"Jawab aku, Jemmy. Kenapa kamu malah senyum-senyum tidak jelas begitu?" tanya Fiona lagi. "Apa kamu merencanakan sesuatu?" lanjutnya menuduh.Jemmy terkekeh, lalu duduk di samping Fiona. Laki-laki itu juga menggenggam jemari tangan Fiona dan menciumnya lembut. Fiona hendak menarik kembali tangannya, tetapi Jemmy semakin mengeratkan genggamannya."Aku ingin menggenggam tanganmu. Ayo, kita mulai dari awal hubungan ini dengan baik." Laki-laki itu berkata pelan.Alis Fiona terangkat sebelah. "Lebih baik? Tidak ada Cassandra atau perempuan itu lagi? Aku yakin, kamu tidak bisa!" cibirnya."Kamu meragukanku, Honey?" Jemmy menggaruk pelipisnya dengan jari telunjuk. "Oke, deal. Kita tidak akan saling mengulangi kesalahan itu. Kamu tidak boleh mengharapkan Andrian lagi. Tidak ada gunanya kamu berharap padanya. Andrian sangat mencintai Cassandra!" ucapnya lantang."Stop! Aku tidak butuh nasihatmu. Sekarang, berikan handphoneku!" sahut Fiona berusaha meraih handphone dari tangan kiri Jemmy.Jemmy
Cassandra masih menyeringai kecil, tak menghiraukan usiran Fiona. Dia menatap tanpa ekspresi pada perempuan yang berkali-kali membuatnya terluka itu.Fiona melirik sekeliling dengan gelisah, takut Cassandra mencelakainya."Pergi!" usir Fiona lagi.Bola matanya bergerak mencari keberadaan tombol nurse call system. Sayangnya, benda berwarna putih kecil itu tergantung di atas brankar yang jauh dari jangkauan Fiona.Bukannya pergi, Cassandra justru duduk di sofa dengan santai. Fiona berdecih, dia ingin bangkit dan mendekati brankar, tetapi kakinya masih ngilu. Jika tetap duduk di kursi roda, dia semakin muak dengan keberadaan Cassandra."Kenapa kamu begitu ketakutan seolah melihat malaikat pencabut nyawa, hm?" tanya Cassandra tanpa beban.Fiona mendengus kasar mendengar ejekan itu. "Mau apa kamu ke sini, Cassandra? Kamu ingin mentertawakan keadaanku, ya?" tuduhnya.Di benaknya bercokol pertanyaan tentang Cassandra. Dari mana wanita itu tahu dirinya dirawat di sini? Selama dirawat, baik Fio
Cassandra kembali menyunggingkan senyum penuh arti. "Kamu ingin bukti tentang kedekatan Jemmy dan Fiona, kan? Kita akan melihat reaksi mereka nanti. Sekarang, kita hanya perlu bersabar sedikit untuk membuat keduanya masuk penjara," jawabnya."Cerdas! Apalagi bukti-bukti rekaman suara di handphone Bruno itu. Tinggal mencari tahu dari Kakek tentang Black Snake itu!" Andrian menimpali.Tik! Cassandra menjentikkan jari di depan wajahnya. Ya, mereka hanya perlu bersabar sebentar untuk mengungkap kejahatan Jemmy dan Fiona. Bergegas, Cassandra turun dari pangkuan Andrian dan membiarkan laki-laki itu kembali sibuk dengan laptopnya. Laki-laki tampan itu tampak mengusap dagunya yang sudah bersih dari bulu-bulu liar. Raut wajahnya tampak menegang, kemudian kembali mengetik pesan. Di sebelahnya, Cassandra menatap suaminya dengan sebelah tangan menyangga dagu."Apa yang kamu tulis?" tanya Cassandra."Kuasa hukumku mengirim pesan untuk Fiona. Tapi belum ada respon!" jawab Andrian pelan.Andrian m
"Kenapa kamu diam, Fiona? Aku tidak perlu repot-repot melakukan test DNA ulang kalau kamu mau jujur."Andrian mendekati Fiona dan duduk di sofa tunggal, seberang Jemmy. Jemmy pun menunggu jawaban dari kekasihnya itu. Dengan ragu Fiona mendongak, menatap bergantian pada Andrian dan Jemmy. Tiba-tiba rasa takut kembali muncul. Kedua lelaki di dekatnya bukanlah orang sembarangan. Andrian memiliki power, kekuasaan, dan uang tak terbatas. Bisa saja Andrian menuntutnya jika ketahuan dia berbohong. Jemmy tidak kalah mengerikan. Laki-laki yang beberapa tahun menjadi kekasihnya dan sempat putus sambung itu, juga bukan laki-laki yang bisa dibohongi.Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya, Jemmy bisa mencari tahu tentang rahasia Fiona. Serapat apa pun, Jemmy selalu mengetahui titik lemah Fiona."Apa lagi yang kamu pertimbangkan, Fiona?" tanya Jemmy menyentak lamunan Fiona.Kedua mata Fiona terpejam rapat, jemarinya sibuk memilin di atas pangkuan. Jemmy meraih tangan Fiona dan menggengga
"Anda yakin tidak apa-apa?" ulang Cassandra khawatir.Helena kembali mengangguk, kemudian meminta izin memasuki bilik toilet. Cassandra mengangguk lalu menatap wajahnya di pantulan cermin. Wanita itu tersenyum sambil merapikan ikatan rambutnya.Setelah selesai, dia beralih merapikan kerah gaunnya yang sebenarnya masih rapi. Jemari tangan Cassandra berhenti di situ ketika melihat siluet tubuh laki-laki melintas di depan toilet, menuju ke bilik toilet pria yang letaknya bersebelahan.Tidak ingin bertemu Jemmy, Cassandra bergegas keluar dari situ. Dia berjalan sedikit cepat dengan wajah menunduk. Bruk! Sialnya, orang yang ingin dihindari justru ditabraknya. Cassandra langsung mendongak dan melirik tangan Jemmy yang memegangi kedua lengan atasnya."Maaf, saya tidak sengaja, Tuan Kastilont!"Cassandra melepaskan tangan Jemmy dari lengannya tanpa mau menatap laki-laki itu. Jemmy menahan lengan Cassandra, lalu menatap penuh arti pada wanita cantik di sampingnya itu."Lepaskan saya, Tuan!" p
"Oh, shit!Mobil Andrian berguncang cukup keras. Beruntung dia bisa cepat kembali menguasai kemudi. Andrian melirik center mirror sekilas, kemudian beralih pada spion kanan. SUV berwarna hitam di belakangnya masih tetap menjaga jarak. Juga tidak mau mendahului mobilnya. Sementara itu, suasana jalanan masih lumayan ramai. Andrian menambah kecepatan laju kendaraannya.Namun, SUV hitam tadi memang sengaja mengikutinya. Bahkan, ketika mobil Andrian berbelok ke arah distrik tempat tinggalnya. Tempat tinggal Andrian berada di Distrik Crimea Village yang terkenal dengan hunian kelas atas.Keadaan jalanan pun semakin sepi. Kanan kiri jalan terdapat beberapa hektar perkebunan anggur milik warga. Sehingga suasana bertambah sepi saja.Belum lagi udara dingin musim gugur di luar sana, bagaikan menusuk tulang. Ciiit! Di situlah, mobil yang tadi di belakangnya segera mendahului. Andrian mengeratkan rahangnya sembari menginjak rem. "Dannazione!" umpat Andrian sambil mencengkeram setir dengan erat
"Diculik, tapi ... ini siapa?" Brugh! Tubuh Cassandra lunglai kemudian meluruh. Beruntung dengan sigap security itu menangkapnya sehingga tubuh Cassandra terhindar berbenturan dengan aspal. "Nyonya, bangun!" Security itu pun menepuk pelan pipi Cassandra. Namun, tidak ada respon dari wanita itu. Maka dengan sigap, dia pun menggendong tubuh lemah Cassandra ke dalam mobil. Dia kembali untuk mengambil beberapa benda penting milik Andrian yang tertinggal di mobil. "Astaga, ada apa sebenarnya?" tanya security itu bingung sambil meletakkan tas laptop milik Andrian ke jok samping.Dia bergegas memasuki mobil dan melajukannya kembali ke rumah. Kedatangan security yang menggendong Cassandra, jelas membuat tanda tanda tanya besar oleh seluruh penghuni rumah."Penculik itu melarang Nyonya lapor polisi. Bagaimana ini?" "Sebaiknya kita katakan apa ya yang terjadi pada Tuan Besar!" cetus security yang lainnya."Tidak, tidak! Jangan katakan pada Tuan Gennaro. Lebih baik kita menghubungi Tuan Ivo
Andrian menghentikan gerakan kakinya. Dia tajamkan pendengaran pada suara ranting kering yang terinjak. Sedetik kemudian, disusul dua siluet tubuh mengendap di luar sana."Kamu lapor polisi?" tanya Gilio dengan raut wajah mulai panik.Kening Andrian justru mengernyit mendengarnya. Dia menatap dua anak buah Gilio yang masih dalam posisi jongkok di lantai. Andrian kembali mundur sembari menyeret tubuh Gilio."Jangan bergerak! Tetap diam di tempat. Kami dari kepolisian Renzo Milano!"Andrian menghembuskan napas lega. Dalam cengkeramannya, Gilio semakin panik. Tamat sudah riwayatnya jika polisi sampai menangkapnya. Bukan hanya hidup dia yang akan berakhir, tetapi juga hidup anak dan kekasihnya.Gilio tahu, bos mafia yang menyuruhnya tidak menerima kegagalan sedikit pun. Dia akan menghabisi siapa saja yang telah gagal dalam menjalankan tugas, demi menjaga kerahasiaannya.Gilio melirik dua orang polisi yang menodongkan senjata pada mereka. Ternyata mereka tidak hanya berdua. Di samping ruma
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan