"Ada apa Anda berdua ke sini?" ulang Andrian mulai tidak tenang.Di sampingnya, Cassandra terlihat tidak nyaman dengan kehadiran dua orang polisi itu.Kedua polisi itu saling pandang sejenak, kemudian menatap sekitar yang masih banyak orang. Lalu, salah satu dari mereka menyarankan untuk berbicara di tempat parkir."Bisa kita bicara di sana saja, Tuan, Nyonya? Maaf, kalau kedatangan kami ke sini mengganggu acara pemakaman," ucap salah satu dari mereka tidak enak hati.Andrian dan Cassandra kompak mengangguk kemudian mengikuti kedua polisi menuju ke mobil. Sesekali Cassandra menoleh pada Andrian yang bersikap begitu tenang. "Begini, Tuan, Nyonya. Pihak kepolisian Distrik Barbera menemukan sesosok mayat di hutan. Sepertinya dia karyawan Anda yang bernama Bruno Morea, apa Anda ....""Astaga! Jadi, berita tadi pagi adalah tentang Bruno Morea? Saya memang tidak mengenal satu persatu karyawan saya, tapi kalau dia ditemukan di sana berarti ....""Iya, sesuai penyelidikan kepolisian wilayah
Andrian memang memutuskan memilih penerbangan ke luar negeri terlebih dahulu untuk mengecoh mata-mata Gennaro. "Ternyata kamu tidak sebodoh biasanya. Ya, maksudku bisa diandalkan di saat mendesak begini!" celetuk Cassandra begitu mereka sudah memasuki badan pesawat.Burung besi jenis Airbus itu pun mulai bergerak pelan di landasan pacu. Andrian melirik istrinya dengan tatapan dingin mendengar ledekan itu."Jangan meremehkan kemampuan Andrian Petruzzelli. Sejak kecil aku sudah memiliki kecerdasan. Hanya saja, ketika kuliah aku sedikit mengalami kemunduran prestasi karena kurang memahami materi!" dalihnya yang langsung disambut tawa cekikikan Cassandra.Wanita itu menutup mulutnya dengan telapak tangan geli mendengar alasan tidak masuk akal sang suami. Beruntung, mereka berada di bangku kelas bisnis, jadi tidak membuat penumpang lain terganggu dengan ejekan unfaedah itu."Jangan tertawakan aku, Cassandra. Kamu lihat sendiri, kan, La Stampa Group berkembang pesat karena campur tanganku?
"Kami dari Dinas Hukum dan Sosial Lombardia, mengabarkan bahwa permohonan berkas adopsi sudah kami setujui. Untuk selanjutnya ...." "Ah, maaf, saya ...." Angelica menjeda ucapannya."Hallo, Anda sekretaris Tuan Andrian Petruzzelli?" tanya suara perempuan di seberang sana.Angelica tampak bingung, tidak tahu harus menjawab apa. "Em, Bu ... iya, Tuan Andrian ....""Tolong, beritahu Tuan Andrian atau Nyonya Cassandra Petruzzelli.""Tapi beliau berdua sedang tidak berada di kantor. Mungkin sebaiknya Anda menghubungi handphone mereka, Nona."Panggilan berakhir. Angelica menarik napas lega karena tidak harus berurusan dengan hal-hal membingungkan. Angelica terdiam sesaat di situ, lalu sedetik kemudian, mulutnya melongo."Adopsi? Emillia?" Angelica mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk.Beberapa waktu lalu, dia mendengar selentingan gosip tentang rencana Andrian mengadopsi anak. Namun, bukan bernama Emillia, tetapi Gisella. "Kasihan sekali kamu Cassandra, harus terus mengalah dan me
"Aku tetap memikirkan anak kita, Andrian. Jangan salah!" sanggah Cassandra. Andrian melepaskan kedua tangan dari tubuh istrinya itu. Sesaat, terdengar hembusan napas kasar dari mulut Andrian karena mulai kesal."Kalau kamu memikirkan anak kita, tentu tidak bilang begitu, Cassandra! Seharusnya kamu memikirkan anak dalam kandunganmu. Kita harus baik-baik saja. Sudah paham?" Andrian menunduk lalu mengusap perut istrinya dengan lembut. Cassandra mengangguk samar, lalu menggenggam jemari tangan suaminya.Wanita itu mendongak dan tersenyum saat melihat wajah masam Andrian. "Maaf, aku hanya takut, Andrian. Aku janji padamu tidak akan menyia-nyiakan anak kita lagi. Kita harus membuat Kakek bahagia, Andrian," ucapnya yang dibalas ciuman lembut di bibir oleh Andrian."Kamu harus optimis. Sepulang dari Napoli, kita mendapatkan kabar baik. Kita segera menjemput Emillia, dan kita menyelesaikan urusan dengan perempuan itu!""Perempuan itu? Fiona maksudnya?" ulang Cassandra.Dia merasa heran mende
Sekali lagi Fiona menatap ke arah bangunan Panti Asuhan Santa Margherita, sebelum melajukan mobil meninggalkan tempat itu. Sembari mengemudi, Fiona memikirkan rencana selanjutnya untuk menggagalkan adopsi Emillia.Dia kembali menghubungi Jemmy, tetapi tidak satu pun panggilan dijawab oleh kekasihnya itu. Fiona mendengus kasar lalu meletakkan begitu saja handphone ke jok samping."Sialan kamu, Jemmy. Sebenarnya, apa yang kamu lakukan? Kenapa hidupmu hanya memikirkan bisnis?" gumamnya kesal.Fiona memang tidak pernah curiga pada Jemmy. Fiona selalu berpikir Jemmy sibuk mengurus bisnis. Meskipun Jemmy type laki-laki yang suka datang ke club malam, tetapi dia selalu mengabarinya. Berbeda dengan hari ini.Pagi-pagi sekali, Jemmy sudah pergi dari apartmentnya. Laki-laki itu hanya mengatakan ada urusan pekerjaan. Sejauh ini, Fiona juga tidak pernah melihat Jemmy bersama perempuan lain, selain Cassandra. Itu pun atas persetujuan Fiona.["Amore, aku butuh kamu. Kamu cepat pulang."]Pesan masuk
["Kalau Anda ingin memeras saya, katakan berapa yang Anda butuhkan? Setelah itu jangan ganggu saya lagi!"] Andrian tampak kesal.Cassandra mengusap-usap lengan suaminya yang mulai terbakar emosi. Bibir Andrian mengerut geram, lalu melirik istrinya sekilas."Kenapa banyak orang seperti ini?" tanya Andrian jengkel."Andrian, cobalah kamu tenang. Barangkali ini memang sebuah informasi penting. Jangan berprasangka buruk dulu. Seandainya dia memeras kita, mudah saja, kita bisa lapor polisi!" usul wanita itu.Sejenak, Andrian berpikir. Tampak laki-laki di seberang sana kembali mengetik pesan. Andrian sengaja menunggu balasan pesan dari informan misterius itu.Sebuah pesan kembali masuk, kali ini berupa rekaman suara."Jika Anda tidak percaya, setelah menerima handphone milik Bruno, Anda bisa laporkan saya ke polisi. Nama saya Christian Ferrara, ayah saya Gianluca Ferrara, rektor di Universitas Statale di Milano. Anda bisa lihat datanya. Pasti Anda bertanya, kenapa saya memilih menyimpan han
"Be-beringas? Mma-maksud Anda, mereka menyerang wartawan itu?" tanya Cassandra terbata. Wajahnya pun pucat seketika.Andrian tersenyum geli melihat kepanikan di wajah istrinya. Dia melepaskan tangan Cassandra dan beralih mengusap bahu wanita itu. "Tidak seperti itu, Nona. Kami juga tidak membiarkan para tahanan mencelakai orang lain. Tapi sebaiknya kalian hati-hati. Kejiwaan mereka tidak stabil!" Ketiganya lantas berhenti di depan pintu yang tertutup. Petugas lapas itu mengetuk pintu dua kali yang langsung diperintahkan masuk. Andrian dan Cassandra menatap sekilas petugas yang mengantar mereka, kemudian membuka pintu.Kedatangan keduanya disambut hangat oleh Komandan Dignoni. Sikap hangat laki-laki paruh baya itu tidak mampu membuat Cassandra tenang. Pikirannya melayang, membayangkan wajah seram narapidana dengan sikapnya yang kasar."Terima kasih, Tuan, atas sambutannya. Saya memerlukan bantuan Anda sekali lagi.""Silakan duduk dulu, Tuan dan Nyonya. Baiklah, saya harus katakan bebe
Dor!Maria Lussete tersentak ketika merasakan sesuatu yang panas menerjang kepalanya. Sesuatu yang tidak pernah dia gambarkan dan dirasakan sebelumnya. Maria Lussete hendak membuka mulut untuk mengucapkan sepatah kata terakhir, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan.Tangan kurus wanita itu menggapai lemah tubuh Alberto yang meringkuk di sebelahnya. Maria tersenyum dalam hati meskipun hanya bisa meraih jemari tangan suaminya. Bayangan wajah lucu Cassandra Lusette mulai kabur, lalu menghilang sebelum semua menjadi gelap.Dua orang algojo menyeringai puas. Tidak ada seorang pun saksi yang mengetahui pembantaian perwira menengah polisi dan istrinya itu. Salah seorang pelaku bernama Kevin Stankham, pria warga negara Jerman itu memegangkan pistol di tangan Maria."Selamat jalan. Kami harus melakukan ini.""Aku dengar dia tadi menyebut nama Cassandra, siapa dia?""Tidak usah dihiraukan. Kita harus cepat pergi dari sini!" ajak Kevin.Salah seorang pelaku segera melepas tali pengikat tubuh A