"Maaf, Amore. Aku harus melakukan ini!" ucap Andrian dalam hati, sembari memperhatikan Cassandra.Cassandra menenggak separuh air dari botol itu. Dia mengerutkan kening sejenak karena merasakan ada sesuatu yang beda dari pil kecil itu. Warna dan bentuknya memang persis seperti pil kontrasepsi yang biasa Cassandra konsumsi.Namun, rasanya sedikit berbeda. Setelah lebih dari satu tahun menggunakan alat kontrasepsi berupa pil, Cassandra menjadi hafal. Uniknya, dia tidak ingin menanyakan lebih lanjut pada Andrian mengenai pil yang baru saja dia telan.Melihat keraguan sang istri, Andrian pun bertanya heran, "Kenapa, apa ada yang ingin kamu minta lagi? Aku akan mandi dulu!" Andrian menarik pelan kepala Cassandra dan menciumnya.Cassandra hanya menggeleng. Tidak ingin merusak acara "malam kesekian" di hari istimewa ini, Cassandra segera membuka koper. Sepasang bola mata berwarna cokelat hazel itu pun seketika membesar, saat melihat isi koper tersebut.Dia memperhatikan isinya. Hanya ada sat
"Dasar brengsek!" desis laki-laki yang berdiri di dekat pot bunga itu geram. Dia segera memasukkan handphone ke dalam saku celana. Sepertinya, Andrian dan Marta tidak menyadari jika perbuatan mereka disaksikan langsung oleh Antonio. Keduanya masih larut dalam ciuman. Sepasang tangan mereka saling memeluk erat.Menyadari tautan bibir Marta yang semakin menuntut, Andrian segera menyudahi aktivitas terlarangnya. Dia sedikit mendorong bahu Marta ke belakang, yang membuat wanita itu mendengus kecewa.Laki-laki itu menatap penuh arti pada Marta yang juga menatapnya kecewa. Padahal, Marta sudah siap jika Andrian memintanya lebih. Sejenak, Andrian terlihat seperti orang linglung. Dia mengutuk dalam hati yang begitu mudah jatuh dalam gelora terlarang dan tidak bisa mengontrol diri."Maafkan aku. Tidak seharusnya aku membuat kesalahan lagi. Maaf, seharusnya kita tidak melakukan ini, Marta!" ucap Andrian tidak enak hati. Marta tersenyum miris. "Aku tahu. Aku cuma masa lalumu, Andrian. Tidak bi
"Apa kamu tidak ingin jujur?" kejar Cassandra. Tatapan wanita itu semakin nanar. Tiba-tiba rasa sesak dan sakit menyeruak memenuhi rongga dadanya. Feeling seorang istri memang tidak pernah keliru. Cassandra semakin yakin jika Andrian dan Marta baru saja bertemu di situ.Cassandra memindai sekeliling. Sepi. Tidak ada seorang pun di sekitar situ. Maklum saja karena waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Andrian tidak memiliki keberanian menatap Cassandra yang menunjukkan wajah kecewa.Seharusnya dia senang bisa membalas sakit hati pada wanita yang telah memberinya dua orang putra itu. Namun, entah mengapa, melihat genangan air di kedua danau kecil itu, hati Andrian ikut teriris perih."Jahat, kamu! Benar-benar suami tidak bisa dipercaya! Persetan dengan ulang tahun pernikahan yang penuh kepura-puraan ini. Sekarang jawab aku, Andrian Petruzzelli! Kamu pilih tinggalkan perempuan itu selamanya atau kehilangan kami bertiga?" Suara Cassandra tercekat meskipun berusaha berteriak. Ras
Antonio menatap serius pada Cassandra. "Ya, bukankah pernikahan kita akan membuatmu bebas dari suami tak berguna itu?" Antonio kembali meyakinkan.Cassandra masih bengong. Tidak disangka Antonio akan berkata begitu. Meskipun dia tahu, laki-laki tampan itu masih memendam rasa padanya, tetapi menawarkan pernikahan di saat dirinya masih istri sah Andrian, adalah hal konyol."Aku tahu kamu tidak serius!" Cassandra berusaha menyangkal, lalu menggelengkan kepala.Antonio terkekeh pelan. Dia meraih tangan Cassandra dan menggenggamnya lembut. Cassandra hendak menarik tangannya kembali, tetapi Antonio mengeratkan genggamannya."Biarkan seperti ini dulu. Tre minuti!" pinta Antonio dengan tatapan tak biasa. "Tiga menit!" ulangnya, lalu menghela napas pelan. Cassandra menurut. Dia menatap Antonio yang juga masih menatapnya. "Kalau begitu, katakan apa yang ingin kamu katakan!" pinta Cassandra."Ya, aku bersedia menjadi suamimu dan ayah dari Davidde juga Emillia. Tapi tentu bukan hari ini.""Apa m
Helena mengangguk meyakinkan. Dia merasa prihatin melihat Cassandra yang sering diperlakukan tidak adil oleh Andrian. Sebenarnya, Cassandra tidak bersalah dalam hal ini. Dia juga tidak memiliki kemampuan menolak keinginan Gennaro.Cassandra hanya media hidup yang dimanfaatkan oleh Gennaro untuk menyelamatkan harta Petruzzelli. Sayangnya, Andrian terlalu cemburu sehingga tidak mau mendengar penjelasan dari orang lain."Kamu seperti ini karena ingin menyelamatkan aku dan Papa, Cassandra. Aku pernah berbuat jahat pada kalian karena mengikuti dendam bersama Jemmy, tapi demi Tuhan, aku ingin menebus dosa-dosaku. Jadi, biarkan aku membantumu. Dengan begitu, Jemmy juga akan tenang di sana." Helena mengeratkan genggaman tangan pada Cassandra.Cassandra menatap dalam manik cokelat di depannya itu. Dia juga bingung tidak tahu harus berbuat apa untuk menyakinkan Andrian. Cassandra menarik napas pelan, tanpa bisa menjawab tawaran dari Helena.Helena mengangkat alis, sembari tersenyum samar "Waja
"Siapa yang akan memecat mereka?" tanya Cassandra dengan tatapan tajam pada Marta.Marta langsung menunduk. Dia sebenarnya juga tidak tahu, tujuan Andrian memanggil ketiga office girl itu. Cassandra menatap jari-jari Marta yang saling meremas di depan tubuh.Ada rasa muak melihat kepura-puraan wanita pembawa masalah dalam rumah tangganya itu. Tidak seperti ketika di Lake Garda, kini Marta tidak berani membalas tatapan Cassandra. Rasanya, Cassandra ingin sekali memaki wanita penuh drama itu.Dahulu, dia sering menghadapi sikap menyebalkan Fiona. Namun, Fiona tidak munafik di depan Cassandra. Fiona terang-terangan memusuhi Cassandra. Berbeda dengan Marta yang pura-pura tunduk dan patuh pada Cassandra, tetapi menusuk lebih dalam. Tidak ada jawaban dari Marta, Cassandra beralih menatap ketiga perempuan yang menjadi office girl itu. "Kesalahan apa yang kalian lakukan sampai Tuan Andrian memanggil kalian? Ini sangat aneh. Sejak kapan dia punya waktu mengurusi bagian kebersihan?" tanyanya s
"Tolong, bebaskan aku dari rasa sakit yang terus kamu buat. Biarkan aku dan anak-anak pergi, Andrian!" Cassandra berkata lirih di dada Andrian, kemudian melepaskan diri dari pelukan suaminya itu.Ucapan lirih penuh luka itu seolah mengoyak jantung Andrian dari segala arah. Andrian menatapnya nanar, lututnya lunglai. Asa untuk kembali memperbaiki segalanya, kini hancur tak terbentuk.Bahu Andrian langsung meluruh. Tenggorokannya terasa tercekat. Haruskah dia kembali melepaskan Cassandra untuk kedua kalinya dan mengulang sesal yang sama? Tidak! Andrian tidak ingin kehilangan istri dan anak-anaknya."Aku tidak akan melepaskanmu, Amore. Kamu dan anak-anak adalah hidupku! Tolong, lakukan apa pun asal bukan perpisahan, Cassandra!" Andrian memohon, berharap Cassandra luluh seperti yang sudah-sudah.Cassandra tersenyum, dalam luka. Ya, dia tidak akan lagi memaki Andrian seperti dulu. Dia ingin perpisahan kali ini dengan cara elegan meskipun rasanya jauh lebih sakit dari beberapa tahun lalu. T
"Andrian sudah melakukan kecurangan hingga membuatku hamil lagi! Dan konsekuensi dari kecurangan itu adalah, Andrian tidak akan mengetahui jika ada janin di rahimku!" ucap Cassandra emosi.Dia benar-benar merasa dipermainkan oleh Andrian. Kejutan ulang tahun pernikahan yang romantis hanyalah sebuah kedok untuk membodohinya lagi. Harga diri sebagai seorang istri dikoyak berulang kali oleh orang yang sama. Angelica tidak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya itu. Meskipun Cassandra merasakan sakit yang teramat dalam, tidak seharusnya dia menyembunyikan kehamilan dari Andrian. Angelica takut jika Andrian justru balik menuduh Cassandra bermain gila dengan Antonio."Nyonya Bos!" Angelica menatap miris Cassandra. "Kali ini aku tidak setuju dengan idemu! Bagaimanapun juga, Tuan Andrian adalah ayah dari anak itu. Bukankah kamu pernah mengalami kehamilan tanpa kehadiran suami dan itu berat kamu jalani? Sekarang, apa kamu ingin mengulanginya lagi, Nyonya Bos?" protes gadis berwajah imut itu.