Al terduduk di kursi kelasnya sambil memegangi kedua bibirnya dengan pelan. Bahkan sesekali dia mengusap bibirnya itu dengan pelan pula.
Tiba-tiba saja bibir Al tersenyum tipis tanpa sepengetahuan pemiliknya.
"Nih anak kenapa, sih? Ngapain dia senyam-senyum enggak jelas?" tanya Deian di dalam hatinya saat melihat tingkah Al yang tak biasanya.
Tuk!
Al tersentak kaget karena Deian yang tiba-tiba menepuk pundaknya dengan sedikit keras. Dia langsung menatap Deian dengan tatapan datarnya.
"Heh! Lo kenapa senyam-senyum sendiri?!" tanya Deian.
"Kesurupan lo?!" tanya Deian lagi.
"Gila!" jawab Al asal sambil mendengkus kesal karena Deian yang mengira kalau dirinya sedang kesurupan.
***
"Kita duduk di mana nih? Udah full semua," kata Nina usai mengedarkan pandangannya untuk mencari meja dan kursi kosong yang ada di kantin sekolahnya.
"Lo dari mana? Bahkan, sampai jam pulang. Lo enggak masuk kelas!" tanya Al tegas."Lo bisa buat enggak ngebentak, enggak?" tanya Rexi datar."Enggak bisa!" bentak Al."Lo dari mana?!" tanya Al lagi dengan keras."Cih!" Rexi mendecih sinis.Perlahan Rexi membalikkan badannya dan berniat berjalan menjauhi Al, tetapi Al kembali menahannya dengan cara menarik pergelangan tangannya dengan begitu kasar."Apa-apaan, sih?!" tanya Rexi emosi.Al tidak menggubris sikap protes Rexi. Dia malah lebih memilih untuk memaksa Rexi masuk mobilnya.Rexi memberontak dengan keras dan berusaha untuk keluar dari dalam mobil Al, tetapi Al malah mengunci pintu mobilnya secara otomatis. Membuat Rexi tak dapat berkutik lagi.Al menancap gas mobilnya dengan laju tinggi."Lo gila, Al!" teriak Rexi emosi dan pastinya tidak dipedulikan oleh Al.
Rexi tengah duduk di balkon kamarnya dengan mata yang menatap bintang di malam hari itu dengan tenang.Terkadang senyum kecut terulas pada bibir mungilnya dan terkadang juga kedua bola mata indahnya berkaca-kaca saat dia mengingat, di mana cinta pertamanya sudah berciuman dengan wanita lain. Dan parahnya, orang yang dia cium adalah sahabat akrabnya sendiri.Ya. Rexi mengakui kalau yang dikatakan oleh orang-orang, cinta itu indah. Tapi, itu bagi kalian saja yang kisah percintaannya berjalan lurus dan harmonis. Sangat beda dengan Rexi yang kisah kasih percintaannya jauh dari kata harmonis."Menurut gue, cinta itu layaknya sebuah duri. Semakin lo tekan, semakin lo sakit. Itu definisi cinta menurut gue," batin Rexi sambil tersenyum kecut.Rexi menekuk kedua lututnya sambil menenggelamkan seluruh wajahnya pada tekukan lututnya itu.Bagaikan mengerti dengan keadaan Rexi, hujan tiba-tiba turun dengan begitu derasnya, bersamaan dengan air mata Rexi yang ju
"Ck! Kan, lo sama Renata boleh bertiga sama si Rexi di satu mobil," kata Ice menyarankan."Astaga, Bang. Gue, kan, udah bilang cuma berdua sama Renata? Bukan bertiga sama Rexi!" kesal Al.Rexi mengepalkan kedua tangannya secara diam-diam saat melihat pertentangan antara Al dan Ice."Bang Ice. Bang Al. Rexi berangkat sendiri aja," kata Rexi tiba-tiba."Tapi-"Ice langsung menggantung ucapannya saat Rexi langsung melangkah pergi begitu saja tanpa menunggu Ice menyelesaikan ucapannya.Sedangkan Al menatap kepergian Rexi dengan tatapannya yang sulit untuk diartikan. Dia tahu kalau Rexi tak terima akan kehadiran Renata di dalam kehidupannya dan kisah cinta rumit mereka. Tapi, mau bagaimana lagi? Al memang sudah menyukai Renata.Ice melirik ke arah Al dengan pandangan tak terima. Iya, dia tak terima kalau adiknya dinomor duakan seperti itu."Siapa Renata?" tanya ice di dalam hatinya dengan penasaran.***"Sialan! Argggg
"Guys! Ngopi, yuk!" seru Kiara."Udah lama banget kita enggak ke Starbucks," lanjutnya lagi."Gue, sih, ayo aja. Hari ini gue free juga, kok," sahut Nina."Kalau lo gimana, Rex?" tanya Nina."Gue ikut aja," jawab Rexi sambil tersenyum kecil. Lagipula, dia juga butuh refreshing untuk mengobati hatinya yang terluka karena mencintai Al, kan?"Terus, si Deian gimana?" tanya Nina sambil melirik ke arah Rexi."..."Rexi tidak menanggapi Renata, dia hanya bergeming di tempatnya tanpa menjawab apa yang dikatakan oleh Nina.***Nina, Kiara, Rexi dan bahkan Deian sekarang sudah berada di salah satu Starbucks yang cukup terkenal di kota Jakarta itu."Lo kenapa kelihatan lesu banget, sih, Rex? Padahal, si Deian ada loh ..." kata Nina sambil melirik ke arah Rexi."Si Deian lo anggurin juga tuh," sahut Kiara.Deian hanya tersenyum kecil saat mendengarkan penuturan dari Kiara dan Nina.Pandangan kedua bola m
Di pagi hari di kediaman keluarga Barack, tepatnya di ruang makan. Terlihat dua orang pria dan satu orang wanita yang sedang makan dengan begitu tenang."Bang ... Mommy sama Daddy di mana?" tanya Rexi."Lo nanya ke Abang lo yang mana?" tanya Al."Abang lo yang paling tua. Apa Abang lo yang paling tampan?" tanya Al sambil merapikan almamater sekolahnya dengan gaya yang begitu cool.Rexi yang melihat tingkah Al hanya bisa menahan rasa sakitnya di dalam hati untuk tidak berlarut dalam mencintai kakak tirinya sendiri."Gue tanyain lo. Soalnya kalau gue tanyain sama Ice pasti Ice enggak tahu. Bangunnya aja samaan sama gue," jawab Rexi santai kepada Al yang berhasil membuat Al terdiam."Bang Al. Kok diam?" tanya Rexi kepada Al.Al yang mendengar suara Rexi akhirnya sadar dari lamunannya."Ouh ... Abang enggak tahu. Soalnya, Abang juga baru bangun," kata Al pelan.Kini posisi terbalik. Sekarang Rexi yang terdiam saat mendengark
Seseorang berjalan dengan cara mengendap-endap di dalam apartemen kediaman keluarga Barack di saat pas jam dua belas di malam hari.Klik!Tiba-tiba saja lampu ruang tamu apartemen dua lantai itu hidup. Seseorang menghidupkannya."Ekhem ... Mau ke mana?" tanya Ice yang tak lain adalah orang yang menghidupkan lampu ruang tamu apartemen.Sang pelaku yang ditanya langsung membulatkan kedua bola matanya dengan begitu lebar. Dia tak menyangka kalau masih ada satu anggota keluarga di dalam apartemen itu yang belum larut di dunia mimpinya."Rexi Alexa. Gue nanya sama lo," kata Ice. Dia perlahan berdiri dari duduknya."Lo mau ke mana?" tanya Ice lagi dengan nada suara mengintimidasinya."Ba ... Bang Ice ..." gumam Rexi kaget.Ic
"Ngapain ngajak gue ke sini kalau tadi ngelarang gue?" tanya Rexi malas."Bahkan, lo cap gue sebagai cewek murahan, kan? Minta gue lepasin semua baju gue," lanjut Rexi sinis.Grep!Ice tiba-tiba memeluk tubuh Rexi dengan begitu cepat. Membuat Rexi kaget saja."Maafin gue, karena gue tadi enggak ngertiin lo," kata Ice penuh penyesalan."Maaf. Maaf banget karena gue enggak peka banget buat jadi kakak," kata Ice lagi."Ma-""Enggak, kok," potong Rexi cepat. Dia membalas pelukan Ice dengan erat.Rexi melepaskan pelukannya perlahan dari tubuh Ice."Ayo kita pulang," kata Rexi lembut. Dia tersenyum manis kepada sang kakak."Enggak usah balik dulu lah. Kita nge-club dulu. Udah lama banget kita enggak nge-club bareng, kan?" kata Ice menawarkan."Gue ada masalah. Mau main di sini juga. Kayaknya enak banget,"
Ice dan Rexi sudah sampai di apartemen beberapa menit setelah menempuh perjalanan dari tempat hiburan malam itu."Bang. Gue mau ke kamar dulu, yah. Duluan, soalnya gue ngantuk banget ..." kata Rexi pelan. Dia menguap dengan begitu lebar."Ha?! Tumben banget lo enggak begadang, Rex?" tanya Ice heran."Hum ... Malam ..." kata Rexi. Dia tidak menggubris pertanyaan Ice.Muach!Rexi memberikan kecupan selamat malam untuk Ice. Tapi, diam-diam dia tersenyum menyeringai di belakang sana.Rexi berjalan cepat menuju kamarnya, bahkan dia mengunci pintu kamarnya dari dalam dengan cepat. Dia tak ingin ada orang yang akan mengganggu waktu enaknya untuk melampiaskan sesuatu di malam itu.Rexi melangkahkan kakinya dengan gontai menuju kamar mandi. Tangannya dia gerakkan untuk menyalakan shower dengan begitu deras."Hiks ... Hiks ... Hiks ... Iya, Bang. Iya! Gue lihat itu! Gue lihat semuanya, Bang!" seru Rexi histeria di dalam kamar mandi itu.