Daniel tersenyum getir menatap Andina yang tidur telungkup dengan bibir yang sedikit terbuka.
Sudah satu bulan lamanya Daniel bekerja. Dan, sekarang ia ingin membayar malam-malam bersama Andina yang sering terlewatkan tanpa bicara.
"Sayang bangun... Mas bawa martabak manis keinginanmu." ujar Daniel sembari mengguncang pekan bahu Andina. Ia tidak tega untuk membangunnya, tapi martabak manis kalau tidak segera dimakan hanya akan di makan oleh semut. Benaknya.
"Dina... Bangun sebentar!" Daniel mengecupi wajah Andina yang sama sekali tidak terganggu oleh keusilannya.
"Mimpi apa sih? Sampai bibirku saja tidak membangunkanmu!" Daniel mengecup kening Andina, lantas membaringkan tubuhnya disamping istrinya.
"Maaf, Din. Aku harus memulai dari O lagi, please. Bersabarlah sampai aku bisa membuatmu bahagia dari jerih payahku sendiri. Besok kita jalan-jalan." janjinya, lalu senyumnya merekah indah saat Andina mengubah posisi tubuhny
Namun keindahan sejati dari momen paling menyenangkan malam itu adalah saat Andina tidak berhenti memijat, menguraikan otot yang kaku di pangkal paha Daniel.Daniel mengerang, meremas buah dada Andina, membiarkan istrinya menyelesaikan tugasnya. Tugas membuatnya tersenyum puas.Dengan mata terpejam dan tubuh mengambang di lautan berahi. Daniel meraba-raba meja untuk meraih kondom dan memakainya dengan cepat seolah itu sudah biasa ia lakukan sebelumnya.Andina menggoyangkan pinggulnya dan bokongnya berkali-kali diatas kejantanannya saat laki-laki itu sudah siap dengan segala pertempuran sengit antar kedua organ intimnya.Bokong Daniel terangkat untuk mengimbangi gerakan Andina. Keduanya sama-sama mengerang nikmat dan menikmati persetubuhan malam ini dengan penuh keringat hingga keduanya mencapai klimaksnya secara bersamaan.Daniel tersenyum puas manakala Andina ikut menghempaskan tubuhnya disampingnya. Tubuh keduanya ma
Andina pikir pagi ini takkan seperti biasanya. Dan memang menurutnya harus begitu. Tapi Daniel memaksa pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya.Ia harus berangkat bekerja karena ada panggilan mendadak dari perusahaan yang membutuhkan bantuannya."Mau dibawakan apa nanti, Din?" ujar Daniel dengan raut wajah menyesal. Tadinya hari ini ia hanya akan jalan-jalan ke mall atau mendatangi dokter spesialis kulit dan kelamin sesuai keinginan istrinya. Tapi semesta seolah berpihak padanya untuk menunda dulu memeriksakan kesehatan alat reproduksinya."Bawa pulang saja seluruh hatimu buat aku!" kata Andina sinis. Ia masih menengkulupkan wajahnya, tidak mau menunjukkan wajah kecewanya kala pagi sedang merekah indah di ufuk timur."Ayolah, aku benar-benar tidak menyangka kalau akan ada problem. Secepatnya aku pulang. Kalau tidak terlalu malam, kita jalan-jalan. Beli kulkas seperti yang kamu inginkan." Rayu Daniel.Si ikal halus yang semalam
Andina mendongkak, suara itu bukan berasal dari laki-laki penjahat kelamin disampingnya. Suara itu lembut sedikit tercekat dan nyaris tak terdengar jelas.Andina terhuyung ke belakang saat melihat suaminya berdiri di depannya. Menatapnya dengan lamat-lamat seolah meyakinkan diri bahwa yang ia lihat betul-betul istrinya.Daniel menyusuri lengan Andina yang digenggam oleh laki-laki lain. Andina dengan cepat menarik tangannya, menatap berang ke arah Marco yang mendesak Daniel saat berjalan keluar dari lift dan memandang Daniel yang terpana, kehilangan kata-kata."Mas..." Andina mendekati Daniel, menghapus jarak di antara mereka. Meraih tangan Daniel yang gemetaran. Andina mendongkak menatap wajah pias Daniel."Mas... Ini gak seperti yang kamu duga. Dia... Dia Marco orang suruhan Mama yang menjaga kita, dia yang melaporkan segalanya kepada Mama. Dia juga yang nabrak mobil kita waktu mau ke puncak! Dia kerja sama mama. Mas, dengerin Dina. Kita berdua han
Daniel memandangi gadis muda didepannya penuh kejengkelan. Hatinya masih terguncang oleh kejadian beberapa menit yang lalu. Daniel tidak tahu mimpi apa dia semalam sehingga ia mengalami hal buruk seperti ini. Seolah-olah kejadian itu membuka luka lama yang hampir tertutup oleh bahagia.Pengkhianat Aurelie masih terus diingatkannya. Dan tadi Andina jelas berdua dengan seorang laki-laki, mungkin sekarangpun mereka masih bersama di suatu tempat yang dingin dan sejuk. Daniel tidak tahu! Ia hanya terus menerka-nerka apa yang disembunyikan Andina selama ini.Daniel mengeratkan cengkramannya di stir mobil. Buku-buku tangannya terlihat memutih."Sudah aku bilang! Panggil aku pak atau kak! Jangan mas!" ujarnya tak terima. Matanya tetap melihat jalanan tanpa menoleh kepada gadis muda yang tersenyum tipis kepadanya."Semua orang Jawa memanggil laki-laki yang lebih tua dengan sebutan mas! Lalu apa salahnya? Apa wanita tadi istrimu?" Sang manager HRD
Andina merenungkan jalinan kata-kata yang membingungkan di dalam benaknya. "Harus aku mulai darimana dulu untuk menjelaskannya kalau mas Daniel tanya nanti." gumamnya dengan alis berkerut, "Kenapa juga jam segini mas Daniel belum pulang! Kan aku semakin resah!"Andina mengedarkan pandangannya dengan gelisah. Ia lantas membuka isi meja, dan melihat bahwa kondomnya masih utuh. Seketika itu juga ia bernafas lega. Entah ada alasan apa ia malah membuka laci meja dan tidak membuka ponselnya saja. Bahwa Daniel tidak marah dan tidak perlu juga Andina menunjukkan wajah resah sekaligus bingung.Andina berjalan mendekati jendela."Harus bagaimana aku nanti! Aku belum pernah menghadapi laki-laki yang marah. Kalau Bli Wijaya dulu marahnya hanya soal pekerjaan, bukan marah karena cinta. Kalau Bli dan Kencana marahan juga paling mojok terus ngobrol. Kencana ngomel-ngomel dan Bli Wijaya memutuskan untuk mengalah."Wajah Andina tampak berpikir, "Apa aku
Andina menggosok-gosok matanya karena lelah menangis dan frustasi. Di depannya ada secangkir kopi hitam yang mengepulkan asap panas bersamaan Daniel yang menghirupnya dalam-dalam.Andina masih frustasi meski ia sudah dibuat happy oleh Daniel beberapa menit yang lalu sebelum laki-laki itu memilih mandi dan meredam getaran birahinya."Berhentilah menangis. Tetangga akan mengira aku menyakitimu!" kata Daniel gusar. Andina menatapnya dengan wajah sedu sedan."Sejak awal aku hanya menginginkan uang dari keluargamu dan perawatan kulit untuk menghilangkan bekas di wajahku. Sejak awal juga aku hanya ingin mencoba-coba saja dengan cinta. Tapi aku jatuh, Dan! Aku jatuh cinta denganmu setelah kita menikah dan bersama. Cinta ini juga yang melemahkanku saat ini. Aku juga menyetujui permintaan Nyonya untuk menikah denganmu, membawamu keluar rumah tanpa apapun hanya untuk membuatmu mandiri dan dewasa seperti keinginan mama! Aku salah, dari awal aku salah kare
Daniel mengulurkan tangan dan meraih Andina ke dalam pelukannya."Semua akan baik-baik saja, Din." katanya sambil menepuk punggung Andina. Tak menampik jika semalaman mereka hanya terjaga sembari membereskan barang bawaan mereka. Sesekali berbaring, terdiam sambil menatap lampu kamar. Lalu menoleh, lantas memejamkan mata seolah meyakinkan diri bahwa pilihan mereka berdua sudah tepat.Andina menggeleng lemah dalam pelukan sang suami."Aku masih khawatir dengan mama dan papa jika kita tinggal pergi mas." ujarnya lirih."Gue capek, Din, bahas mereka lagi dan lagi!" Daniel melepas pelukannya. Ia langsung menarik satu persatu koper besarnya keluar kamar. Menaruhnya di ruang tamu. Sedangkan Andina terpaku ditempatnya, mata sayunya mengedar, merekam semua kenangannya di kamar. Hal yang manis dan pahit terjadi di kamar itu, hingga yang paling fatal yang Andina lalukan adalah kebohongan.Langkahnya mendekati pigura foto yang tergantu
Sarasvati terjaga di malam Jakarta. Ia berjalan mondar-mandir tanpa tahu harus berbuat apa saat mendapati kabar bahwa anak-anaknya sedang bertengkar.Pikirannya sendiri sedang terbagi menjadi beberapa cabang. Namun, cabang paling ruwet adalah perusahaannya sekarang.Naladewa terus menerornya, dari berbagai macam masalah yang membuat nilai saham di perusahaannya merosot tajam hingga sesuatu yang terlihat halus namun membuat hotelnya sepi. Sesuatu yang mistik yang membuat Sarasvati bergidik ngeri.Sarasvati mengomel-omel sejenak sebelum menghempaskan tubuhnya diatas sofa. Tangannya memijat pelipis kanannya yang terasa pening.Sari yang prihatin terhadap juragannya mencondongkan tubuhnya sambil memijit pundak Sarasvati. Sarasvati terkesiap, namun tak menolak saat Sari memijit punggungnya dibagian yang nyeri, dengan gaya sok tahu ia berbisik-bisik.Sarasvati terdiam mendengarkan dan Sari tahu ia sudah begitu prospek