["Kalau Anda ingin memeras saya, katakan berapa yang Anda butuhkan? Setelah itu jangan ganggu saya lagi!"] Andrian tampak kesal.Cassandra mengusap-usap lengan suaminya yang mulai terbakar emosi. Bibir Andrian mengerut geram, lalu melirik istrinya sekilas."Kenapa banyak orang seperti ini?" tanya Andrian jengkel."Andrian, cobalah kamu tenang. Barangkali ini memang sebuah informasi penting. Jangan berprasangka buruk dulu. Seandainya dia memeras kita, mudah saja, kita bisa lapor polisi!" usul wanita itu.Sejenak, Andrian berpikir. Tampak laki-laki di seberang sana kembali mengetik pesan. Andrian sengaja menunggu balasan pesan dari informan misterius itu.Sebuah pesan kembali masuk, kali ini berupa rekaman suara."Jika Anda tidak percaya, setelah menerima handphone milik Bruno, Anda bisa laporkan saya ke polisi. Nama saya Christian Ferrara, ayah saya Gianluca Ferrara, rektor di Universitas Statale di Milano. Anda bisa lihat datanya. Pasti Anda bertanya, kenapa saya memilih menyimpan han
"Be-beringas? Mma-maksud Anda, mereka menyerang wartawan itu?" tanya Cassandra terbata. Wajahnya pun pucat seketika.Andrian tersenyum geli melihat kepanikan di wajah istrinya. Dia melepaskan tangan Cassandra dan beralih mengusap bahu wanita itu. "Tidak seperti itu, Nona. Kami juga tidak membiarkan para tahanan mencelakai orang lain. Tapi sebaiknya kalian hati-hati. Kejiwaan mereka tidak stabil!" Ketiganya lantas berhenti di depan pintu yang tertutup. Petugas lapas itu mengetuk pintu dua kali yang langsung diperintahkan masuk. Andrian dan Cassandra menatap sekilas petugas yang mengantar mereka, kemudian membuka pintu.Kedatangan keduanya disambut hangat oleh Komandan Dignoni. Sikap hangat laki-laki paruh baya itu tidak mampu membuat Cassandra tenang. Pikirannya melayang, membayangkan wajah seram narapidana dengan sikapnya yang kasar."Terima kasih, Tuan, atas sambutannya. Saya memerlukan bantuan Anda sekali lagi.""Silakan duduk dulu, Tuan dan Nyonya. Baiklah, saya harus katakan bebe
Dor!Maria Lussete tersentak ketika merasakan sesuatu yang panas menerjang kepalanya. Sesuatu yang tidak pernah dia gambarkan dan dirasakan sebelumnya. Maria Lussete hendak membuka mulut untuk mengucapkan sepatah kata terakhir, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan.Tangan kurus wanita itu menggapai lemah tubuh Alberto yang meringkuk di sebelahnya. Maria tersenyum dalam hati meskipun hanya bisa meraih jemari tangan suaminya. Bayangan wajah lucu Cassandra Lusette mulai kabur, lalu menghilang sebelum semua menjadi gelap.Dua orang algojo menyeringai puas. Tidak ada seorang pun saksi yang mengetahui pembantaian perwira menengah polisi dan istrinya itu. Salah seorang pelaku bernama Kevin Stankham, pria warga negara Jerman itu memegangkan pistol di tangan Maria."Selamat jalan. Kami harus melakukan ini.""Aku dengar dia tadi menyebut nama Cassandra, siapa dia?""Tidak usah dihiraukan. Kita harus cepat pergi dari sini!" ajak Kevin.Salah seorang pelaku segera melepas tali pengikat tubuh A
"Aku penasaran dengan kelompok Black Snake itu, Andrian. Tapi kenapa pimpinan geng itu bisa mati di tangan anak buah Kakek?" tanyanya sembari menoleh pada suaminya itu.Andrian tidak bisa menjawab. Kakeknya tidak pernah bercerita apa pun mengenai keterlibatannya dengan kelompok mafia. Bahkan, kematian orang tua dan kakek Cassandra juga baru diketahui Andrian kala itu."Nanti kita tanyakan pada Kakek. Jangan pikirkan sekarang. Oh, ya, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Andrian sambil mengusap-usap kepala Cassandra."Aku ingin menjemput Emillia. Apa kamu setuju?" tanya Cassandra tidak enak hati.Andrian mendengus kasar. "Kenapa kamu selalu memprioritaskan dia? Maksudku, bukankah minggu depan kamu sudah menjadi CFO La Stampa Group?" Andrian melepaskan tangan dari kepala Cassandra kemudian ikut menyandarkan kepala di sandaran jok.Kedua mata Andrian terpejam sejenak. Namun, seketika dia membuka matanya, lalu menatap Cassandra yang mulai mengantuk."Amore, apa kamu setuju kalau kita langsun
"Iya, pukul aku terus, tapi ingat, kita tidak akan putus!" teriak Jemmy sambil berusaha menghindar."Aarrgh!"Kaki kiri Fiona terpeleset tepian anak tangga sehingga membuatnya kehilangan keseimbangan. Tak ayal, tubuh Fiona berguling-guling di tangga minimalis itu.Jemmy langsung mengejar dengan hati-hati, lalu menangkap tubuh perempuan itu. Jemmy menepuk-nepuk pipi Fiona dengan panik, berharap perempuan itu membuka mata."Fiona, bangun! Fiona!" Di antara kepanikannya, Jemmy sibuk berpikir. Dia tidak mungkin membawa Fiona ke rumah sakit seorang diri. Jika tidak, rahasia hubungan mereka diketahui banyak orang. Fiona adalah supermodel, apa pun yang dilakukan perempuan itu akan menarik perhatian para pemburu berita.Berulang kali, Jemmy menghubungi temannya untuk membawa Fiona ke rumah sakit. Namun, sayangnya usaha Jemmy tidak membuahkan hasil."Sial!" umpat laki-laki itu.Dia meraup wajahnya kasar, lalu tanpa berpikir panjang lagi segera menggendong Fiona keluar dari unit apartment mewa
"Andrian ...." Cassandra tercekat.Dia menatap nanar pada suaminya yang justru memintanya memasuki mobil. Meskipun menurut, toh Cassandra tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya. "Andrian, aku mohon, kita ke rumah sakit sebentar," ulangnya memohon.Andrian menghentikan niat menyalakan mesin mobil. Dia menoleh dengan tatapan dingin ke arah istrinya itu. Cassandra langsung menunduk sambil memilin jemarinya di atas pangkuan. Dia tidak berani membantah ucapan suaminya meskipun hatinya memberontak."Demi Tuhan, kalau sampai Emillia kenapa-kenapa, aku akan merasa berdosa seumur hidup." Cassandra meracau lirih.Andrian berdecak kesal, kemudian mulai melajukan mobil keluar dari tempat parkir restaurant. Dari ekor matanya, Andrian bisa melihat kegelisahan Cassandra."Baik, kita ke rumah sakit. Tapi kamu tidak boleh berusaha mendonorkan darah untuknya. Meskipun dia butuh. Milano Ospedale, bukan rumah sakit kecil. Mereka pasti memiliki persediaan darah."Bahu Cassandra meluruh mendengarnya.
"Jemmy, apa aku tidak salah lihat?"Bergegas, Andrian melangkah menuju ke pintu utama. Tubuh laki-laki yang tadi dilihatnya, sudah menghilang terhalang puluhan mobil dan remangnya cahaya lampu tempat parkir luas itu. Andrian mengerutkan bibir geram karena tidak bisa memastikan kebenaran penglihatannya. Apalagi, beberapa mobil keluar masuk di waktu hampir bersamaan."Shit!" Andrian meninju udara.Andrian mengusap wajahnya kasar, kemudian membalikkan langkah menuju counter administrasi. Laki-laki tampan bertubuh atletis itu pun segera mengurus perpindahan ruang untuk Emillia.Namun, tidak bisa dipungkiri, pikiran Andrian melayang ke arah sosok laki-laki yang diduga Jemmy tadi. Tidak salah lagi. Andrian hafal betul gesture tubuh laki-laki saingannya itu."Amore, sudah selesai?" Cassandra tiba-tiba menepuk pelan lengan Andrian.Andrian sedikit berjingkat, lalu menoleh pada sang istri. "Sudah selesai. Kita tinggal menunggu perawat memindahkan Emillia. Setelah itu, kita pulang." Laki-laki
"Jawab aku, Jemmy. Kenapa kamu malah senyum-senyum tidak jelas begitu?" tanya Fiona lagi. "Apa kamu merencanakan sesuatu?" lanjutnya menuduh.Jemmy terkekeh, lalu duduk di samping Fiona. Laki-laki itu juga menggenggam jemari tangan Fiona dan menciumnya lembut. Fiona hendak menarik kembali tangannya, tetapi Jemmy semakin mengeratkan genggamannya."Aku ingin menggenggam tanganmu. Ayo, kita mulai dari awal hubungan ini dengan baik." Laki-laki itu berkata pelan.Alis Fiona terangkat sebelah. "Lebih baik? Tidak ada Cassandra atau perempuan itu lagi? Aku yakin, kamu tidak bisa!" cibirnya."Kamu meragukanku, Honey?" Jemmy menggaruk pelipisnya dengan jari telunjuk. "Oke, deal. Kita tidak akan saling mengulangi kesalahan itu. Kamu tidak boleh mengharapkan Andrian lagi. Tidak ada gunanya kamu berharap padanya. Andrian sangat mencintai Cassandra!" ucapnya lantang."Stop! Aku tidak butuh nasihatmu. Sekarang, berikan handphoneku!" sahut Fiona berusaha meraih handphone dari tangan kiri Jemmy.Jemmy