"Kamu beneran mau jambu manis gak sih, Dek? Kasian tau mas Dika kalau ternyata kamu kerjain dia doang.""Ya betul lah, Mas.""Tapi kok mendadak bahagia banget padahal tadi lesu gitu.""Sepertinya pengaruh ngidam, Mas. Emang gitu kok ibu hamil kalau ngidam, gak percaya tanya aja sama orang lain." Yumna langsung pura-pura cemberut, dia melipat kedua tangan di depan dada."Bukan gitu, Dek. Mas cuman takut aja kamu ngerjain mas Dika. Kasian dia kalau ternyata kamu bercanda."Yumna hanya menanggapi dengan tawa karena malas berdebat. Lagi pula dia tidak sengaja meminta itu karena memang sedang ngiler sama jambu air.***Tepat setelah salat isya, Mas Dika kembali dengan sekantong jambu air di tangan kanannya. Dia lelah karena jarang sekali ada yang menjualnya. Terlalu peduli pada sang adik, akhirnya Mas Dika mencari di tempat lain yang sangat jauh dari rumahnya.Dia duduk di ruang tamu menunggu Yumna keluar. Gus Hanan sampai meminta maaf berulang kali karena merasa tidak enak padahal lelaki
Yumna menikmati hotdog itu tanpa menawarkan sedikit pun pada suaminya, padahal Gus Hanan begitu ingin ikut menyantap habis. Sudah lama lelaki itu tidak makan hotdog karena terlalu sibuk mengajar dan belajar.Rabu besok, dia ada kunjungan ke pondok pesantren menggantikan Gus Qabil mengajar kitab mantik dan balaghah. Sebenarnya dia ingin menolak karena masih belum terlalu fokus, tetapi Fatimah si keponakan salihahnya sedang sakit."Mas, besok kita jalan-jalan, ya. Kok aku ngerasa pengen makan bubur yang deket pasar itu loh.""Besok?" Gus Hanan tampak berpikir. Dia tidak enak untuk menolak ajakan istrinya yang sedang ngidam, tetapi mengajar adalah sebuah amanah yang sulit dia hindari.Sebagaimana pesan Kyai Sholeh ketika masih hidup bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan harus meluangkan waktu untuk belajar, bukan belajar di waktu luang. Begitu pula jika dia seorang pengajar, jangan meninggalkan amanah itu kecuali jika ada sesuatu yang sama sekali tidak bisa ditunda.Gus Ha
Sore hari, mereka berdua baru kembali ke rumah. Betapa terkejutnya Yumna melihat Bu Wenda sedang berbicara dengan Syahdu. Gus Hanan langsung memegang tangan istrinya karena tidak mau Yumna merasa sendirian."Eh, sudah pulang? Enak banget jalan-jalan berdua gak ngajak Syahdu!" sindir Bu Wenda telak.Yumna ingin menjawab, tetapi mendapat isyarat dari Gus Hanan. Lelaki itu tersenyum. "Maaf, Bu, kami gak jalan-jalan. Aku ada tugas ke pesantren, kalau Yumna ngejenguk Fatimah.""Tan, aku kan sudah bilang kalau Gus Hanan sama Mbak Yumna ke pesantren, kenapa masih tanya sama mereka?" sela Syahdu terlihat gugup. Dia pasti takut mendapat teguran dari suaminya."Syahdu bilang, kalian gak bawa dia karena Syahdu sendiri yang menolak. Apa itu benar?"Yumna diam, dia tidak berani mengangguk karena sedang mengandung, takut kelak anak yang dilahirkan jadi tukang bohong. Apalagi Gus Hanan yang sangat menjaga dirinya untuk selalu jujur kepada siapapun dan dalam keadaan apapun."Yuk masuk rumah, Mas, bia
Mereka berlima sudah duduk di meja makan di mana Gus Hanan duduk di samping Mas Dika tepat di depan Yumna. Suasana malam itu masih terkesan canggung bagi Syahdu sendiri.Dia tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana karena masih belum akrab dengan suami dan anggota keluarga kakak madunya. Sangat lucu bukan, di mana ada dua lelaki di sana, tetapi salah satunya masih sendiri sementara yang lainnya memiliki dua istri.Mas Dika diam-diam tersenyum karena dua gadis di depannya adalah istri dari Gus Hanan. Dia berpikir, kapan dirinya bisa memiliki seorang istri?"Nanti pakaian kamu kita angkut sekalian ke rumah, kamu sudah beres-beres, kan, Syahdu?"Pertanyaan Yumna berhasil membuat Syahdu terpengarah untuk beberapa detik. Setelah berhasil mencerna, dia mengangguk, lalu kembali menundukkan kepala ketika pandangannya tidak sengaja bertemu dengan Gus Hanan.Jantung Syahdu memompa begitu cepat. Bagaimana mungkin dia memili seorang suami yang bahkan bicara dengannya pun dia enggan? Tepatny
Yumna mengikuti Syahdu masuk ke kamar yang kosong. Sebenarnya kamar itu sengaja mereka buat untuk keluarga yang mau datang menginap, tetapi ternyata malah menjadi milik Syahdu."Barang-barangnya langsung masukin lemari, kamu jangan sungkan karena ini rumah kamu juga.""Iya, Mbak." Syahdu masih terus merasa tidak enak.Posisinya sebagai istri kedua sudah sepatutnya mendapat banyak ujian. Entah itu berupa hinaan dari teman dekat istri pertama atau malah tetangga rumahnya. Akan tetapi, setiap orang memang beda cerita, Bu Wenda bilang kalau grupnya sudah sibuk membicarakan Yumna.Dia ingin menyampaikan berita itu, tetapi terlalu takut disebut biang kerok dari semua masalah. Syahdu mendesah dalam keputus-asaan, dia memilih diam dan memasukkan pakaiannya ke dalam lemari berukuran sedang."Syahdu, kalau kamu butuh sesuatu bilang saja. Misal tidak suka kamar ini karena warnanya atau apa gitu? Kalau masalah luas, sama luas dengan kamar sebelah kok.""Sudah bagus, Mbak. Aku suka warna hijau mud
Selesai menjemur pakaian, Yumna langsung keluar menuju warung Mpok Asih untuk membeli garam dan tepung karena dia mau makan bakwan buatan sendiri. Sebenarnya mau minta tolong pada Syahdu, tetapi mengingat gadis itu ngambek tadi, jadi urung.Sepanjang perjalanan, Yumna terus berzikir memohon dikuatkan fisiknya karena saat ini dia merasa sangat kelelahan. Semua pekerjaan rumah dia lakukan sendiri. Mau minta tolong pada sang ibu nanti malah memarahi Syahdu."Mpok, beli garam!" kata Yumna begitu sampai."Yumna, tumben baru muncul?""Iya, Mpok. Biasanya nitip belanja sama ibu, ini mau beli garam."Mpok Asih mengangguk, lalu memberikan sebungkus garam itu. Setelah membayar sesuai nominal, Mpok Asih kembali memanggil namanya karena dia penasaran akan sesuatu."Kata Bu Wenda, kamu mau dicerai Gus Hanan karena mandul, ya, Yum? Maaf, mpok bukan kepo sama urusan rumah tangga orang lain, cuman kesal aja kalau denger mereka ngegosip di sini.""Nggak gitu, Mpok. Aku ndak mandul, kok. Ini lagi menga
"Yumna? Yumna kenapa, Dik?" panik sang ibu langsung membopong anak perempuannya ke dalam kamar."Nanti aku ceritakan, Bu. Sekarang Dika mau menemui seseorang dulu, assalamualaikum!" pamit Mas Dika buru-buru.Ketika di depan pintu, dia bertemu dengan Syahdu yang terpengarah karena ditangkap basah seperti itu. Akhirnya dia memutar badan, lalu menjelaskan tanpa diminta, "maaf, Mas. Tadi aku nggak sengaja dengar teriakan mbak Yumna, makanya lari ke sini.""Lalu?""Aku mau menjenguknya, Mas. Apa boleh?"Mas Dika hanya mengangguk. Dalam hati, dia merasa kesal karena curiga pada sesuatu. Namun, demi Yumna, dia harus bergerak lebih cepat untuk menemui seseorang itu.Syahdu melangkah takut masuk kamar di mana ada Yumna di sana. Gadis itu rupanya sudah kembali siuman, tetapi masih memejamkan mata dan terus memanggil nama Gus Hanan.Dia ingin menangis karena cemburu, tetapi kenyataan menamparnya begitu kuat. Syahdu terduduk di lantai karena kakinya tidak lagi sanggup menopang berat badan. Jika b
"Syahdu, mari kita bicara, Nak. Tenang saja, ibu ndak akan menyalahkanmu."Syahdu mengangguk, dia mengikuti langkah mertua suaminya untuk duduk di ruang tamu. Jantungnya berdegup cepat karena baru kali itu melakukan kesalahan yang besar karena sudah terbakar api cemburu."Yumna sejak dulu tidak pernah mendapat kebahagiaan tepat ketika ada seorang lelaki yang melamarnya, lalu memutuskan sepihak lewat pesan suara. Kami semua bersedih, tetapi hati Yumna jauh lebih hancur. Dia dikhianati oleh lelaki itu karena jatuh cinta pada gadis lain yang ternyata memanfaatkan dirinya untuk balas dendam." Ibu Dika menghapus air matanya mengingat masa lalu."Sejak saat itu, Yumna selalu dihujat habis-habisan oleh Bu Wenda, Bu Arin dan beberapa tetangga lainnya. Yumna merasa frustrasi karena difitnah ke ustadznya pula. Untung ada Amel yang selalu membantunya mencari jalan keluar.""Amel siapa, Bu?""Sahabatnya, tapi sekarang sudah ndak di sini karena ikut suaminya. Lanjut, Yumna melalui hari-harinya den