Part 7
Kala cinta menggoda
Jovan terhanyut dalam lamunan. Lelaki tampan itu seolah sibuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh hati kecilnya. Ia pun merasa heran dengan keridakmampuannya dalam mengendalikan sikap dan hasrat yang mendadak muncul bila berdekatan dengan Riana. Hingga lelaki berkulit putih itu masih saja bermonolog.Baru beberapa detik saja dan telah sukses menguasai kepala.. Kejadian yang baru saja aku lakukan pada Riana berhasil membuat konsentrasiku berantakan. Ingatanku menari-nari di depan pintu hati.
Awalnya aku hanya ingin mengecup bibir merah muda milik Riana, karena aku tak tahan ketika melihatnya menggigit bibir atas. Entahlah ... seperti gejolak hasrat yang menggelegak dan tak bisa kukendalikan karena rasa gemas, hingga aku spontan melakukannya. Pun Riana juga tak menolak, membuatku merasa melayang dan menjadi candu.
Rasanya aku sedang sakau. Terbius dan ketagiha
Part 8Lelaki misteriusMatahari masih malu-malu menampakkan diri. Namun, pagi ini aku sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk Jovan. Mungkin berlebihan, tetapi aku suka melihat perubahan sikapnya akhir-akhir ini, meskipun tak jarang mukaku terasa panas seketika bila mengingat kejadian kemarin.Ada apakah gerangan dengan kami? Mungkinkah gunung es di hatinya mulai mencair, karena kekerasan sikap perlahan mulai melunak. Benarkah waktu dan kebiasaan bersama telah mengubah segalanya, meski kadang satu pertanyaan di kalbu tak kunjung mendapat jawaban. Jovan melakukan semua itu berdasarkan cinta ataukah .... entahlah aku tak tahu. Satu yang pasti, biar kupasrahkan segala yang terjadi sebagai jalan takdir yang harus dijalani. Seperti air yang mengalir dan suatu saat akan sampai juga di muaranya.Lelaki itu sudah rapi dengan stelan jas biru tua dan sepatu pantofel hitam. Sesekali mulutnya menguap disertai netra memerah. Sepertinya ia kurang
Part 9DilemaPukul 11.30 waktu istirahat kantor. Setelah membereskan separuh pekerjaan aku ke kantin. Cacing-cacing di perut sudah menagih untuk diisi. Aku melewati ruangan Syafira. Kulihat ia sedang membereskan berkas."Lanjutin nanti saja, Sya. Sudah waktunya makan siang, nih. Ayo, ke kantin!" ajakku pada Syafira."Ok. Ria. Sudah beres, kok. Yuk!" sambutnya menghampiri. Kami pun bersama menuju kantin."Pesan apa, Ria?" tanyanya sambil membaca buku menu makanan."Panas-panas gini enaknya makan yang berkuah. Aku pesan bakso saja. Kamu?""Ngikut saja, deh! Memang cocok di cuaca seperti ini. Minum apa, Ria?"Es manado. Kamu?""Es buah saja.""Ok. Aku pesankan, Ria.""Makasih, Sya."Sementara menunggu pesanan tiba, kuambil ponsel dari saku blus. Sebuah pesan di WA baru saja dikirim oleh Jovan dan aku membalasnya.Jovan: Gimana hari ini? Maksudku pekerjaanmu?Riana: Alhamdulill
Part 10Tante Desy"Mama ... mama ada di sini juga ?" Lelaki bermanik kelam itu terkejut bukan main. Ia tidak menyangka mamanya ada di sini."Jadi seperti ini kelakuanmu? Dan kau wanita murahan. Sudah berapa kali kuperingatkan. Jangan dekati anakku! Dia sudah menikah. Apa memang hobbymu suka merusak rumah tangga orang lain?" Wanita bertubuh sintal itu berteriak kesal pada Siska."Ta-tante." Ucapnya gugup."Mama cukup!" ucap Jovan sedikit berteriak. Beberapa pasang mata telah memandang ke arah mereka. Wajah Siska menjadi merah padam menahan malu yang luar biasa dengan netranya juga berkaca-kaca."Jadi kamu bentak Mama demi belain wanita ini, Jovan!" Ucap mama lirih tetapi sarat makna kebencian. Jovan tak habis pikir mengapa ibunya begitu membenci Siska."Bukan begitu, Ma, mak--" Lelaki bertubuh atletis itu menghembuskan napas lelah. Ia tak pernah bisa menang berdebat dengan Desy. Kalau saja ada soal kimia begitu rumit
Part 11Malam yang berat untuk kami laluiMelihat gelagat yang sedang terjadi, Tante Desy sedikit mengerti. Bahwa, ada yang tidak beres dengan anak dan menantunya ini. Apa itu? Ia harus mencari tahu."Tidak Jovan. Malam ini Mama ingin menginap di sini," balasnya. Wanita paruh baya itu bangkit dari kursi di ruang keluarga menuju kamar tamu."Tunggu, Ma," ujarku berlari membuntuti Tante Desy. Aku tidak ingin wanita itu mengetahui kalau itu kamar tidurku."Ada apa, Na?" Wanita itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku."Bolehkah aku tidur sama Mama?""Maksudmu?""Riana ingin menemani Mama.""Memang aku anak kecil? Pake ditemani. Suamimu itu yang butuh teman," jawab wanita itu terheran."Untuk malam ini gak papa kan, Van? Kalau aku tidur menemani Mama?" pinta Riana dengan memberikan isyarat pada Jovan."Oh, dengan senang hati." Jawab Jovan tersenyum semringah dan masuk ke kamar t
Part 12SesalSenja tampak kian menua kala rinai hujan lirih menyapa. Berbalut kabut tipis yang memangkas kegagahan semburat jingganya, membuat kecantikan senja memudar seketika. Tanah kering di musim kemarau telah berganti dengan menguarkan harum aroma pertrikor sebagai pembawa ketenangan bagi jiwa-jiwa sepi yang merindukan aroma terapi. Tetes-tetes bulir bening yang menetap di dedaunan perlahan menggelinding cepat, jatuh dan menghilang sebab dersik mengembusnya kuat.Seperti halnya hati manusia yang senantiasa berubah-ubah, karena tipisnya batas antara benci dan cinta bagai dua sisi koin mata uang yang tak terpisahkan. Tak ada kesedihan abadi. Begitu pula dengan kebahagiaan. Semua tergantung waktu, meski dapat melukai, tetapi sanggup pula mengobati.Dua puluh menit lagi waktu pulang kantor. Semua nampak sibuk membereskan pekerjaan, tak terkecuali aku. Tanganku masih lincah menekan tombol huruf-huruf di layar lap top. Sedangkan Syafira menyia
Bab 13Rasa sakit dari pengkhianatanKadang impian tak seindah kenyataan, karena ekspektasi justru berbanding terbalik dengan fakta.Kata orang, kalau kau menaruh harapan terlalu tinggi pada seseorang, maka bersiaplah untuk dikecewakan.Begitu pula dengan cinta. Memiliki dua rahasia. Madu atau racun yang akan disuguhkan. Meski tangan takdir ikut andil besar dalam penentuan alur kisah sampai endingnya. Hingga pertanyaan seringkali muncul dibuatnya, "Why love have to pain and suffrer?"Jantung Jovan seolah berhenti berdetak. Kala ia mengetahui tidak hanya Siska yang ada di bilik itu, tetapi juga Tomy. Bahkan, mereka bertingkah melebihi seperti sepasang kekasih.Wajah lelaki tampan itu seketika berubah. Rahang mengeras, kedua tangan mengepal dan gigi gerahamnya bergemerutuk menahan amarah yang tengah menggelora.'Dasar Pengkhianat!' umpatnya kesal dengan menggerutu di dalam hati.Spontan ia berdiri da
Part 14Cinta dalam diamSedan Audi e class berhenti di depan lobby hotel Shangrila. Dua wanita cantik segera turun dari kursi penumpang. Riana dan Syafira. Mereka pun bergegas menaiki anak tangga masuk ke lobby hotel. Penjaga pintu segera memberi hormat dan salam. Lalu, mempersilakan masuk. Baru beberapa langkah mendadak seorang wanita dengan senyum ramah menyongsong kedatangannya."Selamat malam. Perkenalkan saya Rhizta--sekeretaris Pak Akbar," sapanya ramah dengan mengulurkan tangan."Selamat malam. Saya, Syafira--sekretaris Bu Riana," balas Syafira menjabat tangan gadis berbulu mata lentik itu disertai lengkungan bibir ke atas yang begitu manis."Senang sekali kita bisa berkenalan langsung. Oh, ini Bu Riana?" Gadis bermata bulat itu menatapku tanpa berkedip sembari mengulurkan tangan."Selamat malam juga Rhizta. Kami merasa senang bisa bertemu langsung dan berkenalan dengan Anda," jawabku tersenyum ramah sambil membalas ulura
Part 15Selangkah yang tak pernah sampaiSementara itu, saat keduanya berada di dalam mobil ...."Boleh aku mengatakan yang sejujurnya, Ria?" ucap Syafira memecah keheningan."Apa kau menyembunyikan sebuah rahasia padaku?" jawab Riana dengan pandangan penuh selidik."Ya. Dan mungkin kau juga sudah tahu. Meski belum semuanya, karena hanya sebagian saja." Syafira terlihat gugup dan sedikit tegang, hingga ia pun membenarkan posisi duduknya. Kemudian menoleh padaku dengan tatapan serius."Maksudmu?" Kali ini aku membalas tatapan seriusnya itu."A-akbar yang baru saja kita temui itu sebenarnya adalah ....""Nazran?" potongku cepat disertai dadaku yang bergemuruh hebat."Ya. Dia adalah Nazran, Ria. Kamu ingat nama lengkapnya, Nazran Akbar Al Maliki," sahut Syafira menegaskan.Seketika aku bergeming, karena kehabisan kata-kata dan perasaan untuk mengungkapkan. Antara terkejut, haru dan sesal sebab kesalahan d