"Bagaimana honeymoon-nya, sayang? Apa menyenangkan?"
"Sangat! Sangat menyenangkan!" balas Alia antusias. Alia mulai bercerita, dirinya bertemu dengan kedua orang tua Abian dan bercerita tentang bagaimana keluarga Abian di Bali. Awalnya Davina senang mendengar cerita Alia, mendadak syok mengetahui keluarga Abian bukanlah keluarga biasa. Sebagai seorang Ibu merasa beruntung putrinya menikah dengan lelaki sangat mapan, di sisi lain Davina takut Alia akan diinjak-injak dan dihina. Alia tidak menceritakan kejadian saat Mario menantang pernikahan dan saat Caroline tidak menyukai dirinya. "Mama jangan khawatir. Keluarga Abian sangat welcome denganku. Mereka benar-benar baik!" Alia meyakinkan sang Mama. "Mama senang mendengarnya." Davina tersenyum lega. Alia menarik napas dalam-dalam sebelum memberi tahu kehamilannya. "Mama, Alia mau bicara sesuatu." "Apa itu sayang?" "Mama akan segera punya cucu," kata Alia pelan.<Tiga wanita cantik sedang berada di unit 003 milik Yuna. Unit tersebut juga tidak kalah mewah dengan milik Alia dan Misella. Mereka bertiga sebagai sudah menjadi best friend. Erika, Yuna, dan Erina, sedang berganti pakaian menjadi dress masing-masing berbeda warna, dibantu oleh pelayan yang siap siaga membantu sang majikan."Nyonya, malam ini kau tampak begitu bersinar," puji salah satu pelayan."Benerkah?" Yuna memutar badannya sehingga dress pesta ikut berputar karena bagian bawah gaun itu mengembang.Pelayan mengangguk semangat. "Sungguh! Nyonya menjadi Tuan rumah, jadi aura Nyonya lebih bersinar dibanding teman-teman Nyonya," pujinya lagi.Pesta tahun baru akan dirayakan di sana. Apakah pesta akan berjalan dengan lancar? Atau akan terjadi sesuatu?*****Alia dan Abian turun dari lift untuk menuju unit 003, di mana pesta perayaan tahun baru diadakan di sana. Alia bercermin di kaca di dalam lift, melihat dirinya menge
Yuna mengangkat bahunya acuh, pandangan ikut beralih ke Misella yang perlahan mendatanginya. "Mau bagaimana lagi? Dia dari unit 002, tak mungkin aku mengabaikannya," lirih Yuna. Menurutnya, tak mengundang Misella tidak apa-apa. Dia sudah membenci wanita itu. "Kenapa kamu peduli padanya? Bukankah kamu membencinya? Wanita itu merebut kebahagiaanmu di masa lalu," lanjutnya panjang lebar."Itu hanya masa lalu," tanggapnya sambil tersenyum, dia merasa telah memaafkan Misella—begitu juga dengan Fahmi. Memaafkan bukan karena orang lain, melainkan memaafkan untuk diri sendiri, kesehatan mental lebih penting. "Hai!" sapa Misella setelah tiba di depan Yuna. "Selamat datang, dan ...." Yuna melirik wanita di samping Misella. "Kamu tidak asing." Ah, iya. Yuna ingat, dirinya pernah bertemu dengan wanita itu di lobby apartemen."Dia Kak Bella. Kakakku," ucap Misella memperkenalkan. Erina dan Erika ketar-ketir berdiri di belakang Yuna, mengingat perla
Ah, mungkin halusinasinya. Tidak mungkin lelaki itu diundang, kan?! Sudahlah, Alia segera menepis pikiran itu. "Kau tampaknya sangat menikmati pesta," komentarnya semakin mendekati Alia.Alia melirik dengan ekor matanya, lelaki bernama Valen itu tengah memperhatikannya, mata keranjangnya turun ke kaki Ali lalu kembali ke atas. Oh, shit! Alia jijik, terganggu, dan risih.Valen tersenyum genit, terpesona dengan kecantikan wajah Alia. Mulai membayangkan di pikiran kotornya dan nalurinya berbisik menyuruh jemarinya untuk menyentuh sedikit kulit Alia yang putih itu. "Cantik," gumamnya.Alia bergeser, menjaga jarak agar tidak tersentuh sedikitpun. Pujiannya tidak membuat Alia terbang."Sayangnya kau bukan milikku," lanjutnya.Memuakkan! Lama-lama Alia muntah darah mendengar kalimat yang keluar dari lelaki itu. Tanpa sepatah katapun, Alia pergi dari meja itu dan sadar diikuti oleh Valen dari belakang.Alia kesal, rel
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b