Selama perjalanan pulang dari rumah sakit Vio lebih banyak diam. Biasanya dia akan menceritakan semua hal yang terjadi seharian penuh pada daddy nya. Tapi kali ini otak kecilnya terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri, bayang-bayang perempuan yang dia temui di rumah sakit terus berputar di kepalanya. Entah kenapa Vio merasa sangat sedih dan simpati kepada orang itu padahal dia tidak kenal sama sekali, bahkan namanya pun dia tidak tahu.
"Vio lupa menanyakan nama tante itu." Elviola menghela nafas panjang dan untuk satu alasan yang tidak diketahui dia tiba-tiba merasa sedih.
Phillip yang sejak tadi memperhatikan tingkah anaknya tentu saja menyadari bahwa ada yang salah dengan anaknya itu. Vio tidak biasanya diam dan melamun saat bersamanya kecuali jika anak itu sedang merajuk. Tapi kali ini Phillip yakin jika Vio tidak sedang merajuk melainkan sedang memikirkan sesuatu yang entah apa. Tidak ingin rasa penasaran terus mengganggunya, akhirnya Phillip memilih untuk menepikan mobilnya di sebuah cafe.
"Ayo turun." ajak Phillip setelah memarkirkan mobilnya dengan benar.
"Eh?" ucap Vio dengan ekspresi penuh tanya begitu menyadari jika mobil ayahnya sudah berada diparkiran sebuah cafe. "Kenapa kita berhenti disini dad?"
"Daddy lapar sayang," jawab Phillip dengan senyuman manis seperti biasa. "Ayo turun, kita masih punya cukup waktu untuk bersantai."
Vio mengangguk dan segera turun mengikuti sang daddy.
"Vio mau makan apa?" tanya Phillip ketika mereka sudah berada di dalam cafe.
"Vio mau es krim saja dad," jawab Viola dengan ekspresi murung.
Phillip menghela nafas pelan. "Tidak mau makan nasi? atau makan yang lain mungkin, setidaknya makan sesuatu yang mengenyangkan perut."
"Vio sudah makan dad, bersama dokter Arga."
Phillip mengernyitkan keningnya. "Dokter Arga? Siapa dia?" tanya Phillip bingung.
"Dokter yang memeriksa Vio dan teman-teman dad. Dia juga yang menemani Vio saat menunggu daddy datang." kali ini ekspresi Vio sedikit berubah menjadi lebih ceria dari sebelumnya.
Phillip mengangguk paham dan juga merasa sedikit lega karena putrinya ditemani seseorang yang baik. Tapi dia juga merasa sangat bersalah karena untuk kesekian kalinya dia lagi-lagi harus membuat Vio menunggu.
"Baiklah kalau begitu sekarang kita pesan makanannya dan segera pulang." Phillip mengelus lembut kepala putrinya.
Selang lima belas menit, makanan yang mereka pesan pun datang. Phillip memesan satu set hidangan makan malam sementara Vio hanya memesan es krim.
"Vio marah sama daddy?" tanya Phillip saat melihat Viola hanya mengaduk-aduk es krimnya tanpa minat.
"Eh... ?" Viola kaget dengan pertanyaan tiba-tiba daddy nya.
"Dari tadi Vio diam saja, jadi daddy kira Vio marah karena daddy terlambat menjemput dan membuat Vio harus menunggu lama di rumah sakit."
Begitulah Han Phillip, meski dia terkenal cuek dan gila kerja tapi anaknya selalu menjadi prioritas utama. Tidak peduli seberapa sibuk dan lelahnya dia, Phillip selalu berusaha untuk meluangkan waktu bersama putrinya, meski hanya beberapa menit saja. Phillip sepenuhnya sadar, jika sang putri hanya memilikinya dan kalau bukan dia yang selalu ada lalu siapa lagi?
"Enggak dad, Vio gak marah. Hanya sedang memikirkan sesuatu. Hehe"
Tawa hambar anak itu menghiasi wajahnya. Jelas sekali terdengar dipaksakan. Phillip kembali mengusap kepala anaknya lembut.
"Dad, bisakah seseorang tidur dengan sangat lama?" akhirnya Viola membuka suara dengan memberikan pertanyaan serius kepada Phillip.
"Tentu saja. Bukankah kamu juga tidurnya lama?" goda Phillip sambil mencubit pipi Viola dengan gemas.
Vio memicingkan matanya, memberi peringatan tidak suka kepada sang daddy.
"Bukan itu maksud Vio, maksudnya seperti tidur selama 2 tahun? Tanpa bangun. Ya begitu." jawab Vio, mencoba menjelaskan sebisanya.
Phillip mengernyitkan dahinya tapi ia paham maksud dari perkataan anaknya. "Entahlah, mungkin bisa. Tapi daddy sendiri belum pernah bertemu seseorang yang tidur selama itu."
Vio mengangguk-anggukan kepalanya, sedikit mengerti penjelasan daddy nya.
"Kenapa tiba-tiba bertanya begitu, hmm? Vio habis nonton drama ya sama Esa?" tanya Phillip menyambung ucapan sebelumnya.
Viola kembali diam, dia memilih memakan es krim nya yang tadi sempat menganggur dan mulai mencair. Dia benar-benar sedang dalam keadaan yang tak ingin becanda sama sekali. Namun daddy nya seolah menganggap pertanyaannya hanya gurauan saja. Viola mungkin hanya anak perempuan berumur 8 tahun, tapi dia pintar dan lebih dewasa dari anak seusianya.
"Oke maafkan daddy. Daddy rasa bisa. Mungkin ada hal-hal yang ingin dia lupakan hingga akhirnya memilih untuk tidur lebih lama. Dia hanya ingin istirahat sayang karena mungkin terlalu banyak hal yang melelahkan." Phillip menjawab seadanya, ia tidak ingin membebani anaknya dengan pemikiran yang bukan seharusnya ada pada level anak 8 tahun.
"Kalau tante itu tidur selama 2 tahun, bukankah dia telah melewatkan banyak hal yang juga menyenangkan dad?" seolah tidak puas dengan jawaban sang daddy, Vio kembali bertanya.
"Tante?" kini giliran Phillip yang bertanya kepada anaknya.
"Iya tante yang Vio temui di rumah sakit tadi. Kata dokter Arga tante itu sudah tidur selama 2 tahun. Vio kasian sama tante itu dad. Padahal dia sangat cantik, tapi badannya sangat kurus, dan juga terlalu banyak alat yang dipasang, Vio yakin itu sangat menyakitkan." Vio menjelaskan dengan sedikit meringis sambil membayangkan gambaran Erina yang dia lihat di rumah sakit."Dia juga selalu sendirian di ruangan itu. Tante itu pasti kesepian." nada bicara Vio berubah menjadi sendu.
Phillip menatap iba, entah siapa 'tante' yang dimaksud oleh putrinya itu, yang jelas dia sudah mempengaruhi perasaan Vio sedalam ini.
"Memangnya siapa nama tante itu sayang?" tanya Phillip lembut.
Vio menggeleng. "Vio belum sempat bertanya siapa namanya dad. Tante itu adalah kakak nya dokter Arga."
Elviola menatap daddy nya dengan mata bening miliknya. Kemudian sebuah pertanyaan kembali terlontar dari bibir mungilnya.
"Bukankah seharusnya tante itu segera bangun dad? Karena keluarganya pasti merindukannya. Sama seperti Vio yang merindukan mommy." lirihnya diakhir kalimat.
Phillip tersentak kaget dari tempat duduknya. Pernyataan tiba-tiba yang dikeluarkan anaknya membuat dia mematung untuk beberapa saat. Dia tak pernah menyangka kalau Elviola selama ini menyimpan kerinduan pada sosok yang sama seperti dirinya. Sosok yang siang dan malam tak pernah beranjak dari hidupnya selama 8 tahun ini. Phillip selalu mengganggap kalau semua baik-baik saja karena Vio tidak pernah menyinggung masalah itu sama sekali.
Selama 7 tahun membesarkan Vio, Phillip hanya pernah beberapa kali mendapat pertanyaan tentang ibu dari Vio. Dulu saat Vio baru tahu apa itu ibu, dan setelah dia sekolah dan mengenal sosok 'ibu' dari teman-temannya. Tapi semua pertanyaan yang Vio katakan tidak pernah ada yang seserius dan semenyedihkan ini.
Setiap kali Vio bertanya, Phillip selalu mengatakan jika mommy nya sedang pergi ke suatu tempat dan suatu saat akan kembali. Sehingga anak itupun tidak pernah bertanya lebih jauh lagi.
Tapi kali ini berbeda, Vio sepertinya sudah mulai memahami jika 'pergi' yang dimaksud daddy nya bukan pergi karena suatu pekerjaan atau untuk liburan. Pergi yang mungkin saja tidak akan pernah kembali.
"Vio sabar ya, nanti jika saatnya sudah tiba Vio pasti bisa bertemu mommy. Vio bisa memeluk mommy seperti teman-teman Pyo yang lain." Phillip tahu, jika kalimat yang dia katakan hanya sebatas penenang. Tapi dia benar-benar berharap semua menjadi kenyataannya. Setidaknya biarkan anaknya ini merasakan pelukan hangat seorang ibu, meski hanya sekali seumur hidupnya.
Vio hanya tersenyum dan mengangguk. Dirinya berharap jika daddy nya tidak berbohong, dan dia akan bertemu mommy nya meski tidak tahu kapan.
Setelah berhasil menetralkan kembali perasaan dan suasana disana. Phillip dan Viola pun memutuskan untuk kembali ke rumah.
Aku tahu hari seperti ini pada akhirnya akan tiba. Tapi sejak saat itu aku bahkan belum pernah bertemu denganmu lagi. Lalu apa yang bisa aku katakan pada Vio? Dimana sebenarnya kamu Na? - Han Phillip
*
**- T B C -
With Love : Nhana
Phillip terlihat sangat sibuk dengan tumpukan berkas di meja kantornya. Sudah dua hari Wei cuti kerja karena alasan pribadi yang tidak Phillip ketahui. Jadi sekarang dia benar-benar harus meng-handle semuanya seorang diri.Sebenarnya Phillip tidak ingin mengijinkan sekretarisnya itu untuk cuti, tapi mengingat Wei selama ini selalu bekerja keras untuk perusahaannya, mau tidak mau Phillip memberinya ijin terlebih Wei meminta sambil memohon seperti ada keadaan yang mendesak tapi dia tidak memberitahu alasannya.Wei tidak pergi begitu saja, sebagai seorang yang profesional dan mengerti jika atasannya sangat sibuk dan membutuhkan bantuan orang lain, Wei menyiapkan orang pengganti untuk membantu Phillip, tapi Phillip hanya memanggil orang tersebut sesekali
Setelah beberapa hari lembur, hari ini akhirnya Phillip memutuskan untuk sengaja pulang lebih awal dari kantor. Sejak beberapa hari lalu dirinya memang terlalu banyak menyibukkan diri dengan pekerjaan, dan sekarang dia sangat merindukan putrinya. Setiap kali Phillip pulang, Viola pasti sudah tidur dan mereka hanya bisa bertemu ketika sarapan. Untuk itu, Phillip merasa sangat bersalah dan ingin menebus semua waktu yang dia lewatkan dengan pulang lebih cepat dari biasanya.Kata 'beberapa hari' mungkin terdengar sangat sebentar bagi sebagian orang, namun nyatanya hal itu berpengaruh banyak untuk hubungan ayah dan anak seperti Phillip dan Viola. Viola berubah, dia menjadi lebih pendiam dan sudah tidak rusuh seperti sebelumnya, dia sekarang lebih tenang dan jarang meminta bantuan ataupun merepotkan daddy nya.
"Kak ... Kak Phillip."Kalimat yang terdengar begitu lemah dan lirih namun cukup jelas. Satu nama terucap dari bibir yang sudah terkatup rapat selama dua tahun terakhir. Matanya mengerjap untuk beberapa saat sampai akhirnya si pemilik suara kembali menutup mata.✿✿✿✿✿Phillip menatap sendu tubuh putrinya yang sudah tertidur pulas. Dia duduk di samping ranjang dan membenarkan letak selimut yang menutupi sebagian tubuh Viola. Dengan lembut dan hati-hati, Phillip mengusap wajah Viola penuh perasaan hingga tanpa terasa ada setetes air mata yang jatuh dari sudut matanya. Phillip menyayangi Elviola, teramat sayang.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Shinta, Erina semakin memikirkan perihal keadaan putrinya. Semakin hari semakin terasa jika dirinya benar-benar sangat merindukan Viola. Keinginannya untuk bertemu sang anak bukan lagi hanya sebatas angan atau khayalan tapi sudah menjadi prioritas yang setiap hari membuatnya tidak bisa hanya menunggu dan berdiam diri. Karena memang tujuannya pulang untuk menemui putrinya, Elviola atau yang kini menyandang marga Han dibelakangnya menjadi Elviola Han.Erina mencoba mencari tahu apapun tentang putrinya sebisa mungkin. Dan beruntung pencariannya membuahkan hasil, sehingga kini dia tahu dimana putrinya itu tinggal dan sekolah.Hampir setiap hari Erina menguntit Viola. Entah itu di sekolah, tempat les, tempat bermain dan bahkan sampai ke kediaman
"Dad, hari ini Vio boleh ke rumah sakit ya?" tanya Viola saat mendudukkan dirinya dengan nyaman di meja makan dan menatap ayahnya dengan tatapan memohon.Sudah beberapa hari ini Viola memang tidak pergi ke rumah sakit karena sedang ujian sekolah. Dan hari ini adalah hari terakhir ujian. Oleh karena itu dia berani meminta ijin pada daddy nya.Phillip mengangguk sekilas. "Baiklah, tapi jangan pulang terlalu sore. Vio juga harus istirahat, daddy gak mau Vio sakit," ucap Phillip lembut. Sebenarnya Phillip tidak ingin memberi Viola ijin ke rumah sakit lagi karena bagaimanapun dia belum tahu siapa orang yang sering di kunjungi anaknya itu.Tentu saja karena dia k
CeklekSuara pintu terbuka dari luar menampakan Arga dan juga Phillip yang berjalan mengikutinya dari belakang."Vio, coba lihat siapa yang datang?" ucap Arga dengan senyuman seraya memanggil Viola yang sedang duduk di samping Erina.Viola yang mendengar panggilan Arga pun menolehkan kepalanya ke arah pintu. Dan matanya melebar terkejut lucu melihat siapa yang datang. "Ahh daddy?" Viola langsung turun dari kursinya dan berlari pelan menuju Phillip.Phillip tersenyum melihat reaksi putrinya itu kemudian dia berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambut Viola dalam peluka
Flashback"Na, kamu sibuk gak hari ini?" ucap Shinta yang baru saja masuk ke lab dan bergabung dengan Erina."Kenapa?" tanya Erina tanpa mengalihkan fokusnya kepada lawan bicara.Shinta menggeser sebuah kursi dan mendudukkan dirinya dengan nyaman di hadapan Erina."Kau harus menjawab terlebih dahulu, sibuk atau tidak?" Shinta sekali lagi mengulang pertanyaannya.Erina mendengus pelan. "Entahlah, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tapi tidak begitu mendesak," jawab Erina sambil membereskan alat-alat
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri
Erina melepaskan pelukannya dengan Viola. Dia mengusap jejak air mata pada kedua pipi anaknya. Mengelus pipi itu dengan begitu lembut, hingga air mata kembali menetes dari sudut matanya. "Mommy jangan menangis lagi," kali ini giliran Viola yang menghapus air mata Erina.Erina menggelengkan kepalanya. "Tidak sayang, mommy hanya merasa sangat bahagia." Erina tidak berdusta, air matanya adalah air mata bahagia. Air mata yang sama seperti saat dia pertama kali melihat Viola lahir ke dunia ini."Kalau bahagia itu harus tersenyum, bukan menangis mom." Viola memiringkan kepalanya lucu.Erina terkekeh gemas dengan tingkah putrinya. "Benarkah? Siapa yang mengatakan itu? Kalau gitu mommy salah dong." Erina mencubit lembur hidung bangir Viola.Viola mengangguk."Kata daddy. Daddy selalu tersenyum s
Erina menatap pantulan dirinya di cermin. Dia meneliti setiap inci bagian dari tubuhnya. Kemudian dengan tatapan nanar dia menghela nafas berat. "Aku benar-benar kurus sekarang. Tulang selangka ku bahkan tercetak dengan jelas, pipiku bukan hanya sekedar tirus, ini seperti tulang yang dibalut kulit." Erina menunjukkan tulang selangkanya pada cermin."Aku tidak mungkin menemui anakku dengan keadaan seperti ini," dengan gerak perlahan, Erina menurunkan pandangannya dan menggigit bibirnya getir."Setidaknya aku harus terlihat lebih sehat dan kuat." Erina tersenyum lemah, berusaha menguatkan dirinya sendiri.Phillip yang masih memperhatikan Erina dari luar, tersenyum iba. Erina memang sangat kurus, tentu saja karena dia tidak memakan makanan apapun selama tidurnya. Hanya segala sesuatu yang berupa obat-obatan yang disuntikkan melalui selang infus yang masuk ke tubuhnya. Dan penyesalan Phillip pun bertambah besar melihat keadaan Erin
"K-kak-- ""N-na, Erina," sapa orang yang dipanggil kakak tersebut dengan suara terbata dan nafas yang masih memburu."Kakak, bagaimana bisa kau kesini?" tanya Erina bingung dan tentu saja terkejut dengan kehadiran tiba-tiba orang yang sangat di kenalnya."Ahh itu, itu tadi aku-- " pria itu kebingungan menjawab pertanyaan Erina dan menggaruk tengkuknya, dia gugup. "Jangan berdiri di sana kak, masuklah." Erina melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar pria yang dia panggil kakak itu mendekat kearahnya. Pria itu pun masuk dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di samping ranjang.
''K-kak-- "Ucap Arga terbata karena terkejut melihat Erina yang tiba-tiba sudah sadar dan sedang menatapnya tanpa dosa."S-sejak kapan kakak bangun?" tanya Arga yang masih linglung."Aku tidak sedang bermimpi kan? Atau aku sedang berhalusinasi? Ah sepertinya aku butuh istirahat." Arga menggelengkan kepalanya dengan cepat, tak percaya dan mencoba menolak kenyataan yang diharapkannya selama ini. Padahal dia seorang dokter tapi dalam keadaan seperti ini perasaan lah yang mengambil alih akal sehatnya.
Malam semakin larut, udara juga terasa semakin menusuk permukaan kulit. Phillip menurunkan tubuh Viola dan menidurkannya dengan hati-hati. Mereka pulang sangat larut dari rumah sakit dan Viola sudah tidur sepanjang perjalanan. Awalnya Viola merengek ingin menginap di rumah sakit tapi Phillip sebisa mungkin membujuknya dengan segala cara agar putrinya itu mau pulang. Beruntung Phillip dan Arga akhirnya berhasil membujuknya. "Rasanya seperti baru kemarin daddy bertemu denganmu Vio. Kini kamu sudah sebesar ini." Phillip mengelus wajah lelap putri kecilnya, putri yang selama 7 tahun terakhir menjadi cahaya yang menerangi hidup Phillip kembali. "Maaf daddy baru mengen
"Kak... Menikahlah denganku."Phillip hanya diam dan tak merespon. Namun, beberapa saat kemudian gelak tawa terdengar di ruangan tersebut. Iya, Phillip baru saja tertawa. Dia menertawakan ajakan dari Erina.Erina menatap nanar kearah pria yang ada di hadapannya, bagaimana bisa Phillip tertawa disaat dia tengah membicarakan hal yang serius. Erina bersumpah bahwa saat ini adalah momen paling serius dalam hidupnya. Bahkan Erina membuang semua harga diri dan mengumpulkan semua keberanian untuk menyatakan hal tersebut.Phillip yang sadar tengah ditatap intens oleh Erina seketika menghentikan tawanya. "Kau sedang melamar ku Na?" tanyanya seolah ingin memastikan kembali jika pendengarannya tidak keliru.Kini giliran
Erina berlari sambil menangis sepanjang kampus, dia menghiraukan bisikan dan tatapan orang-orang yang dilaluinya. Sampai akhirnya langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.Erina mendongakkan kepalanya dan menatap orang tersebut. "Kak-- " tanpa ragu Erina segera menabrakkan tubuhnya untuk memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Sementara yang dipeluk hanya mengusap punggung Erina untuk mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa Na. Jangan menangis, ada aku disini," ucapnya lembut penuh ketenangan.Erina menggeleng dalam tangisnya. "A-aku tidak bisa.""Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."
Hubungan Erina dan Phillip semakin hari semakin berkembang. Kini keduanya sudah seperti sepasang kekasih. Sejak pertanyaan mendadak Phillip pada malam itu, ia menganggap kalau Erina adalah miliknya. Sedangkan Erina, meski ia tak memberikan jawaban dan menganggap pertanyaan Phillip hanya gurauan tapi ia menikmati perlakuan istimewa yang diberikan oleh Phillip terhadap dirinya. Hingga perlahan-lahan ia mulai menyukai ah bahkan mungkin sudah jatuh hati pada seorang Phillip Han.Erina sedang berada di kamar Phillip dengan Phillip yang terus-terusan menempel padanya. Padahal niatnya ke apartemen Phillip untuk mengerjakan laporan. Tapi bayi besarnya itu bahkan tidak memberikan jarak sedikitpun antara dirinya dengan Erina. Katakanlah Phillip sedang dalam mode manja.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Phillip tempo hari, Erina sekarang lebih sering diajak Shinta untuk kumpul bersama teman-temannya. Erina yang memang pada dasarnya punya sifat yang ceria dan mudah akrab dengan orang lain membuatnya selalu bisa berteman dengan siapa saja, termasuk Phillip.Phillip mungkin punya sifat yang bertentangan dengan Erina, dia lebih cenderung penyendiri, tidak mudah akrab dengan orang lain dan juga sangat terganggu dengan sesuatu yang berisik. Phillip sendiri tidak sepenuhnya menganggap Erina sebagai teman tapi dia juga tidak menolak kehadiran Erina. Baginya, selama sikap Erina masih dalam kategori wajar, dia tidak keberatan.Seperti hari ini, Eri