"Anda jangan senang dulu karena bisa menyingkirkan orang kecil seperti saya, Tuan Kastilont. Percayalah, besok pagi mayat saya akan ditemukan di sini dan polisi pasti menyeret kalian ke penjara!" Laki-laki itu terus meracau dengan suara bergetar.Jemmy semakin geram. Dia segera memerintahkan pada sopirnya untuk menghabisi petugas cleaning service yang telah gagal menjalankan tugasnya itu. Selanjutnya, Jemmy bergegas memasuki mobil dengan seringaian licik ketika mendengar suara tembakan.Dor!Dor!Dua kali tembakan tepat mengenai kepala belakang dan leher laki-laki muda yang malang itu. Laki-laki tersebut menatap sayu ke arah langit yang gelap. Kini, sesal itu tiada berguna karena dua buah peluru, beberapa detik lagi akan mengakhiri detak jantungnya. Namun, di detik terakhir hidupnya, dia berharap polisi segera menemukan keberadaannya di sini.Jika tidak, mayatnya akan menjadi santapan anjing hutan dan hilangnya bukti kejahatan Jemmy. Harapan satu-satunya adalah handphone yang dia jatu
Andrian sedikit menyingkir dari dekat istrinya. Cassandra mendongak sembari menggeser tubuh ke tepi tempat tidur. Seketika, wajah Andrian tampak kecewa mendengar penuturan polisi di seberang sana."Apa Anda yakin?" tanya laki-laki tampan itu."Benar, Tuan. Ada aktivitas penerbangan ke Kota Warsawa, tadi jam delapan malam. Penumpang atas nama Bruno Morea!" sahut suara di seberang sana."Shit," umpat Adrian lirih. "Tolong cari dia sampai ketemu. Saya tidak ingin karyawati saya meninggal sia-sia!" titah laki-laki itu, kemudian kembali mendekati Cassandra setelah mengakhiri panggilan."Ada apa, Andrian?" tanya Cassandra lagi."Bruno melarikan diri ke Warsawa. Aneh, semakin jelas kalau begitu, dia dibayar untuk membunuh Gabby. Tidak mungkin dia memiliki uang sebanyak itu untuk membeli tiket ke sana. Rupanya, laki-laki itu menginginkan laporan keuangan dari kerjasama dengan perusahaan periklanan.""Laporan keuangan?" ulang Cassandra belum mengerti arah pembicaraan Andrian.Andrian menganggu
"Buongiorno. Telah ditemukan sesosok mayat di tepi hutan kota Distrik Barbera. Mayat yang identitasnya belum diketahui itu diperkirakan berjenis kelamin laki-laki. Wajahnya sulit dikenali karena sebagian wajahnya telah rusak, diperkirakan serangan binatang buas. Polisi wilayah Barbera masih melakukan olah TKP untuk memastikan penyebab kematian laki-laki malang itu. Selalu berhati-hati, dan ...." Andrian meletakkan cangkir kopi di tangannya. Laki-laki itu bergegas bangkit dan melangkah cepat ke ruang keluarga di mana televisi masih memberitakan kejadian itu."Ya, memang benar. Awalnya kami akan buang air kecil, tapi demi Tuhan ini sangat mengerikan. Lalu kami memutuskan segera meninggalkan tempat ini sambil menelpon polisi. Kasihan sekali ....""Terima kasih informasinya!" ucap reporter perempuan pada pemuda yang tadi malam menemukan mayat Bruno Morea."Distrik Barbera?" Andrian mengangkat bahu tak acuh. Tempat itu memang sangat jauh dari pusat Kota Milan.Laki-laki itu bergegas kemb
"Ada apa Anda berdua ke sini?" ulang Andrian mulai tidak tenang.Di sampingnya, Cassandra terlihat tidak nyaman dengan kehadiran dua orang polisi itu.Kedua polisi itu saling pandang sejenak, kemudian menatap sekitar yang masih banyak orang. Lalu, salah satu dari mereka menyarankan untuk berbicara di tempat parkir."Bisa kita bicara di sana saja, Tuan, Nyonya? Maaf, kalau kedatangan kami ke sini mengganggu acara pemakaman," ucap salah satu dari mereka tidak enak hati.Andrian dan Cassandra kompak mengangguk kemudian mengikuti kedua polisi menuju ke mobil. Sesekali Cassandra menoleh pada Andrian yang bersikap begitu tenang. "Begini, Tuan, Nyonya. Pihak kepolisian Distrik Barbera menemukan sesosok mayat di hutan. Sepertinya dia karyawan Anda yang bernama Bruno Morea, apa Anda ....""Astaga! Jadi, berita tadi pagi adalah tentang Bruno Morea? Saya memang tidak mengenal satu persatu karyawan saya, tapi kalau dia ditemukan di sana berarti ....""Iya, sesuai penyelidikan kepolisian wilayah
Andrian memang memutuskan memilih penerbangan ke luar negeri terlebih dahulu untuk mengecoh mata-mata Gennaro. "Ternyata kamu tidak sebodoh biasanya. Ya, maksudku bisa diandalkan di saat mendesak begini!" celetuk Cassandra begitu mereka sudah memasuki badan pesawat.Burung besi jenis Airbus itu pun mulai bergerak pelan di landasan pacu. Andrian melirik istrinya dengan tatapan dingin mendengar ledekan itu."Jangan meremehkan kemampuan Andrian Petruzzelli. Sejak kecil aku sudah memiliki kecerdasan. Hanya saja, ketika kuliah aku sedikit mengalami kemunduran prestasi karena kurang memahami materi!" dalihnya yang langsung disambut tawa cekikikan Cassandra.Wanita itu menutup mulutnya dengan telapak tangan geli mendengar alasan tidak masuk akal sang suami. Beruntung, mereka berada di bangku kelas bisnis, jadi tidak membuat penumpang lain terganggu dengan ejekan unfaedah itu."Jangan tertawakan aku, Cassandra. Kamu lihat sendiri, kan, La Stampa Group berkembang pesat karena campur tanganku?
"Kami dari Dinas Hukum dan Sosial Lombardia, mengabarkan bahwa permohonan berkas adopsi sudah kami setujui. Untuk selanjutnya ...." "Ah, maaf, saya ...." Angelica menjeda ucapannya."Hallo, Anda sekretaris Tuan Andrian Petruzzelli?" tanya suara perempuan di seberang sana.Angelica tampak bingung, tidak tahu harus menjawab apa. "Em, Bu ... iya, Tuan Andrian ....""Tolong, beritahu Tuan Andrian atau Nyonya Cassandra Petruzzelli.""Tapi beliau berdua sedang tidak berada di kantor. Mungkin sebaiknya Anda menghubungi handphone mereka, Nona."Panggilan berakhir. Angelica menarik napas lega karena tidak harus berurusan dengan hal-hal membingungkan. Angelica terdiam sesaat di situ, lalu sedetik kemudian, mulutnya melongo."Adopsi? Emillia?" Angelica mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk.Beberapa waktu lalu, dia mendengar selentingan gosip tentang rencana Andrian mengadopsi anak. Namun, bukan bernama Emillia, tetapi Gisella. "Kasihan sekali kamu Cassandra, harus terus mengalah dan me
"Aku tetap memikirkan anak kita, Andrian. Jangan salah!" sanggah Cassandra. Andrian melepaskan kedua tangan dari tubuh istrinya itu. Sesaat, terdengar hembusan napas kasar dari mulut Andrian karena mulai kesal."Kalau kamu memikirkan anak kita, tentu tidak bilang begitu, Cassandra! Seharusnya kamu memikirkan anak dalam kandunganmu. Kita harus baik-baik saja. Sudah paham?" Andrian menunduk lalu mengusap perut istrinya dengan lembut. Cassandra mengangguk samar, lalu menggenggam jemari tangan suaminya.Wanita itu mendongak dan tersenyum saat melihat wajah masam Andrian. "Maaf, aku hanya takut, Andrian. Aku janji padamu tidak akan menyia-nyiakan anak kita lagi. Kita harus membuat Kakek bahagia, Andrian," ucapnya yang dibalas ciuman lembut di bibir oleh Andrian."Kamu harus optimis. Sepulang dari Napoli, kita mendapatkan kabar baik. Kita segera menjemput Emillia, dan kita menyelesaikan urusan dengan perempuan itu!""Perempuan itu? Fiona maksudnya?" ulang Cassandra.Dia merasa heran mende
Sekali lagi Fiona menatap ke arah bangunan Panti Asuhan Santa Margherita, sebelum melajukan mobil meninggalkan tempat itu. Sembari mengemudi, Fiona memikirkan rencana selanjutnya untuk menggagalkan adopsi Emillia.Dia kembali menghubungi Jemmy, tetapi tidak satu pun panggilan dijawab oleh kekasihnya itu. Fiona mendengus kasar lalu meletakkan begitu saja handphone ke jok samping."Sialan kamu, Jemmy. Sebenarnya, apa yang kamu lakukan? Kenapa hidupmu hanya memikirkan bisnis?" gumamnya kesal.Fiona memang tidak pernah curiga pada Jemmy. Fiona selalu berpikir Jemmy sibuk mengurus bisnis. Meskipun Jemmy type laki-laki yang suka datang ke club malam, tetapi dia selalu mengabarinya. Berbeda dengan hari ini.Pagi-pagi sekali, Jemmy sudah pergi dari apartmentnya. Laki-laki itu hanya mengatakan ada urusan pekerjaan. Sejauh ini, Fiona juga tidak pernah melihat Jemmy bersama perempuan lain, selain Cassandra. Itu pun atas persetujuan Fiona.["Amore, aku butuh kamu. Kamu cepat pulang."]Pesan masuk