Andina mendongkak, suara itu bukan berasal dari laki-laki penjahat kelamin disampingnya. Suara itu lembut sedikit tercekat dan nyaris tak terdengar jelas.
Andina terhuyung ke belakang saat melihat suaminya berdiri di depannya. Menatapnya dengan lamat-lamat seolah meyakinkan diri bahwa yang ia lihat betul-betul istrinya.
Daniel menyusuri lengan Andina yang digenggam oleh laki-laki lain. Andina dengan cepat menarik tangannya, menatap berang ke arah Marco yang mendesak Daniel saat berjalan keluar dari lift dan memandang Daniel yang terpana, kehilangan kata-kata.
"Mas..." Andina mendekati Daniel, menghapus jarak di antara mereka. Meraih tangan Daniel yang gemetaran. Andina mendongkak menatap wajah pias Daniel.
"Mas... Ini gak seperti yang kamu duga. Dia... Dia Marco orang suruhan Mama yang menjaga kita, dia yang melaporkan segalanya kepada Mama. Dia juga yang nabrak mobil kita waktu mau ke puncak! Dia kerja sama mama. Mas, dengerin Dina. Kita berdua han
Daniel memandangi gadis muda didepannya penuh kejengkelan. Hatinya masih terguncang oleh kejadian beberapa menit yang lalu. Daniel tidak tahu mimpi apa dia semalam sehingga ia mengalami hal buruk seperti ini. Seolah-olah kejadian itu membuka luka lama yang hampir tertutup oleh bahagia.Pengkhianat Aurelie masih terus diingatkannya. Dan tadi Andina jelas berdua dengan seorang laki-laki, mungkin sekarangpun mereka masih bersama di suatu tempat yang dingin dan sejuk. Daniel tidak tahu! Ia hanya terus menerka-nerka apa yang disembunyikan Andina selama ini.Daniel mengeratkan cengkramannya di stir mobil. Buku-buku tangannya terlihat memutih."Sudah aku bilang! Panggil aku pak atau kak! Jangan mas!" ujarnya tak terima. Matanya tetap melihat jalanan tanpa menoleh kepada gadis muda yang tersenyum tipis kepadanya."Semua orang Jawa memanggil laki-laki yang lebih tua dengan sebutan mas! Lalu apa salahnya? Apa wanita tadi istrimu?" Sang manager HRD
Andina merenungkan jalinan kata-kata yang membingungkan di dalam benaknya. "Harus aku mulai darimana dulu untuk menjelaskannya kalau mas Daniel tanya nanti." gumamnya dengan alis berkerut, "Kenapa juga jam segini mas Daniel belum pulang! Kan aku semakin resah!"Andina mengedarkan pandangannya dengan gelisah. Ia lantas membuka isi meja, dan melihat bahwa kondomnya masih utuh. Seketika itu juga ia bernafas lega. Entah ada alasan apa ia malah membuka laci meja dan tidak membuka ponselnya saja. Bahwa Daniel tidak marah dan tidak perlu juga Andina menunjukkan wajah resah sekaligus bingung.Andina berjalan mendekati jendela."Harus bagaimana aku nanti! Aku belum pernah menghadapi laki-laki yang marah. Kalau Bli Wijaya dulu marahnya hanya soal pekerjaan, bukan marah karena cinta. Kalau Bli dan Kencana marahan juga paling mojok terus ngobrol. Kencana ngomel-ngomel dan Bli Wijaya memutuskan untuk mengalah."Wajah Andina tampak berpikir, "Apa aku
Andina menggosok-gosok matanya karena lelah menangis dan frustasi. Di depannya ada secangkir kopi hitam yang mengepulkan asap panas bersamaan Daniel yang menghirupnya dalam-dalam.Andina masih frustasi meski ia sudah dibuat happy oleh Daniel beberapa menit yang lalu sebelum laki-laki itu memilih mandi dan meredam getaran birahinya."Berhentilah menangis. Tetangga akan mengira aku menyakitimu!" kata Daniel gusar. Andina menatapnya dengan wajah sedu sedan."Sejak awal aku hanya menginginkan uang dari keluargamu dan perawatan kulit untuk menghilangkan bekas di wajahku. Sejak awal juga aku hanya ingin mencoba-coba saja dengan cinta. Tapi aku jatuh, Dan! Aku jatuh cinta denganmu setelah kita menikah dan bersama. Cinta ini juga yang melemahkanku saat ini. Aku juga menyetujui permintaan Nyonya untuk menikah denganmu, membawamu keluar rumah tanpa apapun hanya untuk membuatmu mandiri dan dewasa seperti keinginan mama! Aku salah, dari awal aku salah kare
Daniel mengulurkan tangan dan meraih Andina ke dalam pelukannya."Semua akan baik-baik saja, Din." katanya sambil menepuk punggung Andina. Tak menampik jika semalaman mereka hanya terjaga sembari membereskan barang bawaan mereka. Sesekali berbaring, terdiam sambil menatap lampu kamar. Lalu menoleh, lantas memejamkan mata seolah meyakinkan diri bahwa pilihan mereka berdua sudah tepat.Andina menggeleng lemah dalam pelukan sang suami."Aku masih khawatir dengan mama dan papa jika kita tinggal pergi mas." ujarnya lirih."Gue capek, Din, bahas mereka lagi dan lagi!" Daniel melepas pelukannya. Ia langsung menarik satu persatu koper besarnya keluar kamar. Menaruhnya di ruang tamu. Sedangkan Andina terpaku ditempatnya, mata sayunya mengedar, merekam semua kenangannya di kamar. Hal yang manis dan pahit terjadi di kamar itu, hingga yang paling fatal yang Andina lalukan adalah kebohongan.Langkahnya mendekati pigura foto yang tergantu
Sarasvati terjaga di malam Jakarta. Ia berjalan mondar-mandir tanpa tahu harus berbuat apa saat mendapati kabar bahwa anak-anaknya sedang bertengkar.Pikirannya sendiri sedang terbagi menjadi beberapa cabang. Namun, cabang paling ruwet adalah perusahaannya sekarang.Naladewa terus menerornya, dari berbagai macam masalah yang membuat nilai saham di perusahaannya merosot tajam hingga sesuatu yang terlihat halus namun membuat hotelnya sepi. Sesuatu yang mistik yang membuat Sarasvati bergidik ngeri.Sarasvati mengomel-omel sejenak sebelum menghempaskan tubuhnya diatas sofa. Tangannya memijat pelipis kanannya yang terasa pening.Sari yang prihatin terhadap juragannya mencondongkan tubuhnya sambil memijit pundak Sarasvati. Sarasvati terkesiap, namun tak menolak saat Sari memijit punggungnya dibagian yang nyeri, dengan gaya sok tahu ia berbisik-bisik.Sarasvati terdiam mendengarkan dan Sari tahu ia sudah begitu prospek
Marco membuka matanya dan menatap nanar pemandangan di luar kaca mobil. Ia mengusap wajahnya dengan kesal saat tubuhnya terasa ngilu dan pegal. Seketika ia sadar saat Sarasvati berdehem sambil tersenyum kaku disebelahnya. "Capek banget ya, Co?" Sarasvati mengulurkan tangannya. Sebuah air mineral berpindah ke tangan Marco. Laki-laki dengan wajah kusut itu meminumnya sembari memejamkan mata. Pagi ini bisa jadi akan menjadi hari paling berat bagi semuanya, terutama untuk Sarasvati. Penolakan Daniel, amarah, dan air mata akan membuat semuanya terasa berat. Dan Marco sudah merasakan auranya. Aura kepedihan. "Masuk dulu, Mam! Mandi dan siap-siap. Daniel akan senang jika mama terlihat seperti ini!" Marco tersenyum getir, betapa dahsyatnya rasa yang bergetar keras di dadanya saat melihat Sarasvati begitu layu. Sementara Marco memandangi Sarasvati penuh iba, Sarasvati memandangnya tanpa ekspresi. 
Selama satu jam perjalanan dari pusat kota, mobil itu memasuki jalan kecil yang berakhir di muka sebuah bangunan dengan gaya tropis di tengah persawahan."Ini rumah kita yang baru. Aku harap kamu suka dan betah disini!"Andina mengangguk sambil tersenyum kecil saat Daniel mengecup keningnya."I love you, you ready?" ujar Daniel.Andina hanya mengangguk patuh, dan perangainya yang seperti itu membuat Daniel gemas. Andina kembali tersipu saat Daniel mengecup keningnya dengan lembut.Daniel turun dari pintu pengemudi dan memandang senang rumah pilihannya. Sudah lama ia menginginkan rumah dengan gaya tropis meski semua yang ada di dalamnya modern."Ayo turun." ajak Daniel setelah membuka pintu penumpang. Andina mengangguk lalu mengikuti Daniel yang mengajaknya ke dalam rumah. Mereka berjalan dalam diam hingga Daniel membuka pintu paling belakang.Sebuah kolam renang yang berkilauan di bawah cahaya matah
Sore hari di lobi perusahaan tempat Daniel bekerja. Sarasvati dan Marco duduk termangu memandangi seluruh hiruk pikuk perkantoran yang masih menggeliat di penghujung senja.Mereka menunggu sampai batas waktu yang sudah Marco sepakati bersama sang manager HRD. "Ayo pulang, Mam!" ujar Marco menahan geram, "Mereka membohongi kita!"Sarasvati menggeleng lemah. Mata sayunya masih mengedar memandangi sekeliling. Berharap, masih ada jejak Daniel yang tertinggal di sana.Marco mengusap pelan punggung Sarasvati, berusaha menenangkan meski hatinya juga panas dingin. Semua terasa tidak enak bagi mereka sekarang. Berbeda dengan Andina dan Daniel yang sama-sama sedang bekerja sama menatap baju setelah keduanya usai berenang bersama."Maaf, saya baru saja selesai rapat!"Sang manager HRD tersenyum tipis seraya duduk di seberang Marco. Dalam benaknya ia sudah bisa menduga kedatangan Marco dan seorang wanita setengah bay
Proses melahirkan sukses membuat Daniel hampir pingsan. Bagaimana tidak? Selama proses terlahirnya manusia kecil yang sedang melakukan inisiasi menyusui dini itu, Andina terus mencengkeram suaminya. Meremas semua yang bisa ia jangkau dari untuk melampiaskan rasa sakitnya, atau tepatnya membagi rasa sakit.Andina bahagia, begitupun Daniel yang sempat menangis haru sepanjang hari kemarin."Masih sakit, yang?" tanya Daniel sambil mengamati sang anak yang masih menyusu dengan mata yang terpejam. Bayi merah yang diberi nama Dayana Dimitri tanpa Putri Adelard Sanjaya itu terlihat menikmati asi eksklusif dari Andina."Masih dong, kamu kira sulap! Di obati langsung sembuh!" seru Andina kesal.Daniel tersenyum seraya mengambil sisir untuk merapikan rambut Andina."Udah jangan marah-marah! Nanti Dayana sedih lho denger suaramu." sindir Daniel."Habis kamu lucu mas! Orang baru melahirkan kemarin kok ditanyain masih sakit apa eng
Di pesawat yang mengudara menuju Jakarta, Andina terus bertahan dengan hati yang begitu ketar-ketir memikirkan kandungannya. Ia takut terjadi apa-apa saat kemarin hasil check up menunjukkan sedikit risiko jika melakukan penerbangan. Namun, Daniel terus mengingatkan bahwa ia akan baik-baik saja asal jangan tegang."Gimana gak tegang, mas! Mama pasti bawel kalau cucunya kenapa-kenapa." sunggut Andina.Daniel mengusap perut Andina dengan pelan selama perjalanan yang hanya memakan waktu satu setengah jam itu."Rilex, sayang. Jangan takut! Aku bakal nyanyiin lagu anak-anak untuk Dayana putri kita. Lagu kita dulu, konyol tapi sampai sekarang aku masih ingat."Andina mengangguk pasrah dan berusaha memejamkan mata saat Daniel mulai menyanyikan lagu Barney."I love you, you love me. We are happy family. With a great big hug. And a kiss from me to you, won't you say you love me too..."Daniel tersenyum lega saat det
Butuh waktu hingga satu bulan untuk membujuk Andina agar mau melepas orangtuanya pulang ke rumah masing-masing. Meski berat, Andina tetap mengantar ibunya dan Feng ke Bandara Ngurah Rai setelah beberapa hari yang lalu Feri terlebih dahulu pulang ke Surabaya bersama kedua anaknya. Kirana masih tinggal di hotel untuk mengikuti job training dengan petinggi perusahaan. "Dimana rumah ibu?" tanya Andina setelah cukup puas menangis dan merengek sembari menarik ujung baju ibunya agar tidak pergi darinya lagi."Aku masih kangen, masih mau ibu ada disini!" lanjutnya tetap dengan nada merengek, seolah satu bulan ini tidak cukup untuk melepas kerinduan bersama. Feng yang 'mungkin' menganggap Andina aneh memasang wajah tak acuh. Ia bergumam dengan bahasa Mandarin yang pasti Larasati mengerti jika itu adalah peringatan. "Dina... Ibu harus pulang ke Hongkong. Ibu harus kerja, kalau kamu kangen sama ibu, Daniel sudah tahu dimana rumah ibu. Kamu bisa data
Suasana ballroom hotel terlihat sangat sejuk dengan hiasan bunga-bunga segar berwarna putih, begitu juga dedaunan yang di tata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan indah. Balon-balon bertuliskan inisial DAYANA bergoyang-goyang diterpa angin dan kue tart penuh cream pandan buatan master chef Bisma menjadi pelengkap suasana pagi ini.Nuansa hijau dan putih masih menjadi pilihan Daniel untuk merayakan pesta kecil penyambutan calon bayi yang di kandung Andina. Begitupun seragam pesta hari ini.Hijau? Mungkin menjadi pilihan warna yang tidak biasa untuk gaun pesta. Namun, ya sudahlah. Daniel hanya menuruti keinginan sang istri. Beruntung Sarasvati mendapatkan desainer gaun pesta yang bagus, jadi gaun berwarna hijau itu bisa terlihat elegan dan mewah.Di kamar, Daniel memperhatikan penampilan Andina yang terlihat seperti gitar spanyol. Lekukan tubuhnya depan belakang begitu menonjol.Daniel menahan senyum saat Andina merengut dengan wa
Pesawat itu terbang semakin rendah di selatan, Bali. Lalu, mendarat dengan mulus di landasan pacu yang terletak tak jauh dari tepi laut itu. Seluruh keluarga Sanjaya tersenyum lega saat menginjakkan kaki di atas dasar bumi. Terlebih-lebih Daniel, bapak posesif itu benar-benar cerewet selama perjalanan ke pulau Dewata itu. Pulau yang mengubah hidupnya."Aku baik-baik saja, Mas! Dayana juga! Dia bilang, ibu kita naik burung ya? Aku jawab iya! Jadi yang tenang ya!" urai Andina menenangkan suaminya.Marco yang tak habis pikir mengapa Daniel bisa sekeren itu dalam mencintai istrinya menggelengkan kepalanya."Ayo gays... Kita harus ke hotel, istirahat sebelum pesta baby shower dan proses nikahan gue!" seru Marco penuh semangat.Sarasvati dan Sanjaya yang mendengar anak-anaknya berdebat sambil mengiringi langkah kaki mereka menuju gerbang kedatangan tersenyum lebar."Udahlah, Co! Jangan ganggu, Abangmu. Dia lagi bahagia sekali kare
"Satu burung... Dua burung... Tiga burung."Suara berhitung itu berasal dari kamar bernuansa hijau dan putih. Beraroma khas cat baru yang baru saja melapis tembok itu. Kamar yang disiapkan untuk Dayana setelah satu bulan lamanya mempersiapkan begitu banyak printilannya termasuk baju-baju bayi yang baru saja kering setelah dicuci oleh Mbak Piah.Dan sekarang, kandungan Andina sudah berusia tujuh bulan lebih. Sudah terlihat tambah besar dari sebelumnya. Sudah sering kali berkata lelah dan semakin manja."Kenapa burungnya hanya tiga, mas?" tanya Andina."Gak tau, sayang! Tanya aja sama tulang catnya. Aku kan hanya terima beres.""Bisa gak mas kalau burungnya ditambah satu, biar genap. Jadi tidak seperti cinta segitiga gitu! Atau cinta dalam diam. Kasian!"Daniel memasang cengiran bodoh seperti biasanya saat Andina berkata sesuka hati lengkap dengan asumsinya sendiri."Tukangnya sudah pulang, sayang. Su
Keesokan harinya di kediaman Sanjaya. Daniel menemani Andina yang diperiksa oleh bidan di ruangan obygn. Ruang paling istimewa di ruang Sanjaya sekarang."Bagaimana, Bu bidan? Semua baik-baik saja kan?" tanya Daniel karena semalam Andina mengaduh sakit setelah kebanyakan makan.Sang bidan tersenyum sembari menutup baju Andina."Detak jantungnya normal, air ketubannya pas, hanya saja. Bapak Daniel sepertinya sudah mengajak Bu Dina berlelah-lelahan."Daniel tersenyum miring seraya mengecup jari-jemari Andina yang sedaritadi ia genggam."Saya kangen kok! Tidak boleh kalau istri saya lelah?"Sungguh wajah Andina langsung tersipu malu. Begitukah suaminya dan seluruh keluarganya. Bertanya tanpa tedeng aling-aling dan gak disortir."Boleh bapak, boleh sekali! Asal jangan setiap hari karena terlalu sering orgasme bisa membuat bayi lahir prematur. Bapak Daniel mau kan bayinya sehat walafiat sampai lahi
Malam ini, bintang begitu cantik di langit Jakarta. Berkerlip ria seakan mengisyaratkan bahwa bintang-bintang itu seperti dirinya. Ada binar senang yang terpancar diwajahnya setelah menyaksikan satu manusia paling berharga dalam hidupnya, paling ia rindukan selama satu bulan ini.Daniel melabuhkan kecupan di kening Andina. "Aku pulang, sayang." ucapnya dengan lirih sebelum mengelus-elus perut istrinya yang membuncit. Ia tersenyum lebar ketika menyadari jika sang putri memahami kedatangannya."Tidurlah sayang, daddy hanya menyapamu sebentar!" gumam Daniel.Namun, tendangan-tendangan kecil terus ia rasakan saat ia melabuhkan berkali-kali kecupan dan mengelus perut tersebut. Hingga Andina mulai bergerak-gerak seperti terganggu oleh kehadirannya."Oh sayang. Santai dong... Kamu akan membuat ibumu bangun!" ujar Daniel gusar sembari mematung kan diri. Ia takut, takut istrinya akan marah-marah karena ia sudah melanggar janji untuk tidak pergi terlalu l
Kehamilan Andina yang sudah menginjak trimester kedua membuat Daniel bernafas lega. Bukan hanya soal nyidam sang istri yang terbilang cukup ribet dalam mencarinya, namun juga mintanya slalu dijam-jam kerja atau ditengah malam buta. Namun bukan itu saja yang membuat Daniel tersenyum senang, karena sang jabang bayi yang sudah terlihat jenis kelaminnya. "Cap... Cip... Cup... Nama lengkap mana yang paling bagus." ujar Andina sembari mengocok botol arisan dan mengeluarkan secarik kertas yang digulung dengan nama-nama anak perempuan yang sudah Daniel tulis. Marco yang menjadi teman main Andina menghirup nafas dalam-dalam. Bukan soal keanehan nyidam yang seharusnya sudah berhenti, namun Andina slalu meminta hal-hal aneh kepada adik angkat suaminya tersebut. Daniel tentu setuju, setengah mati ia akan tertawa terbahak-bahak saat Marco menceritakan semua kegiatan 'nyidam' yang dilakukan Andina. Marco mendengus tapi ia senang-senang saja saat bisa diru