Share

Aku Rindu

Penulis: Kardinah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Dering ponsel membuat Langit mengurungkan niatnya untuk mengatakan tentang perasaannya padanya.

“Jawab dulu, Langit.”

Langit mengangguk, dia sedikit menjauh dari Bulan dan menerima panggilan dari Baby.

Tak banyak yang Bulan dengar, tapi samar dia mendengar Baby ingin bertemu dengannya malam ini. Bulan menghela nafas, melirik jam di pergelangan tangannya. Malam sudah larut tapi gadis itu masih ingin menemui suaminya, hubungan macam apa yang terjadi antara mereka sebenarnya.

“Sudah malam, tidurlah.”

“Hm, aku baru saja akan tidur.”

Bulan masuk ke dalam, ada sesak merundung dadanya ketika Langit mengatakan itu padanya, sebab dia tahu, Langit akan pergi dengan gadis itu.

Namun Bulan tak memiliki pilihan lain, dia mengingatkan dirinya sendiri. Bulan menatap langit-langit kamar. Nanar matanya melihat Langit yang mondar-mandir sedari tadi. Lelaki itu sedang bersiap-siap dan menunggunya tidur.

Langit mendekati istrinya, Bulan memejamkan mata, tak mau membuat lelaki itu k
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Masih Ingat Pulang

    Hangat sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar mereka. Bulan mengerjapkan mata perlahan. Rasanya malas luar biasa. Semalaman dia mengalami kesulitan tidur menunggu suaminya pulang. Bulan menoleh ke sampingnya. Biasanya ada Langit saat dia bangun. Namun pagi ini lelaki itu tak ada di sampingnya. Terasa ada sesauatu yang berbeda ketika tempat di sampingnya itu kosong. Entah ke mana perginya lelaki itu, padahal jelas-jelas dia tahu kalau Bulan sedang tak enak badan, tapi semalaman dia tak pulang. Baru saja dia menurunkan sebelah kakinya, pintu kamarnya terbuka. Bulan mengalihkan pandangannya, tatapannya fokus pada lelaki yang berdiri di pintu kamarnya. “Masih ingat pulang?” “Sorry.” “Hm,” jawab Bulan singkat. Semalam setelah suaminya meneleponnya selama hampir lima belas menit, Langit sama sekali tak mengatakan kalau dirinya tak akan pulang, jadi Bulan pun menunggunya. “Sudah puas bermain-main?” “Main apa? Kejar-kejaran? Capek!” “Mana ku tahu, siapa tahu k

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Sentuhan Langit

    Bulan menatap suaminya yang baru saja meletakkan cangkir teh miliknya. Dia tampak sibuk dengan ponsel miliknya. Bulan berusaha mengabaikannya, dia kembali fokus pada buku yang tadi belum diselesaikannya. Dia tertarik dengan kalimat yang sedang dia baca sekarang. Manusia itu seperti buku, kalau kamu membukanya kamu akan tahu isinya. Buku dengan sampul yang indah terkadang memiliki isi yang tak sesuai dengan sampulnya.“Bulan.”Panggilan Langit padanya membuatnya meninggalkan bacaannya dan menoleh ke arah sumber suara.“Hm, ada apa?”“Aku mau menemui Ibuku, pergilah bersiap-siap.”Bulan mengerutkan dahinya, dia heran dengan Langit. Mana mungkin dia ikut dengannya menemui ibunya. Lalu bagaimana jika ibu Langit bertanya padanya. Apa yang harus dia katakan?“Aku nggak mau ikut, Langit. Lagi pula kamu belum tidur sejak kamu pulang. Apa ada sesuatu yang penting?”Langit mengangguk, dia sendiri tak ingin mengajak Bulan pergi menemui ibunya, tapi mengingat Bulan belum sembuh sepenuh

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Sekelumit Kisah Masa Lalu

    “Hem, turunlah.”“Kita sudah sampai?”Langit mengangguk, dia membantu melepaskan sabuk pengaman.“Thank you.”Bulan turun lebih dulu, saat dia hendak mengambil barang-barang yang sudah dibelinya, Langit mencegahnya. Dia tak mau Istrinya terlalu lelah gara-gara dia. Bulan pun turun seraya menunggu suaminya mengambil dessert yang dibelinya. Dia menatap sekeliling, rumah dengan model joglo itu begitu menarik minatnya. Dia melangkah lebih dulu meninggalkan Langit yang tampak kesal sebab istrinya membeli terlalu banyak makanan.“Bulan,” panggil LangitPasalnya istrinya itu malah menuju belakang rumahnya. Dia menoleh ke arah suaminya dengan memasang raut wajah kebingungan.“Lewat sini.”Bulan mengangguk, dia mengekori Langit yang masuk ke dalam lebih dulu. Bulan masih mengedarkan pandangannya, dia takjub dengan rumah Langit. Dia merasa rumah itu begitu nyaman dan membuat siapa yang ditinggal di dalamnya akan betah.Seorang perempuan yang hampir seumuran Mamanya keluar menyongsong

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Dunia Milik Berdua

    Bulan mendesah, dia tak sadar sudah mengucapkan kalimat harapan pada Langit.“Iya, ya, aku hanya bercanda,” ucap Langit kemudian.Dia tak suka melihat Bulan merenggut gara-gara ucapannya barusan. Mereka mengambil beberapa strawberry yang masak, Langit menyuapi istrinya yang tampak suka sekali memakannya.“yang ini asam langit, seperti wajahmu.”“Sial, sejak kapan wajahku yang setampan ini berubah menjadi asam.”Bulan tertawa terbahak-bahak, melihat raut wajah Langit yang tampak begitu kesal dengannya. Mereka berjalan beriringan menuju pohon rambutan yang tidak begitu tinggi. Lagi-lagi mata bulan berbinar melihat buah rambutan yang begitu lebat. Warna-warninya begitu memanjakan mata.“Langit aku boleh mengambilnya?”Langit mengangguk, ”Kamu duduk saja biar aku ambilkan.”Bulan menuruti perintah suaminya, dia duduk di sebuah gubuk kecil menunggu langit mengambilkan beberapa rambutan.Langit sendiri keheranan dia tak menyangka Bulan yang tidak pernah tinggal di pinggiran kota te

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Ibu Mertua

    Bulan menyusul Ibu Langit ke dapur. Walaupun dia tak pandai memasak rasanya aneh jika dia berada di sana dan tidak melakukan apapun.“Bulan, kenapa di sini, Nak? Tak menemani Langit? Ada teman Langit datang, kan?”“Iya, Bu, Bulan tak mau mengganggu mereka.”Ibu Langit menepuk tempat kosong di sebelahnya. Walaupun raut wajahnya masih pucat, tapi tak mampu menutupi raut kegembiraannya. Bulan menurut, dia mendudukkan tubuhnya di samping Ibu mertuanya.“Kamu tahu perempuan yang mencari Langit?” tanya Ibu Langit penasaran.Pasalnya dia merasa tak suka dengan Baby yang menurutnya kurang etika.Bulan mengangguk, sedikit banyak dia memang tahu gadis itu. Namun Bulan cukup tahu diri dengan apa yang harus dia lakukan terhadap mereka.“Mereka rekan kerja, Bu.”Ibu langit mengerutkan dahinya, dia seolah tak percaya dengan ucapan Bulan barusan. Walaupun putranya seorang lawyer bukankah cukup aneh jika kliennya sampai mencarinya ke rumah orang tuanya di hari libur pula.“Entahlah, tapi Ibu

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Bukan Kacang Lupa Kulitnya

    Bulan menoleh ke arah mertuanya yang masih agak kesal dengan putranya. Dia melambaikan tangan pada Bulan, menyuruhnya mendekat. Bulan mengangguk dan mendekati Ibu Langit. “Cepat sana antarkan jus pada tamumu, nanti dia kehausan.”“Ibu mengusirku?” “Enggak, Ibu cuma mau sama Bulan, kami nggak mau mengganggu kamu.”Langit cemberut, dia merasa sedang dianaktirikan oleh ibunya sendiri. Padahal status Bulan di mata Ibunya tak lebih dari kekasihnya. Langit meninggalkan dua perempuan yang sangat dicintainya. Selama menuju ke ruang tengah dia berpikir bagaimana cara mengusir Baby agar segera meninggalkan rumah ibunya.Sepertinya dia salah melangkah, dia bukannya memadamkan api kali ini, tapi malah membuat api makin menyala.Langit meletakkan jus jambu di atas meja dan menyuruh Baby meminumnya.“Minumlah, ini fresh. Rasanya pasti lebih enak.”Baby tersenyum, dia meraih gelas di depannya dan meneguknya perlahan.“Manis, enak, aku suka. Kamu memang pandai membuatnya.”Dengan percaya

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Hanya Penyewa

    Langit menatap istrinya tajam. Dia sedang mengusahakan perdamaian, tapi malah istrinya yang memulai perang kembali. “Bulan.”“Sorry, aku keceplosan,” ucapnya seraya menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Bulan melirik ke arah Ibu Langit yang tampak menahan tawa.Bulan merasa nyaman saat bersama Ibu Langit, seolah dia merasa punya ibu kedua selain mamanya. Mamanya yang jarang ada waktu bersamanya, tapi bisa memenuhi segala keinginannya, sedangkan Ibu Langit, dia memiliki banyak waktu untuk memanjakannya, memberinya kasih sayang yang berlimpah walau baru bertemu. Hidup memang tak ada yang sempurna. Sama seperti hidup Langit, dia memiliki orang tua yang membutuhkannya dan menyayanginya, memiliki banyak waktu mendengar keluh kesahnya, tapi di sisi lain Langit harus berjuang mati-matian demi menghidupi dirinya dan juga ibunya.Langit berdeham, “Tunggu di sini, aku antar Baby sampai depan.”Bulan diam saja, dia tak menjawab ucapan suaminya. Bulan memilih menyibukkan diri mem

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Kapan Kalian Menikah?

    Suasana hangat begitu tercipta di meja makan. Mereka bertiga sudah seperti keluarga yang sempurna.Sesekali Langit mencuri pandang ke arah istrinya yang tampak begitu ceria. Begitu juga Ibunya. Andai apa yang terjadi hari ini bisa selamanya seperti ini betapa takdir begitu menyayanginya.“Langit!”“Hem, iya, Bu.”“Kapan kalian menikah?”Petir seolah menyambar di atas langit rumah. Dia tak menyangka ibunya langsung menanyakan hal itu pada pertemuan pertamanya dengan Bulan. Bulan seolah memiliki magnet tersendiri bagi Ibunya. Ibu langit yang tadinya sedang sakit sekarang terlihat segar bugar. Begitu juga sebaliknya, Bulan yang masih belum terlalu sehat kini juga terlihat semringah.“Bu.”Langit merasa tak enak dengan Bulan walaupun pada kenyataannya dia dan Bulan memang sudah menikah.“Kenapa Langit, kenapa raut wajahmu begitu cemas? Ada maslah dengan hubungan kalian?”Bulan yang cepat tanggap memegang tangan Langit yang berada d atas meja makan. Bulan menatap Ibu Langit dan t

Bab terbaru

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   I Love You

    Langit mendengarkan suara di seberang sana. Namun, tak butuh waktu lama, dia mengakhiri panggilan dari Baby.“Tumben?”Langit cengengesan, dia tak mau kehilangan momen bersama istrinya. Biar saja Baby marah dengannya. Kali ini dia tak mau menyesal lagi. Di saat dia sudah tahu pasti perasaan istrinya. Di tambah lagi Bulan datang jauh-jauh ke Korea hanya untuk memintanya tetap menjadi suaminya. Suaminya sebenarnya, bukan suami yang hanya tertulis di atas kertas.“Aku ingin waktu berhenti sejenak. Menikmati apa yang terjadi hari ini. Even itu hanya sebuah ekspektasi yang tidak mungkin terjadi.”“Ini bukan ekspektasi, Langit. Aku ada di depanmu. Kamu bahkan bisa menyentuhku, melakukan apa saja yng kamu inginkan dariku.”Langit tertawa dia memeluk istrinya lagi, menidurkannya kembali di sisnya sembari menaikkan selimut hingga menutupi kedua tubuh mereka berdua. Langit tak bisa tidur meski langit masih menggelap. Matahari seakan enggan menampakkan wajahnya, matahari tak ingin menggangg

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Touchdown Korea

    Kini Bulan sudah duduk di dalam pesawat yang sebentar lagi take off. Dia meremas kedua telapak tangannya yang sedikit berkeringat. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia pergi ke Korea, tapi entah kenapa perasaannya menjadi gugup. Dia memiliki banyak ketakutan tersendiri. Takut misinya akan gagal kali ini dan pulang dalam keadaan terluka. Walaupun sudah membulatkan tekadnya tetap saja dia hanyalah manusia biasa.Perjalanan tujuh jam dua puluh delapan menit akhirnya berhasil dia lewati tanpa kendala apapun. Pesawat mendarat dengan sempurna. Bulan keluar dari imigrasi dan langsung menuju hotel yang sudah dia booking sebelumnya.“Seoul, im in love,” gumannya sembari menuju taksi yang akan mengantarkannya ke tempat dia akan beristirahat.Sampai di hotel dan check ini, Bulan mengirimkan pesan pada suaminya. Waktu seolah berputar terlalu lambat. Hamir sepuluh menit berlau dan suaminya masih belum membaca pesan yang dikirimkannya. Entah apa yang sedang dia lakukan sekarang. Mungkinkah sua

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Menepati Janji

    Bulan ingin sekali pergi menjenguk mertuanya, dia sendiri masih bingung kenapa Ibu Langit bisa sampai masuk ICU.Bulan ingin bertanya pada Langit tapi dia berusaha menahan jarinya untuk tak mengirimkan pesan pada suaminya.“Nanti malam sepulang kerja bagaimana?”Bulan bertanya pada Mine, sebab dia yang tahu di mana ibu mertuanya di rawat. Lagi pula selama Langit pergi dia selalu kesepian di rumah. Rumahnya kosong. Mamanya belum pulang dari Jepang, sedangkan Mine sekarang sudah memiliki kekasih yang tiap malam selalu datang ke apartemennya.“Boleh, tapi aku tak bisa menemanimu lama-lama. Aku ada janji kencan malam ini.”Bulan melemparkan map ke arah sahabatnya. Mine tertawa, dia berhasil menghindar dan menangkap map milik Bulan lalu meletakkannya kembali ke atas meja.“Aku kembali dulu ke ruanganku, nanti aku kemari, aku ada janji dengan klien. Oiya, kalau aku jadi kamu aku akan menyusul suamimu dan membawanya pulang bersamamu. Cinta itu tak memandang gender, mau siapa pun yang m

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Alasan Langit

    “Good morning. Semangat, Bulan, dunia masih berputar meski tak ada Langit di sisimu. Ada langit lain yang selalu mengayomi kamu.”“Sial.”Bulan mengumpat kesal.Mine terkekeh, dia bukannya menghibur Bulan yang sedang patah hati, tapi malah menggodanya terus-menerus.“Kenapa tak membalas pesan darinya?”Bulan menghela nafas, dia teringat terakhir kali melihat Langit saat senja di tepi pantai. Dia sadar betul bahwa Langit memiliki perasaan yang sama dengannya, tapi kenapa lelaki itu mau menerima begitu saja permintaan Baby padanya. Berapa banyak uang yang Baby bakar untuknya?“Malas, untuk apa dia berbasa-basi nggak jelas, padahal dia sedang sibuk menyuapi dan meninabobokan bayinya.”Mine tak mampu menahan tawanya, dia tertawa terbahak-bahak. Di saat kesal begitu, amarah Bulan malah membuatnya tertawa terpingkal. Bulan mendesah melihat sahabatnya cukup terlihat puas dan bahagia dengan kalimatnya barusan.“Bagus, lanjutkan saja kebahagiaanmu menertawai penderitaanku. Kamu mema

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Pengkhianatan

    Selesai makan, mereka berdua berbincang santai setelah sejak tadi berada pada kecanggungan yang hakiki. Setelah beberapa menit berlalu, Langit membuka suara kembali. “Ayo, aku akan mengajakmu ke suatu tempat.” “Ke mana?” “Nanti kamu juga akan tahu.” Mereka berdua bangkit dari duduknya dan melangkah keluar. Menggunakan mobil Langit keduanya kini sudah berada di kemacetan yang cukup panjang. Bulan menghela nafas, dia memandang keluar jendela, menatap masa depannya yang masih tampak buram. Sesekali Langit melirik istrinya yang beberapa kali terlihat menghela nafas. Seolah sedang berusaha melepaskan beban hidup yang cukup berat yang sedang dipikulnya. “Ada yang kamu pikirkan?” tanya Langit memecah keheningan di antara mereka. Bulan menggeleng pelan. Tepat di lampu merah mereka berhenti, Langit menatap lamat-lamat wajah cantik istrinya. Selama beberapa tahun terakhir, dia mengagumi perempuan itu. Dan pada akhirnya dia bisa dipersatukan oleh keadaan. Perempuan keras k

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Keinginan Terakhir

    Setelah malam itu entah kenapa keduanya menjaga jarak, bahkan sudah beberapa malam langit memilih tidur di sofa meski tersiksa. sementara bulan tidur sendirian di ranjang dengan kebisuannya.Walau keduanya sama-sama tak nyaman, tak ada satu pun dari mereka yang mengubah keadaan. Langit apatis dan Bulan yang egois membuat keadaan semakin sulit.Tepat di hari yang sudah ditunggu Langit. Hari ini adalah hari kepergiannya ke Korea bersama Baby. Mungkin semuanya memang harus berjalan seperti yang takdir inginkan. Sekuat apapun Langit menunjukkan perasaannya, si keras kepala itu masih saja tak peka.“Aku pergi hari ini,” pamit Langit pada istrinya yang masih mengenakan bathrobe miliknya seraya memencet tombol remote bergantian.Ada sesak merundung dadanya tapi dia berusaha keras mengalihkannya.“Aku tak perlu mengantarkan kamu ke bandara, kan?”Langit menggeleng pelan, dia duduk menyandarkan punggungnya pada sofa yang didudukinya. Memandang ke arah istrinya yang baru saja selesai

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Kecupan Langit

    Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Bulan meminta maaf pada dirinya sendiri. Dia sudah menyakiti tubuhnya yang senantiasa menemaninya setiap hari.Hampir tengah malam saat dia mematikan komputer miliknya. Baru saja pintu lift terbuka, suaminya sudah berdiri di dalam sana.“Aku pikir kamu nggak pulang. Makanya aku menyusulmu ke sini.”“Aku mau pulang sekarang.”Bulan masuk ke dalam lift yang sama dengan suaminya. Mereka berdua mengatupkan bibirnya rapat. Hening, hanya ada suara helaan nafas mereka berdua. Langit memberi waktu pada Bulan menikmati kediamannya.“Naik mobilku, kamu pasti lelah, biar aku yang menyetir.”“Aku nggak capek, tenang saja, naik mobil masing-masing saja.”Bulan membantah, dengan langkah lebarnya dia berhasil mendahului Langit dan langsung masuk ke dalam mobil miliknya. Dia menghidupkan audio, memutar lagu kesukaannya, sesekali dia ikut bernyanyi melampiaskan emosinya yang sudah sejak pagi tak tersalurkan. Saat berhenti di lampu merah dia memandangi s

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Realita Bukan Expectasi

    Bulan masih menyibukkan dirinya, seperti ucapannya sebelumnya, dia sama sekali tak ingin ikut bergabung dengan Mine dan Langit yang sekarang sedang makan malam. Walaupun Mine membujuknya dengan seribu cara, tetap saja Bulan tak berminat ikut dengan mereka. Rasanya dia terlalu kecewa dengan Langit hingga ingin sekali menjauh. Ponsel di sampingnya bergetar menampilkan gelembung chat dari suaminya dan Mine. Mereka kompak sekali bertanya pada Bulan. Bulan hanya membacanya sekilas tanpa mau membalasnya. Dia memegangi perutnya yang mulai keroncongan. Cacing-cacing di perutnya sudah meminta haknya. “Mau sampai kapan kamu begini, Bulan?” Langit sudah berdiri di depan pintu. Bulan menatapnya sekilas lalu berusaha menyibukkan dirinya kembali. Membiarkan Langit masuk ke dalam ruangannya. “Kenapa tak membalas pesanku? Ayo, makan dulu.” Langit menyiapkan makan malam untuk istrinya. Membuka paperbag yang dibawanya. “Kamu boleh marah denganku, tapi jangan menyiksa dirimu sendi

  • Kalau Cinta Jangan Gengsi   Bukan Milikku

    Langit melewati Bulan begitu saja, pikirnya itu lebih baik. Mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuknya memberi jarak antara keduanya. Langit berpikir dengan begitu dia akan lebih tenang meninggalkan Bulan selama dia pergi ke Korea. Mungkin dengan memberi jarak, perempuan itu menjadi lebih tahu sisi hatinya, bagaimana keinginannya. “Kamu lihat, kan?” “Tentu saja aku melihatnya. Kamu pikir aku buta.” Bulan menghela nafas mendengar ucapan Mine. Mine menatap sahabatnya dengan tatapan penuh selidik. Melihat kelakuan sahabatnya, Bulan pun merasa jengah. “Katakan cepat!” Mine terkekeh geli, Bulan dengan cepat mengerti dengan bahasa isyarat yang diberikan padanya lewat tatapannya. “Aku tak tahu alasan pastinya, kenapa tiba-tiba dia menerima ajakan gadis bermuka dua pergi ke Korea. Dan aku juga tak ingin bertanya tentang alasannya. Titik, jangan lagi kamu sematkan koma di akhir kalimatku.” Mine mendesah pelan, mau sampai kapan keduanya salah paham terus mener

DMCA.com Protection Status