Liat siapa yang datang?
"Abian?!" Alia panik setengah mati. Langsung mundur selangkah menjaga jarak dengan Juan.Ya. Benar. Lelaki itu Abian. Astaga. Bagaimana bisa Abian tahu kalau Alia sedang minum? Siapa yang memberi tahunya? Tidak mungkin orang lain menginformasikan pada Abian bahwa Alia sedang berada di salah satu club malam di Bali, berbincang dengan lelaki lain."Apa yang kamu lakukan di sini?" Sorot mata dingin diberikan pada Alia. Tentu. Abian merasa dibohongi."A-a-aku—" Alia terbata-bata. Matanya bergerak tidak tenang. Dia takut Abian marah padanya."Kau mengelabuiku?""Tidak! Aku ke sini untuk menghilangkan stres," jawab Alia sejujur-jujurnya. Memang itu tujuannya, daripada berada di Villa. Telinga Alia panas mendengar suara Caroline yang tidak suka padanya. "Aku tidak bermaksud berbohong." Meyakinkan sekali lagi.Ekspresi Abian datar. Tidak terlihat marah. Itu semakin membuat Alia takut. Orang yang marah den"Anda tidak bergabung dengan mereka berdua?" tanya bartender itu membuyarkan lamunan Alia. Baru saja mengantarkan sebotol minuman ke meja Abian. "Sepertinya Anda kenal dekat dengan Tuan Abian," imbuhnya.Alia gelagapan. Berusaha tampil elegant. Berdehem sebelum menjawab, "Saya istrinya."Sontak bartender itu terkejut. "Wow .... Saya sungguh kaget mendengar kenyataan itu karena saya baru mengetahui Tuan Abian sudah beristri. Rupanya Tuan Abian telah menikah dengan wanita cantik bak bidadari." Lelaki itu memuji Alia. "Maaf telah lancang bertanya, Nyonya."Alia mengibaskan tangannya. "Tak apa. Santai saja. By the way, kamu sudah mengenali suamiku?"Bartender menggeleng. "Belum, Nyonya. Ini untuk pertama kali saya bertemu dengan Tuan Abian. Saya sangat terkejut tiba-tiba Tuan Abian datang ke club tanpa memberi tahu manager kami lebih dulu."Saat Alia berbincang dengan bartender. Tanpa disadarinya Juan menunjuk Alia dengan kening berkerut."Siapa dia? Kekasihmu kah?" tanya Juan. Penasaran
Juan geleng-geleng. "Kamu memang lelaki berbeda, Abian. Ayo, kita bersulang." Juan mengambil Vodka yang sangat mahal itu dan mengangkat ke udara.Abian dengan datar melihat Diva Vodka milik Juan. "Norak sekali," komentar Abian.Juan langsung menurunkan tangannya. "Bedebah! Ini sangat mahal.""Ya. Aku tahu."***Alia mengejar langkah Abian yang berjalan dengan cepat. Sejak keluar dari club malam itu, Abian sama sekali tidak menanggapi Alia. Saat di dalam mobil tadi, Abian diam saja."Sayang, kamu marah padaku?" Menaiki tangga, masuk ke dalam kamar. "Aku tidak ada niat untuk membohongimu. Sumpah!"Alia duduk di sofa yang ada di dalam kamar itu. Memperhatikan Abian yang sedang elepaskan pakaian. Kini Abian telanjang dada sehingga perut sex pack terlihat di depan mata Alia. Mata Alia berkedip dan menelan ludah berusaha tidak tergoda."Kamu pikir suamimu ini mudah dibohongi hm?" Abian memakai baju tidur.
Sementara itu, Amber sibuk menyuapkan makanan ke Xylia. Ibu muda itu berkali-kali menggerutu karena kesal Xylia susah sekali untuk makan. "Xylia, makanan harus dihabiskan. Jangan sampai ada sisa!" tegasnya, berharap Xylia langsung nurut.Xylia menggeleng. "Tidak mau!"Huh. Susahnya membujuk anak kecil. Amber melihat mangkok kecil makanan Xylia yang masih utuh."Tiga suap, okay?" bujuk Amber, menyuruh Xylia membuka mulutnya, tapi bibir Xylia langsung menutup rapat-rapat.Alia yang sudah selesai sarapan melihat Xylia ngambek tidak mau makan, membuatnya ada ide agar cepat pergi dari uang makan itu. "Sini, Kak. Biar saya yang membujuk Xylia makan," tawarnya.Amber tanpa berpikir panjang langsung memberikan mangkuk berisi makanan Xylia dan menyerahkan Xylia pada Alia. Amber ingin sarapan dengan tenang tanpa gangguan.Alia berdiri di samping Xylia lalu berkata lirih dan suara terdengar lembut. "Xylia ...."Xylia menoleh pada A
"Bagaimana dengan Alia?"Caroline membuang muka. Bibirnya menutup rapat. Sikap itu menunjukkan tidak menginginkan Alia ikut bersamanya ke Amerika."Bagaimana pun, Aku tidak bisa meninggalkan Alia!" tegas Abian lalu melanjutkan perkataannya, "Aku dan Alia nyaman tinggal di apartemen. Bisakah Ibu menyukai Alia? Memperlakukan dia seperti putri kandung Ibu sendiri? Aku mohon, jangan sakiti hatinya.""Aku lihat Alia wanita baik-baik," sahut Amber yang sejak tadi hanya menyimak tak berkomentar apa-apa. "Kenapa Mom tidak mencoba menyukai Alia? Dia sudah menjadi bagian keluarga kita karena menjadi istri pilihan Abian.""Tidak," balasnya singkat.Amber terkejut dengan respon Caroline. "Why?"Caroline tak menjelaskan.Mario mengetuk meja menggunakan jari telunjuk. Semua mata tertuju pada arahnya. Menarik napas dalam-dalam, ekspresi wajah serius. "Abian ..." panggilnya. "Ayah sudah memikirkan. Ayah sangat menghargai keputusanmu. Ja
Waduh. Jantung Alia mulai berdebar. Mario sudah memberi restu. Bagaimana dengan Caroline? Apa akan menyuruh Alia agar berpisah dengan Abian? Tidak. Jangan sampai!"Ada apa?" tanya Alia panik."Masuk saja."Alia pun masuk ke dalam Villa tersebut dan menghampiri Caroline yang sedang duduk manis di ruang makan. Alia berdiri, diam tak bergerak dari jarak agak jauh. Alia berpikir positif dan tetap mencoba bersabar menghadapi Caroline."Alia," panggil Caroline."Ada apa, Bu?" tanya Alia sesopan mungkin. Duduk tepat di depan Caroline. Dia menampilkan senyuman tipisnya. Ya walaupun Caroline tidak memandang lawan bicara. Alia harus ramah padanya. Tidak mungkin bersikap kurang ajar pada mertuanya itu."Cuci semua piring kotor itu!" Caroline menunjuk semua piring kotor bekas sarapan tadi.Alia ternganga lebar. Dia tampak syok berat. Dipanggil hanya untuk mencuci piring. Hah, apa? Mencuci piring? Yang benar saja!"K-kenapa
Jakarta. Pukul 19.00.Di tengah pancaran cahaya lampu jalanan, seorang lelaki berpakaian lusuh dan kumal berjalan kaki di sepanjang tepi jalan, menggendong ransel hitam. Dari ujung kepala dan kaki tidak terawat dengan baik.Entah sudah Minggu ke berapa jalan kaki—lelaki itu rasanya hampir menyerah mencari pekerjaan tapi tidak ada yang menerimanya.Tiba-tiba perut melilit sakit dan bunyi cacing kelaparan. Ah, baru ingat sejak pagi belum mengisi perut. Pantas saja bagian perut nyeri tak tertahan. Untuk membeli makanan susah. Uang dan cek pemberian Alia sudah habis begitu cepat.Fahmi sempat ke apartemen Alia lagi untuk meminta uang. Fahmi merasa Alia menjadi salah satu orang yang Fahmi andalkan dan diharapkan. Tanpa tahu malu mendatangi Alia, tetapi harapan musnah saat mendengar kabar Alia dan Abian sedang pergi entah kemana.Lelaki itu pun beristirahat di depan toko sambil menatap jalanan. Sepasang mata tak sengaja menangkap mobil tak asin
Alis Fahmi terangkat satu. "Hei, kamu tidak punya sopan santun ya! Tamu adalah raja. Tugasmu hanya melayani!”“Kamu mencurigakan! Seperti ingin maling saja,” ceplos waiter itu tanpa dosa.“Kurang ajar kamu!” kesal Fahmi. Dia membatin, "Seharusnya aku tidak menunjukkan gelagat mencurigakan di sini. Duh, sial! Eh tunggu, waiter itu tidak asing bagiku.”Salah satu waiter datang. Melerai keduanya. “Maaf atas pelayan tadi yang kurang sopan. Dia masih baru di sini. Harap bisa dimaklumi.” Dia menunduk sopan pada Fahmi dan terus mengucapkan kata maaf.“Begitu dong. Dia jadi waiter galak sekali. Memangnya dia pemilik restoran ini!” decak Fahmi kesal.“Saya meminta maaf sekali lagi atas perbuatannya. Silahkan Anda memilih tempat duduk dan ini menunya.”Fahmi mengangguk, tersenyum miring pada waiter pertama yang mengusirnya. “Lain kali jangan memandang tamu dari penampilan! Apalagi mengusir. Itu tidak sopan! Aku bisa melaporkan ke atasanmu,
"Aku tidak mungkin salah liat, kan!" Misella yakin, dia tadi melihat sekilas lelaki yang mirip dengan Fahmi di restoran itu. "Sialan! Kenapa aku malah mencarinya!" umpatnya bergumam.Misella menjauh dari meja lelaki kencan butanya hanya untuk memastikan penglihatan tidak salah liat. Misella akan menerima konsekuensinya dari Robert, karena mengacuhkan lelaki itu. Lagipula siapa yang mau dijodohkan, Robert sibuk memperkenalkan beberapa lelaki pada Misella, dan Misella belum sepenuhnya move on dari Fahmi.Misella duduk di salah satu kursi kosong dekat pintu masuk. Matanya terus mencari. Tidak bisa berbohong bahwa dirinya merindukannya. Sangat rindu. "Hei! Apa yang aku lakukan?" ucap Misella tersadar. Memukul kepalanya sendiri. "Bodoh!!!"Bodoh! Tak seharusnya mencari mantan suaminya itu. Untuk apa? Meminta rujuk? Tidak mungkin! Hanya orang bodoh yang kembali ke masa lalu, hidup bersama lelaki tak tahu diri itu!Grepppp.Seseorang m
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel