Cassandra masih menyeringai kecil, tak menghiraukan usiran Fiona. Dia menatap tanpa ekspresi pada perempuan yang berkali-kali membuatnya terluka itu.Fiona melirik sekeliling dengan gelisah, takut Cassandra mencelakainya."Pergi!" usir Fiona lagi.Bola matanya bergerak mencari keberadaan tombol nurse call system. Sayangnya, benda berwarna putih kecil itu tergantung di atas brankar yang jauh dari jangkauan Fiona.Bukannya pergi, Cassandra justru duduk di sofa dengan santai. Fiona berdecih, dia ingin bangkit dan mendekati brankar, tetapi kakinya masih ngilu. Jika tetap duduk di kursi roda, dia semakin muak dengan keberadaan Cassandra."Kenapa kamu begitu ketakutan seolah melihat malaikat pencabut nyawa, hm?" tanya Cassandra tanpa beban.Fiona mendengus kasar mendengar ejekan itu. "Mau apa kamu ke sini, Cassandra? Kamu ingin mentertawakan keadaanku, ya?" tuduhnya.Di benaknya bercokol pertanyaan tentang Cassandra. Dari mana wanita itu tahu dirinya dirawat di sini? Selama dirawat, baik Fio
Cassandra kembali menyunggingkan senyum penuh arti. "Kamu ingin bukti tentang kedekatan Jemmy dan Fiona, kan? Kita akan melihat reaksi mereka nanti. Sekarang, kita hanya perlu bersabar sedikit untuk membuat keduanya masuk penjara," jawabnya."Cerdas! Apalagi bukti-bukti rekaman suara di handphone Bruno itu. Tinggal mencari tahu dari Kakek tentang Black Snake itu!" Andrian menimpali.Tik! Cassandra menjentikkan jari di depan wajahnya. Ya, mereka hanya perlu bersabar sebentar untuk mengungkap kejahatan Jemmy dan Fiona. Bergegas, Cassandra turun dari pangkuan Andrian dan membiarkan laki-laki itu kembali sibuk dengan laptopnya. Laki-laki tampan itu tampak mengusap dagunya yang sudah bersih dari bulu-bulu liar. Raut wajahnya tampak menegang, kemudian kembali mengetik pesan. Di sebelahnya, Cassandra menatap suaminya dengan sebelah tangan menyangga dagu."Apa yang kamu tulis?" tanya Cassandra."Kuasa hukumku mengirim pesan untuk Fiona. Tapi belum ada respon!" jawab Andrian pelan.Andrian m
"Kenapa kamu diam, Fiona? Aku tidak perlu repot-repot melakukan test DNA ulang kalau kamu mau jujur."Andrian mendekati Fiona dan duduk di sofa tunggal, seberang Jemmy. Jemmy pun menunggu jawaban dari kekasihnya itu. Dengan ragu Fiona mendongak, menatap bergantian pada Andrian dan Jemmy. Tiba-tiba rasa takut kembali muncul. Kedua lelaki di dekatnya bukanlah orang sembarangan. Andrian memiliki power, kekuasaan, dan uang tak terbatas. Bisa saja Andrian menuntutnya jika ketahuan dia berbohong. Jemmy tidak kalah mengerikan. Laki-laki yang beberapa tahun menjadi kekasihnya dan sempat putus sambung itu, juga bukan laki-laki yang bisa dibohongi.Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya, Jemmy bisa mencari tahu tentang rahasia Fiona. Serapat apa pun, Jemmy selalu mengetahui titik lemah Fiona."Apa lagi yang kamu pertimbangkan, Fiona?" tanya Jemmy menyentak lamunan Fiona.Kedua mata Fiona terpejam rapat, jemarinya sibuk memilin di atas pangkuan. Jemmy meraih tangan Fiona dan menggengga
"Anda yakin tidak apa-apa?" ulang Cassandra khawatir.Helena kembali mengangguk, kemudian meminta izin memasuki bilik toilet. Cassandra mengangguk lalu menatap wajahnya di pantulan cermin. Wanita itu tersenyum sambil merapikan ikatan rambutnya.Setelah selesai, dia beralih merapikan kerah gaunnya yang sebenarnya masih rapi. Jemari tangan Cassandra berhenti di situ ketika melihat siluet tubuh laki-laki melintas di depan toilet, menuju ke bilik toilet pria yang letaknya bersebelahan.Tidak ingin bertemu Jemmy, Cassandra bergegas keluar dari situ. Dia berjalan sedikit cepat dengan wajah menunduk. Bruk! Sialnya, orang yang ingin dihindari justru ditabraknya. Cassandra langsung mendongak dan melirik tangan Jemmy yang memegangi kedua lengan atasnya."Maaf, saya tidak sengaja, Tuan Kastilont!"Cassandra melepaskan tangan Jemmy dari lengannya tanpa mau menatap laki-laki itu. Jemmy menahan lengan Cassandra, lalu menatap penuh arti pada wanita cantik di sampingnya itu."Lepaskan saya, Tuan!" p
"Oh, shit!Mobil Andrian berguncang cukup keras. Beruntung dia bisa cepat kembali menguasai kemudi. Andrian melirik center mirror sekilas, kemudian beralih pada spion kanan. SUV berwarna hitam di belakangnya masih tetap menjaga jarak. Juga tidak mau mendahului mobilnya. Sementara itu, suasana jalanan masih lumayan ramai. Andrian menambah kecepatan laju kendaraannya.Namun, SUV hitam tadi memang sengaja mengikutinya. Bahkan, ketika mobil Andrian berbelok ke arah distrik tempat tinggalnya. Tempat tinggal Andrian berada di Distrik Crimea Village yang terkenal dengan hunian kelas atas.Keadaan jalanan pun semakin sepi. Kanan kiri jalan terdapat beberapa hektar perkebunan anggur milik warga. Sehingga suasana bertambah sepi saja.Belum lagi udara dingin musim gugur di luar sana, bagaikan menusuk tulang. Ciiit! Di situlah, mobil yang tadi di belakangnya segera mendahului. Andrian mengeratkan rahangnya sembari menginjak rem. "Dannazione!" umpat Andrian sambil mencengkeram setir dengan erat
"Diculik, tapi ... ini siapa?" Brugh! Tubuh Cassandra lunglai kemudian meluruh. Beruntung dengan sigap security itu menangkapnya sehingga tubuh Cassandra terhindar berbenturan dengan aspal. "Nyonya, bangun!" Security itu pun menepuk pelan pipi Cassandra. Namun, tidak ada respon dari wanita itu. Maka dengan sigap, dia pun menggendong tubuh lemah Cassandra ke dalam mobil. Dia kembali untuk mengambil beberapa benda penting milik Andrian yang tertinggal di mobil. "Astaga, ada apa sebenarnya?" tanya security itu bingung sambil meletakkan tas laptop milik Andrian ke jok samping.Dia bergegas memasuki mobil dan melajukannya kembali ke rumah. Kedatangan security yang menggendong Cassandra, jelas membuat tanda tanda tanya besar oleh seluruh penghuni rumah."Penculik itu melarang Nyonya lapor polisi. Bagaimana ini?" "Sebaiknya kita katakan apa ya yang terjadi pada Tuan Besar!" cetus security yang lainnya."Tidak, tidak! Jangan katakan pada Tuan Gennaro. Lebih baik kita menghubungi Tuan Ivo
Andrian menghentikan gerakan kakinya. Dia tajamkan pendengaran pada suara ranting kering yang terinjak. Sedetik kemudian, disusul dua siluet tubuh mengendap di luar sana."Kamu lapor polisi?" tanya Gilio dengan raut wajah mulai panik.Kening Andrian justru mengernyit mendengarnya. Dia menatap dua anak buah Gilio yang masih dalam posisi jongkok di lantai. Andrian kembali mundur sembari menyeret tubuh Gilio."Jangan bergerak! Tetap diam di tempat. Kami dari kepolisian Renzo Milano!"Andrian menghembuskan napas lega. Dalam cengkeramannya, Gilio semakin panik. Tamat sudah riwayatnya jika polisi sampai menangkapnya. Bukan hanya hidup dia yang akan berakhir, tetapi juga hidup anak dan kekasihnya.Gilio tahu, bos mafia yang menyuruhnya tidak menerima kegagalan sedikit pun. Dia akan menghabisi siapa saja yang telah gagal dalam menjalankan tugas, demi menjaga kerahasiaannya.Gilio melirik dua orang polisi yang menodongkan senjata pada mereka. Ternyata mereka tidak hanya berdua. Di samping ruma
Killan termangu kecewa. Dia menatap nanar pada Jemmy yang juga menatapnya tak percaya. Jemmy tampak bingung. Dia menutup mulutnya sekilas, lalu menggaruk rambut.Jemmy menyunggingkan senyum aneh. Entah harus bahagia atau kecewa mengetahui kabar kehamilan kekasihnya itu. Kekasih yang baru dipacarinya beberapa bulan. Melihat reaksi Jemmy, Killan mengangguk samar sambil tersenyum miris."Baiklah, aku pergi. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita!" ucap Killan bergetar. Hatinya terasa sakit. Meskipun tidak mengatakan langsung, sikap Jemmy menggambarkan sebuah penolakan. Jemmy menyambar lengan Killan dan menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukan.Dipeluknya tubuh Killan dengan erat. "Jangan pergi. Aku hanya terkejut, tapi aku menerimanya dengan bahagia." Jemmy melepaskan pelukan dan menatap wajah wanita itu. "Apa kamu sanggup bersamaku, sedangkan aku bukan orang yang baik?" tanyanya ragu.Killan mengerjap. Menjalin hubungan dengan pria asing seperti Jemmy, pasti mengundan