucu, mungkin beberapa hari lagi memberi tahu."Aku sudah membeli susu Ibu hamil untukmu. Nanti akan aku buatkan," ucapnya memberi tahu, mengusap lembut rambut Alia. "Susunya membantu mengurangi frekuensi mual dan muntah."Kapan kamu membelinya?Abian telah menyelesaikan pekerjaan terakhir di Bali. Sorenya Abian sudah dijemput oleh pihak maskapai. Beberapa koper besar dimasukkan ke dalam mobil. Alia dan Abian sudah bersiap untuk berangkat ke Bandara, pulang ke Jakarta. Abian tidak mau berlama-lama di Bali disaat kondisi Alia hamil muda. Alia harus selalu dijaga. Tidak ingin sedikitpun lecet. Ke kamar mandi saja Abian mengikuti dari belakang, takut Alia jatuh karena lantai licin. Alia meyakinkan Abian kalau dia bisa sendiri tanpa bantuan, melakukan aktivitas seperti biasa dan jangan terlalu khawatir."Maaf, apakah barang-barang sudah masuk semua ke bagasi mobil? Tidak ada yang tertinggal, kan?"tanya supir mobil memastikan sambil menyalakan mobil.Seperti biasa, Alia dan Abian duduk di belakang, kursi penumpang."Tidak, Pak. Sudah semua," jawab Alia.Abian membantu Alia memasang seat belt."Baiklah kalau begitu kita menuju ke Bandara."Mobil pun melaju sedikit cepat, menin
Bella menoleh beberapa kali ke belakang di mana Alia sedang menatap ke arahnya juga. "Siapa dia? Kenapa kamu tersenyum padanya? Kau mengenalinya?" tanya Bella berlari mengejar langkah Misella yang cepat."Tentu aku kenal. Dia Alia, penghuni teratas di Belleza.""Woah," takjub Bella. "Pantas saja dari stylenya dan auranya tidak diragukan lagi."Misella menarik napas dalam-dalam. "Dan wanita itu adalah mantan istri Fahmi," jelas Misella memberi tahu."What? Are you kidding me?" kaget Bella. "Buat apa aku bercanda, Kak."Bella geleng-geleng kepala. "Aku hanya tidak menyangka nasib kehidupan wanita bernama Alia itu setelah berpisah dengan Fahmi," ucapnya panjang lebar. "Kakak harap kamu akan menjadi seperti dia walaupun tanpa Fahmi. Lelaki itu memang bajingan!" geramnya."Penyesalan dalam hidupku adalah menikah dengan Fahmi, tapi aku tidak menyesal dengan kehadiran Kayla, putriku."Bella memberi semangat pada Misel
Ah, akhirnya sampai juga. Alia langsung mendudukan pantat di sofa empuk, menyilangkan kaki sambil melihat pemandangan kota Jakarta di malam hari. Abian ikut duduk di sampingnya, merapatkan tubuhnya. "Hari yang melelahkan bukan?"Alia mengangguk singkat, menyenderkan kepalanya di bahu Abian sambil membalas, "Benar. Tapi rasa lelah itu hilang ketika sudah sampai di tempat ternyaman kita."Abian tipikal lelaki dengan love language physical touch. Duduk berdekatan saja, tangan kiri Abian tidak berhenti membelai pipi, rambut, dan mengecup kepala Alia beberapa kali. Sesayang itu Abian pada Alia. "Foto tadi aku posting di sosmed, ya?""Jangan! Untuk apa?" Abian melarangnya. Alia mengangkat kepalanya, mengambil ponsel di dalam tas di sebelahnya. Membuka ponsel, langsung menyodorkan hasil foto di dalam lift ke Abian. "Liat! Hasilnya bagus kan sayang."Memang benar fotonya bagus. Apalagi Alia mengenakan dress hitam sedangkan Ab
Abian melepaskan snelli dokter di ruangannya setelah memeriksa pasien. Sekarang sudah jam makan siang, Abian keluar menuju kantin membawa paper bag berisi bekal makan siang dari Alia. Lelaki itu ingin makan siang bersama Dokter lainnya di kantin, daripada sendiri. "Dokter Abian!"Langkahnya berhenti mendengar teriakkan memanggil namanya. "Tunggu!" Bunyi langkah kaki semakin mendekat membuat Abian membalikkan badan. "Maaf, ada apa, ya?" tanya Abian bingung. Dia melihat pakaian yang dikenakan orang di depannya, ternyata wanita itu sebagai cleaning service.Wanita itu menyodorkan bekal makanan pada Abian. "Untuk saya?"Dia mengangguk. "Tolong terima ini.""Dari siapa?" "Salah satu Dokter di sini. Beliau meminta tolong pada saya untuk memberikan bekal makan siang untuk Dokter Abian," jelas cleaning service itu. "Saya mohon. Terimalah."Abian memutar bola mata dengan malas. Astaga! Apa lagi ini
"Permisi, boleh saya duduk di sini?" Abian dan Revan saling bertatapan bingung dengan kehadiran Dokter gigi yang cantik tiba-tiba meminta izin. Tentu saja Dokter itu ingin bergabung makan siang. "Silahkan," putus Revan. "Thanks." Dokter itu langsung duduk, tepat di depan Abian tanpa rasa tidak enak hati, bahkan tidak takut jika kehadirannya menganggu. "Pasti kalian sudah mengenalku, kan?" tebaknya. Revan mengangguk kecil dan senyum tipis. "Dokter Zenita, bukan?" "Benar!" Mengacungkan jempol ke Revan. Abian risih dan tidak nyaman kehadiran Zenita di satu meja. Apalagi duduk di depannya, membuat Abian tidak tahu harus menatap ke depan untuk melihat apa. Abian sadar, Zenita telah mencuri-curi pandangan. Mata mereka sempat bertemu. Akhirnya Abian memilih cepat menghabiskan makanan sampai Gema datang memberi minum. "Lho, Zenita? Tumben ke sini," kaget Gema. "Iya, nih. Bosan makan sendiri," komentar Zenita.
"Bagaimana honeymoon-nya, sayang? Apa menyenangkan?" "Sangat! Sangat menyenangkan!" balas Alia antusias. Alia mulai bercerita, dirinya bertemu dengan kedua orang tua Abian dan bercerita tentang bagaimana keluarga Abian di Bali. Awalnya Davina senang mendengar cerita Alia, mendadak syok mengetahui keluarga Abian bukanlah keluarga biasa. Sebagai seorang Ibu merasa beruntung putrinya menikah dengan lelaki sangat mapan, di sisi lain Davina takut Alia akan diinjak-injak dan dihina. Alia tidak menceritakan kejadian saat Mario menantang pernikahan dan saat Caroline tidak menyukai dirinya. "Mama jangan khawatir. Keluarga Abian sangat welcome denganku. Mereka benar-benar baik!" Alia meyakinkan sang Mama. "Mama senang mendengarnya." Davina tersenyum lega. Alia menarik napas dalam-dalam sebelum memberi tahu kehamilannya. "Mama, Alia mau bicara sesuatu." "Apa itu sayang?" "Mama akan segera punya cucu," kata Alia pelan.
Tiga wanita cantik sedang berada di unit 003 milik Yuna. Unit tersebut juga tidak kalah mewah dengan milik Alia dan Misella. Mereka bertiga sebagai sudah menjadi best friend. Erika, Yuna, dan Erina, sedang berganti pakaian menjadi dress masing-masing berbeda warna, dibantu oleh pelayan yang siap siaga membantu sang majikan."Nyonya, malam ini kau tampak begitu bersinar," puji salah satu pelayan."Benerkah?" Yuna memutar badannya sehingga dress pesta ikut berputar karena bagian bawah gaun itu mengembang.Pelayan mengangguk semangat. "Sungguh! Nyonya menjadi Tuan rumah, jadi aura Nyonya lebih bersinar dibanding teman-teman Nyonya," pujinya lagi.Pesta tahun baru akan dirayakan di sana. Apakah pesta akan berjalan dengan lancar? Atau akan terjadi sesuatu?*****Alia dan Abian turun dari lift untuk menuju unit 003, di mana pesta perayaan tahun baru diadakan di sana. Alia bercermin di kaca di dalam lift, melihat dirinya menge
Yuna mengangkat bahunya acuh, pandangan ikut beralih ke Misella yang perlahan mendatanginya. "Mau bagaimana lagi? Dia dari unit 002, tak mungkin aku mengabaikannya," lirih Yuna. Menurutnya, tak mengundang Misella tidak apa-apa. Dia sudah membenci wanita itu. "Kenapa kamu peduli padanya? Bukankah kamu membencinya? Wanita itu merebut kebahagiaanmu di masa lalu," lanjutnya panjang lebar."Itu hanya masa lalu," tanggapnya sambil tersenyum, dia merasa telah memaafkan Misella—begitu juga dengan Fahmi. Memaafkan bukan karena orang lain, melainkan memaafkan untuk diri sendiri, kesehatan mental lebih penting. "Hai!" sapa Misella setelah tiba di depan Yuna. "Selamat datang, dan ...." Yuna melirik wanita di samping Misella. "Kamu tidak asing." Ah, iya. Yuna ingat, dirinya pernah bertemu dengan wanita itu di lobby apartemen."Dia Kak Bella. Kakakku," ucap Misella memperkenalkan. Erina dan Erika ketar-ketir berdiri di belakang Yuna, mengingat perla