Sontak, pembicaraan pasangan suami istri itu terhenti. Cassandra mengikuti arah pandangan Andrian. Di depan pintu, Antonio menatap keduanya dengan pandangan sulit diartikan. Melihat kedatangan Antonio, Emillia dan Davidde segera menghambur memeluk laki-laki jangkung itu."Zio Antonio, kami akan pesta barbeque!" seru Emillia riang.Antonio merekahkan senyum lalu mengangkat Emillia dan Davidde ke dalam gendongan. Tidak hanya itu, laki-laki tampan itu juga mencium pipi keduanya dengan sayang. Hal itu jelas tidak luput dari tatapan tak suka Andrian. Laki-laki itu menelan ludah berat. Terlihat sekali jika Antonio berhasil mengambil hati kedua anaknya. Lantas, bagaimana dengan Cassandra? Oh, tidak! Andrian tidak akan membiarkan Antonio mengambil keluarga kecilnya."Principina e Principe, kalian wangi sekali! Siapa yang mendandani kalian?" tanya Antonio pada kedua bocah itu."Pappa e Nanny!" Emillia menjawab jujur. Sedangkan Davidde yang masih terlalu kecil hanya menatap polos keduanya. "Ayo
"Sekretaris Andrian?" ulang Antonio. Jelas sekali dia terkejut dengan kenyataan itu. Cassandra mengangguk membenarkan, lalu melirik sekilas Andrian yang masih bergeming. Rupanya, laki-laki itu tidak terlalu berminat membicarakan Marta. Andrian segera mendekati Davidde yang berlari ke arahnya. Dia segera mengajak Davidde dan Emillia bermain daripada terlibat pembicaraan dengan Antonio."Aku tidak percaya ini, Antonio. Bagaimana dunia seperti begitu sempit?" tanya Cassandra sembari menggeleng samar. "Lantas apa alasan Marta meninggalkanmu dengan cara tidak gentle?" Cassandra tampak prihatin dengan apa yang telah terjadi pada sahabatnya itu. "Saat itu aku sempat down, tapi hari ini aku bersyukur dia pergi dari kehidupanku, Bellissima!" jawab Antonio, lalu tersenyum getir. Sekali lagi, ditatapnya Marta yang tampak tidak nyaman di sana. Marta memang tidak nyaman setelah kedatangan Antonio. Tadinya dia sangat antusias diajak datang ke rumah Andrian.Meskipun Marta tahu, di rumah megah ma
Dengan tatapan sendu, Cassandra segera mendekati Andrian. "Kamu menegur anak kecil dengan cara seperti itu? Dia hanya anak usia lima tahun, Andrian!" tegurnya sembari melirik sekitar.Dia tidak enak jika apa yang mereka bicarakan, didengar oleh banyak orang. Andrian mendengus lirih, terlihat sekali wajahnya masih kesal karena ulah Zetta."Jangan membenarkan sesuatu yang keliru, Cassandra. Dia memang anak berusia lima tahun, tapi apa kamu kira pantas bersikap tak sopan?" tanya Andrian balik."Aku tidak mengerti denganmu, Andrian. Tidak biasanya kamu begini!" Cassandra mengerutkan bibir. Kepalanya pun menggeleng samar, tanda tidak paham dengan jalan pikiran sang suami, yang begitu membela Marta."Apa kamu tidak lihat, pakaian Marta jadi kotor karenanya?" tunjuk Andrian ke arah kamar mandi. "Itu sangat memalukan! Dia bisa menjadi bahan ejekan orang hanya karena sesuatu yang bukan salahnya!" imbuhnya nylekit.Cassandra termangu dengan bibir terkatup rapat. Wanita itu menatap Andrian tak
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" selidik Cassandra saat memergoki Andrian tersenyum aneh.Andrian tergagap, tetapi hanya sesaat. Selanjutnya, laki-laki itu kembali bisa menguasai diri. Jari kanannya menunjuk ke arah castil yang terlihat samar dari keremangan malam musim panas.Cassandra mengikuti arah telunjuk Andrian. "Ada apa dengan castil itu?" tanyanya lagi."Itu adalah hotel bergaya Eropa klasik. Apa kamu pernah mendengar jika di dalamnya juga ada gereja?" Kening Cassandra langsung mengernyit tanda tidak mengerti. Dia memang tidak tahu ke mana arah pembicaraan Andrian. Meskipun dia orang Italia asli, Cassandra baru pertama kali ke Lake Garda. Dulu, hidupnya sangat susah. Jangankan berlibur dan melihat keindahan deretan castil di tepi danau, Cassandra selalu menghabiskan waktu remajanya untuk bekerja paruh waktu. Dia menatap ke arah castil yang semakin mengabur, lalu bergantian pada Andrian."Aku ingin merayakan ulang tahun pernikahan kita ke tiga, di kastil itu. Besok malam
"Maaf, Amore. Aku harus melakukan ini!" ucap Andrian dalam hati, sembari memperhatikan Cassandra.Cassandra menenggak separuh air dari botol itu. Dia mengerutkan kening sejenak karena merasakan ada sesuatu yang beda dari pil kecil itu. Warna dan bentuknya memang persis seperti pil kontrasepsi yang biasa Cassandra konsumsi.Namun, rasanya sedikit berbeda. Setelah lebih dari satu tahun menggunakan alat kontrasepsi berupa pil, Cassandra menjadi hafal. Uniknya, dia tidak ingin menanyakan lebih lanjut pada Andrian mengenai pil yang baru saja dia telan.Melihat keraguan sang istri, Andrian pun bertanya heran, "Kenapa, apa ada yang ingin kamu minta lagi? Aku akan mandi dulu!" Andrian menarik pelan kepala Cassandra dan menciumnya.Cassandra hanya menggeleng. Tidak ingin merusak acara "malam kesekian" di hari istimewa ini, Cassandra segera membuka koper. Sepasang bola mata berwarna cokelat hazel itu pun seketika membesar, saat melihat isi koper tersebut.Dia memperhatikan isinya. Hanya ada sat
"Dasar brengsek!" desis laki-laki yang berdiri di dekat pot bunga itu geram. Dia segera memasukkan handphone ke dalam saku celana. Sepertinya, Andrian dan Marta tidak menyadari jika perbuatan mereka disaksikan langsung oleh Antonio. Keduanya masih larut dalam ciuman. Sepasang tangan mereka saling memeluk erat.Menyadari tautan bibir Marta yang semakin menuntut, Andrian segera menyudahi aktivitas terlarangnya. Dia sedikit mendorong bahu Marta ke belakang, yang membuat wanita itu mendengus kecewa.Laki-laki itu menatap penuh arti pada Marta yang juga menatapnya kecewa. Padahal, Marta sudah siap jika Andrian memintanya lebih. Sejenak, Andrian terlihat seperti orang linglung. Dia mengutuk dalam hati yang begitu mudah jatuh dalam gelora terlarang dan tidak bisa mengontrol diri."Maafkan aku. Tidak seharusnya aku membuat kesalahan lagi. Maaf, seharusnya kita tidak melakukan ini, Marta!" ucap Andrian tidak enak hati. Marta tersenyum miris. "Aku tahu. Aku cuma masa lalumu, Andrian. Tidak bi
"Apa kamu tidak ingin jujur?" kejar Cassandra. Tatapan wanita itu semakin nanar. Tiba-tiba rasa sesak dan sakit menyeruak memenuhi rongga dadanya. Feeling seorang istri memang tidak pernah keliru. Cassandra semakin yakin jika Andrian dan Marta baru saja bertemu di situ.Cassandra memindai sekeliling. Sepi. Tidak ada seorang pun di sekitar situ. Maklum saja karena waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Andrian tidak memiliki keberanian menatap Cassandra yang menunjukkan wajah kecewa.Seharusnya dia senang bisa membalas sakit hati pada wanita yang telah memberinya dua orang putra itu. Namun, entah mengapa, melihat genangan air di kedua danau kecil itu, hati Andrian ikut teriris perih."Jahat, kamu! Benar-benar suami tidak bisa dipercaya! Persetan dengan ulang tahun pernikahan yang penuh kepura-puraan ini. Sekarang jawab aku, Andrian Petruzzelli! Kamu pilih tinggalkan perempuan itu selamanya atau kehilangan kami bertiga?" Suara Cassandra tercekat meskipun berusaha berteriak. Ras
Antonio menatap serius pada Cassandra. "Ya, bukankah pernikahan kita akan membuatmu bebas dari suami tak berguna itu?" Antonio kembali meyakinkan.Cassandra masih bengong. Tidak disangka Antonio akan berkata begitu. Meskipun dia tahu, laki-laki tampan itu masih memendam rasa padanya, tetapi menawarkan pernikahan di saat dirinya masih istri sah Andrian, adalah hal konyol."Aku tahu kamu tidak serius!" Cassandra berusaha menyangkal, lalu menggelengkan kepala.Antonio terkekeh pelan. Dia meraih tangan Cassandra dan menggenggamnya lembut. Cassandra hendak menarik tangannya kembali, tetapi Antonio mengeratkan genggamannya."Biarkan seperti ini dulu. Tre minuti!" pinta Antonio dengan tatapan tak biasa. "Tiga menit!" ulangnya, lalu menghela napas pelan. Cassandra menurut. Dia menatap Antonio yang juga masih menatapnya. "Kalau begitu, katakan apa yang ingin kamu katakan!" pinta Cassandra."Ya, aku bersedia menjadi suamimu dan ayah dari Davidde juga Emillia. Tapi tentu bukan hari ini.""Apa m