Beranda / Romansa / KONTRAK 1M / Bab 3 Tanda tangan kontrak

Share

Bab 3 Tanda tangan kontrak

Penulis: Mellysaregen
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Alena menghela napas untuk kesekian kalinya sejak menginjakkan kaki di depan bangunan yang terdiri dari 25 lantai tersebut. Bangunan dengan lambang burung Foniks yang tampak kokoh, tetapi menakutkan dalam pandangan Alena. Ia menggigit bibir bawahnya, bimbang harus mengambil langkah, karena jujur saja ini akan menjadi taruhan untuk masa depannya.

“Ayo Alena, demi Alex,” gumam Alena meyakinkan diri. Bukan tanpa sebab ia beridiri di depan Foniks Group, semua karena ucapan Dokter Karin saat ia kembali menjenguk Alex kemarin usai kerja.

“Alena, besok adalah kesempatan terakhir kamu untuk membayar biaya administrasi, karena jika tidak, maka kemungkinan Alex untuk sembuh akan sulit,” ucap Dokter Karin saat meminta Alena menemuinya kemarin.

“Dok, bukannya untuk operasi itu harus menemukan ginjal yang cocok? Bukannya itu juga membutuhkan waktu lama? Ini berarti, kalaupun saya bisa lunasin biaya administrasi, belum tentu Alex bisa operasi secepatnya.”

“Jujur saja Alena, saya sudah mencari donor ginjal untuk Alex sejak kedua ginjalnya semakin memburuk beberapa bulan lalu, dan beberapa hari yang lalu saya menemukannya. Makanya saya bilang sama kamu, kesempatan ini mungkin tidak akan datang dua kali,” ucap Dokter Karin menjeda ucapannya. Ia mendekat ke arah Alena, menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

“Sebenarnya, ini sudah menyalahi aturan rumah sakit, tapi saya nggak tega liat perjuangan kamu. Hanya saja saya minta maaf, karena tidak bisa membantu dari segi biayanya,” lanjut Dokter Karin yang membuat Alena menangis terharu.

Alena mengusap air mata yang tiba-tiba saja mengalir di pipinya saat mengingat pertemuan dengan Dokter Karin semalam. Jika Dokter Karin saja berani menyalahi aturan rumah sakit hanya untuk menolongnya, maka Alena tidak mungkin mengorbankan Alex hanya untuk mempertahankan harga dirinya.

“Demi Alex!” tekad Alena sembari melangkah masuk ke dalam gedung pencakar langit tersebut. Ia menelan salivanya gugup, ini bukan pertama kali ia menginjakkan kaki di tempat ini, karena tiga tahun yang lalu ia pernah melakukannya, tetapi tentu saja dengan alasan berbeda.

“Saya ingin bertemu dengan Pak Ankara,” ucap Alena pada karyawan di bagian loby perusahaan.

“Sudah membuat janji?”

“Dia memberikan ini ke saya,” balas Alena sembari menunjukkan kartu nama yang ditinggalkan Ankara kemarin. Kartu nama yang sempat ia buang di tempat sampah dan kembali mencarinya saat ia tak memiliki pilihan lain.

“Tunggu sebentar ya, Mbak. Saya hubungi sekretarisnya.”

Alena mengangguk, mengiakan ucapan karyawan tersebut. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah, andai saja waktu itu ia memiliki pengalaman kerja, mungkin ia sudah menjadi bagian dari perusahaan ini, dengan menggunakan pakaian rapi dan juga tanda pengenal seperti karyawan lainnya.

“Ruangan Pak Ankara ada di lantai 24, Mbak, silakan!”

Alena melangkah dengan perasaan yang tidak menentu. Ia mulai menebak reaksi Ankara ketika melihatnya nanti, terlebih saat mengingat kejadian terakhir kali saat bertemu. Lift yang terbuka dan menunjukkan lantai 24 membuat perasaan Alena semakin was-was, entah hinaan, atau bahkan balasan tamparan yang akan ia dapatkan, tetapi yang pasti semua ini ia lakukan demi Alex.

“Mbak Alena?”

Alena mengangguk saat seorang pria yang ia yakini adalah sekretaris Ankara, baru saja menyapanya. Perasaan gugup semakin melanda ketika pria itu mengatakan bahwa Ankara telah menunggunya di dalam.

Alena memilin bajunya, ia bingung harus memulai pembicaraan. Sejak masuk lima menit yang lalu, ia hanya berdiri di depan meja Ankara, sedangkan sang empunya duduk di kursi, membelakangi Alena.

“Ada perlu apa?” tanya Ankara dengan nada datarnya sembari memutar kursi, menatap Alena yang membuat gadis itu semakin gugup.

“I—itu ... penawaran kontrak 1M, s—saya ... saya setuju.”

Alena memejamkan matanya ketika Ankara terkekeh sembari berdiri. Lelaki itu melangkah semakin dekat ke arahnya, membuat Alena bahkan tak sanggup untuk beradu pandang.

“Apa sopan bicara tanpa menatap lawan bicaramu?”

Alena semakin gugup, terlebih kini Ankara berucap sembari mengangkat dagu Alena dengan jari-jarinya. Alena bisa melihat dengan jelas, alis tebal, hidung mancung, bibir penuh, dan rahang tegas, serta mata hitam legam yang kini menatap tepat retinanya.

“Kamu pikir, tawaran itu masih berlaku?” tanya Ankara yang membuat Alena terbelalak. Seakan dihipnotis, Alena kini berlutut di depan Ankara. Ia masih ingat kalimat terakhir lelaki itu saat di cafe, Alena akan benar-benar berlutut jika itu menjadi satu-satunya cara untuk menyelamatkan Alex.

“Apa ini yang namanya harga diri?”

Alena mengepalkan tangannya, menundukkan kepala dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya. Dengan sekuat tenaga, ia menahan rasa kesal pada Ankara yang sedari tadi tengah mempermainkannya.

Sedangkan Ankara kini melangkah kembali ke kursinya, menatap dalam pada Alena yang masih berlutut di hadapannya. Ia mengambil ponsel, kemudian mengabadikan momen tersebut.

“Berhubung saya manusia, bukan ‘sampah’ seperti yang pernah kamu katakan, maka saya akan berniat baik menolong kamu. Bangun!” perintah Ankara yang langsung dituruti oleh Alena. Ankara tersenyum miring saat melihat perubahan pada gadis itu, dari seorang yang pembangkang menjadi sangat penurut.

“Tanda tangan!” pinta Ankara sembari melemparkan sebuah map berisi kontrak perjanjian di atas meja. Sedangkan Alena, kini melangkah mendekat dan duduk di hadapan Ankara, membuka map tersebut.

Alena menarik napas panjang, kemudian mulai membaca satu per satu dari isi kontrak 1M yang terdiri dari hak dan kewajiban Ankara sebagai pihak pertama dan Alena sebagai pihak kedua.

Dalam kontrak tersebut dijelaskan, kewajiban Ankara akan membayar seluruh biaya rumah sakit Alex, melunasi seluruh hutang Alena pada rentenir, termasuk masalah penyitaan rumah, dan memberikan uang bulanan pada Alena sesuai dengan gaji sekretaris pribadi. Sedangkan kewajiban Alena ialah menjadi sekretaris pribadi Ankara untuk urusan kantor dan pribadi, dalam hal ini termasuk urusan makan, perlengkapan kerja, kebersihan apartemen, menjadi sopir pribadi, dan memenuhi seluruh kebutuhan Ankara. Serta, menjalankan peran ganda sebagai pacar Ankara yang akan dikenalkan pada orang tua lelaki itu.

“Semua ini harus saya lakukan?” tanya Alena setelah membaca kewajiban yang harus ia lakukan. Anggukan pasti dari Ankara menjadi jawaban yang membuat Alena menghela napas panjang. Ia beralih pada hak yang akan didapatkan masing-masing pihak.

Hak Ankara adalah semua kewajiban Alena, begitupun sebaliknya. Kontrak tersebut berlaku sejak penandatanganan kedua belah pihak dan hanya dapat berakhir dalam jangka waktu 5 tahun, atau ketika Alena dapat melunasi hutangnya tanpa menggunakan uang yang diberikan Ankara, dan atau Ankara sendiri yang menginginkan kontrak tersebut berakhir.

“Bagaimana?” tanya Ankara. Alena menggenggam erat map tersebut, sebenarnya ada hal yang mengganggu dalam pikirannya pada bagian kewajiban yang harus ia lakukan.

“Apa ada poin yang ingin kamu tambahkan? Berhubung saya adalah orang tampan yang baik hati, jadi saya kasih kamu satu poin tambahan, dengan catatan tidak melanggar aturan saya.”

Alena menggigit bibir bawahnya, ia bingung harus mengatakan keganjalan tersebut atau tidak, tetapi perasaannya tidak akan tenang jika tidak mengatakannya. Dengan sedikit mengumpulkan keberanian, Alena kini beralih beradu pandang dengan retina Ankara.

“S—saya ... saya tidak ingin ada sentuhan fisik,” ucap Alena pelan, bahkan sangat pelan, tetapi masih didengar dengan baik oleh Ankara yang seketika tertawa. Hal tersebut membuat Alena menatapnya dengan pandangan penuh tanya.

“Jangan bilang kamu berpikir saya melakukan ini karena benar-benar tertarik sama kamu? Selain tidak tahu sopan santun, ternyata kamu juga tidak tahu diri,” ucap Ankara di tengah-tengah tawanya.

“Alena, dengarkan saya!” pinta Ankara setelah meredakan tawanya. Ia mencondongkan tubuh ke arah Alena yang tiba-tiba saja menjadi salah tingkah.

“Kamu bukan tipe saya! Saya bisa mendapatkan wanita dengan penampilan dewasa dan tentunya cantik, lalu kenapa saya harus menyentuh kamu ... yang bahkan tidak menarik?” ungkap Ankara yang diakhiri dengan pertanyaan meremehkan, kemudian kembali membenarkan duduknya.

Sedangkan Alena mengembuskan napasnya yang sempat tertahan beberapa waktu ketika Ankara berucap sangat dekat dengannya. Dengan sedikit bergetar, Alena meraih pulpen dan membubuhi tanda tangan di atas kontraknya.

“Pilihan yang tepat, anak baik!” ucap Ankara sembari menepuk pelan kepala Alena, diiringi dengan senyum penuh kemenangan, sedangkan Alena hanya bisa mengutuk lelaki itu di dalam hati dengan berbagai sumpah serapah.

“Saya akan antar kamu ke rumah sakit dan mengurus semua hutang kamu. Saya tidak ingin ambil risiko jika kamu akan kabur setelah mendapatkan uangnya,” lanjut Ankara sembari menarik tangan Alena keluar.

“Selamat datang di kehidupan yang sebenarnya, Alena.”

Bab terkait

  • KONTRAK 1M   Bab 4 Kacau

    Pagi yang tadi cerah tiba-tiba saja mendung dan kini hujan deras mengguyur Ibu Kota, mungkin langit pun mengerti dengan perasaan Alena. Bahkan kini, kaca jendela mobil yang berembun, lebih menarik di mata Alena daripada harus menatap ke arah Ankara yang tengah menyetir.“Jika kamu menyesal, kita masih bisa berhenti sekarang, karena setelah sampai di rumah sakit, saya tidak akan melepaskan kamu,” ucap Ankara tanpa menatap Alena. Lelaki itu bisa merasakan bahwa gadis di sampingnya ini masih dalam perasaan kacau, terbukti dari seringnya ia mendengar helaan napas.“Nggak, Pak! Saya ... tetap sama keputusan tadi.”“Baiklah, itu pilihan kamu. Saya nggak mau dengar penyesalan di kemudian hari!” tegas Ankara yang dibalas dengan anggukan pelan Alena.Tak lama, mereka telah sampai di rumah sakit, melangkah beriringan menyusuri lorong rumah sakit. Jika Alena langsung menuju ke ruangan Alex, maka lain halnya dengan Ankara yang berb

  • KONTRAK 1M   Bab 5 Suasana Aneh

    Ankara berulang kali mengumpat ke arah komputer di hadapannya, sejak kepergian Alena tadi, pekerjaannya terasa kacau. Mulai dari komputer yang tiba-tiba tidak merespon hingga jemarinya yang sering typo. “Jadi, ini salah gue gitu? Berani banget dia nyalahin gue,” gumam Ankara. Ia memukul keyboard di depannya, kemudian mengambil jas yang tergantung. Ia harus menyelesaikan masalah ini, atau pekerjaannya tidak akan selesai.Ankara melangkah menyusuri kantor, mencari keberadaan Alena yang tidak ia temukan. Saat sampai di loby, pandangannya mengarah pada Bramasta Cafe yang berada di seberang jalan. Ankara menyipitkan matanya, perlahan senyumnya mengembang saat melihat Alena berada di sana. Tanpa membuang waktu, Ankara segera menghampiri gadis itu.“Khm ... saya bukan orang yang gampang memaafkan, tetapi berhubung ini hari pertama kamu bekerja, jadi kalau kamu minta maaf sekarang, saya akan pertimbangkan,” ucap Ankara setelah

  • KONTRAK 1M   Bab 6 Gara-gara makanan

    Bunyi spatula beradu dengan penggorengan menjadi melodi yang memenuhi apartemen Alena. Sedari tadi ia tengah sibuk memasak berbagai jenis makanan untuk makan malam Ankara. Ia melakukan ini dengan harapan tidak membuat kesalahan lagi, sekaligus menebus kesalahannya tadi pagi.“Nasi, rendang, cumi lada garam, udang goreng tepung, sayur brokoli, tumis terong, terus penutupnya puding buah. Sip, udah lengkap,” ucap Alena mengabsen berbagai jenis makanan yang sudah ia siapkan, kemudian mulai memasukkannya ke dalam rantang.“Semangat hadapi macan kota, Alena!” lanjutnya menyemangati diri sendiri. Dengan langkah yakin, ia menuju apartemen Ankara yang berada di samping apartemennya. Ia memencet bel berulang kali, tetapi tak ada tanda-tanda pintu akan segera terbuka.“Ini macan kota ke mana, sih? Nggak tahu ini berat apa?” gerutu Alena sembari terus memencet bel, hingga beberapa saat kemudian pintu terbuka, menampilkan Ankara dengan han

  • KONTRAK 1M   Bab 7 Dasar, macan kota!

    Senandung kecil yang keluar dari bibir mungil Alena tampaknya menjadi melodi pengantar kegiatannya pagi ini. Kini, dua piring omelet telah tersaji, membuat gadis itu menatapnya berbinar.“Kalau si macan masih nggak suka, bakalan gue potong-potong dia jadi campuran omelet,” gumam Alena dengan tatapan kesal. Ia masih dendam pada Ankara, tetapi tetap menjalankan tugasnya sesuai kontrak.Alena beranjak meraih tasnya, kemudian mengambil dua piring omelet tersebut dan membawanya ke apartemen Ankara. Tak seperti semalam, pagi ini Ankara segera membuka pintu setelah Alena memencet bel sekali.“Tumben nggak telat,” ucap Ankara sembari melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Sedangkan Alena hanya tak acuh dan memilih langsung menuju ke dapur.“Gue mandi dulu, jangan buat kesalahan lagi!” pesan Ankara sebelum beranjak ke kamarnya. Sedangkan Alena hanya mengindikkan bahunya, kemudian mulai membersihkan seluruh

  • KONTRAK 1M   Bab 8 Perihal bathrobe

    Seusai makan siang di apartemen Ankara tadi, kini Alena dan Ankara melangkah beriringan ke sebuah cafe tempat meeting bersama klien. Alena berulang kali menghela napas panjang, ia benar-benar gugup mengingat ini adalah pengalaman pertamanya bertemu dengan klien perusahaan. Wajar saja, ia yang tidak punya pengalaman, kini harus bekerja di perusahaan besar dengan posisi tinggi, sekretaris CEO.“Santai aja! Dengan lo menghela napas berulang kali kayak gitu, justru kelihatan gugupnya,” ucap Ankara sembari melirik Alena dengan tatapan remehnya, membuat sang empunya mendelik tak suka.“Lo nggak tahu rasanya jadi gue!”“Iya, sih, lo bener. Gue emang nggak tahu rasanya gugup karena mau ketemu klien, gue emang ditakdirkan kompeten sejak lahir,” ucap Ankara dengan bangganya. Sedangkan Alena justru mendengkus kesal, ingin sekali rasanya ia menarik kalimat yang keluar dari mulutnya tadi.“Selamat sore, Pak Sinatra.”

  • KONTRAK 1M   Bab 9 Perintah dan Tawaran

    Bulu mata lebat itu tampak bergerak diiringi dengan kelopak mata yang mengerjap pelan. Ankara, si pemilik bulu mata lebat, mulai mengumpulkan kesadarannya. Ia memijat keningnya yang sedikit pening.“Ini bukan kamar gue,” gumam Ankara setelah menjelajahi ruangan dengan retinanya. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian yang menyebabkan ia berada di tempat tersebut. Potongan-potongan tentang Alena yang datang menjemputnya hingga kejadian saat ia memuntahkan isi perutnya tepat di kasur gadis itu terlintas dalam ingatannya.Ankara membulatkan matanya, setelah itu segera beranjak keluar dari kamar. Ia mengernyitkan dahi saat tak menemukan Alena di ruang tamu, tetapi aroma masakan yang sangat harum mengundangnya melangkah ke dapur.“Sudah bangun? Gue masakin sup taoge, katanya ini bagus untuk menghilangkan pengar,” ucap Alena sembari menyajikan sup tersebut ke dalam mangkuk dan menyimpannya di meja.“Ayo duduk! Lo ada meeting jam 10, j

  • KONTRAK 1M   Bab 10 Dinner

    “Sempurna!”Ankara tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin, seperti biasanya, ia selalu menawan dengan pakaian apapun. Terlebih malam ini, tuxedo hitam yang melapisi kemeja di dalamnya terlihat sangat pas di tubuh tegap Ankara. Dengan langkah pasti, ia berjalan ke apartemen Alena, mengirimkan pesan pada gadis itu untuk segera ke luar.Pintu apartemen yang terbuka membuat Ankara terpaku. Di depannya, ada Alena yang tampak tak seperti biasanya. Gadis itu mengenakan gaun merah selutut dipadu dengan heels hitam, serta tatanan rambut yang dicurly membuat penampilannya sempurna.“Berangkat sekarang?”Ankara membasahi kerongkongannya yang beberapa detik lalu terasa kering, melemparkan pandangan ke lain arah agar Alena tak dapat membaca raut terpananya. Sebelum akhirnya, ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan gadis itu.Sepanjang jalan, tak hentinya Ankara mencuri pandang ke arah Alena yang terlihat gugup di sampingnya.

  • KONTRAK 1M   Bab 11 Poor Ankara

    Alena melangkah cepat menyusuri lorong rumah sakit, diikuti oleh Ankara yang berjalan di belakangnya. Mereka langsung masuk ke ruangan Dokter Karin setelah dipersilakan oleh sang empunya ruangan.“Jadi, ada apa, Dok?”“Saya punya kabar buruk dan kabar baik sekaligus. Kamu ingin mendengar yang mana?”Alena menarik napas dalam, dua pilihan yang berhasil membuat Ankara kini menatapnya penasaran, ia ingin tahu karakter Alena dari caranya mengambil keputusan.“Kabar buruk aja dulu, Dok.”Tanpa sadar, Ankara tersenyum mendengar jawaban gadis itu. Bisa ia simpulkan bahwa Alena adalah tipikal gadis yang menyukai akhir bahagia meski harus berproses dalam kesedihan.“Kabar buruknya, penyakit gagal ginjal kronis yang dialami pasien kini menimbulkan komplikasi.”“Komplikasi?” tanya Alena bingung.“Iya, setelah saya periksa, jantung pasien mengalami masalah. Terdapat gejala g

Bab terbaru

  • KONTRAK 1M   Bab 11 Poor Ankara

    Alena melangkah cepat menyusuri lorong rumah sakit, diikuti oleh Ankara yang berjalan di belakangnya. Mereka langsung masuk ke ruangan Dokter Karin setelah dipersilakan oleh sang empunya ruangan.“Jadi, ada apa, Dok?”“Saya punya kabar buruk dan kabar baik sekaligus. Kamu ingin mendengar yang mana?”Alena menarik napas dalam, dua pilihan yang berhasil membuat Ankara kini menatapnya penasaran, ia ingin tahu karakter Alena dari caranya mengambil keputusan.“Kabar buruk aja dulu, Dok.”Tanpa sadar, Ankara tersenyum mendengar jawaban gadis itu. Bisa ia simpulkan bahwa Alena adalah tipikal gadis yang menyukai akhir bahagia meski harus berproses dalam kesedihan.“Kabar buruknya, penyakit gagal ginjal kronis yang dialami pasien kini menimbulkan komplikasi.”“Komplikasi?” tanya Alena bingung.“Iya, setelah saya periksa, jantung pasien mengalami masalah. Terdapat gejala g

  • KONTRAK 1M   Bab 10 Dinner

    “Sempurna!”Ankara tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin, seperti biasanya, ia selalu menawan dengan pakaian apapun. Terlebih malam ini, tuxedo hitam yang melapisi kemeja di dalamnya terlihat sangat pas di tubuh tegap Ankara. Dengan langkah pasti, ia berjalan ke apartemen Alena, mengirimkan pesan pada gadis itu untuk segera ke luar.Pintu apartemen yang terbuka membuat Ankara terpaku. Di depannya, ada Alena yang tampak tak seperti biasanya. Gadis itu mengenakan gaun merah selutut dipadu dengan heels hitam, serta tatanan rambut yang dicurly membuat penampilannya sempurna.“Berangkat sekarang?”Ankara membasahi kerongkongannya yang beberapa detik lalu terasa kering, melemparkan pandangan ke lain arah agar Alena tak dapat membaca raut terpananya. Sebelum akhirnya, ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan gadis itu.Sepanjang jalan, tak hentinya Ankara mencuri pandang ke arah Alena yang terlihat gugup di sampingnya.

  • KONTRAK 1M   Bab 9 Perintah dan Tawaran

    Bulu mata lebat itu tampak bergerak diiringi dengan kelopak mata yang mengerjap pelan. Ankara, si pemilik bulu mata lebat, mulai mengumpulkan kesadarannya. Ia memijat keningnya yang sedikit pening.“Ini bukan kamar gue,” gumam Ankara setelah menjelajahi ruangan dengan retinanya. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian yang menyebabkan ia berada di tempat tersebut. Potongan-potongan tentang Alena yang datang menjemputnya hingga kejadian saat ia memuntahkan isi perutnya tepat di kasur gadis itu terlintas dalam ingatannya.Ankara membulatkan matanya, setelah itu segera beranjak keluar dari kamar. Ia mengernyitkan dahi saat tak menemukan Alena di ruang tamu, tetapi aroma masakan yang sangat harum mengundangnya melangkah ke dapur.“Sudah bangun? Gue masakin sup taoge, katanya ini bagus untuk menghilangkan pengar,” ucap Alena sembari menyajikan sup tersebut ke dalam mangkuk dan menyimpannya di meja.“Ayo duduk! Lo ada meeting jam 10, j

  • KONTRAK 1M   Bab 8 Perihal bathrobe

    Seusai makan siang di apartemen Ankara tadi, kini Alena dan Ankara melangkah beriringan ke sebuah cafe tempat meeting bersama klien. Alena berulang kali menghela napas panjang, ia benar-benar gugup mengingat ini adalah pengalaman pertamanya bertemu dengan klien perusahaan. Wajar saja, ia yang tidak punya pengalaman, kini harus bekerja di perusahaan besar dengan posisi tinggi, sekretaris CEO.“Santai aja! Dengan lo menghela napas berulang kali kayak gitu, justru kelihatan gugupnya,” ucap Ankara sembari melirik Alena dengan tatapan remehnya, membuat sang empunya mendelik tak suka.“Lo nggak tahu rasanya jadi gue!”“Iya, sih, lo bener. Gue emang nggak tahu rasanya gugup karena mau ketemu klien, gue emang ditakdirkan kompeten sejak lahir,” ucap Ankara dengan bangganya. Sedangkan Alena justru mendengkus kesal, ingin sekali rasanya ia menarik kalimat yang keluar dari mulutnya tadi.“Selamat sore, Pak Sinatra.”

  • KONTRAK 1M   Bab 7 Dasar, macan kota!

    Senandung kecil yang keluar dari bibir mungil Alena tampaknya menjadi melodi pengantar kegiatannya pagi ini. Kini, dua piring omelet telah tersaji, membuat gadis itu menatapnya berbinar.“Kalau si macan masih nggak suka, bakalan gue potong-potong dia jadi campuran omelet,” gumam Alena dengan tatapan kesal. Ia masih dendam pada Ankara, tetapi tetap menjalankan tugasnya sesuai kontrak.Alena beranjak meraih tasnya, kemudian mengambil dua piring omelet tersebut dan membawanya ke apartemen Ankara. Tak seperti semalam, pagi ini Ankara segera membuka pintu setelah Alena memencet bel sekali.“Tumben nggak telat,” ucap Ankara sembari melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Sedangkan Alena hanya tak acuh dan memilih langsung menuju ke dapur.“Gue mandi dulu, jangan buat kesalahan lagi!” pesan Ankara sebelum beranjak ke kamarnya. Sedangkan Alena hanya mengindikkan bahunya, kemudian mulai membersihkan seluruh

  • KONTRAK 1M   Bab 6 Gara-gara makanan

    Bunyi spatula beradu dengan penggorengan menjadi melodi yang memenuhi apartemen Alena. Sedari tadi ia tengah sibuk memasak berbagai jenis makanan untuk makan malam Ankara. Ia melakukan ini dengan harapan tidak membuat kesalahan lagi, sekaligus menebus kesalahannya tadi pagi.“Nasi, rendang, cumi lada garam, udang goreng tepung, sayur brokoli, tumis terong, terus penutupnya puding buah. Sip, udah lengkap,” ucap Alena mengabsen berbagai jenis makanan yang sudah ia siapkan, kemudian mulai memasukkannya ke dalam rantang.“Semangat hadapi macan kota, Alena!” lanjutnya menyemangati diri sendiri. Dengan langkah yakin, ia menuju apartemen Ankara yang berada di samping apartemennya. Ia memencet bel berulang kali, tetapi tak ada tanda-tanda pintu akan segera terbuka.“Ini macan kota ke mana, sih? Nggak tahu ini berat apa?” gerutu Alena sembari terus memencet bel, hingga beberapa saat kemudian pintu terbuka, menampilkan Ankara dengan han

  • KONTRAK 1M   Bab 5 Suasana Aneh

    Ankara berulang kali mengumpat ke arah komputer di hadapannya, sejak kepergian Alena tadi, pekerjaannya terasa kacau. Mulai dari komputer yang tiba-tiba tidak merespon hingga jemarinya yang sering typo. “Jadi, ini salah gue gitu? Berani banget dia nyalahin gue,” gumam Ankara. Ia memukul keyboard di depannya, kemudian mengambil jas yang tergantung. Ia harus menyelesaikan masalah ini, atau pekerjaannya tidak akan selesai.Ankara melangkah menyusuri kantor, mencari keberadaan Alena yang tidak ia temukan. Saat sampai di loby, pandangannya mengarah pada Bramasta Cafe yang berada di seberang jalan. Ankara menyipitkan matanya, perlahan senyumnya mengembang saat melihat Alena berada di sana. Tanpa membuang waktu, Ankara segera menghampiri gadis itu.“Khm ... saya bukan orang yang gampang memaafkan, tetapi berhubung ini hari pertama kamu bekerja, jadi kalau kamu minta maaf sekarang, saya akan pertimbangkan,” ucap Ankara setelah

  • KONTRAK 1M   Bab 4 Kacau

    Pagi yang tadi cerah tiba-tiba saja mendung dan kini hujan deras mengguyur Ibu Kota, mungkin langit pun mengerti dengan perasaan Alena. Bahkan kini, kaca jendela mobil yang berembun, lebih menarik di mata Alena daripada harus menatap ke arah Ankara yang tengah menyetir.“Jika kamu menyesal, kita masih bisa berhenti sekarang, karena setelah sampai di rumah sakit, saya tidak akan melepaskan kamu,” ucap Ankara tanpa menatap Alena. Lelaki itu bisa merasakan bahwa gadis di sampingnya ini masih dalam perasaan kacau, terbukti dari seringnya ia mendengar helaan napas.“Nggak, Pak! Saya ... tetap sama keputusan tadi.”“Baiklah, itu pilihan kamu. Saya nggak mau dengar penyesalan di kemudian hari!” tegas Ankara yang dibalas dengan anggukan pelan Alena.Tak lama, mereka telah sampai di rumah sakit, melangkah beriringan menyusuri lorong rumah sakit. Jika Alena langsung menuju ke ruangan Alex, maka lain halnya dengan Ankara yang berb

  • KONTRAK 1M   Bab 3 Tanda tangan kontrak

    Alena menghela napas untuk kesekian kalinya sejak menginjakkan kaki di depan bangunan yang terdiri dari 25 lantai tersebut. Bangunan dengan lambang burung Foniks yang tampak kokoh, tetapi menakutkan dalam pandangan Alena. Ia menggigit bibir bawahnya, bimbang harus mengambil langkah, karena jujur saja ini akan menjadi taruhan untuk masa depannya.“Ayo Alena, demi Alex,” gumam Alena meyakinkan diri. Bukan tanpa sebab ia beridiri di depan Foniks Group, semua karena ucapan Dokter Karin saat ia kembali menjenguk Alex kemarin usai kerja.“Alena, besok adalah kesempatan terakhir kamu untuk membayar biaya administrasi, karena jika tidak, maka kemungkinan Alex untuk sembuh akan sulit,” ucap Dokter Karin saat meminta Alena menemuinya kemarin.“Dok, bukannya untuk operasi itu harus menemukan ginjal yang cocok? Bukannya itu juga membutuhkan waktu lama? Ini berarti, kalaupun saya bisa lunasin biaya administrasi, belum tentu Alex bisa operasi sec

DMCA.com Protection Status