Daniel memandangi gadis muda didepannya penuh kejengkelan. Hatinya masih terguncang oleh kejadian beberapa menit yang lalu. Daniel tidak tahu mimpi apa dia semalam sehingga ia mengalami hal buruk seperti ini. Seolah-olah kejadian itu membuka luka lama yang hampir tertutup oleh bahagia.
Pengkhianat Aurelie masih terus diingatkannya. Dan tadi Andina jelas berdua dengan seorang laki-laki, mungkin sekarangpun mereka masih bersama di suatu tempat yang dingin dan sejuk. Daniel tidak tahu! Ia hanya terus menerka-nerka apa yang disembunyikan Andina selama ini.
Daniel mengeratkan cengkramannya di stir mobil. Buku-buku tangannya terlihat memutih.
"Sudah aku bilang! Panggil aku pak atau kak! Jangan mas!" ujarnya tak terima. Matanya tetap melihat jalanan tanpa menoleh kepada gadis muda yang tersenyum tipis kepadanya.
"Semua orang Jawa memanggil laki-laki yang lebih tua dengan sebutan mas! Lalu apa salahnya? Apa wanita tadi istrimu?" Sang manager HRD
Andina merenungkan jalinan kata-kata yang membingungkan di dalam benaknya. "Harus aku mulai darimana dulu untuk menjelaskannya kalau mas Daniel tanya nanti." gumamnya dengan alis berkerut, "Kenapa juga jam segini mas Daniel belum pulang! Kan aku semakin resah!"Andina mengedarkan pandangannya dengan gelisah. Ia lantas membuka isi meja, dan melihat bahwa kondomnya masih utuh. Seketika itu juga ia bernafas lega. Entah ada alasan apa ia malah membuka laci meja dan tidak membuka ponselnya saja. Bahwa Daniel tidak marah dan tidak perlu juga Andina menunjukkan wajah resah sekaligus bingung.Andina berjalan mendekati jendela."Harus bagaimana aku nanti! Aku belum pernah menghadapi laki-laki yang marah. Kalau Bli Wijaya dulu marahnya hanya soal pekerjaan, bukan marah karena cinta. Kalau Bli dan Kencana marahan juga paling mojok terus ngobrol. Kencana ngomel-ngomel dan Bli Wijaya memutuskan untuk mengalah."Wajah Andina tampak berpikir, "Apa aku
Andina menggosok-gosok matanya karena lelah menangis dan frustasi. Di depannya ada secangkir kopi hitam yang mengepulkan asap panas bersamaan Daniel yang menghirupnya dalam-dalam.Andina masih frustasi meski ia sudah dibuat happy oleh Daniel beberapa menit yang lalu sebelum laki-laki itu memilih mandi dan meredam getaran birahinya."Berhentilah menangis. Tetangga akan mengira aku menyakitimu!" kata Daniel gusar. Andina menatapnya dengan wajah sedu sedan."Sejak awal aku hanya menginginkan uang dari keluargamu dan perawatan kulit untuk menghilangkan bekas di wajahku. Sejak awal juga aku hanya ingin mencoba-coba saja dengan cinta. Tapi aku jatuh, Dan! Aku jatuh cinta denganmu setelah kita menikah dan bersama. Cinta ini juga yang melemahkanku saat ini. Aku juga menyetujui permintaan Nyonya untuk menikah denganmu, membawamu keluar rumah tanpa apapun hanya untuk membuatmu mandiri dan dewasa seperti keinginan mama! Aku salah, dari awal aku salah kare
Daniel mengulurkan tangan dan meraih Andina ke dalam pelukannya."Semua akan baik-baik saja, Din." katanya sambil menepuk punggung Andina. Tak menampik jika semalaman mereka hanya terjaga sembari membereskan barang bawaan mereka. Sesekali berbaring, terdiam sambil menatap lampu kamar. Lalu menoleh, lantas memejamkan mata seolah meyakinkan diri bahwa pilihan mereka berdua sudah tepat.Andina menggeleng lemah dalam pelukan sang suami."Aku masih khawatir dengan mama dan papa jika kita tinggal pergi mas." ujarnya lirih."Gue capek, Din, bahas mereka lagi dan lagi!" Daniel melepas pelukannya. Ia langsung menarik satu persatu koper besarnya keluar kamar. Menaruhnya di ruang tamu. Sedangkan Andina terpaku ditempatnya, mata sayunya mengedar, merekam semua kenangannya di kamar. Hal yang manis dan pahit terjadi di kamar itu, hingga yang paling fatal yang Andina lalukan adalah kebohongan.Langkahnya mendekati pigura foto yang tergantu
Sarasvati terjaga di malam Jakarta. Ia berjalan mondar-mandir tanpa tahu harus berbuat apa saat mendapati kabar bahwa anak-anaknya sedang bertengkar.Pikirannya sendiri sedang terbagi menjadi beberapa cabang. Namun, cabang paling ruwet adalah perusahaannya sekarang.Naladewa terus menerornya, dari berbagai macam masalah yang membuat nilai saham di perusahaannya merosot tajam hingga sesuatu yang terlihat halus namun membuat hotelnya sepi. Sesuatu yang mistik yang membuat Sarasvati bergidik ngeri.Sarasvati mengomel-omel sejenak sebelum menghempaskan tubuhnya diatas sofa. Tangannya memijat pelipis kanannya yang terasa pening.Sari yang prihatin terhadap juragannya mencondongkan tubuhnya sambil memijit pundak Sarasvati. Sarasvati terkesiap, namun tak menolak saat Sari memijit punggungnya dibagian yang nyeri, dengan gaya sok tahu ia berbisik-bisik.Sarasvati terdiam mendengarkan dan Sari tahu ia sudah begitu prospek
Marco membuka matanya dan menatap nanar pemandangan di luar kaca mobil. Ia mengusap wajahnya dengan kesal saat tubuhnya terasa ngilu dan pegal. Seketika ia sadar saat Sarasvati berdehem sambil tersenyum kaku disebelahnya. "Capek banget ya, Co?" Sarasvati mengulurkan tangannya. Sebuah air mineral berpindah ke tangan Marco. Laki-laki dengan wajah kusut itu meminumnya sembari memejamkan mata. Pagi ini bisa jadi akan menjadi hari paling berat bagi semuanya, terutama untuk Sarasvati. Penolakan Daniel, amarah, dan air mata akan membuat semuanya terasa berat. Dan Marco sudah merasakan auranya. Aura kepedihan. "Masuk dulu, Mam! Mandi dan siap-siap. Daniel akan senang jika mama terlihat seperti ini!" Marco tersenyum getir, betapa dahsyatnya rasa yang bergetar keras di dadanya saat melihat Sarasvati begitu layu. Sementara Marco memandangi Sarasvati penuh iba, Sarasvati memandangnya tanpa ekspresi. 
Selama satu jam perjalanan dari pusat kota, mobil itu memasuki jalan kecil yang berakhir di muka sebuah bangunan dengan gaya tropis di tengah persawahan."Ini rumah kita yang baru. Aku harap kamu suka dan betah disini!"Andina mengangguk sambil tersenyum kecil saat Daniel mengecup keningnya."I love you, you ready?" ujar Daniel.Andina hanya mengangguk patuh, dan perangainya yang seperti itu membuat Daniel gemas. Andina kembali tersipu saat Daniel mengecup keningnya dengan lembut.Daniel turun dari pintu pengemudi dan memandang senang rumah pilihannya. Sudah lama ia menginginkan rumah dengan gaya tropis meski semua yang ada di dalamnya modern."Ayo turun." ajak Daniel setelah membuka pintu penumpang. Andina mengangguk lalu mengikuti Daniel yang mengajaknya ke dalam rumah. Mereka berjalan dalam diam hingga Daniel membuka pintu paling belakang.Sebuah kolam renang yang berkilauan di bawah cahaya matah
Sore hari di lobi perusahaan tempat Daniel bekerja. Sarasvati dan Marco duduk termangu memandangi seluruh hiruk pikuk perkantoran yang masih menggeliat di penghujung senja.Mereka menunggu sampai batas waktu yang sudah Marco sepakati bersama sang manager HRD. "Ayo pulang, Mam!" ujar Marco menahan geram, "Mereka membohongi kita!"Sarasvati menggeleng lemah. Mata sayunya masih mengedar memandangi sekeliling. Berharap, masih ada jejak Daniel yang tertinggal di sana.Marco mengusap pelan punggung Sarasvati, berusaha menenangkan meski hatinya juga panas dingin. Semua terasa tidak enak bagi mereka sekarang. Berbeda dengan Andina dan Daniel yang sama-sama sedang bekerja sama menatap baju setelah keduanya usai berenang bersama."Maaf, saya baru saja selesai rapat!"Sang manager HRD tersenyum tipis seraya duduk di seberang Marco. Dalam benaknya ia sudah bisa menduga kedatangan Marco dan seorang wanita setengah bay
Sepanjang perjalanan yang harus dilewati Daniel menuju rumah, entah mengapa terasa lama sekali.Hari ini terasa berat bagi semuanya, semua hati bagai patah semangat, patah harapan. Entah itu hati Sarasvati ataupun Daniel. Dua hati yang pernah berada di satu tubuh yang sama. Tubuh seorang ibu.Daniel dengan jelas mengingat saat-saat menyenangkan dalam hidupnya bersama keluarga besarnya. Kedua orangtua yang memanjakannya dan memberikan segala yang terbaik baginya.Benar, bahwa setiap orangtua akan memberikan yang terbaik untuk seorang anak. Itu pula yang akan ia lakukan jika nanti sudah memiliki sang buah hati. Namun, ia tak mau bersikap gegabah seperti yang dilakukan oleh ibunya sendiri. Melukai ego seorang anak laki-laki yang bergitu mencintai wanita pertama dalam hidup. Ibu.Mobil sampai di halaman rumah saat hari menginjak pukul setengah delapan malam. Daniel tidak serta-merta langsung turun dari mobil. Pikirannya begitu berkecamuk mengingat Saras