Home / Romansa / KONTRAK 1M / Bab 4 Kacau

Share

Bab 4 Kacau

Author: Mellysaregen
last update Last Updated: 2021-06-07 14:42:44

Pagi yang tadi cerah tiba-tiba saja mendung dan kini hujan deras mengguyur Ibu Kota, mungkin langit pun mengerti dengan perasaan Alena. Bahkan kini, kaca jendela mobil yang berembun, lebih menarik di mata Alena daripada harus menatap ke arah Ankara yang tengah menyetir.

“Jika kamu menyesal, kita masih bisa berhenti sekarang, karena setelah sampai di rumah sakit, saya tidak akan melepaskan kamu,” ucap Ankara tanpa menatap Alena. Lelaki itu bisa merasakan bahwa gadis di sampingnya ini masih dalam perasaan kacau, terbukti dari seringnya ia mendengar helaan napas.

“Nggak, Pak! Saya ... tetap sama keputusan tadi.”

“Baiklah, itu pilihan kamu. Saya nggak mau dengar penyesalan di kemudian hari!” tegas Ankara yang dibalas dengan anggukan pelan Alena.

Tak lama, mereka telah sampai di rumah sakit, melangkah beriringan menyusuri lorong rumah sakit. Jika Alena langsung menuju ke ruangan Alex, maka lain halnya dengan Ankara yang berbelok menuju bagian administrasi.

“Alena, kamu tumben datang siang?” tanya Dokter Karin yang kebetulan baru saja selesai memeriksa kondisi Alex.

“Iya, Dok. Aku datang untuk melunasi biaya pengobatan Alex, jadi Dokter udah bisa mengatur jadwal operasinya.”

“Sudah kamu lunasi? Apa Bos kamu memberikan pinjaman?” tanya Dokter Karin dengan hati-hati. Ia sudah menganggap Alena seperti adiknya sendiri, sehingga ia perlu menanyakan hal ini dan memastikan Alena tidak melakukan hal aneh untuk mendapatkan uang tersebut.

“Iya, Dok. Aku diterima kerja di Foniks group dan bosnya memberikan aku pinjam itu, dengan pembayaran dipotong dari gajiku,” jawab Alena dengan senyum yang dipaksakan. Ia tidak ingin berbohong pada Dokter Karin, tetapi ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya dan membuat dokter yang sudah ia anggap seperti kakakkakaknya sendiri cemas.

“Baguslah kalau begitu, kamu mau balik kerja atau langsung pulang? Kebetulan aku pulang cepat hari ini, jadi aku bisa mengantar kamu pulang.”

“Makasih, Dok, tapi aku masih harus balik kerja,” balas Alena, sedangkan Dokter Karin memilih pamit.

“Alex, kakak harap operasinya berjalan lancar.”

Alena meraih tangan adiknya yang sangat kurus. Tanpa bisa dicegah air mata kembali mengalir di pipinya, ia takut jika suatu saat nanti harus tinggal sendiri di dunia. Selama ini, satu-satunya alasan Alena bertahan adalah Alex, jadi jika Alex pergi maka ia tidak punya alasan untuk hidup lagi.

“Kita pergi sekarang! Masih banyak hal yang harus diselesaikan.”

Alena terkesiap saat suara Ankara memecah keheningan ruangan. Lelaki itu berdiri di samping pintu sembari bersandar pada tembok, dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Terlihat arogan dan memesona dalam satu waktu. Alena menggeleng pelan, kemudian beranjak setelah meninggalkan kecupan rindu di kening Alex.

Perjalanan dari rumah sakit menuju rumah Alena memakan waktu yang lumayan cepat, sehingga kini mereka tengah melangkah beriringan memasuki pekarangan rumah yang tampak sepi. Namun, tidak seperti biasanya, di depan pintu Alena terdapat tiga orang pria dengan wajah sangar, menatap setiap langkah mereka yang semakin mendekat.

“Mana uangnya?” ucap salah seorang dari pria sangar itu. Sedangkan Alena kini beralih menatap Ankara.

“Cukup, ‘kan?” tanya Ankara sembari memberikan cek yang berisi seluruh jumlah hutang Alena, termasuk pembayaran untuk penyitaan rumah.

“Gini, dong! Jadi, kita sama-sama enak dan urusan kita selesai!”

“Sertifikatnya!” pinta Ankara sembari menghalangi jalan ketiga orang itu yang hendak berlalu begitu saja. Tanpa rasa takut, Ankara kembali menyodorkan tangannya, meminta sertifikat rumah Alena.

Setelah ketiga lelaki itu memberikan sertifikatnya, kini Ankara beralih menatap Alena. Ia menyodorkan sertifikat tersebut, tetapi kembali menariknya saat Alena hendak mengambilnya.

“Sertifikat ini saya pegang, jangan sampai kamu berbuat curang dengan menjual rumah ini dan membayar utang. Itu sama saja menyalahi aturan!” ungkap Ankara dengan tegas, sedangkan Alena hanya bisa mengangguk lesu. Ingin membantah pun rasanya percuma, karena ia bahkan tidak punya kuasa untuk melawan.

“Untuk tambahan poin dari kontrak 1M itu akan saya perbaiki, dan besok kamu harus menandatanganinya lagi,” ucap Ankara sebelum beranjak dari hadapan Alena. Baru saja beberapa langkah, ia kembali memutar tubuhnya.

“Satu hal lagi, kontrak itu mulai berlaku besok pagi. Saya nggak suka orang yang tidak menghargai waktu!” tegas Ankara, kemudian benar-benar berlalu dari hadapan Alena.

Sedangkan Alena hanya bisa menatap punggung tegap dari pria jangkung yang kini mengambil alih hidupnya. Ia sadar, sejak menyetujui kontrak 1M itu, maka hidupnya bukan miliknya lagi.

***

Pagi-pagi buta Alena sudah siap dengan pakaian casual, memesan ojek online untuk membawanya ke tempat Ankara. Namun, baru saja hendak melakukan pemesanan, ia lupa untuk menanyakan alamat lelaki itu.

“Alena, lo ceroboh banget, sih!” rutuknya. Ia kini duduk di ruang tamu, memikirkan jalan keluar dari masalah yang timbul karena kecerobohannya. Lama berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk ke cafe tempat ia bekerja sebelumnya.

Alena melangkah dengan pelan ke arah cafe, tanpa diduga dari arah berlawanan, Bram datang dengan pakaian khas kantor. Alena yang teringat akan suatu hal yang harus diselesaikan sontak mempercepat langkahnya ke arah Bram.

“Pagi, Alena. Tumben pagi banget datangnya?” sapa Bram sembari membuka pintu cafe dan mempersilakan Alena untuk masuk lebih dahulu.

“Pagi Mas, ada hal penting yang mau aku omongin,” ucap Alena yang dibalas anggukan Bram. Lelaki itu mengajak Alena masuk ke dalam ruangannya.

“Mas, aku mau resign, tetapi maaf nggak sempat buat surat pengunduran diri,” ucap Alena pelan yang membuat Bram kaget. Pasalnya, Alena ini adalah karyawan yang paling rajin dan tak pernah membuat masalah, jadi ia cukup kaget dengan ucapannya.

“Kenapa? Apa ada yang mengganggu kamu? Kamu sakit? Atau—“

“Nggak, Mas. Aku ... aku kerja di tempat lain.”

“Tempat lain? Di mana? Kerja apa?” tanya Bram bertubi-tubi. Ia meraih tangan Alena, kemudian menggenggamnya.

“Alena, kamu bercanda, ‘kan?” lanjutnya yang dibalas gelengan Alena. Gadis itu menarik tangannya, kemudian tersenyum ke arah Bram.

“Nanti Mas Bram juga akan tahu. Pokoknya terima kasih karena selama ini udah baik banget sama aku. Hm ... aku pamit, Mas.”

“Tunggu! Oke, kalau kamu memang harus berhenti, tapi kita sarapan bareng dulu, ya!” pinta Bram yang membuat Alena berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk mengiakan ajakan lelaki itu.

Sarapan Alena dan Bram yang terbilang cukup lama tadi membuat Alena kini harus berlari dengan perasaan takut menuju ruangan Ankara. Ia melirik jam di pergelangan tangannya, seharusnya ini belum menunjukkan waktu jam kantor, semoga saja Ankara belum berada di kursi kebesarannya.

“Bu Alena, Pak Ankara sudah menunggu di dalam,” ucap seorang pria ber-name tag Rendi. Hal tersebut membuat Alena semakin dilanda rasa gugup, ia terus menggigit bibir bawahnya cemas.

“Lima pelanggaran di hari pertama! Kamu mencoba main-main dengan saya?”

Alena terkesiap setelah menutup pintu ruangan Ankara, pasalnya ia langsung disuguhi dengan ucapan sarkastik dari sang empunya. Dengan perasaan campur aduk, Alena hanya bisa terus menunduk dan bergumam maaf.

“Melewatkan sarapan, setelan, kebersihan apartemen, dan membuat saya menyetir sendiri. Terakhir, kamu datang ke kantor dengan pakaian santai. Kamu benar-benar mempermainkan saya? Jawab!” seru Ankara sembari berjalan ke hadapan Alena, mengangkat dagu gadis itu dengan sedikit kasar, membuatnya meringis.

“Kamu budeg? Kamu itu sedang menguji kesabaran saya atau memang bodoh?”

Alena memejamkan matanya, ia tidak sanggup menatap retina Ankara yang seakan ingin membunuhnya. Tatapan dan nada tegas lelaki itu terdengar seperti jurang kematian bagi Alena.

“Apa selama hidupnya, orang tua kamu tidak pernah mengajarkan untuk menggunakan otakmu?” ucap Ankara lagi dengan penuh penekanan. Berbeda dengan kalimat hinaan sebelumnya, kini Alena membuka matanya dan balik menatap Ankara dengan tatapan yang sama. Ia menghempaskan tangan lelaki itu, membuat sang empunya kaget.

“Pak Ankara ... pertama, Anda tidak memberitahukan alamat apartemen ke saya, bagaimana mungkin saya bisa datang ke sana? Saya bukan paranormal! Kedua, Anda juga tidak pernah mengatakan bahwa asisten pribadi itu, berarti saya harus berpenampilan seperti karyawan lainnya!” ucap Alena dengan tegas. Ia mengusap air matanya yang mengalir, kemudian menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya.

“Dan yang terakhir, Anda boleh menghina saya, tapi jangan pernah menghina orang tua saya!”

Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya yang penuh penekanan, Alena melangkah cepat meninggalkan ruangan, menyisakan Ankara yang terpaku, menatap lurus ke arah pintu yang baru saja dibanting dengan kasar oleh Alena.

“Jadi, maksudnya ini salah gue?” tanya Ankara pada dirinya. Ia terus mengulang pertanyaan tersebut sembari duduk kembali di kursinya, melihat Alena berucap dengan berapi-api seperti tadi, rupanya cukup mengganggu pikiran Ankara.

Related chapters

  • KONTRAK 1M   Bab 5 Suasana Aneh

    Ankara berulang kali mengumpat ke arah komputer di hadapannya, sejak kepergian Alena tadi, pekerjaannya terasa kacau. Mulai dari komputer yang tiba-tiba tidak merespon hingga jemarinya yang sering typo. “Jadi, ini salah gue gitu? Berani banget dia nyalahin gue,” gumam Ankara. Ia memukul keyboard di depannya, kemudian mengambil jas yang tergantung. Ia harus menyelesaikan masalah ini, atau pekerjaannya tidak akan selesai.Ankara melangkah menyusuri kantor, mencari keberadaan Alena yang tidak ia temukan. Saat sampai di loby, pandangannya mengarah pada Bramasta Cafe yang berada di seberang jalan. Ankara menyipitkan matanya, perlahan senyumnya mengembang saat melihat Alena berada di sana. Tanpa membuang waktu, Ankara segera menghampiri gadis itu.“Khm ... saya bukan orang yang gampang memaafkan, tetapi berhubung ini hari pertama kamu bekerja, jadi kalau kamu minta maaf sekarang, saya akan pertimbangkan,” ucap Ankara setelah

    Last Updated : 2021-06-07
  • KONTRAK 1M   Bab 6 Gara-gara makanan

    Bunyi spatula beradu dengan penggorengan menjadi melodi yang memenuhi apartemen Alena. Sedari tadi ia tengah sibuk memasak berbagai jenis makanan untuk makan malam Ankara. Ia melakukan ini dengan harapan tidak membuat kesalahan lagi, sekaligus menebus kesalahannya tadi pagi.“Nasi, rendang, cumi lada garam, udang goreng tepung, sayur brokoli, tumis terong, terus penutupnya puding buah. Sip, udah lengkap,” ucap Alena mengabsen berbagai jenis makanan yang sudah ia siapkan, kemudian mulai memasukkannya ke dalam rantang.“Semangat hadapi macan kota, Alena!” lanjutnya menyemangati diri sendiri. Dengan langkah yakin, ia menuju apartemen Ankara yang berada di samping apartemennya. Ia memencet bel berulang kali, tetapi tak ada tanda-tanda pintu akan segera terbuka.“Ini macan kota ke mana, sih? Nggak tahu ini berat apa?” gerutu Alena sembari terus memencet bel, hingga beberapa saat kemudian pintu terbuka, menampilkan Ankara dengan han

    Last Updated : 2021-06-08
  • KONTRAK 1M   Bab 7 Dasar, macan kota!

    Senandung kecil yang keluar dari bibir mungil Alena tampaknya menjadi melodi pengantar kegiatannya pagi ini. Kini, dua piring omelet telah tersaji, membuat gadis itu menatapnya berbinar.“Kalau si macan masih nggak suka, bakalan gue potong-potong dia jadi campuran omelet,” gumam Alena dengan tatapan kesal. Ia masih dendam pada Ankara, tetapi tetap menjalankan tugasnya sesuai kontrak.Alena beranjak meraih tasnya, kemudian mengambil dua piring omelet tersebut dan membawanya ke apartemen Ankara. Tak seperti semalam, pagi ini Ankara segera membuka pintu setelah Alena memencet bel sekali.“Tumben nggak telat,” ucap Ankara sembari melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Sedangkan Alena hanya tak acuh dan memilih langsung menuju ke dapur.“Gue mandi dulu, jangan buat kesalahan lagi!” pesan Ankara sebelum beranjak ke kamarnya. Sedangkan Alena hanya mengindikkan bahunya, kemudian mulai membersihkan seluruh

    Last Updated : 2021-06-09
  • KONTRAK 1M   Bab 8 Perihal bathrobe

    Seusai makan siang di apartemen Ankara tadi, kini Alena dan Ankara melangkah beriringan ke sebuah cafe tempat meeting bersama klien. Alena berulang kali menghela napas panjang, ia benar-benar gugup mengingat ini adalah pengalaman pertamanya bertemu dengan klien perusahaan. Wajar saja, ia yang tidak punya pengalaman, kini harus bekerja di perusahaan besar dengan posisi tinggi, sekretaris CEO.“Santai aja! Dengan lo menghela napas berulang kali kayak gitu, justru kelihatan gugupnya,” ucap Ankara sembari melirik Alena dengan tatapan remehnya, membuat sang empunya mendelik tak suka.“Lo nggak tahu rasanya jadi gue!”“Iya, sih, lo bener. Gue emang nggak tahu rasanya gugup karena mau ketemu klien, gue emang ditakdirkan kompeten sejak lahir,” ucap Ankara dengan bangganya. Sedangkan Alena justru mendengkus kesal, ingin sekali rasanya ia menarik kalimat yang keluar dari mulutnya tadi.“Selamat sore, Pak Sinatra.”

    Last Updated : 2021-06-10
  • KONTRAK 1M   Bab 9 Perintah dan Tawaran

    Bulu mata lebat itu tampak bergerak diiringi dengan kelopak mata yang mengerjap pelan. Ankara, si pemilik bulu mata lebat, mulai mengumpulkan kesadarannya. Ia memijat keningnya yang sedikit pening.“Ini bukan kamar gue,” gumam Ankara setelah menjelajahi ruangan dengan retinanya. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian yang menyebabkan ia berada di tempat tersebut. Potongan-potongan tentang Alena yang datang menjemputnya hingga kejadian saat ia memuntahkan isi perutnya tepat di kasur gadis itu terlintas dalam ingatannya.Ankara membulatkan matanya, setelah itu segera beranjak keluar dari kamar. Ia mengernyitkan dahi saat tak menemukan Alena di ruang tamu, tetapi aroma masakan yang sangat harum mengundangnya melangkah ke dapur.“Sudah bangun? Gue masakin sup taoge, katanya ini bagus untuk menghilangkan pengar,” ucap Alena sembari menyajikan sup tersebut ke dalam mangkuk dan menyimpannya di meja.“Ayo duduk! Lo ada meeting jam 10, j

    Last Updated : 2021-06-11
  • KONTRAK 1M   Bab 10 Dinner

    “Sempurna!”Ankara tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin, seperti biasanya, ia selalu menawan dengan pakaian apapun. Terlebih malam ini, tuxedo hitam yang melapisi kemeja di dalamnya terlihat sangat pas di tubuh tegap Ankara. Dengan langkah pasti, ia berjalan ke apartemen Alena, mengirimkan pesan pada gadis itu untuk segera ke luar.Pintu apartemen yang terbuka membuat Ankara terpaku. Di depannya, ada Alena yang tampak tak seperti biasanya. Gadis itu mengenakan gaun merah selutut dipadu dengan heels hitam, serta tatanan rambut yang dicurly membuat penampilannya sempurna.“Berangkat sekarang?”Ankara membasahi kerongkongannya yang beberapa detik lalu terasa kering, melemparkan pandangan ke lain arah agar Alena tak dapat membaca raut terpananya. Sebelum akhirnya, ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan gadis itu.Sepanjang jalan, tak hentinya Ankara mencuri pandang ke arah Alena yang terlihat gugup di sampingnya.

    Last Updated : 2021-06-16
  • KONTRAK 1M   Bab 11 Poor Ankara

    Alena melangkah cepat menyusuri lorong rumah sakit, diikuti oleh Ankara yang berjalan di belakangnya. Mereka langsung masuk ke ruangan Dokter Karin setelah dipersilakan oleh sang empunya ruangan.“Jadi, ada apa, Dok?”“Saya punya kabar buruk dan kabar baik sekaligus. Kamu ingin mendengar yang mana?”Alena menarik napas dalam, dua pilihan yang berhasil membuat Ankara kini menatapnya penasaran, ia ingin tahu karakter Alena dari caranya mengambil keputusan.“Kabar buruk aja dulu, Dok.”Tanpa sadar, Ankara tersenyum mendengar jawaban gadis itu. Bisa ia simpulkan bahwa Alena adalah tipikal gadis yang menyukai akhir bahagia meski harus berproses dalam kesedihan.“Kabar buruknya, penyakit gagal ginjal kronis yang dialami pasien kini menimbulkan komplikasi.”“Komplikasi?” tanya Alena bingung.“Iya, setelah saya periksa, jantung pasien mengalami masalah. Terdapat gejala g

    Last Updated : 2021-07-02
  • KONTRAK 1M   Bab 1 Awal Mula

    Suara dentuman musik yang memekakkan telinga, tarian erotis, serta aroma alkohol yang menyengat menjadi ciri khas tempat ini. Tempat di mana orang-orang akan bebas berekspresi, melupakan semua masalah, dan merasakan kebahagiaan sesaat. Sebuah club' yang berada di pusat Kota Metropolitan ini menjadi tempat nongkrong favorit bagi para eksekutif muda, termasuk Ankara Foniks. CEO dari Fonix Group yang merupakan perusahaan terbesar di Indonesia.“Bro, nggak chek in?”Ankara yang duduk di tengah beberapa wanita hanya menggeleng pelan. Ia sedang tidak niat untuk ‘bermain’ hari ini. Bahkan sedari tadi wanita-wanita yang mengelilinginya tampak ia abaikan. Hal tersebut membuat Devan, sahabat Ankara bingung.“Tumben banget seorang Ankara nolak cewek.”“Gue mau pulang, mumet gue di sini,” ucap Ankara sembari meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja. Ia melangkah ke luar tanpa memedulikan teriakan Devan, b

    Last Updated : 2021-06-04

Latest chapter

  • KONTRAK 1M   Bab 11 Poor Ankara

    Alena melangkah cepat menyusuri lorong rumah sakit, diikuti oleh Ankara yang berjalan di belakangnya. Mereka langsung masuk ke ruangan Dokter Karin setelah dipersilakan oleh sang empunya ruangan.“Jadi, ada apa, Dok?”“Saya punya kabar buruk dan kabar baik sekaligus. Kamu ingin mendengar yang mana?”Alena menarik napas dalam, dua pilihan yang berhasil membuat Ankara kini menatapnya penasaran, ia ingin tahu karakter Alena dari caranya mengambil keputusan.“Kabar buruk aja dulu, Dok.”Tanpa sadar, Ankara tersenyum mendengar jawaban gadis itu. Bisa ia simpulkan bahwa Alena adalah tipikal gadis yang menyukai akhir bahagia meski harus berproses dalam kesedihan.“Kabar buruknya, penyakit gagal ginjal kronis yang dialami pasien kini menimbulkan komplikasi.”“Komplikasi?” tanya Alena bingung.“Iya, setelah saya periksa, jantung pasien mengalami masalah. Terdapat gejala g

  • KONTRAK 1M   Bab 10 Dinner

    “Sempurna!”Ankara tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin, seperti biasanya, ia selalu menawan dengan pakaian apapun. Terlebih malam ini, tuxedo hitam yang melapisi kemeja di dalamnya terlihat sangat pas di tubuh tegap Ankara. Dengan langkah pasti, ia berjalan ke apartemen Alena, mengirimkan pesan pada gadis itu untuk segera ke luar.Pintu apartemen yang terbuka membuat Ankara terpaku. Di depannya, ada Alena yang tampak tak seperti biasanya. Gadis itu mengenakan gaun merah selutut dipadu dengan heels hitam, serta tatanan rambut yang dicurly membuat penampilannya sempurna.“Berangkat sekarang?”Ankara membasahi kerongkongannya yang beberapa detik lalu terasa kering, melemparkan pandangan ke lain arah agar Alena tak dapat membaca raut terpananya. Sebelum akhirnya, ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan gadis itu.Sepanjang jalan, tak hentinya Ankara mencuri pandang ke arah Alena yang terlihat gugup di sampingnya.

  • KONTRAK 1M   Bab 9 Perintah dan Tawaran

    Bulu mata lebat itu tampak bergerak diiringi dengan kelopak mata yang mengerjap pelan. Ankara, si pemilik bulu mata lebat, mulai mengumpulkan kesadarannya. Ia memijat keningnya yang sedikit pening.“Ini bukan kamar gue,” gumam Ankara setelah menjelajahi ruangan dengan retinanya. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian yang menyebabkan ia berada di tempat tersebut. Potongan-potongan tentang Alena yang datang menjemputnya hingga kejadian saat ia memuntahkan isi perutnya tepat di kasur gadis itu terlintas dalam ingatannya.Ankara membulatkan matanya, setelah itu segera beranjak keluar dari kamar. Ia mengernyitkan dahi saat tak menemukan Alena di ruang tamu, tetapi aroma masakan yang sangat harum mengundangnya melangkah ke dapur.“Sudah bangun? Gue masakin sup taoge, katanya ini bagus untuk menghilangkan pengar,” ucap Alena sembari menyajikan sup tersebut ke dalam mangkuk dan menyimpannya di meja.“Ayo duduk! Lo ada meeting jam 10, j

  • KONTRAK 1M   Bab 8 Perihal bathrobe

    Seusai makan siang di apartemen Ankara tadi, kini Alena dan Ankara melangkah beriringan ke sebuah cafe tempat meeting bersama klien. Alena berulang kali menghela napas panjang, ia benar-benar gugup mengingat ini adalah pengalaman pertamanya bertemu dengan klien perusahaan. Wajar saja, ia yang tidak punya pengalaman, kini harus bekerja di perusahaan besar dengan posisi tinggi, sekretaris CEO.“Santai aja! Dengan lo menghela napas berulang kali kayak gitu, justru kelihatan gugupnya,” ucap Ankara sembari melirik Alena dengan tatapan remehnya, membuat sang empunya mendelik tak suka.“Lo nggak tahu rasanya jadi gue!”“Iya, sih, lo bener. Gue emang nggak tahu rasanya gugup karena mau ketemu klien, gue emang ditakdirkan kompeten sejak lahir,” ucap Ankara dengan bangganya. Sedangkan Alena justru mendengkus kesal, ingin sekali rasanya ia menarik kalimat yang keluar dari mulutnya tadi.“Selamat sore, Pak Sinatra.”

  • KONTRAK 1M   Bab 7 Dasar, macan kota!

    Senandung kecil yang keluar dari bibir mungil Alena tampaknya menjadi melodi pengantar kegiatannya pagi ini. Kini, dua piring omelet telah tersaji, membuat gadis itu menatapnya berbinar.“Kalau si macan masih nggak suka, bakalan gue potong-potong dia jadi campuran omelet,” gumam Alena dengan tatapan kesal. Ia masih dendam pada Ankara, tetapi tetap menjalankan tugasnya sesuai kontrak.Alena beranjak meraih tasnya, kemudian mengambil dua piring omelet tersebut dan membawanya ke apartemen Ankara. Tak seperti semalam, pagi ini Ankara segera membuka pintu setelah Alena memencet bel sekali.“Tumben nggak telat,” ucap Ankara sembari melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Sedangkan Alena hanya tak acuh dan memilih langsung menuju ke dapur.“Gue mandi dulu, jangan buat kesalahan lagi!” pesan Ankara sebelum beranjak ke kamarnya. Sedangkan Alena hanya mengindikkan bahunya, kemudian mulai membersihkan seluruh

  • KONTRAK 1M   Bab 6 Gara-gara makanan

    Bunyi spatula beradu dengan penggorengan menjadi melodi yang memenuhi apartemen Alena. Sedari tadi ia tengah sibuk memasak berbagai jenis makanan untuk makan malam Ankara. Ia melakukan ini dengan harapan tidak membuat kesalahan lagi, sekaligus menebus kesalahannya tadi pagi.“Nasi, rendang, cumi lada garam, udang goreng tepung, sayur brokoli, tumis terong, terus penutupnya puding buah. Sip, udah lengkap,” ucap Alena mengabsen berbagai jenis makanan yang sudah ia siapkan, kemudian mulai memasukkannya ke dalam rantang.“Semangat hadapi macan kota, Alena!” lanjutnya menyemangati diri sendiri. Dengan langkah yakin, ia menuju apartemen Ankara yang berada di samping apartemennya. Ia memencet bel berulang kali, tetapi tak ada tanda-tanda pintu akan segera terbuka.“Ini macan kota ke mana, sih? Nggak tahu ini berat apa?” gerutu Alena sembari terus memencet bel, hingga beberapa saat kemudian pintu terbuka, menampilkan Ankara dengan han

  • KONTRAK 1M   Bab 5 Suasana Aneh

    Ankara berulang kali mengumpat ke arah komputer di hadapannya, sejak kepergian Alena tadi, pekerjaannya terasa kacau. Mulai dari komputer yang tiba-tiba tidak merespon hingga jemarinya yang sering typo. “Jadi, ini salah gue gitu? Berani banget dia nyalahin gue,” gumam Ankara. Ia memukul keyboard di depannya, kemudian mengambil jas yang tergantung. Ia harus menyelesaikan masalah ini, atau pekerjaannya tidak akan selesai.Ankara melangkah menyusuri kantor, mencari keberadaan Alena yang tidak ia temukan. Saat sampai di loby, pandangannya mengarah pada Bramasta Cafe yang berada di seberang jalan. Ankara menyipitkan matanya, perlahan senyumnya mengembang saat melihat Alena berada di sana. Tanpa membuang waktu, Ankara segera menghampiri gadis itu.“Khm ... saya bukan orang yang gampang memaafkan, tetapi berhubung ini hari pertama kamu bekerja, jadi kalau kamu minta maaf sekarang, saya akan pertimbangkan,” ucap Ankara setelah

  • KONTRAK 1M   Bab 4 Kacau

    Pagi yang tadi cerah tiba-tiba saja mendung dan kini hujan deras mengguyur Ibu Kota, mungkin langit pun mengerti dengan perasaan Alena. Bahkan kini, kaca jendela mobil yang berembun, lebih menarik di mata Alena daripada harus menatap ke arah Ankara yang tengah menyetir.“Jika kamu menyesal, kita masih bisa berhenti sekarang, karena setelah sampai di rumah sakit, saya tidak akan melepaskan kamu,” ucap Ankara tanpa menatap Alena. Lelaki itu bisa merasakan bahwa gadis di sampingnya ini masih dalam perasaan kacau, terbukti dari seringnya ia mendengar helaan napas.“Nggak, Pak! Saya ... tetap sama keputusan tadi.”“Baiklah, itu pilihan kamu. Saya nggak mau dengar penyesalan di kemudian hari!” tegas Ankara yang dibalas dengan anggukan pelan Alena.Tak lama, mereka telah sampai di rumah sakit, melangkah beriringan menyusuri lorong rumah sakit. Jika Alena langsung menuju ke ruangan Alex, maka lain halnya dengan Ankara yang berb

  • KONTRAK 1M   Bab 3 Tanda tangan kontrak

    Alena menghela napas untuk kesekian kalinya sejak menginjakkan kaki di depan bangunan yang terdiri dari 25 lantai tersebut. Bangunan dengan lambang burung Foniks yang tampak kokoh, tetapi menakutkan dalam pandangan Alena. Ia menggigit bibir bawahnya, bimbang harus mengambil langkah, karena jujur saja ini akan menjadi taruhan untuk masa depannya.“Ayo Alena, demi Alex,” gumam Alena meyakinkan diri. Bukan tanpa sebab ia beridiri di depan Foniks Group, semua karena ucapan Dokter Karin saat ia kembali menjenguk Alex kemarin usai kerja.“Alena, besok adalah kesempatan terakhir kamu untuk membayar biaya administrasi, karena jika tidak, maka kemungkinan Alex untuk sembuh akan sulit,” ucap Dokter Karin saat meminta Alena menemuinya kemarin.“Dok, bukannya untuk operasi itu harus menemukan ginjal yang cocok? Bukannya itu juga membutuhkan waktu lama? Ini berarti, kalaupun saya bisa lunasin biaya administrasi, belum tentu Alex bisa operasi sec

DMCA.com Protection Status