Dengan tatapan sendu, Cassandra segera mendekati Andrian. "Kamu menegur anak kecil dengan cara seperti itu? Dia hanya anak usia lima tahun, Andrian!" tegurnya sembari melirik sekitar.Dia tidak enak jika apa yang mereka bicarakan, didengar oleh banyak orang. Andrian mendengus lirih, terlihat sekali wajahnya masih kesal karena ulah Zetta."Jangan membenarkan sesuatu yang keliru, Cassandra. Dia memang anak berusia lima tahun, tapi apa kamu kira pantas bersikap tak sopan?" tanya Andrian balik."Aku tidak mengerti denganmu, Andrian. Tidak biasanya kamu begini!" Cassandra mengerutkan bibir. Kepalanya pun menggeleng samar, tanda tidak paham dengan jalan pikiran sang suami, yang begitu membela Marta."Apa kamu tidak lihat, pakaian Marta jadi kotor karenanya?" tunjuk Andrian ke arah kamar mandi. "Itu sangat memalukan! Dia bisa menjadi bahan ejekan orang hanya karena sesuatu yang bukan salahnya!" imbuhnya nylekit.Cassandra termangu dengan bibir terkatup rapat. Wanita itu menatap Andrian tak
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" selidik Cassandra saat memergoki Andrian tersenyum aneh.Andrian tergagap, tetapi hanya sesaat. Selanjutnya, laki-laki itu kembali bisa menguasai diri. Jari kanannya menunjuk ke arah castil yang terlihat samar dari keremangan malam musim panas.Cassandra mengikuti arah telunjuk Andrian. "Ada apa dengan castil itu?" tanyanya lagi."Itu adalah hotel bergaya Eropa klasik. Apa kamu pernah mendengar jika di dalamnya juga ada gereja?" Kening Cassandra langsung mengernyit tanda tidak mengerti. Dia memang tidak tahu ke mana arah pembicaraan Andrian. Meskipun dia orang Italia asli, Cassandra baru pertama kali ke Lake Garda. Dulu, hidupnya sangat susah. Jangankan berlibur dan melihat keindahan deretan castil di tepi danau, Cassandra selalu menghabiskan waktu remajanya untuk bekerja paruh waktu. Dia menatap ke arah castil yang semakin mengabur, lalu bergantian pada Andrian."Aku ingin merayakan ulang tahun pernikahan kita ke tiga, di kastil itu. Besok malam
"Maaf, Amore. Aku harus melakukan ini!" ucap Andrian dalam hati, sembari memperhatikan Cassandra.Cassandra menenggak separuh air dari botol itu. Dia mengerutkan kening sejenak karena merasakan ada sesuatu yang beda dari pil kecil itu. Warna dan bentuknya memang persis seperti pil kontrasepsi yang biasa Cassandra konsumsi.Namun, rasanya sedikit berbeda. Setelah lebih dari satu tahun menggunakan alat kontrasepsi berupa pil, Cassandra menjadi hafal. Uniknya, dia tidak ingin menanyakan lebih lanjut pada Andrian mengenai pil yang baru saja dia telan.Melihat keraguan sang istri, Andrian pun bertanya heran, "Kenapa, apa ada yang ingin kamu minta lagi? Aku akan mandi dulu!" Andrian menarik pelan kepala Cassandra dan menciumnya.Cassandra hanya menggeleng. Tidak ingin merusak acara "malam kesekian" di hari istimewa ini, Cassandra segera membuka koper. Sepasang bola mata berwarna cokelat hazel itu pun seketika membesar, saat melihat isi koper tersebut.Dia memperhatikan isinya. Hanya ada sat
"Dasar brengsek!" desis laki-laki yang berdiri di dekat pot bunga itu geram. Dia segera memasukkan handphone ke dalam saku celana. Sepertinya, Andrian dan Marta tidak menyadari jika perbuatan mereka disaksikan langsung oleh Antonio. Keduanya masih larut dalam ciuman. Sepasang tangan mereka saling memeluk erat.Menyadari tautan bibir Marta yang semakin menuntut, Andrian segera menyudahi aktivitas terlarangnya. Dia sedikit mendorong bahu Marta ke belakang, yang membuat wanita itu mendengus kecewa.Laki-laki itu menatap penuh arti pada Marta yang juga menatapnya kecewa. Padahal, Marta sudah siap jika Andrian memintanya lebih. Sejenak, Andrian terlihat seperti orang linglung. Dia mengutuk dalam hati yang begitu mudah jatuh dalam gelora terlarang dan tidak bisa mengontrol diri."Maafkan aku. Tidak seharusnya aku membuat kesalahan lagi. Maaf, seharusnya kita tidak melakukan ini, Marta!" ucap Andrian tidak enak hati. Marta tersenyum miris. "Aku tahu. Aku cuma masa lalumu, Andrian. Tidak bi
"Apa kamu tidak ingin jujur?" kejar Cassandra. Tatapan wanita itu semakin nanar. Tiba-tiba rasa sesak dan sakit menyeruak memenuhi rongga dadanya. Feeling seorang istri memang tidak pernah keliru. Cassandra semakin yakin jika Andrian dan Marta baru saja bertemu di situ.Cassandra memindai sekeliling. Sepi. Tidak ada seorang pun di sekitar situ. Maklum saja karena waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Andrian tidak memiliki keberanian menatap Cassandra yang menunjukkan wajah kecewa.Seharusnya dia senang bisa membalas sakit hati pada wanita yang telah memberinya dua orang putra itu. Namun, entah mengapa, melihat genangan air di kedua danau kecil itu, hati Andrian ikut teriris perih."Jahat, kamu! Benar-benar suami tidak bisa dipercaya! Persetan dengan ulang tahun pernikahan yang penuh kepura-puraan ini. Sekarang jawab aku, Andrian Petruzzelli! Kamu pilih tinggalkan perempuan itu selamanya atau kehilangan kami bertiga?" Suara Cassandra tercekat meskipun berusaha berteriak. Ras
Antonio menatap serius pada Cassandra. "Ya, bukankah pernikahan kita akan membuatmu bebas dari suami tak berguna itu?" Antonio kembali meyakinkan.Cassandra masih bengong. Tidak disangka Antonio akan berkata begitu. Meskipun dia tahu, laki-laki tampan itu masih memendam rasa padanya, tetapi menawarkan pernikahan di saat dirinya masih istri sah Andrian, adalah hal konyol."Aku tahu kamu tidak serius!" Cassandra berusaha menyangkal, lalu menggelengkan kepala.Antonio terkekeh pelan. Dia meraih tangan Cassandra dan menggenggamnya lembut. Cassandra hendak menarik tangannya kembali, tetapi Antonio mengeratkan genggamannya."Biarkan seperti ini dulu. Tre minuti!" pinta Antonio dengan tatapan tak biasa. "Tiga menit!" ulangnya, lalu menghela napas pelan. Cassandra menurut. Dia menatap Antonio yang juga masih menatapnya. "Kalau begitu, katakan apa yang ingin kamu katakan!" pinta Cassandra."Ya, aku bersedia menjadi suamimu dan ayah dari Davidde juga Emillia. Tapi tentu bukan hari ini.""Apa m
Helena mengangguk meyakinkan. Dia merasa prihatin melihat Cassandra yang sering diperlakukan tidak adil oleh Andrian. Sebenarnya, Cassandra tidak bersalah dalam hal ini. Dia juga tidak memiliki kemampuan menolak keinginan Gennaro.Cassandra hanya media hidup yang dimanfaatkan oleh Gennaro untuk menyelamatkan harta Petruzzelli. Sayangnya, Andrian terlalu cemburu sehingga tidak mau mendengar penjelasan dari orang lain."Kamu seperti ini karena ingin menyelamatkan aku dan Papa, Cassandra. Aku pernah berbuat jahat pada kalian karena mengikuti dendam bersama Jemmy, tapi demi Tuhan, aku ingin menebus dosa-dosaku. Jadi, biarkan aku membantumu. Dengan begitu, Jemmy juga akan tenang di sana." Helena mengeratkan genggaman tangan pada Cassandra.Cassandra menatap dalam manik cokelat di depannya itu. Dia juga bingung tidak tahu harus berbuat apa untuk menyakinkan Andrian. Cassandra menarik napas pelan, tanpa bisa menjawab tawaran dari Helena.Helena mengangkat alis, sembari tersenyum samar "Waja
"Siapa yang akan memecat mereka?" tanya Cassandra dengan tatapan tajam pada Marta.Marta langsung menunduk. Dia sebenarnya juga tidak tahu, tujuan Andrian memanggil ketiga office girl itu. Cassandra menatap jari-jari Marta yang saling meremas di depan tubuh.Ada rasa muak melihat kepura-puraan wanita pembawa masalah dalam rumah tangganya itu. Tidak seperti ketika di Lake Garda, kini Marta tidak berani membalas tatapan Cassandra. Rasanya, Cassandra ingin sekali memaki wanita penuh drama itu.Dahulu, dia sering menghadapi sikap menyebalkan Fiona. Namun, Fiona tidak munafik di depan Cassandra. Fiona terang-terangan memusuhi Cassandra. Berbeda dengan Marta yang pura-pura tunduk dan patuh pada Cassandra, tetapi menusuk lebih dalam. Tidak ada jawaban dari Marta, Cassandra beralih menatap ketiga perempuan yang menjadi office girl itu. "Kesalahan apa yang kalian lakukan sampai Tuan Andrian memanggil kalian? Ini sangat aneh. Sejak kapan dia punya waktu mengurusi bagian kebersihan?" tanyanya s