Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Bugh! "Sial!" maki seorang laki-laki berbadan kekar, merasakan nyeri di selangkangannya akibat sebuah tendangan."Lepaskan aku!" teriak gadis cantik itu, sambil terus berusaha melepaskan diri, lalu menggigit lengan laki-laki yang tengah memeganginya.Kedua laki-laki itu meringis menahan sakit di tempat berbeda. Mereka mengeratkan rahangnya melihat calon mangsanya kembali melarikan diri."Hei, jangan lari, Cantik!" teriaknya sambil mengejar dengan tertatih."Tuhan, tolong aku!"Gadis cantik itu terus berlari sekuat tenaga sambil menyingsingkan rok sebatas lutut. Sesekali dia menoleh khawatir, kemudian kembali berlari. Napasnya pun tersengal-sengal.Dia berhenti sejenak hanya untuk melepas high heels yang mempersulit larinya. Jalanan Kota Milan, sudah mulai lengang di waktu tengah malam menjelang musim gugur ini. Cassandra membelokkan langkah dan berhenti sejenak, sembari menyandarkan punggung di tembok usang. Kembali dia mengatur napasnya. Cassandra beringsut, mencari tempat berlindu
"Aah!" Cassandra memekik kaget.Dia mendongak perlahan menatap sang pemilik sepatu mengkilat itu. Seorang laki-laki tampan berambut kepirangan berdiri menatapnya tanpa ekspresi.Cassandra semakin gemetar dan mempertanyakan dalam hati tentang laki-laki di depannya itu. Mungkinkah dia mafia yang hendak membelinya? Kembali rasa takut menggelayuti Cassandra."Masuklah!" titah laki-laki itu dengan suara dingin.Dengan ragu, Cassandra bangkit dan menoleh ke arah dua orang preman tadi yang sudah kabur entah ke mana. Cassandra masih berdiri kaku di tempatnya, menatap punggung tegap di balik jas mahal itu memasuki mobil.Laki-laki paruh baya yang menjadi sopir itu membukakan pintu tengah untuk Cassandra. "Masuklah, Nona. Sudah malam!" ujarnya.Cassandra justru mematung di tempat. Hatinya berkecamuk antara butuh bantuan dan ketakutan. Sampai pada akhirnya, terdengar decakan kesal dari laki-laki muda tampan yang sudah kembali duduk di jok belakang."Kamu mau berdiri terus di situ, lalu dijual or
Menjelang pesta, beberapa ART sibuk menyiapkan hidangan. Malam ini memang akan diadakan pesta meriah di villa Piazza del Duomo. Tidak heran karena yang menjadi tamu undangan adalah para pebisnis sukses dan orang-orang dari kalangan atas. Di sudut lain, seorang gadis cantik mengenakan apron sibuk menata makanan bersama beberapa pelayan. Dari tempatnya berdiri, Andrian menatap Cassandra dengan tatapan tak terbaca. Laki-laki yang mengenakan jas mahal itu menoleh ketika Gennaro, sang kakek mendekat."Kenapa kekasihmu itu memakai apron?" tanya Gennaro heran.Kening Andrian mengernyit. "Kekasihku? Maksud Kakek gadis itu?" tanyanya meremehkan.Gennaro terkekeh, lalu mengangguk-angguk. Laki-laki tua itu sedikit mengangkat gelas wine di tangannya. "Ayolah, Andrian. Jangan bikin malu Kakek. Tidak seharusnya kamu membuat kejutan seperti ini. Suruh ganti bajunya sebelum tamu pada datang!" perintahnya tak ingin dibantah.Andrian menatap protes sang kakek yang justru mengangguk. "Kakek, dia bukan