Bab 17
Rahasia Takdir
Mengapa cinta begitu menyakitkan? Bahkan memberikan kepedihan. Haruskah aku mengakhiri? Sebab cinta bukan milikku lagi.
Di sebuah ruangan yang dibatasi empat dinding bercat broken white, seolah menjadi saksi pertemuanku kembali dengan Nazran yang telah dipisahkan oleh takdir selama tujuh belas tahun. Namun, cinta masa lalu yang sempat tertunda oleh jarak dan waktu kini seakan bangkit kembali.
"Maaf, Ria. Hari telah larut. Aku harus pulang dan kamu harus segera tidur, agar besok badanmu terasa segar kembali. Aku akan kembali menjemput dan langsung mengantarmu ke kantor," ucap Nazran hendak berlalu dariku.
"Duduklah kembali. Aku mohon!" pintaku
"Ta-tapi ... Ria?" jawabnya bimbang.
"Kamu bisa, kan, memenuhi permintaanku kali ini?"
"Baiklah." Lelaki berperawakan macho itu kembali mengambil tempat duduknya.
"Bisa lebih dekat?" pintaku sembari menatapnya lekat, sebab Nazran mengambil jarak beberapa
Part 1Kabut CintaAku masih termenung di sini. Mencoba paham akan semua problematika. Cinta ... terlalu rumit, karena sebab akibat dan sebutir kasih sayang. Dia berikan pada jiwa-jiwa nestapa di ujung mayapada, termasuk diriku dan juga kau.Percayalah! Aku mencintaimu tanpa syarat, mengasihimu tanpa belas ataupun iba dengan segenap jiwa raga, karena cinta yang sesungguhnya takkan pernah menghadirkan titik hitam bagi hati. Tak kan pula membuat pelakunya menjadi ternodai. Sebab cinta yang sejati adalah cinta yang dilandasi untuk menggapai ridho Illahi, bukan semata karena hanya ingin merasakan kenikmatan sesaaat yang kelak kan disesali."Kau masih berani menampakkan diri dengan menginjakkan kaki kembali ke rumah ini? Dengan semua yang telah kau perbuat membuat nama besar dan kehormatan keluarga tercoreng sebab aibmu itu!" Keras suara ayah terdengar saat aku baru saja kembali ke rumah. Gurat amarah jelas tergambar di wajah keriputnya. Bahkan, ak
Part 2Nasehat IbuJika malam tak selalu diartikan gelap, maka cinta tak seharusnya memberikan luka. Mungkin waktu dan jarak harus menjeda agar rasa sakit bisa mereda.Dua bulan di rumah ayah terasa lebih menyakitkan. Apalagi ia masih saja diam dan bermuka masam. Sungguh, baru kali ini ayah bersikap seperti itu.Aku lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Kamar yang luas dengan jendela menghadap ke taman dan sinar matahari pagi menorobos melalui tirainya, terasa hangat serta memberikan tidak hanya ketenangan, tetapi juga menyegarkan raga dari kepenatan sebab rutinitas sehari-hari, kini seakan terasa mati.Aku duduk di meja rias. Pantulan wajah di cermin terlihat kuyu dan mata sembab, karena tak mendapatkan haknya untuk tidur semalam. Tak sedetik pun aku bisa memejamkan mata. Terlebih bila mengingat kejadian kemarin. Bulir hangat itu masih saja mengalir membasahi wajahku yang kian menirus. Memikirkan apa yang selanjutnya akan terjadi d
Part 3Luka di atas lukaMendadak kepalaku pusing dan mata berkunang-kunang. Badan terasa lemas, hingga tanpa bisa menahan keseimbangan badan aku luruh hampir menyentuh lantai marmer yang menghampar menutupi seluruh permukaan ruang keluarga. Namun, dengan sigap Jovan menangkapku. Tangan kekarnya berhasil meraih tubuhku. Lalu, pelan dan penuh kelembutan lelaki pemilik postur tubuh tegap dan perut sixpeck itu menggendong dan merebahkan tubuhku ke tempat tidur di ruang tamu. Lamat-lamat pandanganku masih bisa melihat tangan Jovan yang membuka beberapa kancing baju blues atasku untuk melonggarkan dan memberi jalan napas, karena memerlukan asupan oksigen lebih banyak untuk melonggarkan dada. Kurasakan getaran tangan, bibir tipisnya naik turun menelan saliva dan peluh bercucuran membasahi dahi. Sesekali ia mengusapnya dengan membuang napas kasar. Sepertinya lelaki itu harus menahan desakan hasrat yang mendadak muncul. Berulang kali ia berusaha menguasai gejolak gairah
Part 4Kenyataan pahitMengingatmu dalam gaguTatkala sukma terhanyut semilir alunan bayu pekat dan rentaGelebahmu menguap terbawa asa nan repasDan kau pun membawa sauh berlabuh pada dermaga cinta sang wanita penggodaMenyuguhkanmu secawan bisa dalam rupa madu pada netra berkabut fatamorganaDuhai tuan sang pengiba hatiSudahkah kau lupa pada janji?Saat mengkhitbahku duluKau datang bak ksatria pujangga menghelaku dari jelagaNamun, ternyata hanya untuk kau larungkan dalam durja kerinduanBersama pedihnya belati harap tak kunjung menghirapHingga menenggelamkanku pada duka yang lerak menderak.Masa indah pengantin baru seharusnya dilewati dengan kenangan indah dan manis. Namun, tidak bagiku, karena justru siksa sebagai permulaan dalam mengarungi bahtera kehidupan bersama Jovan.Pagi datang menjelang. Aku menuju dapur dan memasak nasi goreng. Dua nasi goreng seafood telah siap saji di meja m
Part 5Pengorbanan cintaKata orang cinta tak hanya sebatas rasa dan kata, tetapi butuh tindakan nyata disertai kepercayaan, pengakuan dan pengorbanan. Jovan telah berhasil mengoyak hatiku seperti secangkir kopi yang telah dibanting hingga hancur berkeping-keping. Namun, sisi lembut dari rasa manusiawiku masih mengasihinya. Mungkinkah ini karena cinta yang terlalu kuat mengikat ataukah hanya sekedar rasa iba? Entahlah ...."Aku punya usul. Mungkin kau setuju?" ucapku memberanikan diri. Jovan menoleh ke arahku. Iris kelamnya menatapku teduh."Apa itu, Na?" balasnya penuh tanda tanya"Sebaiknya kita bikin surat perjanjian," usulku."Maksudmu?""Berapa uang yang harus kubayar agar kau bisa mendapatkan jumlah yang sama dengan warisan yang akan kau terima dari Pak Wijaya? Dan kau bebas menikahi Siska.""Sangat banyak," jawabnya ragu. Rasa bimbang tampak jelas di wajah putihnya."Sebutkan saja jumlahnya, kau tak pe
Part 6 Kabut mulai menepi Dunia mempunyai dua sisi dan kutub yang berbeda, jika aku berada di salah satu sisi atau kutubnya, maka Jovan akan berada pada sisi dan kutub yang lain. Bertolak belakang. Namun, anehnya teori daya tarik-menarik magnet justru yang berlaku. Kadang aku tidak bisa mencerna dengan apa yang dilakukan lelaki pemilik iris hitam itu. Ketika aku ingin pergi sejauh mungkin darinya malah ia semakin mendekat dan begitu sebaliknya, hingga aku pun berpasrah, semoga takdir Allah menuliskan yang terbaik bagi kami. Pukul 06.30 pagi. Setelah selesai sarapan pagi dan membersihkan semuanya. Aku bersiap berangkat kerja. Hari ini hari pertama aku masuk kerja di perusahaan kontraktor Wiratama milik ayah. "Kita berangkat sama-sama, Na. Nanti kamu aku turunkan di halte depan kantor ayahmu," ucap Jovan seraya menyambar tas kerja dan mengiringi langkahku menuju pintu depan. "Makasih, Van. Apa gak merepotkanmu? Aku bisa m
Part 7Kala cinta menggodaJovan terhanyut dalam lamunan. Lelaki tampan itu seolah sibuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh hati kecilnya. Ia pun merasa heran dengan keridakmampuannya dalam mengendalikan sikap dan hasrat yang mendadak muncul bila berdekatan dengan Riana. Hingga lelaki berkulit putih itu masih saja bermonolog.Baru beberapa detik saja dan telah sukses menguasai kepala.. Kejadian yang baru saja aku lakukan pada Riana berhasil membuat konsentrasiku berantakan. Ingatanku menari-nari di depan pintu hati.Awalnya aku hanya ingin mengecup bibir merah muda milik Riana, karena aku tak tahan ketika melihatnya menggigit bibir atas. Entahlah ... seperti gejolak hasrat yang menggelegak dan tak bisa kukendalikan karena rasa gemas, hingga aku spontan melakukannya. Pun Riana juga tak menolak, membuatku merasa melayang dan menjadi candu.Rasanya aku sedang sakau. Terbius dan ketagiha
Part 8Lelaki misteriusMatahari masih malu-malu menampakkan diri. Namun, pagi ini aku sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk Jovan. Mungkin berlebihan, tetapi aku suka melihat perubahan sikapnya akhir-akhir ini, meskipun tak jarang mukaku terasa panas seketika bila mengingat kejadian kemarin.Ada apakah gerangan dengan kami? Mungkinkah gunung es di hatinya mulai mencair, karena kekerasan sikap perlahan mulai melunak. Benarkah waktu dan kebiasaan bersama telah mengubah segalanya, meski kadang satu pertanyaan di kalbu tak kunjung mendapat jawaban. Jovan melakukan semua itu berdasarkan cinta ataukah .... entahlah aku tak tahu. Satu yang pasti, biar kupasrahkan segala yang terjadi sebagai jalan takdir yang harus dijalani. Seperti air yang mengalir dan suatu saat akan sampai juga di muaranya.Lelaki itu sudah rapi dengan stelan jas biru tua dan sepatu pantofel hitam. Sesekali mulutnya menguap disertai netra memerah. Sepertinya ia kurang