"Oh, shit!Mobil Andrian berguncang cukup keras. Beruntung dia bisa cepat kembali menguasai kemudi. Andrian melirik center mirror sekilas, kemudian beralih pada spion kanan. SUV berwarna hitam di belakangnya masih tetap menjaga jarak. Juga tidak mau mendahului mobilnya. Sementara itu, suasana jalanan masih lumayan ramai. Andrian menambah kecepatan laju kendaraannya.Namun, SUV hitam tadi memang sengaja mengikutinya. Bahkan, ketika mobil Andrian berbelok ke arah distrik tempat tinggalnya. Tempat tinggal Andrian berada di Distrik Crimea Village yang terkenal dengan hunian kelas atas.Keadaan jalanan pun semakin sepi. Kanan kiri jalan terdapat beberapa hektar perkebunan anggur milik warga. Sehingga suasana bertambah sepi saja.Belum lagi udara dingin musim gugur di luar sana, bagaikan menusuk tulang. Ciiit! Di situlah, mobil yang tadi di belakangnya segera mendahului. Andrian mengeratkan rahangnya sembari menginjak rem. "Dannazione!" umpat Andrian sambil mencengkeram setir dengan erat
"Diculik, tapi ... ini siapa?" Brugh! Tubuh Cassandra lunglai kemudian meluruh. Beruntung dengan sigap security itu menangkapnya sehingga tubuh Cassandra terhindar berbenturan dengan aspal. "Nyonya, bangun!" Security itu pun menepuk pelan pipi Cassandra. Namun, tidak ada respon dari wanita itu. Maka dengan sigap, dia pun menggendong tubuh lemah Cassandra ke dalam mobil. Dia kembali untuk mengambil beberapa benda penting milik Andrian yang tertinggal di mobil. "Astaga, ada apa sebenarnya?" tanya security itu bingung sambil meletakkan tas laptop milik Andrian ke jok samping.Dia bergegas memasuki mobil dan melajukannya kembali ke rumah. Kedatangan security yang menggendong Cassandra, jelas membuat tanda tanda tanya besar oleh seluruh penghuni rumah."Penculik itu melarang Nyonya lapor polisi. Bagaimana ini?" "Sebaiknya kita katakan apa ya yang terjadi pada Tuan Besar!" cetus security yang lainnya."Tidak, tidak! Jangan katakan pada Tuan Gennaro. Lebih baik kita menghubungi Tuan Ivo
Andrian menghentikan gerakan kakinya. Dia tajamkan pendengaran pada suara ranting kering yang terinjak. Sedetik kemudian, disusul dua siluet tubuh mengendap di luar sana."Kamu lapor polisi?" tanya Gilio dengan raut wajah mulai panik.Kening Andrian justru mengernyit mendengarnya. Dia menatap dua anak buah Gilio yang masih dalam posisi jongkok di lantai. Andrian kembali mundur sembari menyeret tubuh Gilio."Jangan bergerak! Tetap diam di tempat. Kami dari kepolisian Renzo Milano!"Andrian menghembuskan napas lega. Dalam cengkeramannya, Gilio semakin panik. Tamat sudah riwayatnya jika polisi sampai menangkapnya. Bukan hanya hidup dia yang akan berakhir, tetapi juga hidup anak dan kekasihnya.Gilio tahu, bos mafia yang menyuruhnya tidak menerima kegagalan sedikit pun. Dia akan menghabisi siapa saja yang telah gagal dalam menjalankan tugas, demi menjaga kerahasiaannya.Gilio melirik dua orang polisi yang menodongkan senjata pada mereka. Ternyata mereka tidak hanya berdua. Di samping ruma
Killan termangu kecewa. Dia menatap nanar pada Jemmy yang juga menatapnya tak percaya. Jemmy tampak bingung. Dia menutup mulutnya sekilas, lalu menggaruk rambut.Jemmy menyunggingkan senyum aneh. Entah harus bahagia atau kecewa mengetahui kabar kehamilan kekasihnya itu. Kekasih yang baru dipacarinya beberapa bulan. Melihat reaksi Jemmy, Killan mengangguk samar sambil tersenyum miris."Baiklah, aku pergi. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita!" ucap Killan bergetar. Hatinya terasa sakit. Meskipun tidak mengatakan langsung, sikap Jemmy menggambarkan sebuah penolakan. Jemmy menyambar lengan Killan dan menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukan.Dipeluknya tubuh Killan dengan erat. "Jangan pergi. Aku hanya terkejut, tapi aku menerimanya dengan bahagia." Jemmy melepaskan pelukan dan menatap wajah wanita itu. "Apa kamu sanggup bersamaku, sedangkan aku bukan orang yang baik?" tanyanya ragu.Killan mengerjap. Menjalin hubungan dengan pria asing seperti Jemmy, pasti mengundan
"Fiktif, apa maksud Anda, Tuan?" tanya Jemmy tidak percaya.Andrian mengangguk samar. "Benar, Tuan Kastilont. Untuk lebih detailnya kita bahas nanti ketika rapat. Sekarang, saya ingin mengatakan pada semuanya dan terutama penculik tadi malam, saya baik-baik saja. Saya tidak akan menyerahkan saham mayoritas La Stampa Group pada Nero BJ Group!" Suara Andrian bergetar.Perasaannya campur aduk. Dia menoleh pada Cassandra yang menatapnya sendu. Cassandra meraih jemari tangan sang suami dan menggenggamnya lembut. Wanita itu tahu, ada kemarahan dan kekecewaan besar di hati Andrian. Napas Andrian naik turun menahan luapan emosi.Tatapan Andrian lantas tertuju pada para karyawan La Stampa. Tidak pernah menyangka jika bos mereka tadi malam menjadi korban penculikan. Benar-benar gila!"La Stampa tidak akan pernah takut pada Nero BJ Group. Oh, ya, untuk teman-teman media, di sini saya juga ingin mengumumkan bahwa istri saya ...." Andrian menoleh lalu tersenyum pada Cassandra. "Cassandra Lussete a
"Maksudmu, Gisella itu bukan anaknya Andrian?" tanya Killan menyelidik.Jemarinya bergerak mengusap rambut Jemmy. Jemmy meraih tangan Killan dan menciumnya. Selanjutnya dia pun mengangguk tegas."Kamu benar. Fiona menggunakan black card dariku untuk membayar orang. Memang sulit dipercaya, seharusnya test DNA itu tidak bisa dipalsukan. Akan tetapi, demi mendapatkan Andrian, dia melakukan itu. Ini sangat gila. Aku memang brengsek, tapi tidak bisa melakukan hal seperti itu, Killan!" Killan melongo mendengarnya. Ditatapnya manik cokelat yang tengah memendam kecewa itu, lekat. Killan sedikit mengangkat wajah dan mencium bibir Jemmy sekilas.Mulanya Jemmy membalas lembut, tetapi seketika dia menghentikan ciuman saat mendengar suara asing dari luar kamar.Fiona bergegas meninggalkan depan pintu karena tidak tahan mendengar pembicaraan samar itu. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuh.Glotak! Karena kurang hati-hati, justru dia menendang kaki meja. Sambil meringis menahan ngilu, Fiona berla
"Andrian, kumohon jangan berkata begitu. Ucapanmu tidak hanya menyakiti Emillia, tapi juga aku, Andrian," lirih Cassandra dengan diiringi air mata menetes di pipi.Andrian langsung memalingkan wajah sembari menelan saliva berat. Selanjutnya, laki-laki itu menatap Nanny tak enak hati. "Nanny, maaf. Cassandra, kamu ambil seorang Nanny lagi bergantian menjaga Emillia. Aku tidak ingin kamu kelelahan. Semua demi kebaikanmu," ucapnya kemudian berlalu.Andrian kembali memasuki kamar dan menutup pintunya rapat. Cassandra membawa Emillia ke sofa sambil mengusap-usap kepala bocah itu. Kedua mata Emillia mulai terpejam. Menyisakan isakan kecil dari bibir mungilnya.Cassandra merasa terenyuh melihat kepolosan anak itu. Emillia anak yang lucu dan menggemaskan. Juga pintar. Dia hanya terlahir dari rahim orang yang memiliki nasib tidak baik. Patricia tentu tidak ingin memilih jalan hidup menjadi pembunuh."Aku tidak bisa melihat bocah ini hidup di panti asuhan. Dia paling kecil di sana. Jika malam
Alis Andrian naik sebelah. "Apa aku tidak salah dengar?" tanyanya memastikan."Tidak. Aku memang membutuhkan Fiona dalam hal ini." Cassandra menjawab mantap.Tadi hanya satu lengan, kini Cassandra melingkarkan sebelah lengannya di bahu Andrian. Sambil tersenyum penuh arti, diciumnya pipi laki-laki itu.Sikap Cassandra yang tiba-tiba aneh, membuat Andrian merenggangkan rangkulan sang istri. Ditatapnya wajah cantik itu dengan kening berkerut."Jangan membuatku bingung, Cassandra. Kita sudah menghabiskan waktu berdebat untuk hal yang tidak penting. Sekarang, katakan to the point!" perintah Andrian.Bibir Cassandra mencebik tipis. "Kamu lupa, apa yang dilakukan Fiona pada kita? Lalu, Jemmy. Keduanya datang pada kita dengan tujuan lain. Mungkin sekarang Jemmy membuang Fiona sehingga perempuan itu berbalik mencari simpati kita. Kenapa tidak kita manfaatkan?" ucapnya lalu bangkit.Mulut Andrian sedikit terbuka. Sekali lagi dia harus mengakui kegeniusan Cassandra. Andrian lantas kembali menat