04. Bertemu Pelakor (Bagian B)
[With pleasure, Bestie! Jangan lupa untuk dandan secantik mungkin, yah, karena aku ingin tahu, secantik apa dirimu sehingga berniat menyaingi diriku!] Begitu lah isi pesan yang aku kirim padanya. Tak lupa, aku juga membubuhkan tiga emoticon tertawa lebar sebagai penutup.
Hanya centang dua berwarna biru, rupanya dia hanya membaca pesanku tanpa berniat membalasnya. Oke, aku pun bersiap untuk menemuinya. Jika mungkin kalian berpikir aku akan marah, tersulut emosi, mencak-mencak atau bahkan memaki-maki suamiku saat di rumah nanti, maka kalian salah. Aku tidak suka keramaian, atau keributan. Karena aku rasa itu bukan cara hormat yang diberikan oleh wanita elegan.
*
Mas Rengga yang sedang menonton Televisi di ruang tengah, tiba-tiba terpaku menatapku dengan pandangan tak berkedip. Entahlah, seperti takjub, kagum ... atau mungkin ingin? Karena setelah kepulangannya tadi malam, kami belum 'melakukannya' selama hampir empat bulan lamanya. Aku juga malas untuk menawarinya, karena insiden pesan misterius itu rupanya mampu membuatku tak bergairah.
Aku mengenakan outer dipadu dengan kulot berwarna pastel, pakaian ini ku beli dari butik ternama dengan harga yang lumayan, bukan hasil endorse. Hijab pun aku mengenakan bahan premium seharga ratusan ribu, anti lepek dan mudah diatur dengan bahan anti gerah dan tidak menerawang. Ah, jadi promosi.
Untuk tas, tentunya bertengger secara elegan di lenganku dengan logo H. Heels pun senada, make up ku poles tipis dalam wajah dengan bingkai natural. Tentunya dengan memakai lipstik Dior yang baru launching beberapa hari yang lalu. Aku rasa, penampilanku saat ini sudah cukup sempurna.
"Mau ke mana, Key?" tanya Mas Rengga yang kini mulai mengalihkan pandangannya ke layar Televisi, mungkin dia gengsi karena terpergok olehku.
"Ada acara sebentar, ketemu temen di Jalan Tunjungan," jawabku singkat. Yang penting, aku tidak bohong kan?
"Malam-malam begini? Bukannya kamu terbiasa menyudahi kegiatan off air setiap pukul 5 sore? Kenapa malah keluar jam segini?" tanya Mas Rengga seraya memperhatikan jam dinding yang bertengger dengan manis di atas Televisi.
"Dadakan, honornya lumayan. Lagi pula, aku nggak ada kegiatan di rumah kan? Sebentar saja. Tak sampai jam 9 aku usahakan sudah berada di rumah!" ujarku seraya menyunggingkan senyum terbaik.
"Ya sudah. Hati-hati. Jangan pulang malam-malam! Kamu ini, ya, suami lagi cuti. Bukannya diam di rumah menemani, malah sibuk sendiri!" omel Mas Rengga yang hanya kudengar di telinga.
Aku tidak berniat untuk berdebat dengannya, karena tenaga ini akan ku simpan untuk nanti. Mana tahu aku butuh, nggak ada yang tau ya, kan?
"Assalamualaikum!" ucapku seraya menghambur ke pelukannya. Ku raih tangan Mas Rengga dan kucium dengan takzim. Berhasil kan? Dia sudah tidak mengomel lagi, malah mengusap keningku dengan lembut, lalu tersenyum.
Aku bersiap meluncur membelah jalanan di jantung kota. Mobil tipe sport keluaran enam bulan lalu, menjadi pilihanku malam ini. Ternyata, gaji menjadi influencer lebih fantastis jika dibandingkan dengan gaji dosen. Aku selalu bersyukur, dengan kehidupanku yang sekarang.
Aku memastikan bahwa tak salah tempat. Karena roof top di atas Mall yang disulap menjadi konsep Restoran ini begitu sepi.
Seorang pramusaji yang berdiri di depan ruang bertuliskan VIP menghampiriku seraya mengangguk sopan.
"Maaf, dengan Nyonya Keysa? Ibu sudah ditunggu Nona Risa di dalam!" ujar lelaki berseragam hitam putih dengan celemek khas merah bertajuk nama Restoran pun menyambut ku dengan ramah.
Aku hanya mengangguk, cukup membuat ku berdecak kagum juga. Apa benar seseorang yang akan aku temui ini Risa Andromeda? Crazy Rich Kalimantan yang memiliki tambang batu bara dan segudang perusahaan lainnya?
Aku berjalan dengan anggun, melangkahkan kakiku dengan perlahan seraya membusungkan dada. Kekuatanku seakan terbentuk sempurna, yakin dan tekad di dalam hatiku begitu kuat. Siapa pun dia, tetap aku lah yang lebih berhak dan pantas menang untuk hal ini, karena aku lah Ratu yang sesungguhnya.
Langkahku semakin dekat. Bisa kulihat dari belakang. Seorang wanita sedang duduk memunggungi ku.
Dia mengenakan dress tanpa lengan dengan punggung yang lumayan terbuka, sehingga memperlihatkan bagian belakang tubuhnya yang mulus dan seputih pualam.
Rambutnya berwarna keemasan ditata serapi mungkin dengan kesan ikal di bagian bawah. Aku yakin, sebelum menemui ku, pasti dia sudah menghabiskan waktunya selama berjam-jam berada di salon. Cukup niat juga, batinku dalam hati.
Aku pun tak gentar, langkahku semakin mantap untuk berjalan maju, aku ingin tahu, siapa pemilik tubuh ramping nan indah dengan punggung mulus seputih susu di depanku ini? Benarkah dia wanita yang aku maksud?
Hingga kini, derap langkahku yang beradu dengan lantai berhasil membuatnya menoleh. Wanita itu kini memandangku, dan kami saling bertatapan.
"Halo, selamat datang, Keysa. Terima kasih sudah menyempatkan waktu menemui ku!" kata wanita tersebut seraya mengangguk tipis.
Bisa kulihat dengan jelas. Wajahnya terpahat begitu sempurna. Alis tebal, hidung bangir, bibir ranum dengan kawat gigi yang tampak kekinian.
Mata bulat dan lebar yang dibingkai dengan lensa berwarna abu-abu, nyaris membuat tampilannya menyentuh angka 10. Sempurna. Satu kata untuk penampilan wanita di hadapanku ini.
"Jadi benar, kamu Risa Andromeda?" tanyaku dengan wajah sedatar mungkin.
"Duduk!" titah Risa seraya menunjuk sofa beludru berwarna merah di depannya. Jari-jarinya yang lentik dihias nail art berkilau dengan satu cincin berlian di tangannya yang membuat silau. Aku pun menurut. Duduk di hadapan wanita itu.
"Kita nggak perlu berbasa-basi lagi, karena aku yakin kamu sudah pasti tahu kan? Aku ini siapa?" tanya Risa dengan wajah angkuhnya.
"Siapa? Gundik suamiku?" balasku dengan senyum merendahkan.
"Oh, santai. Aku bukan gundik. Aku selingkuhan suami mu yang selalu dinomor satukan! Aku yakin, bahkan urusan lain sampai ke ranjang sekalipun, dia paling puas denganku!" ujarnya seraya tersenyum anggun, kentara sekali jika dibuat-buat. Rupanya, wanita di depanku ini begitu percaya diri ... dan tak punya malu.
"Walau dia menjadikanmu sebagai selingkuhan, tapi tetap saja namaku yang dia desah kan setiap malam. Kau tahu? Bahkan di saat dia bersamamu, dia tetap menghubungiku, bukan? Apa kau tahu kenapa? Karena dia adalah milikku, dan kau hanya parasit yang menempel padanya seperti orang tidak waras! Kamu tidak lebih dari benalu yang menumpang pada kebahagiaan orang lain, sayangnya aku rasa, kamu sudah tak punya harga diri. Hina sekali!" ujarku penuh penekanan dalam setiap kalimatnya.
Bisa kulihat dengan jelas, wajahnya yang tadi putih dengan aksen glowing, kini menjadi merah seperti tomat busuk. Sama seperti hatinya, busuk. Biar saja dia malu, wanita tak punya harga diri seperti dia, harus ditindak dengan tegas!
*******
KUBELI KESOMBONGANMU, GUNDIK SUAMIKU05. Kunjungan Risa! (Bagian A)"Tetap saja, jika memang dia beneran mencintaimu dan menyayangimu, tentu dia pasti akan setia padamu. Dan tidak akan pernah mengkhianati mu. Tapi nyatanya? Kamu lihat sendiri bukan? Bisa-bisanya dia membuka hati untukku secara terang-terangan. Dan itu berarti, dia lebih memilihku daripada kamu, Mas Rengga bahkan tidak takut untuk kehilangan jabatan dengan posisi menjanjikan sekarang ini. Kita lihat saja nanti, aku berani bertaruh. Bahkan, aku juga tidak takut untuk bersaing denganmu. Kita lihat, siapa yang akan dipilih oleh Mas Rengga sebagai wanita satu-satunya!" ucap Risa seraya mengangkat dagunya dengan yakin.Aku hanya menanggapinya dengan senyum tak kalah angkuh, di samping tak tahu malu, rupanya dia minim sekali attitude. Aku jadi tahu sekarang, bahwa tak selamanya orang yang berilmu itu juga beradab, padahal haus lebih didahulukan ilmu baru adab. "Silakan. Kita akan sama-sama memastikan. Dan kita lihat, benark
06. Kunjungan Risa! (Bagian B)"Tumben, pesan makanan segini banyak nya? Kamu ada acara, Key?" tanya Mas Rengga saat melihatku menata aneka masakan di atas meja. Hari ini kebetulan aku sedang tidak sibuk. Tidak ada jadwal mata kuliah yang aku isi hari ini. Hanya ada satu podcast sebagai narasumber pukul dua siang nanti selama satu jam. Masih bisalah bersantai sejenak."Ada teman perempuanku mau datang ke sini nanti, lebih baik kamu bersiaplah, Mas!" jawabku seraya memastikan kembali tidak ada yang kurang di atas meja dengan alas berbahan import khas brand dengan lambang LV. Biar saja, aku rela merogoh kocek cukup dalam untuk memesan alas meja dengan brand terkenal. Dan tunggu saja, apa yang akan aku lakukan nanti padanya!"Oh, gitu. Oke, acara santai kan? Bukan pertemuan formal? Apa dia membawa suaminya turut serta?" tanya Mas Rengga untuk memastikan."Entahlah, mungkin iya. Pakai saja pakaian terbaikmu, Mas. Yang terkesan santai, namun tetap terlihat sopan!" sahutku tanpa berniat m
KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU07. Mengerjai Pelakor (Bagian A)"Bagaimana? Masak hanya untuk memutuskan iya atau tidak nya saja kalian tidak bisa? Atau mungkin kau keberatan? Katanya cinta dengan Mas Rengga. Cintah sehidup sematih dan selamanyaaaaah hingga relahh merebutnyahh dari bini sahh!" ujarku dengan nada mendesah menirukan suara Risa yang dibuat-buat. "'Kan kalau cinta dan sayang, harusnya rela, dong ... apalagi, ini hanya ginjal, loh? Masak pengusaha sekelas Risa Andromeda yang dikenal sebagai Crazy Rich Pulau Kalimantan nggak bisa kasih kekasihnya sebuah ginjal? Bukannya kalau orang cinta itu, maka akan rela berkorban? Bahkan untuk bertaruh nyawa juga, kan, ya?" sambung ku dengan dada yang membusung."Nggak waras istrimu itu, Mas!" balas Risa sambil menggelengkan kepala. Aku tahu, dari tadi leher wanita itu terlihat sekali naik turun, sehingga liontin dengan mata berlian itu ikut menari seakan mengejekku. Mungkin dia sedang kepayahan untuk menelan air liur dari bibir bu
08. Mengerjai Pelakor (Bagian B)Bahkan, Mas Rengga sudah mengambil tempat duduk di tengah. Sedangkan Risa berada tepat di depanku. Kami sudah layaknya keluarga harmonis yang hidup akur berpoligami. Amit-amit jabang bayi! Aku hanya mengelus dada dengan pelan.Aku mengambil satu apel dan dikupas menggunakan pisau kecil dengan ujungnya yang begitu lancip. Dengan kekuatan ekstra, aku membelah apel menjadi dua bagian. "Mas, apa kamu nggak punya uang untuk memberikan ilmu table manner kepada istrimu? Aku rasa, dia lebih mirip menjadi istri tukang jagal daripada Jalasenastri!" ketus Risa seraya melirik ke arahku."Risa ... kau belum mengenalku. Ayahku memang berprofesi sebagai jagal. Ibuku, penjual daging sapi di pasar. Jadi, sudah menjadi keahlian ku untuk mencincang apa saja menjadi seperti ini!" Dengan cekatan dan cepat, aku memotong daging apel yang sudah dikupas kulitnya menjadi beberapa potongan kecil. Aku sudah seperti kerasukan jagal ahli yang mencincang daging dengan kasar. Hingga
KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU10. Ningrum Sastrowijoyo (Bagian A)"Waalaikumsalam!" balasku seraya beranjak dari kursi. Salad yang baru saja aku santap setengah, terpaksa harus ku tinggalkan begitu saja. Demi orang tua.Rupanya, Ibu mertua bersama dengan Mas Rengga yang tadi terdengar sedikit gaduh. Ibu kandung Mas Rengga yang ku ketahui masih keturunan darah biru itu bernama Ningrum, dengan nama lengkap Ningrum Sastrowijoyo."Apa kabarmu, Key? Apik wae, toh? Sehat? Kok kurusan, Key?" tanya Ibu mertua dengan kening mengkerut. Seperti biasa, tatapan matanya akan menindak tubuhku dari atas ke bawah, kembali lagi dari bawah ke atas dengan pandangan yang ... entahlah. Karena sulit untuk ku artikan."Alhamdulillah, baik!" jawabku singkat. Sebelum ditanya dan dikomplain berbagai hal. Aku memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan."Datang kok nggak ngabarin, Bu?" tanyaku seraya menghampirinya. Ku raih punggung tangannya dan kucium dengan takzim."Loh, kenopo harus ngabarin, toh? Ibu
11. Ningrum Sastrowijoyo (Bagian B)"Oh, iya, Bu. Ayo! Ibu mau makan dulu. Atau istirahat? Tapi, tunggu sebentar, ya. Keysa siapkan dulu kamarnya untuk Ibu kalau mau beristirahat. Biar rapi!" ujarku dengan penuh kelembutan."Ibu tadi wes kenyang, makan mampir ndek rest area. Tapi, nggak papa. Ibu nggak butuh istirahat dulu. Ibu tak lihat kalian makan aja sambil kita ngobrol. Kalau tidur dan istirahat yo bisa di Jogja. Tujuan Ibu ke sini kan, pengen tahu kabar kalian dan mendengar cerita juga pengalaman tolenya si Ibu ini selama jadi raja laut!" kekeh Ibu mertua dengan mata berbinar."Nggeh pun, ayo, Bu! Kita ke meja makan!" ajakku seraya menuntunnya. Aku berusaha mengambil posisi di samping Bu Ningrum. Namun, dengan lembut dia melepaskan tangannya dari lenganku. Dan dengan tatapan tegas, Ibu mertuaku malah berjalan mendahului ku."Udah. Ibu ini nggak stroke atau diabet yang harus dituntun jalannya. Ini, loh. Bisa kan Ibu?" katanya seraya berjalan dengan arah satu garis lurus yang tert
KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU12. Spot Jantung! (Bagian A)"Loh, kok wajah Ibu jadi heran begitu?" tanyaku kini seraya menaikkan satu alis. Biar saja, aku memang sengaja memancing untuk membuat Ibu dan Mas Rengga merasa bahwa aku sedang mencurigakan dan pantas untuk ditelusuri. Padahal, aku hanya ingin bercanda dengan mereka."Ya, pertanyaan kamu itu aneh, loh, Key! Wajar kalau Ibu sampai bertanya. Aku sendiri pun begitu!" timpal Mas Rengga kini ikut memandangku dengan tajam. Apa maksudnya? Dia malah sok-sokan menatapku seperti itu! Nggak jelas banget!"Lah, kok jadi serius? Benar kan apa yang aku bilang? Akan lebih menakutkan lagi, kalau aku hamil pas kamu sedang bertugas di luar!" ulang ku dengan santai. Kenapa dua orang itu menatapku seakan menguliti? Aku rasa, tidak ada yang aneh dengan ucapan ku tadi. Ini aneh! Eh, aku yang aneh, atau mereka yang aneh karena tak tahu selera humor?"Jangan kurang ajar! Maksud kamu apa? Kamu berniat main belakang dari aku? Waktu aku tugas ke l
13. Spot Jantung! (Bagian B)"Keysa!" bentak Mas Rengga yang cukup terdengar memekakkan di telinga."Maksudnya apa, Key? Kamu dari tadi sukses loh, bikin Ibu ini spot jantung. Untung Ibu nggak punya riwayat asma atau kelainan jantung. Amit-amit jabang bayi lanang wedhok!" ujarnya seraya melotot tajam ke arahku."Ya ampun, segitunya kalian. Ya, tai lalat dong! Lihat tuh! Ibu punya lebih dari dua biji di wajah, ada di bawah mata, hidung, pipi sebelah kiri, atas alis, sebelah kanan sudut bibir dan di dagu. Sedangkan aku, juga ada beberapa biji di sekitar pipi dan bibir. Tiga biji mungkin. Benar toh, apa yang tak bilang? Aku dan Ibu wajah nya dipenuhi oleh tai, yaitu tai nya lalat!" ujarku seraya terkekeh.Mas Rengga hanya mengelus dada pelan, dia terlihat mengatur napasnya yang kurasa sedang memburu."Oalah dalah, Ibu pikir kenapa toh. Kamu ini, ya. Sanggup buat Ibu ini kaget dan ketar-ketir. Hampir saja Ibu kaget, jantung Ibu rasanya dag dig dug ser. Udah kayak speaker salon gede nya or